Laporan Kasus Clavus
Laporan Kasus Clavus
MENINGITIS TUBERKULOSIS
Oleh :
Indah Ridhoila 1740312447
Intan Ekaverta 1740312424
Arul Syankar A/L Selvaraju 1010314012
Doa Vami binti Haji Bambang 1840312297
Preseptor :
dr. Amilus Ismail, Sp.S
1
BAB 1
PENDAHULUAN
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi
salah satu bentuk komplikasi yang sering muncul pada penyakit tuberkulosis paru.
Infeksi primer muncul di paru-paru dan dapat menyebar secara limfogen dan
hematogen ke berbagai daerah tubuh di luar paru, seperti perikardium, usus, kulit,
gram positif, berukuran 0,4 – 3 μ, mempunyai sifat tahan asam, dapat hidup selama
sampai 20 jam). Bakteri ini merupakan salah satu jenis bakteri yang bersifat
3
1.2 Anatomi
Anatomi sistem saraf terutama sistem saraf pusat perlu dipahami dalam
membahas meningitis. Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medula spinalis. Otak
yang berada di dalam tengkorak dan medula spinalis yang berada di dalam kolumna
vertebralis diselimuti oleh tiga lapis membran pelindung yang disebut meningen.
Tiga lapisan itu adalah dura mater, araknoid mater, dan pia mater.7
1. Duramater
Dura mater terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan endosteal dan lapisan
meningeal. Kedua lapisan dura mater ini bersatu dengan dengan sangat erat kecuali
pada bagian tertentu berpisah dan membentuk sinus venosus. Lapisan endosteal tidak
lebih hanya periosteum yang melapisi bagian dalam permukaan tengkorak. Lapisan
meningeal adalah bagian dura mater yang tebal, membran fibrosa kuat yang melapisi
2. Araknoid mater
Araknoid mater adalah membran tipis impermeabel yang berada diantara pia
mater (pada sisi dalam) dan dura mater (pada sisi luar). Lapisan ini dipisahkan oleh
ruang luas yang disebut ruang subaraknoid. Ruang subaraknoid berisi cairan
serebrospinal.7
3. Piamater
Pia mater merupakan membran dengan vaskularisasi yang dilapisi oleh sel
mesotelial. Lapisan ini sangat melekat pada otak melapisi girus bahkan sampai
sulkus terdalam.7
4
Gambar 2. Lapisan Meningen8
1.3 Epidemiologi
meningitis sekitar 1 % dari seluruh kasus TB. Berdasarkan WHO Global TB Report
2016, estimasi insiden TB di Indonesia pada tahun 2015 adalah 1.020.000 orang.
Enam negara dengan insidensi TB tertinggi didunia secara berurutan dari yang
paling tinggi adalah India, Indonesia, Cina, Nigeria, Pakistan, dan Afrika Selatan
yang menyumbang 60% dari total insidens TB secara global. Adapun jumlah
400.000, sedangkan estimasi nasional prevalensi HIV pada pasien TB paru adalah
2,8%.9
5
1.4 Patofisiologi
tuberkulosis primer. Biasanya fokus infeksi primer ada di paru-paru, namun dapat
juga ditemukan di abdomen (22,8%), kelenjar limfe leher (2,1%) dan tidak ditemukan
adanya fokus primer (1,2%).8 Pada infeksi TB paru yang aktif, bakteri akan
mengalami penyebaran ke kelenjar getah bening dan masuk ke aliran darah sistemik.
parenkim otak.9
infeksi laten atau mengalami reaktivasi di kemudian hari. Fokus infeksi yang berada
menjadi abses TB. Selain di parenkim otak , fokus infeksi juga terjadi di dinding
perforata arteri serebri media merupakan pembuluh darah yang paling sering terlibat
6
Gambar 3. Penyebaran Mycobacterium tuberculosis Dari Tempat Infeksi.8
tuberkulosis:8
A. Araknoiditis proliferatif
Proses ini terutama terjadi di basal otak, berupa pembentukan massa fibrotik
Reaksi radang akut di leptomeningen ini ditandai dengan adanya eksudat gelatin,
berwarna kuning kehijauan di basis otak. Secara mikroskopik, eksudat terdiri dari
limfosit dan sel plasma dengan nekrosis perkijuan. Pada stadium lebih lanjut,
kalsifikasi. Adapun saraf kranialis yang terkena akan mengalami paralisis. Saraf
yang paling sering terkena adalah saraf kranial VI, kemudian III dan IV,
sehingga akan timbul gejala diplopia dan strabismus. Bila mengenai saraf kranial
II, maka kiasma optikum menjadi iskemik dan timbul gejala penglihatan kabur
bahkan bisa buta bila terjadi atrofi papil saraf kranial II. Bila mengenai saraf
7
B. Vaskulitis dengan trombosis dan infark pembuluh darah kortikomeningeal yang
melintasi membran basalis atau berada di dalam parenkim otak. Hal ini
Apabila infark terjadi di daerah sekitar arteri cerebri media atau arteri karotis
interna, maka akan timbul hemiparesis dan apabila infarknya bilateral akan
adanya infiltrasi sel dengan atau tanpa pembentukan tuberkel dan nekrosis
perkijuan. Pada tunika media tidak tampak kelainan, hanya infiltrasi sel yang
ringan dan kadang perubahan fibrinoid. Kelainan pada tunika intima berupa
sering terkena adalah arteri cerebri media dan anterior serta cabang-cabangnya,
dan arteri karotis interna. Vena selaput otak dapat mengalami flebitis dengan
derajat yang bervariasi dan menyebabkan trombosis serta oklusi sebagian atau
sistem ventrikel dan sisterna basalis yang akan mengganggu sirkulasi dan
8
1.5 Manifestasi Klinis
Gambaran klinis infeksi TB pada susunan saraf pusat tidak khas, terutama
pada awal penyakit, bergantung pada proses patologi yang terjadi dan perjalanan
penyakitnya.
Rerata durasi onset gejala meningitis TB adalah 5-30 hari, tidak ada
perbedaan pada pasien dengan atau tanpa HIV. Durasi gejala lebih dari 6 hari telah
dapat membantu memilah etiologi meningitis TB dan bakterial pada pasien anak dan
dewasa dengan HIV negatif, namun tidak dapat membedakan meningitis TB dengan
sistemik berat dengan demam beserta tanda infeksi lainnnya. Manifestasi stroke
akibat fokus infeksi TB di pembuluh darah dapat saja terjadi tanpa manifestasi
meningitis. Demam tidak selalu ditemukan, baik dalam anamnesis maupun dengan
yang dapat terjadi tanpa memperlihatkan gejala klinis yang berarti dan baru
Secara umum saat ini di Indonesia untuk setiap kasus yang menunjukan
infeksi otak dengan tanda klinis neurologi yang bersifat subakut-kronik hingga
persisten dan pada keadaan lanjut menjadi progresif, maka harus selalu dipikirkan
diferensial diagnosis infeksi TB pada SSP. Demikian pula setiap keadaan demam
9
Tingkat keparahan meningitis TB yang diperkenalkan oleh Medical Research
Council (MRC) pada tahun 1948 masih sesuai saat ini untuk menentukan prognosis
yaitu :
MRC derajat I : Skala koma Glasgow (SKF) 15, tanpa defisit neurologis fokal
MRC derajat II : SKG 11-14, atau SKG 15 dengan defisiti neurologis fokal
MRC derajat III : SKG ≤ 10, dengan atau tanpa defisit neurologis fokal.9
dengan predominan limfosit, protein yang tinggi, dan rasio glukosa CSS
dibandingkan glukosa serum yang rendah < 50%. Walaupun hal ini tidak spesifik dan
dapat ditemukan pada keadaan lain baik pada infeksi otak maupun bukan infeksi otak.
Pemeriksaan kultur yang merupakan baku emas memiliki sensitivitas yang lebih
memberikan terapi tidak harus menunggu hasil kultur jika kemungkinan meningitis
TB tinggi.
kriteria berikut :
10
M. Tuberculosis tumbuh pada kultur CSS
diagnostic meningitis TB karena mudah dikerjakan dan hasilnya cepat, selain itu
Pada bulan Mei 2015 para peniliti TB yang berkumpul di Dalat Vietnam
untuk kasus meningitis onset > 5 hari dan pada populasi endemis infeksi TB dan HIV
Terapi empirik meningitis TB dapat diberikan pada keadaan demam, sakit kepala,
gangguan kesadaran, kejang atau gangguan neurologis lain yang bersifat progresif,
dengan onset subakut sampai kronik. Pada umumnya, onset meningitis TB diatas 7
Adanya Pleiositosis (jumlaj sel > 5) dan rasio glukosa CSS: darah < 50% pada
tuberkuloma
11
Gambaran klinis meningitis kriptokokus sangat sulit dibedakan dengan meningitis
TB, karena keduanya memiliki perjalanan penyakit yang kronis. Walaupun dapat
terjadi pada pasien HIV negatif, namun meningitis kriptokokus umumnya terjadi
pada pasien HIV positif. Keduanya hanya dapat dibedakan dari pemeriksaan
Secara berurutan, gambaran pencitraan otak yang paling sering dijumpai pada
gambaran infark pada CT scan. MRI otak jauh lebih sensitif untuk melihat infark
a)CT scan dengan kontras menunjukan penyangatan leptomeningeal disertai infark pada lobus
temporal kiri (panah hitam); b) hidrosefalus komunikans; c) pemeriksaan MRI sekuens T1 dengan
kontras memperlihatkan tuberkuloma pada area hipokampus kiri (panah putih pendek) dan
tuberkuloma pada cerebropontine angel kiri (panah putih panjang)
12
1. Tabel 1.Perbandingan Gambaran LCS antara Meningitis Purulenta, TB, dan
Kuman
PURULENTA TUBERKULOSA VIRUS JAMUR
Tekanan >180 mm Bila didiamkan terbentuk Pemeriksaan mikroskopik Kultur
H2O pelikula Biakan cairan otak bakteri
Mikroskopis : kuman Pemeriksaan serologik negatif
TBC serum dan cairan otak
Warna Keruh sampai purulen Jernih atau xantokrom Jernih Jernih
1.6 Tatalaksana
tembus obat ke otak dan CSS dengan jaringan paru menuntut perbaikan dalam
belum memiliki sensitivitas yang cukup tinggi, sehingga pada keadaan tertentu dokter
harus memulai pengobatan empiric. Walaupun terapi empiric sudah diberikan usaha
karena pengobatan TB yang memakan waktu lama dan berisiko efek samping.9
13
Tatalaksana medikamentosa
Agar berhasil dalam fungsinya, OAT harus dapat menembus CSS serta mencapai
fokus infeksi TB di parenkim otak. Ada dua penghalang untuk mencapai hal ini, yaitu
fase, yaitu pengobatan 2 bulan pertama dan pengobatan 10 bulan berikutnya. Untuk 2
dan etambutol atau streptomisin, sedangkan 10 bulan berikutnya hanya 2 obat yaitu
Isoniazid memiliki daya tembus yang sangat baik ke CSS dengan kadar puncak
tercapai setelah 6 jam pemberian oral. Obat ini memiliki early bactericidal activity
rifampisin. Sayangnya daya tembus rifampisin ke CSS tidak terlalu baik. Penelitian di
Afrika Selatan melaporka dosis rifampisin 35mg/kg . ukup aman dan dapat
14
Streptomisin memilik daya tembus ke otak yang sangat buruk, namun obat ini
masih mendapat tempat keempat bila ada kontraindikasi etambutol. Untuk pasien
HIV disarankan tidak menggunakan streptomisin, karena obat ini harus disuntikan
secara intramuscular.
Tabel 2. Rekomendasi OAT Lini pertama pada pasien Anak dan dewasa dengan
Meningitis tuberkulosa
menurunkan mortalitas pada kelompok pasien HIV negatif. Untuk pasien HIV positif
15
1.7 Komplikasi
komunikans, pada tahap awal dapat diberikan furosemide (40 mg/24 jam pada pasien
dewasa; 1mg/kgbb pada pasien anak), pemberian asetazolamid (10-20 mg/kgbb pada
pasien dewasa; 30-50 mg/kgbb pada pasien anak), atau pungsi lumbal berulang. Bila
1.8 Prognosis
Prognosis pasien berbanding lurus dengan tahapan klinis saat pasien didiagnosis
dan diterapi. Semakin lanjut tahapan klinisnya, semakin buruk prognosisnya. Apabila
tidak diobati sama sekali, pasien meningitis tuberkulosis dapat meninggal dunia.
Prognosis juga tergantung pada umur pasien. Pasien yang berumur kurang dari 3
tahun mempunyai prognosis yang lebih buruk daripada pasien yang lebih tua
usianya.10
16
BAB 2
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. H
Umur : 36 tahun
Pekerjaan : Supir
Alloanamnesis
Keluhan Utama
Penurunan kesadaran
berangsur-angsur dimana awalnya pasien tampak letih dan lesu lalu mulai
Demam hilang timbul sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit, tinggi,
tidak menggigil.
17
Nyeri kepala sejak 3 minggu yang lalu dan dirasakan semakin berat sejak 2
minggu yang lalu. Nyeri dirasakan seperti ditusuk tusuk, hilang timbul terasa
Penurunan berat badan ada sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit, tidak
18
Riwayat penggunaan obat-obatan tidak ada
PEMERIKSAAN FISIK
I. Umum
Pernafasan : 20x/menit
Suhu : 37oC
Mata : pupil bulat isokor dengan diameter 3 mm/3 mm, reflek cahaya
19
Paru :
dinamis
Perkusi : sonor
Jantung :
Abdomen
Perkusi : timpani
Korpus vertebrae
20
III. Status Neurologis
Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : (-)
N.I (Olfaktorius)
Subjektif
Tidak dapat dilakukan
Objektif (dengan bahan)
21
N.II (Optikus)
Tajam Penglihatan
Lapangan Pandang
Tidak Dapat Dilakukan
Melihat warna
Funduskopi
N.III (Okulomotorius)
Kanan Kiri
Strabismus
Sulit dinilai
Nistagmus
Pupil
Refleks Akomodasi
Sulit Dinilai
Refleks Konvergensi
N.IV (Troklearis)
Kanan Kiri
22
Gerakan mata kemedial bawah
Diplopia
N.VI (Abdusens)
Kanan Kiri
Diplopia
N.V (Trigeminus)
Kanan Kiri
Motorik
Membuka mulut
Menggerakan rahang
Sulit Dinilai
Menggigit
Mengunyah
Sensorik
-Divisi Oftlamika
-Divisi Maksila
23
Refleks Masseter
Tidak Dapat Dilakukan
Sensibilitas
-Divisi Mandibula
N.VII (Fasialis)
Kanan Kiri
Fisura palpebral
Menggerakan dahi
Menutup mata
Memperlihatkan gigi
Hiperakusis
N.VIII (Vestibularis)
Kanan Kiri
Suara berbisik
Tidak Dapat dilakukan
Detik Arloji
24
Webber test
Scwabach test
Memanjang
Memendek
Nistagmus
Pendular
Tidak Dapat Dilakukan
Vertical
Siklikal
N.IX (Glosofaringeus)
Kanan Kiri
N.X (Vagus)
Kanan Kiri
Uvula
Menelan
25
Artikulasi
Suara
N.XI (Asesorius)
Kanan Kiri
Menoleh kekanan
Menoleh kekiri
Tidak Dapat dilakukan
Mengangkat bahu kanan
N.XII (Hipoglosus)
Kanan Kiri
Fasikulasi
Atropi
Pemeriksaan Koordinasi
26
Stepping Gait Supinasi-Pronasi
Phenomen
Tremor
Tidak Dapat dilakukan
Atetosis
Mioklonik
Khorea
Superior Inferior
C.Ekstermitas
Kanan Kiri Kanan Kiri
Tes Jatuh Kiri jatuh lebih dulu Kiri jatuh lebih dulu
Pemeriksaan Sensibilitas
Sensibilitas taktil
Tidak dapat
Sensibilitas nyeri
dilakukan
Sensibilitas termis
27
Sensibilitas kortikal
Stereognosis
Pengenalan 2 titik
Pengenalan rabaan
Sistem Refleks
Lengan Tungkai
28
Klonus paha (-) (-)
Fungsi Otonom
Defikasi : baik
Keringat : baik
Fungsi Luhur
Refleks Memegang -
Refleks palmomental -
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah :
29
Leukosit : 11.290 /mm3
Hematokrit : 39,2 %
Trombosit : 271.000/mm3
Albumin : 4 g/dL
Ureum : 17 mg/dL
DIAGNOSIS KERJA
30
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Ro thorax AP :
Sudut costofrenikus kanan normal, kiri tumpul. Diafragma kanan normal kiri
mendatar.
31
CT-Scan :
Kesan : CT Scan tanpa kontras saat ini tak tampak SOL atau lesi
iskemik/hemoragik/edema
32
Rencana pemeriksaan tambahan
Lumbal Pungsi
PROGNOSIS
TERAPI
1. Umum :
- Kateter urin
- NGT
2. Khusus :
- Ceftriaxone 2 x 2 gr (iv)
- KSR 2x600 mg
- INH 1x 450 mg
33
- Rifampisin 1x600 mg
- Pirazinamid 1x1000 mg
- Etambutol 1 x 750 mg
34
BAB 3
DISKUSI
Telah dirawat seorang pasien, Tn. H, laki-laki, umur 36 tahun di bagian saraf
RSUD Achmad Muchtar Bukittinggi pada tanggal 22 Janurari 2019 dengan diagnosis
klinik pada saat pasien masuk adalah suspek meningitis ec infeksi mikobakterium
kesadaran sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, terjadi berangsur-angsur dimana
awalnya pasien tampak letih dan lesu lalu mulai tampak banyak tidur, tetapi masih
menyahut bila dipanggil keluarga. Dua struktur otak yang penting dalam pengaturan
kesadaran adalah kedua hemisfer otak dan serangkaian neuron yang menyalurkan
implus aferen ke talamus dan lalu ke seluruh korteks yang disebut Ascending
fungsi kedua struktur tersebut, gangguan ini dapat diakibatkan oleh kelainan
struktural dan metabolik. Pada pasien tidak ada penggunaan alkohol, kelainan
kesadaran. Pada kelainan struktural pasien tidak ada riwayat trauma kepala
sebelumnya, sehingga kelainan struktural ini dapat diakibatkan oleh lesi destruksi
maupun kompresi yang terkait dengan temuan klinis pasien. Dari anamnesis juga
didapatkan nyeri kepala sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit dan dirasakan
35
semakin berat sejak 2 minggu yang lalu. Nyeri dirasakan hilang timbul terasa
terutama di belakang kepala. Nyeri kepala harus dibedakan penyebab primer (tanpa
sekunder terutama dipikirkan bila baru muncul belum pernah dirasakan sebelumnya
dan progresif, nyeri kepala yang disertai demam, kaku kuduk harus dianggap sebagai
Riwayat demam sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit. Demam tidak tinggi
tidak menggigil. Demam merupakan respon tubuh terhadap adanya pirogen endogen
pelepasan IL-1 dan TNF α dan merangsang pusat pengaturan suhu di hipotalamus.
(E2M4V2). Pada auskultasi paru Terdapat ronki pada semua lapangan paru. Pada
pasien terdapat penurunan berat badan sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit,
Pada status neurologis, nervus kranialis tidak dapat dinilai, didapatkan kaku
kuduk positif dan tanda kernig positif. Pada pemeriksaan tanda peningkatan TIK,
didapatkan pupil isokor, Ø 3 mm/3 mm, refleks cahaya +/+, dolls eyes movement
movement bergerak, plika nasolabialis simetris, reflek muntah (+), motorik dengan
kesan lateralisasi ke kiri dan sensorik tidak dapat dinilai, reflek fisiologis tidak ada
Pada pasien ditemukan tanda rangsangan meningeal yang positif berupa kaku
kuduk. Penurunan kesadaran pada pasien dengan disertai temuan klinis tanda
rangsangan meningeal positif disertai demam dan nyeri kepala mengarahkan pada
36
adanya etiologi infeksi meningitis pada pasien. Infeksi meningitis dapat terjadi
secara akut dan sub akut. Pada pasien durasi gejala yang telah lebih dari 6 hari
darah ke otak dan juga mendistorsi sistem ARAS sehingga terjadi penurunan
kesadaran. Pada pasien meningitis penurunan kesadaran juga bisa diakibatkan oleh
edema serebri, edema serebri ini dapat diakibatkan mekanisme sitotoksik, vasogenik
maupun interstitial. Pada pasien juga telah terdapat hemiparese sinistra akibat adanya
Pada pasien ini dianjurkan untuk melakukan rontgen foto thorak dan lumbal
pungsi. Rontgen foto thorak dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya tanda-
tanda infeksi TB pada paru dan untuk melihat kelainan lain. Lumbal pungsi dilakukan
untuk memastikan penyebab infeksi pada pasien karena dengan hasil pemeriksaan
penunjang, dapat diberikan terapi khusus yang sesuai. Pada pemeriksaan laboratorium
LCS diperoleh hasil warna xantokrom, sel meningkat dengan sel mononuklear
dominan dan glukosa yang menurun < 50% dibandingkan glukosa darah dengan
Penatalaksanaan pada pasien ini secara umum oksigen 4L/ nasal kanul, infus
NaCl 0,9% 8 jam per kolf, kateter urin dan NGT. Untuk penatalaksanaan secara
khusus diberikan inj dexametason 4x10 mg tapp off, inj ranitidin 2x50 mg,
37
ceftriaxone 2x2 gram IV, KSR 2x600 mg, INH 1x450 mg, rifampisin 1x600 mg,
Prognosis pasien berbanding lurus dengan tahapan klinis saat pasien didiagnosis dan
tidak diobati sama sekali, pasien meningitis tuberkulosis dapat meninggal dunia.
38
DAFTAR PUSTAKA
39