MENGAJAR
DOSEN PENGAMPU:
Prof. Dr. I Wayan Suastra, M.Pd.
I Putu Wina Yasa Pramadi, S.Pd., M.Pd.
DISUSUN OLEH:
I Kadek Dedy Asmarajaya NIM. 1413021007/TA 2014
Siti Nur Hidayah NIM.1413021017 /TA 2014
Semester 4A
Om Swastyastu,
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Yang Widhi Wasa, Tuhan
Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Model Pembelajaran Cooperative Learning Teknik Jigsaw
dalam Pembelajaran” tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk melengkapi tugas yang
diberikan oleh Bapak Prof. Dr. I Wayan Suastra, M.Pd selaku dosen mata kuliah
Strategi Pembelajaran Fisika, semester keempat Jurusan Pendidikan Fisika.
Pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada
semua pihak yang membantu dalam penyelesaian makalah ini. Penulis menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka penulis sangat mengharapkan
saran dan kritik dari semua pihak yang sifatnya membangun guna penyempurnaan
makalah ini.
Akhir kata, semoga semua pikiran yang baik datang dari segala penjuru.
Om Santih, Santih, Santih, Om.
Penulis.
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
sarana pendidikan, serta tuntutan kompetensi guru dan kepala sekolah. Oleh karena itu, teori
belajar pada dasarnya merupakan titik sentral dan semua permasalahan pendidikan. Teori
belajar ini sangat membantu pengajar dalam menyampaikan bahan pelajaran kepada peserta
didik. Dengan memahami teori belajar, pengajar akan memahami proses terjadinya belajar
manusia. Pengajar dalam hal ini guru mengerti bagaimana seharusnya memberikan stimulasi
sehingga peserta didik menyukai belajar.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
menemukan dianggap sebagai suatu metode mengajar yang baik karena bermakna, dan
sebaliknya metode ceramah adalah metode yang merupakan belajar menerima, Ausubel
menentang pendapat itu. Ia berpendapat bahwa dengan metode penemuan maupun dengan
metode ceramah bisa menjadi belajar menerima atau belajar bermakna, tergantung dari
situasinya. Selanjutnya Ausubel mengemukakan bahwa metode ekspositori adalah metode
mengajar yang paling baik dan bermakna. Hal ini ia kemukakan berdasarkan hasil
penelitiannya.
Pada gambar di atas dijelaskan bahwa pada tingkat pertama belajar, informasi yang
diperoleh siswa saat belajar penemuan adalah dalam bentuk materi pelajaran final (siswa
tingal menerima), dan untuk belajar penemuan materi yang akan diberikan harus
ditemukan sendiri oleh siswa. Pada tingkat kedua siswa menghubungkan atau mengaitkan
informasi yang telah diperoleh pada konsep-konsep yang telah mereka miliki, pada tahap
ini terjadi pembelajaran bermakna. Jika informasi yang diterima atau ditemukan siswa
tidak sesuai dengan konsep yang mereka miliki, maka siswa hanya mencoba-coba
menghafalkan informasi baru yang mereka terima, dalam hal ini terjadi belajar hafalan.
Banyak ahli pendidikan menyamakan belajar penerimaan dengan belajar hafalan
sebab belajar bermakna hanya terjadi bila siswa menemukan sendiri pengetahuan. Belajar
penerimaanpun dapat dibuat bermakna, yaitu dengan cara menjelaskan hubungan antara
konsep-konsep. Sementara belajar penemuan rendah kebermaknaannya dan merupakan
belajar hafalan bila memecahkan suatu masalah hanya dengan coba-coba, seperti menebak
suatu teka-teki. Belajar penemuan yang sangat bermakna hanyalah penelitian yang bersifat
ilmiah.
4
baik pembentukan hipotesis dan pengujian hipotesis, maupun pembentukan generalisasi
dari hal-hal yang khusus. Misalnya dengan berkali-kali dihadapkan pada benda yang
disebut kursi, maka lambat laun anak akan menemukan kriteria bagi konsep kursi. Waktu
usia masuk sekolah tiba, kebanyakan anak telah mempunyai kerangka konsep yang
mengizinkan terjadinya belajar bermakna.
5
Jadi, walaupun kelihatannya ada sesuatu unsur subordinat yang hilang, subsumer
telah diubah oleh pengalaman belajar bermakna sebelumnya. Menurut Ausubel dan Novak,
ada tiga kebaikan dari belajar bermakna yaitu :
a. Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat di ingat.
b. Informasi yang tersubsumsi berakibatkan peningkatan diferensiasi dari subsymer –
subsumer, jadi memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang
mirip.
c. Informasi yang dilupakan sesudah subsumsi obliteratif, meninggalkan efek residual
pada subsumer, sehingga mempermudah belajar hal – hal yang mirip, walaupun telah
terjadi “lupa”.
Kebermaknaan materi pelajaran secara potensial tergantung pada dua faktor yaitu sebagai
berikut:
a. Materi itu harus memiliki kebermaknaan logis.
b. Gagasan – gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif siswa.
Aspek lain tentang kebermaknaan potensial ialah bahwa dalam struktur kognitif
siswa harus ada gagasan yang relevan. Dalam hal ini kita harus memeperhatikan
pengalaman anak-anak, tingkat perkembangan mereka, intelegensi, dan usia. Oleh karena
itu, agar terjadi belajar bermakna materi pelajaran harus bermakna secara logis, siswa
harus bertujuan untuk memasukkan materi itu ke dalam struktur kognitifnya, dan dalam
struktur kognitif anak harus terdapat unsur-unsur yang cocok untuk mengaitkan atau
menghubungkan materi baru secara non-arbiter dan substantif. Jika salah satu itu tidak ada
maka materi itu, walaupun dipelajari akan dipelajari secara hafalan.
6
2. Menerapkan Teori Ausubel Dalam Mengajar
Untuk dapat menerapkan teori ausubel dalam mengajar, perlu diperhatikan apa yang
dikemukakan oleh Ausebel dalam bukunya yang berjudul Educational Phychology: A
Cognitive View, yang menyatakan: “faktor yang paling penting yang mempengaruhi
belajar adalah apa yang telah diketahui siswa. Yakinlah ini dan ajarlah ia demikian”.
Pernyataan Ausubel inilah yang menjadi inti teori belajarnya. Kebermaknaan materi
pelajaran secara potensial tergantung dari materi itu memiliki kebermaknaan logis dan
gagasan-gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif siswa. Bedasarkan
Pandangannya tentang belajar bermakna, maka David Ausable mengajukan 4 prinsip
pembelajaran, yaitu: Pengatur awal (advance organizer), Diferensiasi progresif, Belajar
superordinat, Penyesuaian Integratif.
7
mengajarkan konsep-konsep yang paling inklusif terlebih dahulu, kemudian konsep-
konsep yang kurang inklusif dan setelah itu mulai mengajarkan hal-hal yang khusus.
Menurut Novak (1997), untuk menyusun kurikulum yang baik mula-mula
hdiperlukan analisis konsep dalam suatu bidang studi dan kemudian diperhatikan
hubungan-hubungan tertentu antara konsep-konsep ini, sehingga dapat diketahui konsep-
konsep mana yang paling umum dan superordinat, dan konsep-konsep mana yang lebih
khusus dan subordinat.
Novak dan juga ahli-ahli pendidikan lainnya menekankan bahwa fungsi pertama dari
bersekolah itu adalah belajar konsep. Oleh karena itu harus memilih konsep utama dan
konsep subordinat yang akan diajarkan kepada siswa. Sikap-sikap dan keterampilan-
keterampilan diperlukan sebagai unsur penunjang bagi belajar konsep, namun untuk
sebagian besar pendidikan, sikap-sikap dan keterampilan tidak termasuk struktur primer
dari kurikulum sekolah.
Suatu contoh hierarki konseptual berdasarkan diferensiasi progresif menurut Ausubel
seperti yang diperlihatkan pada peta konsep dibawah ini:
Berdasarkan bagan tersebut diperlihatkan peta konsep dalam pelajaran Fisika, pada
materi “pengukuran” . Hal yang pertama dijelaskan bukanlah mengenai jenis-besaran
maupun alat ukur besaran, melainkan dimulai dari definisi pengukuran itu sendiri.
Kemudian mengemukakan bahwa pada materi pengukuran yang harus dipelajari adalah
mengenai Besaran, Sistem Internasional dan Alat ukur. Dimana besaran ini terdiri dari
8
besaran pokok dan besaran turunan, kemudian pada alat ukur dapat diturunkan menjadi
contoh-contoh alat ukur dari suatu besaran. Misalnya alat ukur panjang yaitu mistar, jangka
sorong dan micrometer sekrup.
3. Peta Konsep
Telah dikemukakan sebelumnya bahwa Ausubel sangat menekankan agar para guru
mengetahui konsep-konsep yang telah dimiliki para siswa supaya belajar bermakna dapat
berlangsung. Tetapi, Ausubel belum menyediakan suatu alat atau cara bagi para guru yang
9
dapat digunakan untuk mengetahui apa yang telah diketahui para siswa. Novak (1985)
dalam bukunya learning how to learn mengemukakan bahwa hal itu dapat dilakukan
dengan menggunakan peta konsep atau pemetaan konsep.
10
menyatakan hubungan yang bermakna antara konsep-konsep dalam bentuk proposisi-
proposisi. Proposisi merupakan dua atau lebih konsep yang dihubungkan oleh kata-kata
dalam suatu unit semantik (Novak dalam Dahar 1988). George Posner dan Alan Rudnitsky
dalam menyatakan bahwa peta konsep mirip peta jalan, namun peta konsep menaruh
perhatian pada hubungan antar ide-ide, bukan hubungan antar tempat. Peta konsep bukan
hanya meggambarkan konsep-konsep yang penting melainkan juga menghubungkan antara
konsep-konsep itu. Dalam menghubungkan konsep-konsep itu dapat digunakan dua
prinsip, yaitu diferensiasi progresif dan penyesuaian integratif.
Menurut Ausubel dalam diferensiasi progresif adalah suatu prinsip penyajian materi
dari materi yang sulit dipahami. Sedang penyesuaian integratif adalah suatu prinsip
pengintegrasian informasi baru dengan informasi lama yang telah dipelajari sebelumnya.
Oleh karena itu belajar bermakna lebih mudah berlangsung, jika konsep-konsep baru
dikaitkan dengan konsep yang inklusif. Untuk membuat suatu peta konsep, siswa dilatih
untuk mengidentifikasi ide-ide kunci yang berhubungan dengan suatu topik dan menyusun
ide-ide tersebut dalam suatu pola logis. Kadang-kadang peta konsep merupakan diagram
hirarki, kadang peta konsep itu memfokus pada hubungan sebab akibat.
11
3.3 Menyusun Peta Konsep
Menurut Dahar (1988) peta konsep memegang peranan penting dalam belajar
bermakna. Oleh karena itu siswa hendaknya pandai menyusun peta konsep untuk
meyakinkan bahwa siswa telah belajar bermakna. Langkah-langkah berikut ini dapat
diikuti untuk menciptakan suatu peta konsep yaitu:
a. Memilih suatu bacaan dari buku pelajaran
b. Menentukan konsep-konsep yang relevan
c. Mengurutkan konsep-konsep itu dari yang paling inklusif ke yang paling tidak
inklusif.
d. Menyusun konsep-konsep itu di atas kertas, mulai dengan konsep yang paling
inklusif di puncak ke konsep yang paling tidak inklusif.
e. Menghubungkan konsep-konsep itu dengan kata-kata penghubung
f. Contoh peta konsep yang sudah selesai:
12
harus mengetahui konsep-konsep apa yang telah dimiliki siswa waktu pelajaran baru akan
dimulai,sedangkan para siswa diharapkan dapat menunjukan dimana mereka berada, atau
konseo-konsep apa yang telah mereka miliki dalam menghadapi pelajaran baru itu.Dengan
mengunakan peta konsep guru dapat melaksanakan apa yang telah dikemukakan diatas,
dan dengan demikian para siswa diharapkan akan menglami belajar bermakna.
d. Alat evaluasi
Pengunaan peta konsep sebagi alat evaluasi didasrkan pada tiga gagasan dalam teori
kognetif Ausubel.
1. Struktur kognetif itu diatur secara hierarkis,dengan konsep-konsep dan proposisi-
proposisi yang lebih inkluisif, lebih umum superordinat terhadap konsep-konsep dan
proposisi-proposisi yang kuarng inkluisif dan lebih khusus.
2. Konsep-konsep dalam struktur kognetif mengalami deferensiasi progresif. Prinsip
Ausubel ini menyatakan bahwa belajar bermakan merupakan proses yang kontinu,
diman konsep-konsep yang baru memperoleh lebih banyak arti dengan dibentuknya
lebih banyak kaitan-kaitan proposional.jadi konsep-konsep tidak pernah “tuntas
dipelajari”, tetapi selalu dipelajari,dimodifikasi,dan dibuat lebih inkluisif.
13
3. Penyesuaian integratif. Frinsip belajar ini menyatakan bahwa belajar bermakna akan
meningkat, bila siswa menyadari hubungan-hubungan baru (kaitan-kaitan
konsep)antara kumpulan (sets) konsep-konsep atau proposisi-proposisi yang
berhubungan. Dalam peta konsep penyesuaian integratif ini diperlihatkan dengan
adanya kaitan-kaitan silang (cross links) antar kumpulan konsep-konsep.
14
Akan tetapi dengan kondisi siswa yang masih banyak bersifat manja dalam belajar
fisika akan belajar dari informasi final dan enggan manemukan materinya sendiri atau
materi ditemukan sendiri oleh siswa tersebut. Apabila menunggu dari siswa sendiri untuk
menemukan materinya maka akan terjadi kesulitan dalam belajar fisika. Untuk itu perlu
strategi dari guru dalam memancing siswa agar pembelajarannya menjadi bermakan
mengingat dengan pemberian materi final masih memungkinkan untuk terjadinya
pembelajaran bermakna. Strategi tersebut dengan memberikan materi kepada siswa ke
dalam peta konsep sehingga siswa memiliki bayangan mengenai konsep dan keterkaitan
konsep pada materi fisika yang akan dipelajarinya. Dan apabila terdapat sesuatu hal yang
mengganjal di siswa akan memancing minat siswa untuk menyelidiki dan menemukan
materinya sendiri. Sehingga informasi yang didapat adalah informasi yang relevan dengan
srtuktur kognitif dari siswa dan terjadilah pembelajaran bermakna yang mampu
meningkatkan pemahaman fisika siswa bukan hafalan.
Permasalahan kedua terletak pada struktur kognitif yang dimiliki siswa terkadang
belum sesuai dengan materi yang harus dipelajari sesuai kurikulum. Bagaimanapun jenis
informasi yang diberikan apabila siswa tidak memiliki struktur kognitif yang cukup maka
pembelajaran bermakna akan terjadi. Begitupun dalam pembelajaran fisika. Struktur
kognitif fisika yang dimiliki siswa harus cocok dengan materi yang hendak dipelajari.
Misalkan hendak mempelajari tentang kalor maka struktur kognitif siswa minimal
berhubungan dengan subordinat yang mambangun konsep kalor seperti suhu dan lainnya.
Maka suatu tugas yang berat pada guru fisika untuk membangun pembelajaran bermakna
dengan struktur kongnitif siswa yang beragam. Pembelajaran yang dilaksanakan harus
dimulai dari dasar yang paling sederhana atau mulai dari konsep fisika yang paling mudah
sehingga tidak terjadi lompatan materi yang terlalu drastis pada siswa yang dapat
mengagetkan struktur kognitif siswa atau muncul kebingungan pada siswa. Pembelajaran
dilaksanakan bertahap sampai pada tahapan dengan konsep fisika yang lebih kompleks.
15
dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang
terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan
yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.
Model pemrosesan informasi dapat digambarkan sebagai kumpulan kotak yang
dihubungkan dengan garis-garis. Kotak-kotak itu menggambarkan fungsi-fungsi atau
keadaan sistem, dan garis-garis menggambarkan transformasi yang terjadi dari suatu
keadaan ke keadaan yang lain. Suatu model pemrosesan informasi diperlihatkan oleh
gambar berikut:
16
“ingatan jangka panjang” bila diungkapkan akan melalui penghasil respon (respon
generator). Penghasil respon akan mentransformasikan informasi itu ke dalam tindakan.
Perintah/pesan dalam struktur ini mengaktifkan “efektor” yang berupa otot-otot dan
kemudian menghasilkan tingkah laku yang mempengaruhi lingkungan peserta didik. Dari
tingkah laku peserta didik tersebut dapat diamati bahwa stimulus telah mengakibatkan
tingkah laku yang diharapkan. Ini berarti bahwa informasi telah diproses, sehingga
peristiwa belajar telah terjadi.
Dalam proses tersebut yang sangat penting adalah kontrol eksekutif (executive
control) dan harapan (expectancies). Sinyal-sinyal dari sruktur ini berperan untuk
mengaktifkan dan memodifikasi arus informasi. Cara bagaimana belajar terjadi sangat
dipengaruhi oleh proses yang terjadi di dalam struktur kontrol eksekutif dan harapan.
Sebagai contoh, dalam situasi belajar setiap individu mempunyai harapan tentang apa yang
akan dapat dilakukan setelah belajar. Harapan ini membimbing bagaimana individu akan
menerima stimulus, bagaimana mengkodekan dalam ingatan (memory) dan bagaimana
mentransformasikan ke dalam tindakan.
Asumsi dasar dari teori Gagne adalah mendeskripsikan sifat unik dari kegiatan
belajar manusia dan definisinya tentang belajar. Elemen penting dalam analisis Gagne
adalah kaitan belajar dengan perkembangan, kompleksitas belajar pada manusia, dan
masalah khusus dengan pandangan-pandangan sebelumnya.
Kaitan belajar dengan perkembangan, terdapat salah satu pendapat yang
mengemukakan bahwa kemunculan gigi permanen pada anak mengindikasikan usia yang
tepat untuk memulai pembelajaran membabaca. Akan tetapi, menurut asumsi Gagne antara
belajar dengan pertumbuhan tidak boleh disamakan satu sama lain. Hal tersebut karena
faktor-faktor yang mempegaruhinya berbeda. Faktor-faktor yang memengaruhi
pertumbuhan terutama ditentukan secara genetik, sedangkan faktor yang mempengaruhi
belajar terutama ditentukan oleh lingkungan pemelajar.
Asumsi lainnya yang mendasari teori ini bahwa belajar bukan merupakan proses
tunggal, melainkan proses yang luas yang dibentuk oleh pertumbuhan dan perkembangan
tingkah laku. Jadi, tingkah laku itu merupakan hasil dari efek kumulatif belajar. Artinya,
belajar keterampilan tertentu akan memberi kontribusi pada belajar keterampilan yang
lebih kompleks, dimana hasilnya akan membuahkan intelektual yang terus meningkat.
Contohnya keterampilan belajar “menjumlah” akan berguna bagi siswa untuk belajar
“membagi”. Belajar merupakan suatu proses yang kompleks, yang menghasilkan berbagai
macam tingkah laku yang berlainan yang disebut kapabilitas (kemampuan). Kapabilitas itu
diperoleh dari (1) stimulus yang berasal dari lingkungan dan (2) proses kognitif yang
17
dilakukan siswa. Berdasarkan pandangannya itu, Gagne mendefinisikan pengertian belajar
secara formal bahwa belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat
stimulus dari lingkungan menjadi beberapa tahap pengolahan informasi yang diperlukan
untuk memperoleh kapabilitas yang baru.
1. Kejadian-kejadian Belajar
Menurut Gagne (dalam Dahar, 1989) dalam satu tindakan belajar terdapat delapan fase-
fase belajar. Fase belajar ini merupakan kejadian-kejadian eksternal yang dapat
distrukturkan oleh siswa ataupun guru. Adapun fase-fase tersebut dapat dijabarkan sebagai
berikut:
a. Fase motivasi
Sebelum pelajaran dimulai guru memberikan motivasi kepada siswa untuk belajar.
Siswa (yang belajar) harus diberi motivasi untuk belajar dengan harapan bahwa
belajar akan memperoleh hadiah. Misalnya, siswa-siswa dapat mengharapkan bahwa
informasi akan memenuhi keingintahuan mereka tentang suatu pokok bahasan, akan
berguna bagi mereka, atau menolong mereka untuk memperoleh angka yang lebih
baik.
b. Fase Pengenalan (apprehending phase)
Siswa harus memberikan perhatian pada bagian-bagian yang esensial dari suatu
kejadian instruksional, jika belajar akan terjadi. Misalnya, siswa memperhatikan
aspek-aspek yang relevan tentang apa yang dikatakan guru, atau tentang gagasan-
gagasan utama dalam buku teks. Guru dapat memfokuskan perhatian terhadap
informasi yang penting. Misalnya dengan berkata : “dengarkan kedua kata yang ibu
katakan, apakah ada perbedaannya”. Bahan-bahan tertulis dapat juga melakukan
demikian dengan menggaris bawahi kata, atau kalimat tertentu, atau dengan
memberikan garis besarnya untuk setiap bab.
c. Fase Perolehan (Acquisition phase)
Pada fase ini seseorang akan dapat memperoleh suatu kesanggupan yang belum
diperoleh sebelumnya dengan menghubung-hubungkan informasi yang diterima
dengan pengetahuan sebelumnya. Informasi itu diubah menjadi bentuk yang
bermakna yang dihubungkan dengan informasi yang telah ada dalam memori siswa.
Siswa dapat membentuk gambaran-gambaran mental dari informasi itu. Atau boleh
dikatakan pada fase ini siswa membentuk asosiasi-asosiasi antara informasi baru dan
informasi lama.
18
d. Fase Retensi
Adalah fase penyimpanan informasi. Ada informasi yang disimpan dalam jangka
pendek, ada yang dalam jangka panjang. Melalui pengulangan informasi dalam
memori jangka pendek dapat dipindahkan ke memori jangka panjang.
e. Fase Pemanggilan (Recall)
Adalah fase mengingat kembali atau memanggil kembali informasi yang ada dalam
memori. Kadang-kadang dapat saja informasi itu hilang dalam memori atau
kehilangan hubungan dengan memori jangka panjang. Untuk lebih daya ingat maka
perlu informasi yang baru dan yang lama disusun secara terorganisasi, diatur dengan
baik atas pengelompokan-pengelompokan menjadi katagori, konsep sehingga lebih
mudah dipanggil.
f. Fase Generalisasi
Adalah fase transfer informasi pada situasi-situasi baru agar lebih meningkatkan
daya ingat. Siswa dapat diminta mengaplikasikan sesuatu dengan informasi baru
tersebut. Biasanya informasi itu kurang nilainya jika tidak dapat diterapkan di luar
konteks di mana informasi itu dipelajari. Jadi, generalisasi atau transfer informasi
pada situasi-situasi baru merupakan fase kritis dalam belajar. Transfer dapat di
tolong dengan meminta para siswa untuk menggunakan informasi dalam keadaan
baru, misalnya meminta para siswa menggunakan keterampilan-keterampilan
berhitung baru untuk memecahkan masalah-masalah nyata; setelah mempelajari
pemuaian zat, mereka dapat menjelaskan mengapa botol yang berisi penuh dengan
air dan tertutup, menjadi retak dalam lemari es.
g. Fase Penampilan
Adalah fase dimana siswa harus memperlihatkan sesuatu penampilan yang nampak
setelah mempelajari sesuatu, seperti mempelajari struktur kalimat dalam bahasa
mereka dapat membuat kalimat yang benar. Para siswa harus memperhatikan, bahwa
mereka telah belajar sesuatu melalui penampilan yang tampak. Misalnya setelah
mempelajari bagaimana menggunakan termometer dalam pelajaran fisika, maka para
siswa dapat mengukur suhu dari suatu ruangan.
h. Fase Umpan Balik
Siswa harus diberikan umpan balik dari apa yang telah ditampilkan (reinforcement).
Para siswa harus memperoleh umpan balik tentang penampilan mereka, yang
menunjukkan apakah mereka telah atau belum mengerti tentang apa yang diajarkan.
Umpan balik ini dapat memberikan reinforcement pada mereka untuk penampilan
yang berhasil.
19
Gambar 5. Fase Kejadian-kejadian Belajar
2. Hasil-hasil Belajar
Hakikat hasil belajar bahwa setelah selesai belajar, penampilan yang dapat diamati sebagai
hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan (capabilities). Kemampuan-kemampuan
tersebut dibedakan berdasarkan atas kondisi mencapai kemampuan tersebut berbeda-beda.
Ada lima kemampuan (kapabilitas) sebagai hasil belajar yang diberikan Gagne yaitu :
1) Verbal Information (informasi verbal), adalah kemampuan siswa untuk memiliki
keterampilan mengingat informasi verbal, ini dapat dicontohkan kemampuan siswa
mengetahui benda-benda, huruf alphabet dan yang lainnya yang bersifat verbal.
2) Intellectual Skills (keterampilan intelektual), merupakan penampilan yang
ditunjukkan siswa tentang operasi-operasi intelektual yang dapat dilakukannya.
Keterampilan intelektual memungkinkan seseorang berinteraksi dengan
lingkungannya melalui pengunaan simbol-simbol atau gagasan-gagasan. Yang
membedakan keterampilan intelektual pada bidang tertentu adalah terletak pada
tingkat kompleksitasnya. Untuk memecahkan masalah siswa memerlukan aturan-
aturan tingkat tinggi yaitu aturan-aturan yang kompleks yang berisi aturan-aturan dan
konsep terdefinisi, untuk memperloleh aturan – aturan ini siswa sudah harus belajar
beberapa konsep konkret, dan untuk belajar konsep konkret ini siswa harus
menguasai diskriminasi-diskriminasi.
3) Cognitive strategies (strategi kognitif), Merupakan suatu macam keterampilan
intelektual khusus yang mempunyai kepentingan tertentu bagi belajar dan berpikir.
Proses kontrol yang digunakan siswa untuk memilih dan mengubah cara-cara
memberikan perhatian, belajar, mengingat dan berpikir. Beberapa strategi kognitif
20
adalah : (a) strategi menghafal, (b) strategi elaborasi, (c) strategi pengaturan, (d)
strategi metakognitif, (e) strategi afektif.
4) Attitudes (sikap-sikap) Merupakan pembawaan yang dapat dipelajari dan dapat
mempengaruhi perilaku seseorang terhadap benda, kejadian atau mahluk hidup
lainnya. Sekelompok sikap yang penting ialah sikap-sikap kita terhadap orang lain.
Bagaimana sikap-sikap sosial itu diperoleh setelah mendapat pembelajaran itu yang
menjadi hal penting dalam menerapkan metode dan materi pembelajaran.
5) Motor Skills (keterampilan motorik) Merupakan keterampilan kegiatan fisik dan
penggabungan kegiatan motorik dengan intelektual sebagai hasil belajar.
Keterampilan motorik bukan hanya mencakup kegiatan fisik saja tapi juga kegiatan
motorik dengan intelektual seperti membaca, menulis, dan lain sebagainya.
3. Kejadian-kejadian Intruksional
Berdasarkan analisisnya tentang kejadian-kejadian belajar, Gagne menyarankan
kejadian-kejadian instruksi. Menurut Gagne, tidak hanya guru yang dapat memberikan
instruksi pada siswa-siswa, kejadian-kejadian belajarnya dapat juga diterapkan baik pada
belajar penemuan, atau maupun belajar dalam kelas. Tetapi kejadian-kejadian instruksi
yang dikemukakan Gagne ditunjukkan pada guru yang menyajikan suatu pelajaran pada
sekelompok siswa-siswa. Kejadian-kejadian instruksi yang dikemukakan oleh Gagne
tersebut adalah sebagai berikut :
1) Mengaktifkan motivasi (activating motivation). Langkah pertama dalam suatu
pelajaran ialah memotivasi para siswa untuk belajar. Kerap kali ini dilakukan dengan
membangkitkan perhatian mereka dalam isi pelajaran, dan dengan mengemukakan
kegunaannya. Misalnya, guru membangkitkan perhatian para siswa dalam belajar
tentang pengukuran, dengan memberi tahu mereka bahwa informasi ini nanti akan
mereka perlukan di masa yang akan datang, dan mengemukakan masalah
penggunaan pengukuran dalm kehidupan sehari-hari, misalnya membuat meja
dengan ukuran tertentu dll.
2) Memberitahu tujuan-tujuan belajar. Jadi kejadian instruksi ini sangat erat
hubungannya dengan kejadian instruksi pertama. Sebagian dari mengaktifkan
motivasi para siswa ialah dengan memberitahu mereka tentang mengapa mereka
belajar, apa yang mereka pelajari, dan apa yang akan mereka pelajari. Memberitahu
para siswa tentang tujuan-tujuan belajar juga menolong memusatkan perhatian para
siswa aspek-aspek yang relevan tentang pelajaran.
21
3) Mengarahkan perhatian (directing attention). Gagne Mengemukakan dua bentuk
perhatian. Yang satu berfungsi untuk membuat siswa siap menerima stimulus-
stimulus. Dalam mengajar, perubahan stimulus stimulus secara tiba-tiba dapat
mencapai maksud ini. Dalam pelajaran fisika misalkan ketika melakukan praktikum
pesawat atwood hal ini dapat dilakukan dengan guru berkata, “Perhatikan perubahan
yang terjadi”. jadi siswa disini akan memikirkan apa yang terjadi pada percobaan
tersebut, mengapa bisa terjadi hal yang seperti itu, sehingga disini dikatakan seorang
guru tersebut sudah membuat sisiwa siap menerima stimulus-stimulus yang lain,
sehingga pembelajaran pun akan jadi optimal. Bentuk kedua dari perhatian tersebut
adalah persepsi selektif. Dengan cara ini siswa memilih informasi yang mana yang
akan diteruskan ke memori jangka-pendek. Dalam mengajar, seleksi stimulus-
stimulus relevan yang akan dipelajari, dapat ditolong guru dengan cara mengeraskan
ucapan kata selama mengajar, atau menggarisbawahi suatu kata atau beberapa kata
dalam suatu kalimat, atau dengan menunjukkan sesuatu yang harus diperhatikan para
siswa.
4) Merangsang ingatan (stimulating recall). Pemberian kode pada informasi yang
berasal dari memori jangka pendek yang disimpan dalam memberi jangka-panjang,
menurut Gagne merupakan bagian yang paling kritis dalam proses belajar. Guru
dapat berusaha untuk menolong siswa-siswa dalam mengingat atau mengeluarkan
pengetahuan yang disimpan dalam memori jangka-panjang itu. Cara menolong ini
dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada para siswa, yang
merupakan suatu cara pengulangan.
5) Menyediakan bimbingan belajar. Untuk memperlancar masuknya informasi ke
memori jangka-panjang, diperlakukan bimbingan langsung dalam pemberian kode
pada informasi. Untuk mempelajari informasi verbal, bimbingan itu dapat diberikan
dengan cara mengaitkan informasi baru itu pada pengalaman siswa.
6) Meningkatkan retensi (enhancing relention). Retensi atau bertahannya materi yang
dipelajari (Jadi tidak dilupakan) dapat diusahkan oleh guru dan para siswa itu sendiri
dengan cara sering mengulangi pelajaran itu. Cara lain ialah dengan memberi banyak
contoh-contoh.
7) Melancarkan transfer belajar. Tujuan transfer belajar ialah menerapkan apa yang
telah dipelajari pada situasi baru. Ini berarti, bahwa apa yang telah dipelajari itu
dibuat umum sifatnya. Melalui tugas pemecahan masalah dan diskusi kelompok guru
dapat membantu transfer belajar. Untuk dapat melaksanakan ini para siswa tentu
diharapkan telah menguasai fakta-fakta, konsep-konsep, dan keterampilan-
22
keterampilan yang dibutuhkan. Dalam pelajaran sains misalnya, transfer belajar akan
terjadi waktu guru memberikan tugas pada para siswa untuk merencanakan suatu
percobaan setelah diberi materi pada siswa.
8) Memberikan umpan balik. Hasil belajar perlu diperlihatkan melalui suatu cara, agar
guru dan siswa itu sendiri mengetahui apakah tujuan belajar telah tercapai. Untuk itu
sebaiknya guru memberikan kesempatan sedini mungkin pada siswa untuk
memperlihatkan hasil belajar mereka, agar dapat diberi umpan balik, sehingga
pelajaran selanjutnya berjalan dengan lancar.
23
ilusrtasi yang abstrak. Maka dari itu akan sangat bagus menanamkan konsep fisika dengan
memberikan pengalaman langsung pada kasus yang ada.
24
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
a) Menurut Ausubel, belajar bermakna dapat diperoleh dari belajar secara penerimaan
ataupun belajar penemuan. Agar terjadi belajar bermakna, konsep baru atau
pengetahuan baru harus dikaitkan dengan konsep yang telah ada dalam struktur
kognitif pebelajar.
b) Implikasi teori belajar bermakna Ausubel dalam pembelajaran fisika adalah terletak dalam
bagaimana membuat pembelajaran fisika tersebut dapat bermakna bukan menjadi sebuah
hafalan pada siswa. Salah satu strategi yang dapat digunakan yaitu dengan
menggunakan peta konsep dan melakukan praktikum
c) Teori belajar yang diperkenalkan oleh Robert Gagne didasarkan pada model
pemrosesan informasi. Teori belajar yang menganggap belajar sebagai suatu proses
yang yang dianalogikan layaknya sebuah kompuster dengan manusia. Menurut
Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk
kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar.
d) Dalam pembelajaran fisika, informasi yang diberikan sebagai stimulus hendaknya
dapat diterima dengan jelas oleh reseptor sehingga mudah dikenali oleh syaraf pusat
dan lebih mudah untuk ditransformasikan kedalam memori jangka panjang untuk
memberikan respon. Dalam pembelajaran fisika, menuntut agar pembelajaran
berlangsung dalam situasi yang meningkatkan intensitas dari impuls yang diterima
siswa seperti dengan memberi kesan lebih pada materi fisika yang diajarkan melalui
pemberian ilustrasi yang menarik dan dapat mempermudah siswa dalam
mengingatnya.
3.2 Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan adalah agar mahasiswa yang nantinya akan
menjadi guru agar mampu menerapkan dan mengaplikasikan materi ini dengan baik.
25
DAFTAR PUSTAKA
S: Nihil pak!
G: Baik karena suemua sudah hadir mari kita awali pertemuan kali ini dengan berdoa
bersama, berdoa dipersilakan!,,,,,,,,,,,, Berdoa selesai.
S: Ada pak!
G: Silakan dikumpulkan!
Pagi kita akan membicarakan suatu materi yang sangat menarik dan dekat dengan
kehidupan kita yaitu tentang getaran gelombang. Ada yang tau apa itu getaran dan
gelobang?
S: Saya pak!
G: Iya, Silakan!
S: Getaran adalah gerakan bolak balik, dan gelombang adalah getaran yang merambat.
S: Saya pak!
G: Silakan!
S: Getaran adalah gerakan bolak balik disekitar titik setimbang, dan gelombang adalah
getaran yang merambat melalui medium atau tanpa medium.
G: Baik, Tepat sekali. lantas apa yang anak-anak ketahui tentang getaran?
S: Getaran memiliki frekwesi, amplitudo, dan periode
S: periode adalah waktu yang dibutuhkan benda bergetar untuk bergetar sebanyak satu kali.
Sedangkan frekwensi adalah jumlah getaran dalam satu satuan waktu (Hz). Kemudian
amplitudo adalah simpangan terjauh yang ditempuh benda bergetar.
G: iya. Jadi itu adalah jenis gelombang berdasarkan arah rambatan terhadap arah getaran.
S; iya pak.
G: nah dalam gelombang transversal, pernah anak-anak mendengar tentang lembah dam
puncak gelombang?
S: pernah pak, Lembah itu adalah simpangan terenda dari gelombang dan puncak itu
simpangan tertinggi dari suatu gelombang.
S: terdiam
G: Baik, karena tidak ada yang menjawab akan bapak jlaskan. Jadi seperti definisi tadi,
gelombang adalah getaran yang merambat. Nah dalam merambatnya itu gelombang
memiliki suau besaran yang tidak dimiliki oleh getaran. Besaran apa itu? Besaran itu
adalah desaran panjang gelombang atau lambda. Selain itu ada juga namanya besaran
kelajuan gelombang yaitu jarak rambat yang mampu ditempuh gelombang dalam satu
satuan waktu.
S: ooohhh..
G: Panjang gelombang adalah jarak yang ditempuh gelomang merambat untuk membentuk
satu gelombang, lalu satu gelombang itu terdiri dari apa ?
S: Satu puncak dan satu lembah
G: rupanya banyak hal yang belum anak-anak ketahui. Lalu ada yang tau apa itu konstanta
gelombang dan besarnya?
S: terdiam
G: Konstanta gelombang itu ada kaitanynya dengan panjang gelombang yang menjadi
karakteristik dari gelombang. Besarnya adalah
S: Ohh begitu ya pak. Terus beraran laju gelombang itu besarnya berapa pak?
S: ohhh..
G: nahhh sekarang ada yang bisa memberikan contoh dan menjelaskan contohnya tentang
gelombang?
S; ombak pak
S; jadi ombak itu adalah getaran permukaan air yang merambat menjadi gelombang dan
berakir di pantai menjadi ombak pak. Tetapi saat saya melihat gelombang permukaan air
mengapa balok kayu yang mengapung tidak ikut dengan gelombang itu pak?
G: nah itu pertanyaan yang bagus sekali. Ada yang tau jawabanya?
S: terdiam
G: baik, biar bapak jelaskan. Gelombang adalah getaran yang merambat amun yang berambat
bukanlah partikel medium tempat ia merambat melainkan energi dari gelombang itu
yang merambat dan membuat medium disekitanya mengalammi simpangan akibat energi
itu. Sehingga munculah getaran yang terus merambat sapai energi itu habis berubah
nmanjadi energi lain.
G: nah. Satu jempol buat kamu. pertanyaan yang bagus sekali. Tetapi untuk saat ini kalin
cukup mempelajari glombng transversal dulu. Kalu bapak jelaskan sekarang kalian akan
bingung. Jadi bapak akan jawab itu minggu depan. Nahh maka dari itu silakan kalian pelajari
dan cari di internet tentang gelombang longitudinal beserta gelombang elektro magnetik agar
minggu depan kalin bisa mnengerti penjelasan bapak. Terus kerjakan soal latihan d lks.
S: baik pak
G: baik kita akiri pertemuan ini dengan berdoa, berdoa dipersialakn!.... berdoa selesai