Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keseimbangan hormon penting untuk menjaga fungsi tubuh tetap normal.
Jika terganggu, akan terjadi masalah kesehatan, termasuk penyakit struma.
Fungsi kelenjar gondok yang membesar dan metabolisme tubuh yang
meningkat (hipermetabolisme) juga terkadang disertai kelelahan, jari-jari
gemetar atau tremor dan mata menonjol. Terjadinya goiter atau penyakit
gondok memang terkait kelainan yang menyerang kelenjar tiroid yang
letaknya di depan leher di bawah jakun. Kelenjar ini menghasilkan hormon
tiroid yang fungsinya mengendalikan kecepatan metabolisme tubuh
seseorang. Jika kelenjar kurang aktif memproduksi hormon, terjadilah
defisiensi hormon. Begitu juga jika terlalu aktif, hormon yang dihasilkan akan
berlebihan. Dua kondisi ketidaknormalan ini memicu perbesaran kelenjar
yang hasil akhirnya antara lain penyakit gondok (struma endemik). Gangguan
Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) merupakan salah satu masalah gizi
utama di Indonesia, dan tersebar hampir di seluruh provinsi. Survei Pemetaan
GAKY tahun 1997/1998 menemukan 354 kecamatan di Indonesia merupakan
daerah endemik berat. Kekurangan iodium ini tidak hanya memicu
pembesaran kelenjar gondok, bisa juga timbul kelainan lain seperti kretinisme
(kerdil), bisu, tuli, gangguan mental, dan gangguan neuromotor. Untuk itu,
penting menerapkan pola makan sadar iodium sejak dini.
1.2 Tujuan Penulisan
1. Diharapkan mahasiswa mampu mengetahui tentang pengertian Struma
2. Diharapkan mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan mengenai
penyakit Struma
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Pengertian Struma


Struma adalah perbesaran kelenjar tiroid yang menyebabkan
pembengkakan di bagian depan leher (Dorland, 2002).

Kelenjar tiroid terletak tepat dibawah laring pada kedua sisi dan sebelah
anterior trakea. Tiroid menyekresikan dua hormon utama, tiroksin (T4), dan
triiodotironin (T3), serta hormon kalsitonin yang mengatur metabolisme
kalsium bersama dengan parathormon yang dihasilkan oleh kelenjar
paratiroid (Guyton and Hall, 2007).

Struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran


kelenjar tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh kurangnya
diet iodium yang dibutuhkan untuk produksi hormon tiroid. Terjadinya
pembesaran kelenjar tiroid dikarenakan sebagai usaha meningkatkan hormon
yang dihasilkan.
2.3 Etiologi Struma

Adanya struma atau pembesaran kelenjar tiroid dapat oleh karena ukuran sel-
selnya bertambah besar atau oleh karena volume jaringan kelenjar dan
sekitarnya yang bertambah dengan pembentukan struktur morfologi baru.
Yang mendasari proses itu ada 4 hal utama.

1. Gangguan perkembangan, seperti terbentuknya kista (kantongan


berisi cairan) atau jaringan tiroid yang tumbuh di dasar lidah
(misalnya pada kista tiroglosus atau tiroid lingual).
2. Proses radang atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves dan
penyakit tiroiditis Hashimoto.
3. Gangguan metabolik (misal, defisiensi iodium) serta hyperplasia,
misalnya pada struma koloid dan struma endemik.
4. Pembesaran yang didasari oleh suatu tumor atau neoplasia meliputi
adenoma – sejenis tumor jinak – dan adenokarsinoma, suatu tumor
ganas.
5. Defisiensi iodium
6. Konsumsi goitrogenik glikosida agent secara berlebihan (memakan
sekresi hormon tiroid).
7. Mengkonsumsi obat-obatan anti tiroid jangka panjang
8. Anomali
9. Peradangan atau tumor/neoplasma
2.4 Klasifikasi Struma
1. Berdasarkan fisiologisnya :
a. Eutiroid : aktivitas kelenjar tiroid normal
b. Hipotiroid : aktivitas kelenjar tiroid yang kurang dari normal
c. Hipertiroid : aktivitas kelenjar tiroid yang berlebihan
2. Berdasarkan klinisnya :
1. Struma non toxic nodusa
Adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang berbatas jelas tanpa gejala-
gejala hipertiroid.
Etiologi : Penyebab paling banyak dari struma non toxic adalah
kekurangan iodium. Akan tetapi pasien dengan pembentukan struma
yang sporadis, penyebabnya belum diketahui. Struma non toxic
disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
A. Kekurangan iodium: Pembentukan struma terjadi pada difesiensi
sedang yodium yang kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi
berat iodium adalah kurang dari 25 mcg/d dihubungkan dengan
hypothyroidism dan cretinism.
B. Kelebihan yodium: jarang dan pada umumnya terjadi pada
preexisting penyakit tiroid autoimun
C. Goitrogen :
a) Obat : Propylthiouracil, litium, phenylbutazone,
aminoglutethimide, expectorants yang mengandung yodium
b) Agen lingkungan : Phenolic dan phthalate ester derivative
dan resorcinol berasal dari tambang batu dan batubara.
c) Makanan, Sayur-Mayur jenis Brassica ( misalnya, kubis,
lobak cina, brussels kecambah), padi-padian millet,
singkong, dan goitrin dalam rumput liar.
D. Dishormonogenesis: Kerusakan dalam jalur biosynthetic hormon
kelejar tiroid
a) Riwayat radiasi kepala dan leher : Riwayat radiasi selama
masa kanak-kanak mengakibatkan nodul benigna dan
maligna (Lee, 2004)
2. Struma Non Toxic Diffusa
Etiologi : (Mulinda, 2005)
A. Defisiensi Iodium
B. Autoimmun thyroiditis: Hashimoto oatau postpartum thyroiditis
C. Kelebihan iodium (efek Wolff-Chaikoff) atau ingesti lithium,
dengan penurunan pelepasan hormon tiroid.
D. Stimulasi reseptor TSH oleh TSH dari tumor hipofisis, resistensi
hipofisis terhadap hormo tiroid, gonadotropin, dan/atau tiroid-
stimulating immunoglobulin
E. Inborn errors metabolisme yang menyebabkan kerusakan dalam
biosynthesis hormon tiroid.
F. Terpapar radiasi
G. Penyakit deposisi
H. Resistensi hormon tiroid
I. Tiroiditis Subakut (de Quervain thyroiditis)
J. Silent thyroiditis
K. Agen-agen infeksi
L. Suppuratif Akut : bacterial
M. Kronik: mycobacteria, fungal, dan penyakit granulomatosa parasit
N. Keganasan Tiroid
3. Struma Toxic Nodusa
Etiologi : (Davis, 2005)
A. Defisiensi iodium yang mengakibatkan penurunan level T4
B. Aktivasi reseptor TSH

C. Mutasi somatik reseptor TSH dan Protein G

D. Mediator-mediator pertumbuhan termasuk : Endothelin-1 (ET-1),


insulin like growth factor-1, epidermal growth factor, dan fibroblast
growth factor.
4. Struma Toxic Diffusa
Yang termasuk dalam struma toxic difusa adalah grave desease, yang
merupakan penyakit autoimun yang masih belum diketahui penyebab
pastinya (Adediji,2004)
2.5 Berdasarkan morfologinya :
1. Struma Hyperplastica Diffusa
Suatu stadium hiperplasi akibat kekurangan iodine (baik absolut
ataupun relatif). Defisiensi iodine dengan kebutuhan excessive biasanya
terjadi selama pubertas, pertumbuhan, laktasi dan kehamilan. Karena
kurang iodine kelenjar menjadi hiperplasi untuk menghasilkan tiroksin
dalam jumlah yang cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan supply
iodine yang terbatas. Sehingga terdapat vesikel pucat dengan sel epitel
kolumner tinggi dan koloid pucat. Vaskularisasi kelenjar juga akan
bertambah. Jika iodine menjadi adekuat kembali (diberikan iodine atau
kebutuhannya menurun) akan terjadi perubahan di dalam struma koloides
atau kelenjar akan menjadi fase istirahat.

2. Struma Colloides Diffusa

Ini disebabkan karena involusi vesikel tiroid. Bila kebutuhan excessive


akan tiroksin oleh karena kebutuhan yang fisiologis (misal, pubertas,
laktasi, kehamilan, stress, dsb.) atau defisiensi iodine telah terbantu
melalui hiperplasi, kelenjar akan kembali normal dengan mengalami
involusi. Sebagai hasil vesikel distensi dengan koloid dan ukuran
kelenjar membesar.

3. Stuma Nodular

Biasanya terjadi pada usia 30 tahun atau lebih yang merupakan


sequelae dari struma colloides. Struma noduler dimungkinkan sebagai
akibat kebutuhan excessive yang lama dari tiroksin. Ada gangguan
berulang dari hiperplasi tiroid dan involusi pada masing-masing periode
kehamilan, laktasi, dan emosional (fase kebutuhan). Sehingga terdapat
daerah hiperinvolusi, daerah hiperplasi dan daerah kelenjar normal. Ada
daerah nodul hiperplasi dan juga pembentukan nodul dari jaringan tiroid
yang hiperinvolusi.

Tiap folikel normal melalui suatu siklus sekresi dan istirahat untuk
memberikan kebutuhan akan tiroksin tubuh. Saat satu golongan sekresi,
golongan lain istirahat untuk aktif kemudian. Pada struma nodular,
kebanyakan folikel berhenti ambil bagian dalam sekresi sehingga hanya
sebagian kecil yang mengalami hiperplasi, yang lainnya mengalami
hiperinvolusi (involusi yang berlebihan/mengecil).

2.6 Patofisiologi

Berbagai faktor diidentifikasi sebagai penyebab terjadinya hipertrofi


kelenjar tiroid termasuk didalamnya defisiensi iodium, goitrogenik glikosida
agent ( zat atau bahan ini dapat memakan sekresi hormon tiroid) seperti ubi
kayu, jagung lobak, kangkung, kubis bila dikonsumsi secara berlebihan, obat-
obatan anti tiroid, anomali, peradangan atau tumor atau neoplasma.
Sedangkan secara fisiologis menurut Benhard (1991) kelenjar tiroid dapat
membesar sebagai akibat peningkatan aktivitas kelenjar tiroid sebagai upaya
mengimbangi kebutuhan tubuh yang meningkat pada masa pertumbuhan dan
masa kehamilan. Bahkan dikatakan pada kondisi stress sekalipun kebutuhan
tubuh akan hormon ini cenderung meningkat. Laju metabolisme tubuh pada
kondisi-kondisi diatas meningkat.

Berdasarkan kejadian atau penyebarannya ada yang disebut Struma


Endemis dan Sporadis. secara sporadis dimana kasus-kasus struma ini
dijumpai menyebar diberbagai tempat atau daerah. Bila dihubungkan dengan
penyebab, maka struma sporadis banyak disebabkan oleh faktor goitrogenik,
anomali dan penggunaan obat-obatan anti tiroid, peradangan dan neoplasma.
Secara endemis dimana kasus-kasus ini struma ini dijumpai pada sekelompok
orang di suatu daerah tertentu, dihubungkan dengan penyebab defisiensi
iodium. Bahan dasar pembentukan hormon-hormon kelenjar tiroid adalah
iodium yang diperoleh dari makanan dan minuman yang mengandung
iodium. Ion iodium (iodida) darah masuk kedalam kelenjar tiroid secara
transport aktif dengan ATP sebagain sumber energi. selanjutnya sel-sel
folikel kelenjar tiroid akan mensintesis Tiroglobulin (sejenis glikoprotein)
dan selanjutnya mengalami iodinisasi sehingga akan terbentuk iodotironin
(DIT) dan mono iodotironin (MIT). Proses ini memerlukan enzim peroksida
sebagai katalisator. Proses akhir adalah berupa reaksi penggabungan.
Penggabungan dua molekul DIT akan membentuk tetra iodotironin tiroxin
(T4) dan molekul DIT bergabung dengan MIT menjadi tri iodotironin (T3)
untuk selanjutnya masuk kedalam plasma dan berikatan dengan protein
binding iodine. Reaksi penggabungan ini dirangsang oleh hormon TSH dan
dihambat oleh tiourasil, Tiourea, sulfonamid dan metilkaptoimidazol.

Melihat proses singkat terbentuknya hormon tiroid maka pemasukan iodium


yang berkurang, gangguan berbagai enzim dalam tubuh, hiposekresi TSH,
bahan atau zat yang mengandung tiourea, tiourasil, sulfonamid, dan
metilkaptoimidazol, glukosil goitrogenik, gangguan pada kelenjar tiroid
sendiri serta faktor pengikat dalam plasma sangat menentukan adekuat
tidaknya sekresi hormon tiroid. bila kadar hormon-hormon tiroid kurang
makan akan terjadi mekanisme umpan balik terhadap kelenjar tiroid sehingga
aktivitas kelenjar meningkat dan terjadi pembesaran (hipertropi). Dengan
kompensasi ini kadar hormon seimbang kembali.

Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang
dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ disekitarya. Dibagian posterior
medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esofagus. Struma dapat mengarah
kedalam sehingga mendorong trakea, esofagus dan pita suara sehingga terjadi
kesulitan bernapas dan disfagia yang akan berdampak thdp gangguan
pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. penekanan pada
pitasuara akan menyebabkan suara menjadi serak atau parau. Bila
pembesaran keluar, maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat
simetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia. tentu
dampaknya lebih ke arah estetika atau kecantikan. perubahan bentuk leher
dapat mempengaruhi rasa aman dan konsep diri klien.
2.7 Pathway Terjadinya Struma
2.8 Manifestasi Klinis Struma
1. Berdebar-debar/meningkatnya denyut nadi
Berdebar-debar dan terasa berat pada bagian jantung akibat kerja
perangsangan jantung, sehingga curah jantung dan tekanan darah sistolik
akan meningkat. Bila akhirnya penyakit ini menghebat, bias timbul
fibrilasi atrial dan akhirnya gagal jantung kongestif. Tekanan nadi hampir
selalu dijumpai meningkat (pulsus celer) Pulsus celer biasanya terdapat
pada peyakit 3A, 3B dan IN (anemia gravis, arterioveneus shunt, aorta
insufficiency, botali persisten, beri-beri, basedow dan nervositas.
Pembuluh darah di perifer akan mengalami dilatasi. Laju filtrasi
glomerulus, aliran plasma ginjal, serta traspor tubulus akan meningkat di
ginjal, sedangkan di hati pemecahan hormone steroid dan obat akan
dipercepat.
2. Keringat
Metabolisme energi tubuh akan meningkat sehingga meningkatkan
metabolisme panas, proteolisis, lipolisis, dan penggunaan oksigen oleh
tubuh. Metabolisme basal hampir mendekati dua kalinya menyebabkan
pasien tidak tahan terhadap hawa panas lalu akan mudah berkeringat.
3. Konstipasi
Karena pada penderita kurang asupan nutrisi dan cairan, yang
mengakibat kurangnya atau tidak adanya nutrisi dan cairan yang bisa
diserap oleh usus. Maka dari itu system eliminasi pada penderita struma
terganggung.
4. Gemetar
Kadang-kadang pasien menggerakkan tangannya tanpa tujuan
tertentu, timbul tremor halus pada tangan
5. Gelisah
Peningkatan eksitabilitas neuromuscular akan menimbulkan
hiperrefleksia saraf tepi oleh karena hiperaktifitas dari saraf dan pembuluh
darah akibat aktifitas T3 dan T4. Gangguan sirkulasi ceberal juga terjadi
oleh karena hipervaskularisasi ke otak, menyebabkan pasien lebih mudah
terangsang. Nervous, gelisah depresi dan mencemaskan hal-hal yang
sepele.
6. Berat badan menurun
Lipolisis (proses pemecahan lemak yang tersimpan dalam sel
lemak tubuh) menyebabkan berat badan menurun, asam lemak bebas
dihasilkan menuju aliran darah dan bersirkulasi ke tubuh. Lipolisis juga
menyebabkan hiperlipidasidemia dan meningkatnya enzim proteolitik
sehingga menyebabkan proteolisis yang berlebihan dengan peningkatan
pembentukan dan ekresi urea.
7. Mata membesar
Gejala mata terdapat pada tirotoksikosis primer, pada tirotoksikosis
yang sekunder, gejala mata tidak selalu ada dan kalaupun ada tidak
seberapa jelas. Pada hipertiroidisme imunogenik (morbus Graves)
eksoftalmus dapat ditambahkan terjadi akibat retensi cairan abnormal di
belakang bola mata; penonjolan mata dengan diplopia, aliran air mata yang
berlebihan, dan peningkatan fotofobia. Penyebabnya terletak pada reaksi
imun terhadap antigen retrobulbar yang tampaknya sama dengan reseptor
TSH. Akibatnya, terjadi inflamasi retrobulbar dengan pembengkakan bola
mata, infiltrasi limfosit, akumulasi asam mukopolisakarida, dan
peningkatan jaringan ikat retrobulbar.
8. Nyeri pada tenggorokan ( Karena area trakea tertekan )
Kesulitan bernapas dan menelan ( Karena area trakea tertekan )
Dibagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trachea dan eshopagus,
jika struma mendorong trachea sehingga terjadi kesulitan bernapas yang
akan berdampak pada gangguan pemenuhan oksigen.
9. Suara serak
Struma dapat mengarah kedalam sehingga mendorong pita suara,
sehingga terdapat penekanan pada pita suara yang menyebabkan suara
menjadi serak atau parau.
2.9 Komplikasi
1. Suara menjadi serak/parau
Struma dapat mengarah kedalam sehingga mendorong pita suara, sehingga
terdapat penekanan pada pita suara yang menyebabkan suara menjadi
serak atau parau.
2. Perubahan bentuk leher
Jika terjadi pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang
besar dapat simetris atau tidak.
3. Disfagia
Dibagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trachea dan eshopagus,
jika struma mendorong eshopagus sehingga terjadi disfagia yang akan
berdampak pada gangguan pemenuhan nutrisi, cairan, dan elektrolit.
4. Sulit bernapas
Dibagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trachea dan eshopagus,
jika struma mendorong trachea sehingga terjadi kesulitan bernapas yang
akan berdampak pada gangguan pemenuhan oksigen.
5. Penyakit jantung hipertiroid
Gangguan pada jantung terjadi akibat dari perangsangan berlebihan pada
jantung oleh hormon tiroid dan menyebabkan kontratilitas jantung
meningkat dan terjadi takikardi sampai dengan fibrilasi atrium jika
menghebat. Pada pasien yang berumur di atas 50 tahun, akan lebih
cenderung mendapat komplikasi payah jantung.
6. Oftalmopati Graves
Oftalmopati Graves seperti eksoftalmus, penonjolan mata dengan diplopia,
aliran air mata yang berlebihan, dan peningkatan fotofobia dapat
mengganggu kualitas hidup pasien sehinggakan aktivitas rutin pasien
terganggu.
7. Dermopati Graves
Dermopati tiroid terdiri dari penebalan kulit terutama kulit di bagian atas
tibia bagian bawah (miksedema pretibia), yang disebabkan penumpukan
glikosaminoglikans. Kulit sangat menebal dan tidak dapat dicubit.
2.10Pemeriksaan Diagnostik
1. Palpasi, teraba batas yang jelas, bernodul satu atau lebih, konsistensinya
kenyal. Jika di auskultasi terdengar bunyi seperti pluit.
2. Termografi
Termografi adalah suatu metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran
suhu kulit pada suatu tempat. Alatnya adalah Dynamic Tele-
Thermography. Hasilnya disebut n panas apabila perbedaan panas dengan
sekitarnya > 0,9°C dan dingin apabila <0,9°C. Pada penelitian Alves
didapatkan bahwa yang ganas semua hasilnya panas. Dibandingkan
dengan cara pemeriksaan yang lain ternyata termografi ini adalah paling
sensitif dan spesifik.
3. Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan serum T4 (troksin) dan T3
(triyodotironin) dalam batas normal.

Nilai normal :

3.1 T4 serum : 4.9 – 12.0 µg/dL

3.2 Tiroksin bebas : 0.5 – 2.8 µg/dL

3.3 T3 serum : 115 - 190 µg/dL

3.4 TSH serum : 0.5 – 4 µg/dL

3.5 FT1 serum : 6.4 - 10 %

4. Pada pemeriksaan USG (ultrasonografi)

Dapat menentukan apakah lesi tersebut kistik ataukah padat.


Kebanyakan karsinoma adalah padat, kebanyakan lesi yang kistik atau
campuran adalah jinak. Teknik ultasonografi digunakan untuk menentukan
apakah nodul tiroid, baik yang teraba pada palpasi maupun yang tidak,
merupakan nodul tunggal atau multiple padat atau kistik. Pemeriksaan
ultasonografi ini terbatas nilainya dalam menyingkirkan kemungkinan
keganasan tapi hanya dapat mendeteksi nodul yang berpenampang lebih
dari setengah centimeter.
Kelainan- kelainan yang dapat didiagnosis secar USG ialah:

a. Kista; kurang lebih bulat, seluruhnya hipoekoik sonolusen,


dindingnya tipis.
b. Adenoma/ nodul padat; iso atau hiperekoik, kadang-kadang disertai
hal yaitu suatu lingkaran hipoekoik disekelilingnya.
c. Kemungkinan karsinoma; nodul padat, biasanya tanpa halo.
d. Tiroditis; hipoekoik, difus, meliputi seluruh kelenjar

USG bermanfaat pada pemeriksaan tiroid untuk:

a. Dapat menentukan jumlah nodul.


b. Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik.
c. Dapat mengukur volume dari nodul tiroid.
d. Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak
menangkap iodium, yang tidak terlihat dengan sidik tiroid.
e. Pada kehamilan di mana pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat
dilakukan, pemeriksaan USG sangat membantu mengetahui adanya
pembesaran tiroid.
f. Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan
dilakukan biopsi terarah.
g. Dapat dipakai sebagai pengamatan lanjut hasil pengobatan.
5. Pemeriksaan sidik tiroid.

Hasil pemeriksaan dengan radioisotope adalah teraan ukuran, bentuk


lokasi, dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada
pemeriksaan ini pasien diberi Na peroral dan setelah 24 jam secara foto
grafik ditentukan konsentrasi yadium radioaktif yang ditangkap oleh tiroid.

Dari hasil sidik tiroid dapat dibedakan 3 bentuk, yaitu :

a) Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang


dibandingkan sekitarnya.Hal ini menunjukkan fungsi yang rendah.
b) Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada
sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
c) Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya.
Ini berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang
lain.Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan apakah nodul itu
ganas atau jinak.
6. Dilakukan foto thorak posterior anterior.
Memperjelas adanya deviasi trakea, atau pembesaran struma retrosternal,
untuk evaluasi kondisi jalan nafas.
7. Foto polos leher antero posterior dan lateral dengan metode soft tissu
technig.
8. Biopsy dan Sitologi Tiroid
Biopsy ini dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu
keganasan. Biopsy aspirasi jarum halus tidak nyeri, hampir tidak
menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan
dengan cara ini adalah dapat memberikan hasil negative palsu karena
lokasi biopsy kurang tepat, teknik biopsy kurang benar, pembuatan
preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah interpretasi aleh
ahli sitologi.
2.11Penatalaksanaan
1. Struma Difus Toksik (Grave's Disease)
Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon
tiroid yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau
merusak jaringan tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).
a) Obat antitiroid
Indikasi :
1. Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang
menetap, pada pasien muda dengan struma ringan sampai sedang
dan tirotoksikosis.
2. Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum
pengobatan, atau sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat
yodium aktif.
3. Persiapan tiroidektomi
4. Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia.
5. Pasien dengan krisis tiroid.

Obat antitiroid yang sering digunakan :

Obat Dosis awal Pemeliharaan


(mg/hari) (mg/hari)

Karbimazol 30-60 5-20

Metimazol 30-60 5-20

Propiltourasil 300-600 5-200

b) Pengobatan dengan yodium radioaktif


Indikasi :
1. Pasien umur 35 tahun atau lebih
2. Hipertiroidisme yang kambuh sesudah penberian dioperasi
3. Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid
4. Adenoma toksik, goiter multinodular toksik

Iodium radioaktif diberikan melalui mulut, dalam bentuk cairan 1-2 ml,
tidak berasa dan berbau, dan dengan cepat diserap melalui saluran
cerna. Iodium radioaktif ini akan masuk ke kelenjar tiroid melalui aliran
darah dan merusak kelenjar tiroid. Walaupun radioaktivitas ini menetap
selama beberapa waktu dalam kelenjar tiroid, iodium radioaktif ini akan
dikeluarkan melalui bagian tubuh dalam beberapa hari.

Efek pada kelenjar tiroid akan terjadi dalam 1-3 bulan dan efek
maksimal terjadi antara 3-6 bulan. Pada sebagian kasus pengobatan
iodium radioaktif cukup satu kali saja, akan tetapi pada keadaan dengan
kelenjar gondok yang besar, diperlukan dosis iodium radioaktif yang
kedua untuk mengablasi/mematikan kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid yang
diablasi lama kelamaan produksi hormon tiroid akan berkurang bahkan
tidak ada sama sekali dan dalam jangka panjang dapat terjadi hipotiroid
(kebalikan dari hipertiroid).

Oleh karena itu setelah mendapat pengobatan iodium radioaktif secara


berkala setiap 6-12 bulan diperiksa fungsi tiroid dan bila terjadi
hipotiroid, harus diberikan pengganti/substitusi hormon tiroid yang
diberikan seumur hidup (karena kelenjar tiroid sudah tidak berfungsi
lagi) dengan dosis sesuai kebutuhan. Pasien cukup minum tablet
hormon tiroid secara teratur seperti halnya minum vitamin.

c) Operasi
Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroidisme.
Indikasi :
1. Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons
terhadap obat antitiroid.
2. Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat
antitiroid dosis besar
3. Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima
yodium radioaktif
4. Adenoma toksik atau struma multinodular toksik
5. Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih
nodul
d) TIROIDEKTOMI
Tiroidektomi adalah sebuah operasi yang melibatkan
operasi pemindahan semua atau sebagian dari kelenjar tiroid.
Klasifikasi dari tiroidektomi adalah total tiroidektomi dan nyaris
total tiroidektomi. Indikasi dilakukan tiroidektomi adalah gondok,
kanker tiroid, hipertiroidisme, gejala obstruksi, kosmetik.
A. Tiroidektomi parsial atau total dapat dilaksanakan sebagai
terapi primer terhadap karsinoma tiroid, hipertiroidisme,
dan hiperparatiroidisme
a) Tiroidektomi total : kelenjar tiroid diangkata seluruhnya
b) Tiroidektomi parsial : mengangkat sebagian kelenjar tiroid
2. Struma Nodular Toksik
Terapi dengan pengobatan antitiroid atau beta bloker dapt mengurangi
gejala tetapi biasanya kurang efektif dari pada penderita penyakit Graves.
Radioterapi tidak efektif seperti penyakit Graves karena pengambilan yang
rendah dan karena penderita ini membutuhkan dosis radiasi yang besar.
Untuk nodul yang soliter, nodulektomi atau lobektomi tiroid adalah terapi
pilihan karena kanker jarang terjadi. Untuk struma multinodular toksik,
lobektomi pada satu sisi dan subtotal lobektomi pada sisi yang lain adalah
dianjurkan (Sadler et al, 1999)
3. Struma Non Toksis
Terapi dengan pengobatan antitiroid atau beta bloker dapt mengurangi
gejala tetapi biasanya kurang efektif dari pada penderita penyakit Graves.
Radioterapi tidak efektif seperti penyakit Graves karena pengambilan yang
rendah dan karena penderita ini membutuhkan dosis radiasi yang besar.
Untuk nodul yang soliter, nodulektomi atau lobektomi tiroid adalah terapi
pilihan karena kanker jarang terjadi. Untuk struma multinodular toksik,
lobektomi pada satu sisi dan subtotal lobektomi pada sisi yang lain adalah
dianjurkan (Sadler et al, 1999)

Anda mungkin juga menyukai