Anda di halaman 1dari 35

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Sepsis neonatorum merupakan masalah kesehatan yang belum dapat
ditanggulangi dalam pelayanan dan perawatan bayi baru lahir. Sampai saat ini,
sepsis neonatorum merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada
bayi baru lahir. Pada bulan pertama kehidupan, infeksi yang terjadi berhubungan
dengan angka kematian yang tinggi, yaitu 13%-15%. (Hartanto et al., 2016).
Sepsis neonatal adalah sindrom klinik penyakit sistemik, disertai bakteremia
yang terjadi pada bayi dalam satu bulan pertama kehidupan (Pudjiadi et al., 2011).
Angka kejadian sepsis neonatal di negara berkembang meningkat yaitu (1,8-18
per 1000 kelahiran hidup), sedangkan pada negara maju sebanyak (4-5 per 1000
kelahiran hidup) (Wilar et al, 2016).
Di negara berkembang, hampir sebagian besar bayi baru lahir yang dirawat
mempunyai masalah yang berkaitan dengan sepsis. Hal yang sama juga
ditemukan di negara maju pada bayi yang dirawat di unit perawatan intensif bayi
baru lahir. Di samping morbiditas, mortalitas yang tinggi ditemukan pula pada
bayi baru lahir yang menderita sepsis (Effendi & Indrasanto, 2008).
Berdasarkan perkiraan World Health Organitation (WHO) terdapat 98% dari
5 juta kematian pada neonatal terjadi di negara berkembang. Sedangkan angka
kematian neonatus di Asia Tenggara adalah 39 per 1000 kelahiran hidup bayi baru
lahir. Lebih dari dua pertiga kematian itu terjadi pada periode neonatal dini dan
42% kematian neonatal disebabkan infeksi seperti: sepsis, tetanus neonatorum,
meningitis, pneumonia, dan diare (Putra, 2012).
Menurut hasil Riskesdas 2007, penyebab kematian bayi baru lahir 0- 6 hari di
Indonesia adalah gangguan pernapasan 36,9%, prematuritas 32,4%, sepsis 12%,
hipotermi 6,8%, kelainan darah/ikterus 6,6% dan lain-lain. Penyebab kematian
bayi 7-28 hari adalah sepsis 20,5%, kelainan kongenital 18,1%, pneumonia
15,4%, prematuritas dan bayi berat lahir rendah (BBLR) 12,8%, dan respiratory
distress syndrome (RDS) 12,8%. Di samping tetanus neonatorum, case fatality

1
2

rate yang tinggi ditemukan pada sepsis neonatorum, hal ini terjadi karena banyak
faktor infeksi pada masa perinatal yang belum dapat dicegah dan ditanggulangi.
Angka kematian sepsis neonatorum cukup tinggi 13-50% dari angka kematian
bayi baru lahir. Masalah yang sering timbul sebagai komplikasi sepsis
neonatorum adalah meningitis, kejang, hipotermi, hiperbilirubinemia, gangguan
nafas, dan gangguan minum (Depkes, 2007).
Berdasarkan Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2012 menunjukkan bahwa angka kematian bayi (AKB) sebesar 32 per 1000
kelahiran hidup pada tahun 2012. Ini berarti di Indonesia, ditemukan kurang lebih
440 bayi yang meninggal setiap harinya dan penyebab kematian terbanyak
disebabkan oleh masalah neonatal seperti berat bayi lahir rendah (BBLR),
asfiksia, diare, pneumonia, serta penyakit infeksi lainnya (Kemenkes, 2014).
Sedangkan menurut Graber, Toth, and Herting (2006) septikemia adalah invasi
akut mikroorganisme pada aliran darah yang menyebabkan timbulnya demam,
menggigil, takikardia, takipnea, dan perubahan keadaan mental.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami secara konsep dan kasus
tentang sepsis pada bayi baru lahir atau sepsis neonatorum.

1.2.2 Tujuan khusus


a. Mahasiswa mampu mengetahui defenisi sepsis
b. Mahasiswa mampu mengetahui etiologi sepsis
c. Mahasiswa mampu mengetahui manifestasi klinis sepsis
d. Mahasiswa mampu mengetahui faktor resiko sepsis
e. Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi sepsis
f. Mahasiswa mampu mengetahui pemeriksaan penunjang sepsis
g. Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaa sepsis
h. Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan secara teori pada pasien
sepsis
3

i. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami asuhan keperawatan secara


kasus yang ditemui pada pasien sepsis.
4

BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Defenisi sepsis


Sepsis adalah sindrome yang di karakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan
gejala- gejala infeksi yang parah, yang dapat berkembang ke arah septisemia dan
syok septik (Marilynn E. Doenges, 1999). Berdasarkan Donna L. Wong (2003)
Sepsis adalah bakteri umum pada aliran darah.
Sepsis neonatorum atau septikemia neonatal didefinisi sebagai infeksi bakteri
pada aliran darah bayi selama empat minggu pertama kehidupan. (Bobak, 2004).
Sepsis adalah infeksi bakteri generalisata yang biasanya terjadi pada bulan
pertama kehidupan (Mary E. Muscari, 2005).

2.2 Etiologi sepsis


Penyebab neonatus sepsis/sepsis neonatorum adalah berbagai macam kuman
seperti bakteri, virus, parasit, atau jamur. Sepsis pada bayi hampir selalu
disebabkan oleh bakteri.
1. Bakteri escherichia koli
2. Streptococus group B
3. Stophylococus aureus
4. Enterococus
5. Listeria monocytogenes
6. Klepsiella
7. Entererobacter sp
8. Pseudemonas aeruginosa
9. Proteus sp
10. Organisme anaerobik
Streptococcus grup B dapat masuk ke dalam tubuh bayi selama proses
kelahiran. Menurut Centers for Diseases Control and Prevention (CDC) Amerika,
paling tidak terdapat bakteria pada vagina atau rektum pada satu dari setiap lima
wanita hamil, yang dapat mengkontaminasi bayi selama melahirkan. Bayi
5

prematur yang menjalani perawatan intensif rentan terhadap sepsis karena sistem
imun mereka yang belum berkembang dan mereka biasanya menjalani prosedur-
prosedur invasif seperti infus jangka panjang, pemasangan sejumlah kateter, dan
bernafas melalui selang yang dihubungkan dengan ventilator. Organisme yang
normalnya hidup di permukaan kulit dapat masuk ke dalam tubuh kemudian ke
dalam aliran darah melalui alat-alat seperti yang telah disebut di atas.
Bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun beresiko mengalami bakteriemia
tersamar, yang bila tidak segera dirawat, kadang-kadang dapat megarah ke sepsis.
Bakteriemia tersamar artinya bahwa bakteria telah memasuki aliran darah, tapi
tidak ada sumber infeksi yang jelas. Tanda paling umum terjadinya bakteriemia
tersamar adalah demam. Hampir satu per tiga dari semua bayi pada rentang usia
ini mengalami demam tanpa adanya alasan yang jelas – dan penelitian
menunjukkan bahwa 4% dari mereka akhirnya akan mengalami infeksi bakterial
di dalam darah. Streptococcus pneumoniae (pneumococcus) menyebabkan sekitar
85% dari semua kasus bakteriemia tersamar pada bayi berusia 3 bulan sampai 3
tahun
Faktor- faktor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum berasal
dari tiga kelompok, yaitu :
1. Faktor Maternal
 Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi
kecenderungan terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui
sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio- ekonomi rendah mungkin nutrisinya
buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak higienis. Bayi kulit hitam lebih
banyak mengalami infeksi dari pada bayi berkulit putih.
 Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur ibu
(kurang dari 20 tahun atua lebih dari 30 tahun
 Kurangnya perawatan prenatal.
 Ketuban pecah dini (KPD)
 Prosedur selama persalinan.
6

2. Faktor Neonatatal
 Prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor
resiko utama untuk sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi kurang bulan
lebih rendah dari pada bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui
plasenta terutama terjadi pada paruh terakhir trimester ketiga. Setelah lahir,
konsentrasi imunoglobulin serum terus menurun, menyebabkan
hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan
kulit.
 Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik,
khususnya terhadap streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan IgA
tidak melewati plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam darah tali pusat.
Dengan adanya hal tersebut, aktifitas lintasan komplemen terlambat, dan C3
serta faktor B tidak diproduksi sebagai respon terhadap lipopolisakarida.
Kombinasi antara defisiensi imun dan penurunan antibodi total dan spesifik,
bersama dengan penurunan fibronektin, menyebabkan sebagian besar
penurunan aktivitas opsonisasi.
 Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi laki- laki empat
kali lebih besar dari pada bayi perempuan.
3. Faktor Lingkungan
 Ada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga sering memerlukan
prosedur invasif, dan memerlukan waktu perawatan di rumah sakit lebih lama.
Penggunaan kateter vena/ arteri maupun kateter nutrisi parenteral merupakan
tempat masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga mungkin
terinfeksi akibat alat yang terkontaminasi.
 Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bis menimbulkan resiko
pada neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik spektrum luas,
sehingga menyebabkan kolonisasi spektrum luas, sehingga menyebabkan
resisten berlipat ganda.
 Kadang- kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran
mikroorganisme yang berasal dari petugas ( infeksi nosokomial), paling sering
akibat kontak tangan.
7

 Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colli ditemukan dalam
tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu formula hanya didominasi oleh
E.colli.
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus
melalui beberapa cara, yaitu :
1. Pada masa antenatal atau sebelum lahir.
Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus
masuk dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab
infeksi adalah kuman yang dapat menembus plasenta antara lain virus rubella,
herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat
melalui jalur ini, antara lain malaria, sipilis, dan toksoplasma.
2. Pada masa intranatal atau saat persalinan
Infeksi saat persalinan terjadi karena yang ada pada vagina dan serviks naik
mencapai korion dan amnion. Akibatnya, terjadi amniotis dan korionitis,
selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk dalam tubuh bayi. Cara lain,
yaitu saat persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi akan terinhalasi
oleh bayi dan masuk dan masuk ke traktus digestivus dan traktus
respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain
cara tersebut di atas infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau
port de entre lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh
kuman. Beberapa kuman yang melalui jalan lahir ini adalah Herpes genetalis,
Candida albican,dan N.gonorrea.
3. Infeksi paska atau sesudah persalinan
Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi
nosokomial dari lingkungan di luar rahim (misal melalui alat- alat : penghisap
lendir, selang endotrakhea, infus, selang nasogastrik, botol minuman atau
dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi dapat menyebabkan
terjadinya infeksi nosokomil. Infeksi juga dapat terjadi melalui luka
umbilikus (AsriningS, 2003)
8

2.3 Patofisiologi
Neonatus sangat rentan terhadap infeksi sebagai akibat rendahnya imunitas
non spesifik (inflamasi) dan spesifik (humoral), seperti rendahnya fagositosis,
keterlambatan respon kemotaksis, minimal atau tidak adanya imunoglobulin A
dan imunoglobulin M (IgA dan IgM), dan rendahnya kadar komplemen. Sepsis
pada periode neonatal dapat diperoleh sebelum kelahiran melalui plasenta dari
aliran darah maternal atau selama persalinan karena ingesti atau aspirasi
cairan amnion yang terinfeksi.
Sepsis awal (kurang dari 3 hari) didapat dalam periode perinatal, infeksi
dapat terjadi dari kontak langsung dengan organisme dari saluran gastrointestinal
atau genitourinaria maternal. Organisme yang paling sering menginfeksi adalah
streptokokus group B (GBS) dan escherichia coli, yang terdapat di vagina. GBS
muncul sebagaimikroorganisme yang sangat virulen pada neonatus, dengan
angka kematian tinggi (50%) pada bayi yang terkena Haemophilus influenzae
dan stafilokoki koagulasi negatif juga sering terlihat pada awitan awal sepsis pada
bayi BBLSR.
Sepsis lanjut (1 sampai 3 minggu setelah lahir) utamanya nosokomial,
dan organisme yang menyerang biasanya stafilokoki, klebsiella, enterokoki,
dan pseudomonas. Stafilokokus koagulasi negatif, baiasa ditemukan sebagai
penyebab septikemia pada bayi BBLR dan BBLSR. Invasi bakterial dapat terjadi
melalui tampatseperti puntung tali pusat, kulit, membran mukosa mata, hidung,
faring, dan telinga, dan sistem internal seperti sistem respirasi, saraf, perkemihan,
dan gastrointestinal.
Infeksi pascanatal didapat dari kontaminasi silang dengan bayi lain, personel,
atau benda – benda dilingkungan. Bakteri sering ditemukan dalam sumber air,
alat pelembab, pipa wastafel, mesin penghisap, kebanyakan peralatan respirasi,
dan kateter vena dan arteri terpasang yang digunakan untuk infus, pengambilan
sampel darah, pemantauan tanda vital. (Donna L. Wong, 2009).
Proses patofisiologi sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi
sistemik. Pelepasan endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi
9

miokardium perubahan ambilan dan penggunaan oksigen terhambatnya fungsi


mitokondria, dan kekacauan metabolik yang progresif. Pada sepsis yang tiba-tiba
dan berat, complemen cascade menimbulkan banyak kematian dan kerusakan sel.
Akibatnya adalah penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik, dan syok, yang
mengakibatkan disseminatedintravaskular coagulation (DIC) dan kematian (
Bobak, 2004).
Penderita dengan gangguan imun mempunyai peningkatan resiko
untuk mendapatkan sepsis nosokomial yang serius. Manifestasi kardiopulmonal
pada sepsis gram negatif dapat ditiru dengan injeksi endotoksin atau faktor
nekrosis tumor (FNT). Hambatan kerja FNT oleh antibodi monoklonal anti-FNT
sangat memperlemah manifestasi syok septik. Bila komponen dinding sel bakteri
dilepaskan dalam aliran darah, sitokin teraktivasi, dan selanjutnya dapat
menyebabkan kekacauan fisiologis lebih lanjut.Baik sendirian ataupun dalam
kombinasi, produk-produk bakteri dan sitokin proradang memicu respon
fisiologis untuk menghentikan penyerbu (invader) mikroba. FNT dan mediator
radang lain meningkatkan permeabilitas vaskuler, dan
terjadinya ketidakseimbangan tonus vaskuler, dan terjadinya ketidakseimbangan
antara perfusi dan kenaikan kebutuhan metabolik jaringan.
Syok didefinisikan dengan tekanan sistolik dibawah persentil ke-5 menurut
umur atau didefinisikan dengan ekstremitas dingin. Pengisian kembali kapiler
yanng terlambat (>2 detik) dipandang sebagai indikator yang dapat dipercaya
pada penurunan perfusi perifer. Tekanan vaskuler perifer pada syok septik
(panas) tetapi menjadi sangat naik pada syok yang lebih lanjut (dingin). Pada
syok septik pemakaian oksigen jaringan melebihi pasokan oksigen.
Ketidakseimbangan ini diakibatkan oleh vasodilatasi perifer pada awalnya,
vasokonstriksi pada masa lanjut, depresi miokardium, hipotensi, insufisiensi
ventilator, anemia. (Nelson, 1999).
Septisemia menunjukkan munculnya infeksi sistemik pada darah yang
disebabkan oleh penggandaan mikroorganisme secara cepat atau zat-zat
racunnya, yang dapat mengakibatkan perubahan psikologis yang sangat besar.
10

Zat-zat patogen dapat berupa bakteri, jamur, virus, maupun riketsia. Penyebab
yang paling umum dari septisemia adalah organisme gram negatif. Jika
perlindungan tubuh tidak efektif dalam mengontrol invasi mikroorganisme,
mungkin dapat terjadi syok septik, yang dikarakteristikkan dengan perubahan
hemodinamik, ketidakseimbangan fungsi seluler, dan kegagalan sistem multipel.
(Marilynn E. Doenges, 1999).

2.4 Manifestasi klinis


1. Umum : panas, hipotermia, tampak tidak sehat, malas minum, letargi,
sklerema.
2. Saluran cerna : distensi abdomen, anoreksia (nafsu makan buruk), muntah,
diare, hepatomegali.
3. Saluran nafas : apneu, dispneu, takipneu, retraksi, nafas tidak teratur,
merintih, sianosis.
4. Sistem kardiovaskuler : pucat, sianosis, kutis marmorata, kulit lembab,
hipotensi, takikardia, bradikardia.
5. Sistem saraf pusat : iritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, aktivitas
menurun- letargi, koma, peningkatan atau penurunan tonus, gerakan mata
abnormal, ubun- ubun membonjol.
6. Hematologi : pucat, ptekie, purpura, perdarahan, ikterus.
7. Sistem sirkulasi : pucat, sianosis, kulit dingin, hipotensi, edema, denyut
jantung tidak beraturan (Kapita Selekta, 2000)

2.5 Faktor resiko


1. Sepsis Dini
 Kolonisasi maternal dalam GBS, infeksi fekal
 Malnutrisi pada ibu
 Prematuritas, BBLR
2. Sepsis Nosokomial
 BBLR–>berhubungan dengan pertahanan imun
11

 Nutrisi Parenteral total, pemberian makanan melalui selang


 Pemberian antibiotik (superinfeksi dan infeksi organisme resisten

2.6 Pemeriksaan penunjang


1. Pemeriksaan mikrokopis maupun pembiaakan terhadap contoh darah air
kemih, jika diduga suatu meningitis, maka dilakukan fungsi lumbal.
2. Bila sindroma klinis mengarah ke sepsis, perlu dilakukan evaluasi sepsis
secara menyeluruh. Hal ini termasuk biakan darah, fungsi lumbal, analisis
dan kultur urin.

 Leukositosis (>34.000×109/L)
 Leukopenia (< 4.000x 109/L)
 Netrofil muda 10%
 Perbandingan netrofil immature(stab) dibanding total (stb+segmen)atau
I/T ratio >0,2
 Trombositopenia (< 100.000 x 109/L)
 CRP >10mg /dl atau 2 SD dari normal
3. Peningkatan kerentaan kapiler
 Peningkatan kecenderungan perdarahan(kadar protrombin plasma rendah)
 Perlambatan perkembangansel-sel darah merah
 Peningkatan hemolisis
 Kehilangan darah akibat uji laboratorium yang sering dilakukan

2.7 Komplikasi
1. Kelainan bawaan jantung,paru,dan organ-organ yang lainnya
2. Sepsis berat : sepsis disertai hipotensi dan disfungsi organ tunggal
3. Syok sepsis : sepsis berat disertai hipotensi\
4. Sindroma disfungsi multiorgan (MODS)
5. Perdarahan
6. Demam yang terjadi pada ibu
7. Infeksi pada uterus atau plasenta
12

8. Ketuban pecah dini (sebelum 37 minggu kehamilan)


9. Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum
melahirkan)
10. Proses kelahiran yang lama dan sulit

2.8 Penatalaksanaan
1. Diberikan kombinasi antibiotika golongan Ampisilin dosis 200 mg/kg BB/24
jam i.v (dibagi 2 dosis untuk neonatus umur < 7 hari, untuk neonatus umur >
7 hari dibagi 3 dosis), dan Netylmycin (Amino glikosida) dosis 7 1/2 mg/kg
BB/per hari i.m/i.v dibagi 2 dosis (hati-hati penggunaan Netylmycin dan
Aminoglikosida yang lain bila diberikan i.v harus diencerkan dan waktu
pemberian sampai 1 jam pelan-pelan).
2. Dilakukan septic work up sebelum antibiotika diberikan (darah lengkap,
urine, lengkap, feses lengkap, kultur darah, cairan serebrospinal, urine dan
feses (atas indikasi), pungsi lumbal dengan analisa cairan serebrospinal
(jumlah sel, kimia, pengecatan Gram), foto polos dada, pemeriksaan CRP
kuantitatif).
3. Pemeriksaan lain tergantung indikasi seperti pemeriksaan bilirubin, gula
darah, analisa gas darah, foto abdomen, USG kepala dan lain-lain.
4. Apabila gejala klinik dan pemeriksaan ulang tidak menunjukkan infeksi,
pemeriksaan darah dan CRP normal, dan kultur darah negatif maka
antibiotika diberhentikan pada hari ke-7.
5. Apabila gejala klinik memburuk dan atau hasil laboratorium menyokong
infeksi, CRP tetap abnormal, maka diberikan Cefepim 100 mg/kg/hari
diberikan 2 dosis atau Meropenem dengan dosis 30-40 mg/kg BB/per hari i.v
dan Amikasin dengan dosis 15 mg/kg BB/per hari i.v i.m (atas indikasi
khusus). Pemberian antibiotika diteruskan sesuai dengan tes kepekaannya.
Lama pemberian antibiotika 10-14 hari. Pada kasus meningitis pemberian
antibiotika minimal 21 hari.
6. Pengobatan suportif meliputi :
13

7. Termoregulasi, terapi oksigen/ventilasi mekanik, terapi syok, koreksi


metabolik asidosis, terapi hipoglikemi/hiperglikemi, transfusi darah, plasma,
trombosit, terapi kejang, transfusi tukar.

2.9 Asuhan keperawatan


1. Pengkajian
a. Airway : Yakinkan kepatenan jalan napas, Berikan alat bantu napas jika
perlu, Jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi
dan bawa segera mungkin ke ICU
b. Breathing: Kaji jumlah pernapasan lebih dari 24 kali per menit merupakan
gejala yang signifikan, Kaji saturasi oksigen, Periksa gas darah arteri untuk
mengkaji status oksigenasi dan kemungkinan asidosis, Berikan 100% oksigen
melalui non re-breath mask, auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi
di dada, Periksa foto thorak
c. Circulation: Kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda
signifikan, Monitoring tekanan darah, tekanan darah, Periksa waktu pengisian
kapiler, Pasang infuse dengan menggunakan canul yang besar,
Berikan cairan koloid – gelofusin atau haemaccel, Pasang kateter,
Lakukan pemeriksaan darah lengkap, Catat temperature, kemungkinan
pasien pyreksia atau temperature kurang dari 360C, Siapkan pemeriksaan
urin dan sputum, Berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat.
d. Disability: Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis
padahal sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat
kesadaran dengan menggunakan AVPU.
e. Exposure: Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan
tempat suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya.
f. Aktivitas dan istirahat ; Subyektif : Menurunnya tenaga/kelelahan dan
insomnia
g. Sirkulasi
h. Subyektif : Riwayat pembedahan jantung/bypass cardiopulmonary, fenomena
embolik (darah, udara, lemak)
14

i. Obyektif : Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya


hipoksemia), hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock), Heart rate :
takikardi biasa terjadi, Bunyi jantung : normal pada fase awal, S2 (komponen
pulmonic) dapat terjadi disritmia dapat terjadi, tetapi ECG sering
menunjukkan normal, Kulit dan membran mukosa : mungkin pucat,
dingin. Cyanosis biasa terjadi (stadium lanjut)
j. Integritas Ego: Subyektif : Keprihatinan/ketakutan, perasaan dekat dengan
kematian, Obyektif : Restlessness, agitasi, gemetar, iritabel, perubahan
mental.
k. Makanan/Cairan: Subyektif : Kehilangan selera makan, nausea, Obyektif :
Formasi edema/perubahan berat badan, hilang/melemahnya bowel sounds
l. Neurosensori: Subyektif atau Obyektif : Gejala truma kepala, kelambatan
mental, disfungsi motorik
m. Respirasi; Subyektif : Riwayat aspirasi, merokok/inhalasi gas, infeksi
pulmolal diffuse, kesulitan bernafas akut atau khronis, “air hunger”, Obyektif
: Respirasi : rapid, swallow, grunting.

2. Diagnosa keperawatan
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan O2 , edema paru.
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload dan
preload.
c. Hipertermi / hipotermi berhubungan dengan proses infeksi
d. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan cardiac output
yang tidak mencukupi.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
f. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
15

3. Intervensi keperawatan
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan O2 edema paru.
Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan Airway Managemen :
keperawatan selama ... x 24  Buka jalan nafas
jam . pasien akan :  Posisikan pasien untuk
 TTV dalam rentang memaksimalkan ventilasi (
normal fowler/semifowler)
 Menunjukkan jalan napas  Auskultasi suara nafas , catat
yang paten adanya suara tambahan
 Mendemostrasikan suara  Identifikasi pasien perlunya
napas yang bersih, tidak pemasangan alat jalan nafas
ada sianosis dan dypsneu. buatan
 Monitor respirasi dan status
O2
 Monitor TTV.
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload dan
preload.
Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan Cardiac care :
keperawatan selama ... x 24  catat adanya tanda dan gejala
jam . pasien akan : penurunan cardiac output
 Menunjukkan TTV dalam  monitor balance cairan
rentang normal  catat adanya distritmia jantung
 Tidak ada oedema paru  monitor TTV
dan tidak ada asites  atur periode latihan dan
 Tidak ada penurunan istirahat untuk menghindari
16

kesadaran kelelahan
 Dapat mentoleransi  monitor status pernapasan yang
aktivitas dan tidak ada menandakan gagal jantung.
kelelahan.

c. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.


Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan Fever Treatment :
keperawatan selama ... x 24  Observasi tanda-tanda vital
jam . pasien akan : tiap 3 jam.
 Suhu tubuh dalam  Beri kompres hangat pada
rentang normal bagian lipatan tubuh ( Paha dan
 Tidak ada perubahan aksila ).
warna kulit dan tidak ada  Monitor intake dan output
pusing  Monitor warna dan suhu kulit
 Nadi dan respirasi dalam  Berikan obat anti piretik
rentang normal Temperature Regulation
 Beri banyak minum ( ± 1-1,5
liter/hari) sedikit tapi sering
 Ganti pakaian klien dengan
bahan tipis menyerap keringat.

d. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan cardiac output


yang tidak mencukupi.
Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan Management sensasi perifer:
keperawatan selama ... x 24  Monitor tekanan darah dan
jam . pasien akan : nadi apikal setiap 4 jam
17

 Tekanan sistole dan  Instruksikan keluarga untuk


diastole dalam rentang mengobservasi kulit jika ada
normal lesi
 Menunjukkan tingkat  Monitor adanya daerah tertentu
kesadaran yang baik yang hanya peka terhadap
panas atau dingin
 Kolaborasi obat antihipertensi.

e. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan


kebutuhan oksigen.
Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan Activity Therapy
keperawatan selama ... x 24  Kaji hal-hal yang mampu
jam . pasien akan : dilakukan klien.
 Berpartisipasi dalam  Bantu klien memenuhi kebutuhan
aktivitas fisik tanpa aktivitasnya sesuai dengan tingkat
disertai peningkatan keterbatasan klien
tekanan darah nadi dan  Beri penjelasan tentang hal-hal
respirasi yang dapat membantu dan
 Mampu melakukan meningkatkan kekuatan fisik
aktivitas sehari-hari secara klien.
mandiri  Libatkan keluarga dalam
 TTV dalam rentang pemenuhan ADL klien
normal  Jelaskan pada keluarga dan klien
 Status sirkulasi baik tentang pentingnya bedrest
ditempat tidur.

f. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.


Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
18

( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan Anxiety Reduction
keperawatan selama ... x 24  Kaji tingkat kecemasan
jam . pasien akan :  Jelaskan prosedur pengobatan
 Mampu mengidentifikasi perawatan.
dan mengungkapkan  Beri kesempatan pada keluarga
gejala cemas untuk bertanya tentang kondisi
 TTV normal pasien.
 Menunjukkan teknik  Beri penjelasan tiap prosedur/
untuk mengontrol cemas. tindakan yang akan dilakukan
terhadap pasien dan manfaatnya
bagi pasien.
 Beri dorongan spiritual.
19

BAB 3
GAMBARAN KASUS

Seorang bayi laki-laki berinisial By. E lahir pada tanggal 10 Oktober 2018.
Bayi dilahirkan secara SC dengan indikasi PEB (180/100 mmHg) + Impending
eklamsi + fetal distress. Usia gestasi 31-32 minggu, G3 P2 A1 H1, bayi lahir tidak
langsung menangis, bayi lahir dengan BBLR: 1420 gram. Bayi masuk
IPN/Perinatologi pada jam 08:14:52 usia bayi 10 menit, sesak (-), sianosis (-),
retraksi dinding dada ringan, suhu: 35,8°c, GDS: 181 g/dl, anus paten. Saat
dilakukan pengkajian pada tanggal 06-11-2018, didapatkan hasil : usia bayi 26
hari, bayi tidak sesak, sianosis (-), retraksi didniding dada (-), bayi tidak rewel,
bayi terpasang OGT, bayi minum susu formula 60 cc/3 jam, refleks hisap (+),
BBS: 2120 gram, Nadi: 132 x/menit, RR: 42 x/menit, Suhu: 36,7°c, LK: 29 cm,
LD: 27 cm, LP: 30 cm. Hasil pemeriksaan penunjang pada tanggal 04-11-2018:
Hb: 9,1 g/dl, Leukosit: 14.14 jt/mm, Trombosit: 2.05 jt/mm, Eritrosit 2,66 jt/mm,
Hematokrit:28,9 %, CRP: 96 mg/dl (reaktif), IT ratio: 0,3. Bayi diberikan susu
formula 60 cc/3 jam, bayi diberikan terapi Ciprofloxacim 20 mg/12 jam, Mikasin
15 mg/18 jam, Metrodinazole 15 mg/12 jam.

3.1 Pengkajian
Pengkajian pada tanggal 06-11-2018
a. Identitas klien
Nama klien : By. E
Tempat/tanggal lahir : Pekanbaru, 10 Oktober 2018
Usia : 26 hari
Nama ayah : Arisman
Pendidikan ayah : SD
Nama ibu : Erima Gule
Pendidikan ibu : SD
Pekerjaan ayah : Petani
20

Pekerjaan ibu : Petani


Alamat : WEA Kec. GIDO
Suku : Nias
Agama : Protestan

b. Keluhan utama (alasan dirawat)


Pasien masuk IPN (Instalasi perawatan neonatus) pada tanggal 10-10-2018,
jam 08: 14: 52, saat usia bayi 10 menit dengan alasan bayi lahir tidak
langsung menangis, BBLR: 1420 gram.
Pada saat dilakukan pengkajian pada hari Rabu, tanggal 06-11-2018
didapatkan: bayi tidak sesak, sianosis (-), retraksi dinding dada (-), bayi tidak
rewel, bayi terpasang OGT, bayi minum susu formula 60 cc/3 jam, refleks
hisap (+), BBS: 2120 gram.

c. Riwayat kehamilan dan kelahiran


1. Masa prenatal:
Usia ibu 30 tahun, G3 P2 A1 H1, usia kehamilan 32 minggu, ibu tidak
mempunyai riwayat keputihan selama hamil, ibu tidak mempunyai
riwayat hipertensi dan diabetes.
2. Masa intranatal:
Bayi lahir secara SC dengan indikasi PEB (180/100 mmHg) + Impending
eklamsi + fetal distress. Bayi lahir tidak langsung menangis, usia gestasi
31-32 minggu, sisa air ketuban jernih, BBLR: 1420 gram, PBL: 38 cm.
3. Masa post natal:
Bayi masuk IPN usia 10 menit, bayi lahir tidak langsung menangis, suhu
35,8°c, GDS: 181 g/dl, sesak (-), retraksi dinding dada ringan, sianosis (-)
dan anus paten.

d. Riwayat kesehatan keluarga/genogram


e. Obat-obatan
Pemberian tanggal 06-11-2018
21

Nama obat Dosis Indikasi Kontraindikasi


Ciprofloxacim 20 mg/12 Antibiotik Ciprofloksasin tidak
jam boleh diberikan pada
pasien yang pernah
mengalami alergi
terhadap antibiotik ini.
Mikasin 15 mg/18 Antibiotik Hipersensitivitas, pasien
jam golongan dengan riwayat efek
aminoglikosida samping serius akibat
yang bekerja penggunaan amikacin.
dengan cara
menghambat
sintesis protein
di ribosom
bakteri
Metronidazole 15 mg/12 Metronidazol Metronidazol tidak
jam adalah antibiotik boleh diberikan pada
yang cukup baik pasien yang pernah
untk mengalami alergi
bakteri anaerob, terhadap antibiotik ini.
yakni bakteri Metronidazol juga tidak
yang dapat boleh diberikan untuk
hidup tanpa wanita hamil trimester
membutuhkan pertama (hamil usia 0-3
oksigen. bulan) dan saat
menyusui
22

f. Pemeriksaaan penunjang
Pemeriksaan tanggal 04-11-2018
Pemeriksaan Hasil Nilai normal Keterangan
Hemoglobin 9,1 g/dl 14-18 g/dl Menurun
Leukosit 14.14 jt/mm 4,8-10 jt/mm Meningkat
Trombosit 205 jt/mm 150-450 Normal
jt/mm
Eritrosit 2,66 jt/mm 4,70-6,10 Menurun
jt/mm
Hematokrit 28,9 % 42-52 % Menurun

Pemeriksaan tanggal 26-10-2018


Pemeriksaan Hasil Nilai normal Keterangan
CRP 96 mg/dl 10 mg/dl Meningkat
IT ratio 0,3 < 0,2 Meningkat

g. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum :
Tanda-tanda vital :
- Nadi : 132 x/menit
- RR : 42 x/menit
- Suhu : 36,7°c
- BBS : 2120 gram
- LK : 29 cm

Integumen:
- Warna dan pigmentasi kulit:
Warna kulit bayi merah dan tidak terdapat hiperpigmentasi
- Kelembapan dan tekstur:
Kulit bayi lembab dan halus
- Turgor kulit:
23

Kulit bayi elastis


- Edema:
Tidak terdapat udem
- Lesi, pruritus:
Tidak terdapat lesi pada kulit
- Tanda lahir:
Tidak terdapat tanda lahir
- Kuku dan rambut :
CRT < 2 detik, distribusi rambut tipis.

Kepala:
- Molding: -
- Kaput suksedaneum:
Tidak terdapat kaput suksedaneum
- Sefalhematoma:
Tidak terdapat sefalhematoma
- Rambut:
Distribusi rambut tipis, rambut lurus dan halus.

Mata:
- Refleks kornea:
Refleks terhadap sentuhan (+)
- Refleks pupil: -
- Refleks berkedip:
Refleks berkedip (+)

Telinga:
- Simetrisitas : telinga simestris kiri-kanan
- Posisi: posisi puncak pinna telinga sejajar dengan kantus mata kiri-kanan
- Refleks moro: (+)
- Kartilago: kartilago telinga utuh.
24

Hidung:
- Kesimetrisan lipatan nasolabia: lipatan nasolabia simetris
- Ukuran dan bentuk hidung: bentuk hidung normal, hidung simetris
- Nares eksternal dan kepatenan nares: nares eksternal utuh dan simetris,
kepatenan nares +/+
- Rabas nasal: tidak terdapat rabas pada nasal

Mulut dan tenggorokan


- Bentuk : mulut tampak simetris
- Uvula:-
- Frenulum lidah : (+)
- Frenulum bibir : (+)
- Refleks menghisap: (+)
- Refleks rooting: -
- Refleks gag: -
- Refleks ekstrusi: -
- Saliva : (+), tidak terdapat hipersaliva

Leher:
- Refleks tonik: -
- Refleks neck-righting:-
- Refleks otolith-righting: -

Toraks dan paru-paru:


- Kesimetrisan dada: dada simetris kiri-kanan
- Lingkar dada: 27 cm
- Abnormalitas: tidak terdapat abnormalitas
- Retraksi dinding dada : tidak terdapat retraksi dinding dada
- Jenis pernafasan dan kedalaman: pernafasan abdominal dan paru
- Taktil fremitus: -
- Hasil perkusi dinding dada: suara perkusi sonor
25

- Hasil auskultasi: sauara vesikuler di semua lapang paru

Sistem kardiovaskuler
- Inspeksi: tidak tampak adanya pembesaran jantung
- Palpasi (TIM): teraba pada ICS ke 4 dan 5 mid sternum sebelah kiri
- Auskultasi: bunyi s2 lebih tinggi dan tajam dari pada s1

Abdomen:
- Lingkar perut : 30 cm
- Kontur abdomen: abdomen supel
- Warna dan keadaan kulit abdomen: warna abdomen merah dan kulit abdomen
halus
- Tali pusar: tali pusar sudah lepas
- Bising usus:
- Hepar (batas, kosistensi, permukaan dan ukuran) : -
- Limpa (batas, kosistensi, permukaan dan ukuran):

Sistem reproduksi:
- Jenis kelamin: laki-laki
- Lubang uretra: berada di tengah glands penis
- Testis: terdapat 2 buah testis
- Skrotum: utuh
- Smegma: -

Punggung dan rektum:


- Spina: spina utuh, tidak ada lubang dan tidak terdapat massa.
- Refleks melengkung batang tubuh: -
- Lubang anus: (+)
26

Ekstremitas:
- Jari tangan dan kaki: jari tangan 10 dan jari kaki 10
- Refleks babinski: -
- Telapak kaki : telapak kaki berwarna kemerahan
- Posisi ekstremitas bawah: fleksi ekstremitas bawah kiri-kanan

3.2 Analisa data


Data ( DO & DS ) Bagan etiologi Masalah keperawatan
Ds:- Bakteri dan virus Infeksi b/d proses
Do: ↓ penyakit
- BBLR: 1420 gram Masuk ke neonatus
- Usia gestasi: 32 ↓
minggu Masa prenatal/ masa
- Hb: 9,1 g/dl intranatal/ masa post
- Leukosit: 14.14 natal
jt/mm ↓
- Trombosit: 2.05 Sepsis
jt/mm ↓
- CRP: 96 mg/dl Infeksi
(reaktif)
- IT ratio: 0,3
- Nadi : 132
x/menit
- RR : 42
x/menit
- Suhu : 36,7°c
Pasien diberikan terapi:
- Ciprofloxacim 20
mg/12 jam
- Mikasin 15 mg/18
jam
27

- Metrodinazole 15
mg/12 jam
- Sesak (-)
- Sianosis (-)
- CRT < 2 detik
Hasil kultur darah:

Ds:- BBLR Resiko


Do: ↓ ketidakseimbangan
- BBLR: 1420 gram prematuritas nutrisi: kurang dari
- BBS: 2120 gram ↓ kebutuhan tubuh
- Bayi minum susu Fungsi organ-organ
formula 60 cc/ 3 jam belum baik
- Jumlah kalori bayi ↓
perhari 176,6 Refleks menelan belum
- Bayi tidak sempurna
mendapatkan asi ↓
eksklusif hampir 4 nutrisi: kurang dari
minggu. kebutuhan tubuh b/d
- Refleks menghisap faktor biologis
(+)
- Menelan belum
adekuat

3.3 Diagnosa keperawatan


a. Infeksi b/d proses penyakit
b. Resiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
28

3.4 Intervensi keperawatan


Diagnosa NOC NIC
Infeksi b/d proses a. Keparahan infeksi: a. Perlindungan infeksi
penyakit baru lahir Aktivitas:
- Peningkatan - Observasi TTV
jumlah sel darah - Monitor adanya tanda dan
putih 3→5 gejala infeksi sistemik
- Kestabilan suhu dan lokal
4→5 - Berikan agen imunisasi
b. Status nutrisi yang tepat
- Hemoglobin 3→5 - Berikan terapi antibiotik
- Glukosa darah sesuai
4→5 - Berikan imunisasi yang
- Intake nutrisi sesuai
3→5 - Jaga penggunaan
- Perbandingan BB antibiotik
3→5 - Tingkatkan asupan cairan
dengan tepat
b. Kontrol infeksi
Aktivitas:
- Anjurkan pengunjung
untuk mencuci tangan
pada saat memasuki dan
meninggalkan ruangan
pasien
- Cuci tangan sebelum dan
sesudah kegiatan
perawatan pasien.
- Batasi jumlah pengunjung
- Tempatkan isolasi sesuai
tindakan pencegahan yang
29

sesuai.
- Pertahankan teknik isolasi
yang sesuai
-
Resiko a. Status nutrisi bayi:a. a. Manajemen Nutrisi
ketidakseimbangan - Intake nutrisi 3→5
b. Aktivitas:
nutrisi: kurang dari - Intake cairan lewat - Tentukan status gizi
kebutuhan tubuh mulut 3→5 pasien dan kemampuan
- Perbandingan memenuhi kebutuhan gizi
BB/TB 3→5 - Identifikasi adanya alergi
- Hemoglobin 3→5 - Tentukan apa yang
- Pertumbuhan 3→5 menjadi makana bagi
pasien
b. Berat badan: massa b.Terapi nutrisi
tubuh Aktivitas:
- Berat badan 3→5 - Lengkapi pengkajian
nutrisi, sesuai kebutuhan
- Monitor intake
makanan/cairan dan
hitung masukan kalori
perhari, sesuai kebutuhan
- Monitor intruksi diet yang
sesuai untuk memenuhi
kebuthan nutrisi
- Tentukan jumlah kalori
dan tipe nutrisi yang
diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan
nutrisi dengan
berkolaborasi bersama
ahli gizi, sesuai
30

kebutuhan.
- Berikan nutrisi enteral
sesuai dengan kebutuhan.
c. Bantuan peningkatan BB

3.5 Implementasi dan evaluasi


Tgl/Jam No Implementasi Evaluasi
Diagnosa
06-11- Dx I a. Melakukan S:-
2018 pengecekan TTV O:
b. Melakukan - Nadi : 132
15:00 wib pemeriksaan fisik: x/menit
LK, LD, dan LP - RR : 42
c. Mengatur posisi x/menit
bayi - Suhu : 36,7°c
- Sesak (-)
Dx II a. Memberi minum - Sianosis (-)
susu bayi lewat - LK: 29 cm
OGT - LD: 27 cm
b. Melakukan - LP: 30 cm
pembilasan setelah - BAK :70 gram
minum susu - Minum susu : 60 cc/3
c. Melakukan jam
penimbangan popok A: Masalah belum teratasi
bayi. P: Intervensi dilanjutkan:
- Observasi TTV
- Berikan susu /3jam
- Timbang BB
- Menghitung intake
dan output
31

- Berikan antibiotik
07-11- Dx I a. Melakukan S:-
2018 pengecekan TTV O:
b. Melakukan - BB: 2125 gram
21:00 wib perawatan bayi: - BAB: 80 gram
mandi, - Pemberian susu 60
membersihkan oral, cc/3 jam
perawatan tali pusat, - Suhu: 36,7°c
ganti popok, dan - RR: 48 x/menit
ganti laken. - N: 130 x/menit
- Sianosis (-)
Dx II a. Melakukan - Sesak (-)
penimbangan BB - Jumlah kalori bayi
bayi 176,6
b. Memberikan minum A: Masalah belum teratasi
susu bayi lewat P: Intervensi dilanjutkan:
OGT - Observasi TTV
c. Menghitung jumlah - Berikan susu /3jam
kalori bayi perhari - Timbang BB
d. Melakukan - Menghitung intake
pembilasan setelah dan output
minum susu - Berikan antibiotik
e. Mengatur posisi - Cek GDS
bayi
f. Melakukan
penimbangan popok
bayi
32

BAB 4
PEMBAHASAN

4.1 Segi Etiologi


Pada teori ada beberapa etiologi ataupun faktor yang dapat mempengaruhi
terjadinya sepsis nepnatorum yaitu: faktor maternal, faktor neonatal dan faktor
lingkungan. Pada kasus yang dijumpai adalah dari faktor neonatal yaitu bayi
BBLR: 1420 gram dan prematur. Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih
rendah dari pada bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta
terutama terjadi pada paruh terakhir trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi
imunoglobulin serum terus menurun, menyebabkan hipigamaglobulinemia berat.
Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan kulit.

4.2 Segi pemeriksaan penunjang


Dalam teori jika sindroma klinis mengarah ke sepsis, perlu dilakukan evaluasi
sepsis secara menyeluruh. Hal ini termasuk biakan darah, fungsi lumbal, analisis
dan kultur urin.
- Leukositosis (>34.000×109/L)
- Leukopenia (< 4.000x 109/L)
- Netrofil muda 10%
- Perbandingan netrofil immature(stab) dibanding total (stb+segmen) atau I/T
ratio >0,2
- Trombositopenia (< 100.000 x 109/L)
- CRP >10mg /dl atau 2 SD dari normal
Hal ini sejalan dan sesuai dengan data yang dijumpai pada kasus sepsis
neonatal yang mana didapatkan:
- Hb: 9,1 g/dl
- Leukosit: 14.14 jt/mm
- Trombosit: 2.05 jt/mm
- CRP: 96 mg/dl (reaktif)
33

- IT ratio: 0,3

4.3 Segi diagnosa keperawatan


Pada asuhan keperawatan secara teori didapatkan beberapa diagnosa
keperawatan yang akan muncul yaitu:
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan O2 , edema paru.
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload dan
preload.
3. Hipertermi / hipotermi berhubungan dengan proses infeksi
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan cardiac output
yang tidak mencukupi.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Namun sedikit ada perbedaan pada kasus, diagnosa keperawatan yang muncul
pada kasus sepsis neonatorum adalah:
1. Infeksi b/d proses penyakit
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d faktor biologis
34

BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Sepsis neonatorum atau septikemia neonatal didefinisi sebagai infeksi bakteri
pada aliran darah bayi selama empat minggu pertama kehidupan. (Bobak, 2004).
Sepsis adalah infeksi bakteri generalisata yang biasanya terjadi pada bulan
pertama kehidupan (Mary E. Muscari, 2005).
Penyebab neonatus sepsis/sepsis neonatorum adalah berbagai macam kuman
seperti bakteri, virus, parasit, atau jamur. Faktor- faktor yang mempengaruhi
kemungkinan infeksi secara umum berasal dari tiga kelompok, yaitu: faktor
maternal, faktor neonatal dan faktor lingkungan.
Terdapat beberapa pemeriksaan yang mana bila sindroma klinis mengarah ke
sepsis, perlu dilakukan evaluasi sepsis secara menyeluruh. Hal ini termasuk
biakan darah, fungsi lumbal, analisis dan kultur urin.
- Leukositosis (>34.000×109/L)
- Leukopenia (< 4.000x 109/L)
- Netrofil muda 10%
- Perbandingan netrofil immature(stab) dibanding total (stb+segmen)atau I/T
ratio >0,2
- Trombositopenia (< 100.000 x 109/L)
- CRP >10mg /dl atau 2 SD dari normal
35

DAFTAR PUSTAKA

Arif, mansjoer (2000). Kapita selekta kedokteran. Jakarta: EGC.


Behrman (2000). Nelson ilmu kesehatan anak. Jakarta: EGC.
Bobak (2005). Buku ajar keperawatn maternitas. Jakarta: EGC.
Doenges (2000). Rencana asuhan keperawatan; pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC.
Effendi SH, Indrasanto E. (2008). Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: Badan Penerbit
IDAI.
Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2014. Jakarta : Kemenkes RI;
2015.
Putra, SR. (2012). Asuhan Neonatus Bayi dan Balita untuk Keperawatan dan
Kebidanan. Jogjakarta: D-Medika.

Anda mungkin juga menyukai