AR
ARTIKEL 1
Pulau-pulau kecil di Indonesia yang berpenghuni jumlahnya ribuan, dan beberapa ratus
diantaranya padat penduduk dan memerlukan angkutan umum antar pulau, seperti Ambon ke
Haruku atau Saparua, atau dari Ternate ke Sofifi. Bayangkan seorang PNS yang tinggal di Ternate
dan bekerja di Sofifi harus mengeluarkan uang sekitar 200 Ribu setiap hari untuk berangkat ke
kantor. Gajinya hampir habis hanya untuk transportasi saja walau ada tunjangan kemahalan yang
tentunya tidak efisien bagi pemerintah untuk mengeluarkan tambahan tunjangan hanya untuk
komuter seperti ini.
Mahalnya transporfasi komuter laut menurut pengemudi speed boat karena harga solarnya mahal
dan mesinnya boros. Selain itu ongkos angkut tidak ditetapkan oleh pemerintah tapi lebih kepada
negosiasi atau kebiasaan saja. Hal ini berpotensi terjadi permainan harga disamping alasan solar
mahal. Akibatnya masyarakat pulau-pulau terpencil harus kaya agar bisa bepergian antar pulau,
apalagi wisatawan harus mengeluarkan biaya ekstra besar hanya untuk transportasi laut seperti di
Raja Ampat atau Derawan.
Oleh karena itu perlu dipertimbnagkan model transportasi antar pulau yang lebih murah. Mungkin
perlu dijajaki kemungkinan ojek speed boat online untuk mengurangi biaya angkutan komuter laut.
Terbukti di darat angkutan online mampu mengurangi biaya transport lebih dari setengah ongkod
angkutan tradisional. Memang kondisinya jelas berbeda, namun bukan tidak mungkin hal ini
dilaksanakan.
Dengan dukungan online, biaya yang diperlukan untuk menepuh jarak tertentu bisa dihitung
dengan jelas dan logis, bukan hasil negosiasi semata. Perlu dipikirkan juga teknologi mesin kapal
khususnya speed boat yang irit bahan bakar dan tidak tergantung pada solar untuk mengurangi
biaya bahan bakar yang katanya mahal. Suatu saat nanti bisa dibayangkan di Raja Ampat bisa
pesan speed online agar murah dan tidak perlu harus menunggu rombongan untuk patungan sewa
kapal.
Sumber: https://www.kompasiana.com/dizzman/menanti-jasa-transportasi-laut-
online_5a732ac816835f59fa718c84
ARTIKEL 2
Padahal menurut rilis dari KemenKeu RI tentang "Potensi Lautan Indonesia" sangat menjanjikan,
diantaranya potensi perikanan Indonesia sebesar 32 miliar dolar AS, potensi kekayaan pesisir
alami sebesar 56 miliar dolar AS, dan potensi pengembangan transportasi laut sebesar 20 miliar
dolar AS. Sayangnya potensi yang ada belum sepenuhnya dimanfaatkan dikarenakan belum
adanya landasan aturan dalam proses pemanfaatan potensi tersebut.
Selama ini di Indonesia lebih terfokus dengan bagaimana pemanfaatan potensi yang ada di darat
ketimbang yang ada di laut. Padahal seperti kita ketahui laut kita porsinya lebih besar jika
dibandingkan dengan darat, dan otomatis memiliki potensi yang lebih besar untuk dimanfaatkan.
Jika berbicara mengenai acuan dalam
pemanfaatan ruang yang ada di darat, kita
mengenal adanya RTRW (Rencana Tata
Ruang Wilayah) mulai dari tingkat
nasional, propinsi, hingga kabupaten/kota.
Kemudian ada RDTRK (Rencana Detail
Tata Ruang Kota) yang berfungsi
mendetailkan apa yang ada di RTRW.
Dengan kondisi demikian kewenangan pemanfaatan ruang laut dikembalikan ke propinsi guna
meminimalisir tumpang tindih pemanfaatan ruang laut yang ada. Namun dalam kenyataannya baru
Propinsi Sulawesi Utara saja yang sudah merampungkan dokumen RZWP3K dan perda terkait.
Sehingga bisa dikatakan dari 34 propinsi yang ada baru Sulawesi Utara yang sudah memiliki acuan
dan dasaran dalam pemanfaatan ruang laut yang ada.
Di era pemerintahan Presiden Joko Widodo dengan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi
Pudjiastuti, mulai dicanangkan penyusunan Rencana Tata Ruang Laut Nasional sebagai
perwujudan konsep pengembangan wilayah kelautan Indonesia yang menyeluruh dan terpadu
dalam membangun Indonesia menuju poros maritim dunia.
Menurut Menteri Susi RTRLN merupakan amanat dari pasal 43 ayat 1 Undang Undang No. 32
Tahun 2014 tentang kelautan, dan penyusunan RTRLN saat ini berada pada momen yang sangat
relevan dengan kondisi dimana Indonesia bercita cita menjadi poros maritim dunia. Menteri Susi
juga mengatakan, "RTRLN ini juga bisa menjadi arahan perencanaan wilayah pesisir dan pulau
pulau kecil di daerah, serta pemberian izin pemanfaatan ruang laut yang menjadi kewenangan
pusat di Kawasan Strategis Nasional (KSN), Kawasan Strategis Nasional Tertentu (KSNT),
perairan lintas propinsi dan perairan di atas 12 mil dari garis pantai".
Adapun keuntungan adanya Rencana Tata Ruang Laut Nasional antara lain dari segi ekonomi
sebagai pemberi landasan bagi perizinan pemanfaatan ruang laut dan mendorong pemanfaatan
ruang dan sumber daya laut serta pesisir yang efisien. Dari segi lingkungan mengurangi
kemungkinan dampak negatif dari pemanfaatan sumber daya laut dan pesisir serta menjamin
ruang laut untuk keanekaragaman hayati dan konservasi hayati. Kemudian dari segi sosial budaya
mendorong kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan melalui
keterlibatan dalam proses perencanaan dan dari segi keuntungan strategis dapat membantu
menyelesaikan konflik pemanfaatan sumber daya yang "bertabrakan" secara rasional dan obyektif.
Selain itu dengan Nawa Cita yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo khususnya dalam
bidang kemaritiman, Rencana Tata Ruang Laut Nasional juga bisa dijadikan sebagai salah satu
acuan atau bahkan landasan hukum guna merealisasikan rencana tersebut. Seperti contoh rencana
Tol Laut yang dimaksudkan guna memeratakan pembangunan yang ada di Indonesia bagian barat
dengan Indonesia bagian timur. Dengan adanya Rencana Tata Ruang Laut Nasional diharapkan
kedepannya potensi laut Indonesia bisa dimanfaatkan secara optimal dengan tujuan tetap untuk
kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Sumber: https://www.kompasiana.com/devadanugraha/rencana-tata-ruang-laut-nasional-
awal-pemanfaatan-potensi-laut-indonesia_5a013bd34d64f615891906e2
ARTIKEL 3
Bioluminescence terjadi karena adanya reaksi enzim dalam tubuh organisme dengan sistem kerja
yang dapat menghasilkan emisi cahaya hijau-biru. Enzim lusiferase berperan dalam proses
pengikatan oksigen pada molekul organik. Flavoprotein, enzim yang dilihat berdasarkan sekuens
asam aminonya menunjukkan bahwa ia
homolog dengan lusiferase. Namun,
protein ini belum diketahui jelas fungsinya.
Lumizane berfungsi untuk memperpendek
panjang gelombang yang dihasilkan dari
emisi cahaya. Protein fluoresensi kuning
berfungsi mengubah panjang gelombang
cahaya menjadi 540 nm pada V.
fischeri sehingga cahaya yang diemisikan
mengalami perubahan warna. Flavin
reduktase dapat mengkatalisis reduksi
FMN menjadi FMNH2 sehingga substrat
tersedia terus-menerus karena
diregenerasi. Yang terakhir adalah enzim aldehida dehidrogenase yang berperan dalam degradasi
senyawa aldehida.
Sumber: https://www.kompasiana.com/jelita_14/fenomena-laut-
bioluminescence_59aea748a7249b061b1cf572
RESUME OSEANOGRAFI
2. Judul : Rencana Tata Ruang Laut Nasional, Awal Pemamfaatan Potensi Laut Indonesia.
Selama ini di Indonesia lebih terfokus dengan bagaimana pemanfaatan potensi yang ada di darat
ketimbang yang ada di laut. Padahal seperti kita ketahui laut kita porsinya lebih besar jika
dibandingkan dengan darat, dan otomatis memiliki potensi yang lebih besar untuk dimanfaatkan.
Jika berbicara mengenai acuan dalam pemanfaatan ruang yang ada di darat, kita mengenal adanya
RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) mulai dari tingkat nasional, propinsi, hingga
kabupaten/kota. Kemudian ada RDTRK (Rencana Detail Tata Ruang Kota) yang berfungsi
mendetailkan apa yang ada di RTRW. Adapun keuntungan adanya Rencana Tata Ruang Laut
Nasional antara lain dari segi ekonomi sebagai pemberi landasan bagi perizinan pemanfaatan
ruang laut dan mendorong pemanfaatan ruang dan sumber daya laut serta pesisir yang efisien. Dari
segi lingkungan mengurangi kemungkinan dampak negatif dari pemanfaatan sumber daya laut
dan pesisir serta menjamin ruang laut untuk keanekaragaman hayati dan konservasi hayati.
Kemudian dari segi sosial budaya mendorong kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi
dalam pembangunan melalui keterlibatan dalam proses perencanaan dan dari segi keuntungan
strategis dapat membantu menyelesaikan konflik pemanfaatan sumber daya yang "bertabrakan"
secara rasional dan obyektif. Dengan adanya Rencana Tata Ruang Laut Nasional diharapkan
kedepannya potensi laut Indonesia bisa dimanfaatkan secara optimal dengan tujuan tetap untuk
kesejahteraan masyarakat Indonesia.