Anda di halaman 1dari 4

Grand Case

BAB IV
DISKUSI

Pada laporan kasus ini dilaporkan seorang laki-laki usia 35 tahun datang dengan
keluhan utama luka bakar pada wajah, leher, extremitas atas dan bawah akibat api sejak 12
jam SMRS. Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien sedang pasien sedang duduk dan
menghidupkan mobil, kemudian api dari kaburator membakar muka, pundak, leher, kedua
tungkai atas dan bawah. Pada primary survey didapatkan airway paten, tidak ada stridor,
tidak ada trauma servikal, pernapasan normal yaitu spontan, nornochest dan simetris kiri dan
kanan dengan jumlah pernafasan permenit 18, sirkulasi normal yaitu hemodinamik stabil
dengan heart rate 88/min, tekanan darah 120/70mmHg, dan Capillary Refilling Time < 2
detik, kesadarah penuh dengan GCS 15, dan terdapat luka bakar thermal superficial- mid-
dermal pada region wajah, leher, extermitas atas pada antebrachii dan permukaan tangan
dextra sinistra , extremitas bawah pada tungkai bawah dextra sinistra dan punggung atas
sinistra seluas 22.3%.

16
Sesuai dengan prinsip penilaian luas luka bakar dengan Lund and Browder Chart,
persentase total body surface area burn pada pasien ini adalah 25%. Ini dikatakan kerena
surface area burn pada wajah pasien adalah 3.5%, leher adalah 1%, extremitas atas region
antebrachii dan permukaan tangan dextra adalah 5.5% dan sinistra adalah 5.0%, extremitas
bawah tungkai bawah dextra 3.0% dan pada tungkai sinistra adalah 3.0%, punggung atas
sinistra adalah 4.0%. Hasil semua persentase yang didapat adalah 25%.

Pada pasien ini segera dilakukan resusitasi cairan berdasarkan formula parkland-
baxter modified yaitu 3cc x % luas luka bakar x berat badan dengan pemberian cairan
kristaloid berupa ringer laktat 4500 cc, dengan pemberian 2250 cc pada 8 jam pertama dan
2250 cc pada 16 jam selanjutnya. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien ini
didiagnosis dengan luka bakar terdapat luka bakar thermal superficial- mid-dermal pada
region wajah, leher, extermitas atas pada antebrachii dan permukaan tangan dextra sinistra ,
extremitas bawah pada tungkai bawah dextra sinistra dan punggung atas sinistra seluas 25%.
Berdasarkan klasifikasi EMSB ( Emergency Management of Severe Burns )7
kedalaman luka bakar pada pasien ini adalah derajat I - II A yaitu superficial – mid dermal
burn kerena warna kulit masih merah, bula tidak ada, capillary refill masih ada, sensasinya
nyeri dan ada penyembuhan pada kulit. Selain dari itu, untuk kriteria berat ringannya luka
4,
bakar pada pasien ini berdasarkan American Burn Association (ABA) adalah termasuk
kriteria luka bakar sedang , yaitu luka bakar derajat II 15-25% pada orang dewasa. Kriteria
ini sesuai untuk pasien ini kerena luas luka bakar sesuai Lund and Browder Chart pada pasien
ini adalah 25%.
Respiration injury akibat trauma inhalasi atau produk kimia dari pembakaran
dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Bahkan dalam isolasi, cedera
18
inhalasi dapat dikaitkan dengan disfungsi pulmonal lama . Dikombinasikan dengan luka
bakar pada kulit, trauma inhalasi dapat meningkatkan kebutuhan resusitasi cairan, kejadian
komplikasi paru dan meningkatkan tingkat mortilitas. Temuan fisik termasuk facial injury,
rambut hidung hangus, jelaga di saluran udara proksimal, carbaneceous sputum dan
19,20,21,22.
perubahan suara dapat membantu mendukung diagnosis ini Temuan ini juga dapat
dikonfirmasi oleh studi diagnostik termasuk bronkoskopi fiberoptik, biasanya dilakukan
dalam 24 jam setelah pasien masuk. Patient history juga harus meliputi mekanisme
pemaparan seperti api, listrik, luka ledakan, uap atau cairan panas, kualitas iritasi inhalasi
(kebakaran rumah atau racun industri) dan lamanya paparan dengan komplikasi lebih lanjut
yang disebabkan oleh kehilangan kesadaran atau cacat fisik. Pemeriksaan fisik mungkin
termasuk temuan seperti cedera yang terlihat pada saluran pernapasan, edema saluran napas
atau bukti kerusakan parenkim paru dan disfungsi.
Pada pasien ini tidak ditemukan gejala-gejala trauma inhalasi. Pasien tidak
mengeluhkan batuk berdahak tidak ada, perubahan suara menjadi serak tidak ada, tidak ada
stridor. Juga tidak ada gejala saluran pernafasan bawah contohnya rongki, rales, wheezing,
batuk,retraksi dinding dada tidak ada, takipneu tidak ada, dan dyspneu tidak ada. Oleh sebab
itu, pada pasien ini tidak ditemukan trauma inhalasi.
Tatalaksana pada pasien ini memiliki prinsip untuk mempermudah proses
penyembuhan dan penumbuhan jaringan kulit baru. Debridement dilakukan untuk
membersihkan luka dari jaringan mati dan kotoran yang menghambat terjadinya proses
peneymbuhan luka. Setelah dilakukan debridement dilakukan perawatan luka dimana luka
ditutup dengan kassa lembab dan di atas kassa lembab dilettakkan kassa kering dan luka
tersebut dibalut. Kassa diganti secara berkala untuk mencegah infeksi dan evaporasi.
Hydrotherapy juga merupakan suatu prinsip therapy yang penting untuk dilakukan. Manfaat
terapi ini adalah sebagai terapi adjuvant terhadap perawatan luka bakar secara universal dan
diakui oleh Bass23 dalam mempertimbangkan tujuan hidroterapi untuk meningkatkan
desloughing dan membersihkan permukaan luka, untuk drainase nanah, untuk mengubah
flora mikroba, untuk meningkatkan pembentukan dan penyembuhan jaringan yang sehat,
untuk memfasilitasi terapi fisik. Pada pasien ini, telah dilakukan bath therapy setiap hari dan
debriderment dilakukan setiap kali pasien mandi setelah pasien diremdamkan selama 20
menit.
Setelah dilakukan bath therapy pada pasien ini, telah digunakan obat topikal Ialuset plus
100g. Obat ini dioleskan secara merata di semua expose area luka bakar pada pasien ini.
Komposisi obat ini adalah hyaluronic acid dan silver sulfadiazine.
Untuk pasien luka bakar, pengobatan topikal menunjukkan efek sama penting
dengan perawatan sistemik. Silver Sulfadiazin berguna dalam pencegahan infeksi dari luka
bakar derajat kedua atau ketiga.24 Ia memiliki aktivitas bakterisidal terhadap banyak bakteri
gram positif dan gram negatif, termasuk jamur. Apabila di applikasikan pada luka eksudatif,
Silver sulfadiazine melepaskan silver ion, yang meningkatkan efek bakteriostatik dari radikal
sulfonamide25,26,27. Di antara antiseptik lokal, SS secara khusus diindikasikan untuk
penggunaan terapeutik, menunjukkan toleransi lokal yang baik dan tidak menyebabkan
toxisitas sistemik.
Hyaluronic Acid (HA) sangat penting secara biologis untuk kulit, tulang rawan,
cairan sinovial, mata dan mukosa. HA memiliki fungsi mekanis dan struktural yang penting
dan memainkan juga peranan dalam proses penyembuhan luka 28. Secara singkat, HA memicu
respons makrofagik dan menginduksi neoangiogenesis pada jaringan yang cedera. Makrofag
tertarik ke situs yang rusak dan aktivitas fagositosis akan berlaku di mana semua residu
nekrotik akan dihapuskan. Selama proses ini, makrofag melepaskan specific trophic factors
yang ditujukan pada fibroblast population di mana aktivitas biosintetiknya dirangsang, dan
akan menyebabkan deposisi kolagen baru. Dengan demikian, HA merangsang perkembangan
fibrin, granulosit neutrofilik dan macrophages phagocytic mobility and activity, dan
meningkatkan pelepasan faktor chemotactic untuk daya tarik fibroblast. Penggunaannya
untuk pengobatan topical lesi ulseratif pemulihan lambat, seperti luka bakar dan bedsores
dengan baik 29,30,31.
DAFTAR PUSTAKA

1. Yulianto, M.H. Hemangioma (Karya Ilmiah). Tersedia di:


https://id.scribd.com/doc/14351382/hemangioma diakses 10 Desember 2018.
2. Mitchell, Kumar, Abbas, Fausto. BS Dasar Patologis Penyakit ed 7. Jakarta : EGC, .
p71-72.
3. Hemangioma. Tersedia di:
http://www.medicalglossary.org/neoplasms_vascular_tissue_hemangioma_definitions
.html, diakses pada 10 Desember 2018.
4. Ziegler M, Azizkhan R, Weber T, editors. Operative Pediatric Surgery. International
edition. New York : Mcgraw-Hill Co ; 2003. p. 1002-5
Fishman S, Mulliken J.B. Pediatric Surgery for The Primary Care Pediatrician. In:
Fishman S, editor. Pediatric Clinics of North America. Philadelphia : WB Saunders
Co; 1998. p. 1455-77
5. Nafianti S. Hemangioma anak. Tersedia di:
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/viewFile/513/450 , diakses pada
10 Desember 2018.
6. Roche. Angiogenensis. Tersedia di:
http://www.roche.co.id/fmfiles/re7175008/Indonesian/media/lembar.informasi/Onkol
ogi/Avastin/Lembar.Informasi.VEGF.dan.Angiogenesis.pdf, diakses pada 10
Desember 2018.
7. Reksoprodjo S, et al. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah FKUI. Jakarta: Penerbit Binarupa
Aksara, 1995.

8. Marchuk, DA. Pathogenesis of Hemangioma. Journal Clinical Investigations,


volume 107: USA, 2010
9. Stringel, G, Hemangiomas and Lymphangiomas, dalam Ashcraft, KW, Pediatric
Surgery, edisi 3, W.B. Saunders Company: Philadelphia, New York, 2000.
10. Hamzah, Mochtar. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Balai Penerbit FKUI: Jakarta,
2008.

Anda mungkin juga menyukai