Refrat Paru TB
Refrat Paru TB
BAB I
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama Lengkap : Tn. W
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 41 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SLTP
Alamat : Gedang kulut, RT 03, RW 01, Kec. Cerme, Gresik
Tgl Periksa : 22 Januari 2019
Jam periksa : 06.30
B. Anamnesa
Keluhan Utama : Sesak
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengatakan sesak sejak ± 1 minggu yang lalu, sesak
bertambah jika beraktivitas dan berkurang saat tidur telentang. Pasien juga
mengeluh batuk ± 2 minggu yang lalu, dahak (+), warna putih-
kekuningan, konsistensi kental, darah (-) disertai nyeri dada kanan (+)
kadang-kadang saat batuk, rasa kurang enak badan (+), nafsu makan
menurun (+), berat badan turun (+), berkeringat pada malam hari
meskipun tanpa kegiatan (+), demam (-), keluhan penyerta berulang dan
sudah lebih dari sebulan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
TB paru (-)
Asma (-)
DM (-)
Riwayat Pengobatan :
Pasien belum berobat
2
Riwayat sosial:
Pasien perokok (+)
Kontak TB (-)
C. Pemeriksaan Fisik
GCS : 456
Keadaan umum : Kesan lemah
BB : 50kg
1. Vital Sign
Tekanan Darah : 115/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Pernafasan : 24 x/menit
Suhu : 36,5 ˚C
2. Status Generalis
a. Kepala : Konjungtiva Anemis (-/-)
Sklera Ikterus (-/-)
Dispneu (+)
Sianosis (-)
b. Leher : Pembesaran KGB (-)
Pembesaran tiroid (-)
Retraksi alat bantu nafas (+)
Trakea deviasi (-)
c. Thorax
1) Cor
Inpeksi : Ictus cordis tak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V midclavikula S
Perkusi : -Batas jantung kanan atas ICS II PSL dekstra,
bawah ICS IV PSL dekstra.
-Batas jantung kiri atas ICS II PSL sinistra, bawah
ICS V MCL sinistra.
3
2) Pulmo
Inspeksi : Pergerakan dada simetris, retraksi (+/+)
Palpasi : Fremitus raba + +
+ +
+ +
Perkusi : Hiper Sonor + + Redup - -
+ + - -
+ + - -
Auskultasi : Bronkial + +
+ +
+ +
Ronkhi + +
+ +
- -
Wheezing - -
- -
- -
d. Abdomen
Inspeksi : Soepel
Auskultasi : BU (+) meningkat
Palpasi : Nyeri tekan (-), Hepar (-), Lien (-)
Perkusi : Timpani (+)
e. Pemeriksaan Ekstremitas
Superior : Akral hangat +/+
Oedem -/-
4
CRT <2detik
Inferior : Akral hangat +/+
Oedem -/-
CRT <2detik
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Hasil laboratorium tanggal 21 Januari 2019
g%
11000/mm3
450000/mm3
Hematokrit 51 37-47%
LFT
RFT
Creatinin
Elektrolit
145mmo/L
5
Dinding thorak
o Jarak intercostal : bilateral melebar
o Tulang vertebra : scoliosis
o Soft tissue dinding thoraks : kesan normal
Trachea : tidak deviasi
6
Kesimpulan:
Kesan COPD+TB paru
4. Penatalaksanaan
Problem List Initial Planning
TPL PPL Assesment
Tn. W (41th), BB 50kg Planing diagnosis:
Anamnesa: •Sesak sejak ± 1 COPD -
Sesak sejak ± 1 minggu minggu yang lalu. eksaserbasi akut Planing terapi:
yang lalu. osesak -Combivent nebul
o sesak bertambah dengan bertambah 3x1
aktivitas dan berkurang dengan aktivitas -Drip. Aminofilin
saat tidur telentang. dan berkurang 3 ampul/24 jam
Batuk ± 2 minggu yang lalu. saat tidur -Levofloxacin 1 x
o dahak (+), warna putih- telentang. 500mg
kekuningan, konsistensi Foto thorak : -OBC 3x1
kental. •Jarak intercostal
Nyeri dada kanan (+) : bilateral melebar Monitoring:
kadang-kadang saat batuk, •Sinus Keluhan dan TTV
rasa kurang enak badan (+), costoprenicus :
nafsu makan menurun (+), bilateral tajam
berat badan turun (+), •Diafragma :
bilateral letak
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Penyakit tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman Mycobacterium tuberculosis
menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya. Penyakit ini
merupakan infeksi bakteri kronik yang ditandai oleh pembentukan granuloma
pada jaringan yang terinfeksi dan reaksi hipersensitivitas yang diperantarai sel
(cell mediated hypersensitivity). Penyakit tuberkulosis yang aktif bisa menjadi
kronis dan berakhir dengan kematian apabila tidak dilakukan pengobatan yang
efektif.9
Klasifikasi penyakit tuberkulosis berdasarkan organ tubuh yang diserang
kuman Mycobacterium tuberculosis terdiri dari tuberkulosis paru dan tuberkulosis
ekstra paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru,
tidak termasuk pleura (selaput paru). Sedangkan tuberkulosis ekstra paru adalah
tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru misalnya, pleura,
selaput otak, selaput jantung (perikardium), kelenjar limfe, tulang, persendian,
kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.10
2.2. Klasifikasi
2.2.1. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak
termasuk pleura (selaput paru). Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB paru
dibagi dalam :
1) Tuberkulosis Paru BTA Positif
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif
Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
10
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan besarnya
respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya respon daya tahan
tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman tuberkulosis. Meskipun
demikian, ada beberapa kuman menetap sebagai kuman persisten atau dormant
(tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan
perkembangan kuman. Akibatnya dalam beberapa bulan yang bersangkutan akan
menjadi pasien tuberkulosis. Masa inkubasi mulai dari seseorang terinfeksi
sampai menjadi sakit, membutuhkan waktu sekitar 6 bulan.10
2.6.2. Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary Tuberculosis)
Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau
tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat
terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca
primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi
pleura.10
Gambar 2.4. Tuberkulosis Yang Sudah Lanjut Pada Foto Rontgen Dada4
Tersangka
Penderita TB
(suspek TB)
Periksa Dahak Sewaktu, Pagi,
Sewaktu (SPS)
Hasil BTA Hasil BTA Hasil BTA
+++ +-- ---
++-
Periksa Rontgen
Beri Antibiotik
Dada Spektrum Luas
Hasil Hasil
Mendukun Rontge
g TB n
Negatif
TB BTA Bukan
Negatif TBC,
Rontgen Penyakit
Positif Lain
persenyawaan antara antibodi seluler dan antigen tuberkulin. Cara penyuntikan tes
tuberkulin dapat dilihat pada gambar di bawah ini: 4
2.10.2. Kemoterapi TB
Program nasional pemberantasan TB di Indonesia sudah dilaksanakan sejak
tahun 1950-an. Ada 6 macam obat esensial yang telah dipakai yaitu Isoniazid (H),
Para Amino Salisilik Asid (PAS), Streptomisin (S), Etambutol (E), Rifampisin (R)
dan Pirazinamid (Z).
Sejak tahun 1994 program pengobatan TB di Indonesia telah mengacu pada
program Directly observed Treatment Short-course (DOTS) yang didasarkan pada
rekomendasi WHO, strategi ini memasukkan pendidikan kesehatan, penyediaan
OAT gratis dan pencarian secara aktif kasus TB. Pengobatan ini memiliki 2
prinsip dasar :
Pertama, terapi yang berhasil memerlukan minimal 2 macam obat yang
basilnya peka terhadap obat tersebut dan salah satu daripadanya harus
bakterisidik. Obat anti tuberkulosis mempunyai kemampuan yang
berbeda dalam mencegah terjadinya resistensi terhadap obat lainnya.
Obat H dan R merupakan obat yang paling efektif, E dan S dengan
kemampuan mencegah, sedangkan Z mempunyai efektifitas terkecil
Kedua, penyembuhan penyakit membutuhkan pengobatan yang baik
setelah perbaikan gejala klinisnya, perpanjangan lama pengobatan
diperlukan untuk mengeleminasi basil yang persisten.5
sedikit tetapi dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap ini bertujuan untuk
membunuh kuman persisten (dormant) sehingga dapat mencegah terjadinya
kekambuhan.5.10
2.10.3. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Obat-obat TB dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis regimen, yaitu obat
lapis pertama dan obat lapis kedua. Kedua lapisan obat ini diarahkan ke
penghentian pertumbuhan basil, pengurangan basil dormant dan pencegahan
resistensi.
Obat-obatan lapis pertama terdiri dari Isoniazid, Rifampisin,
Pirazinamid, Etambutol dan Streptomisin
Obat-obatan lapis dua mencakup Rifabutin, Ethionamid, Cycloserine,
Para-Amino Salicylic acid, Clofazimine, Aminoglycosides di luar
Streptomycin dan Quinolones. Obat lapis kedua ini dicadangkan untuk
pengobatan kasus-kasus multi drug resistance. Obat tuberkulosis yang
aman diberikan pada perempuan hamil adalah Isoniazid, Rifampisin,
dan Etambutol.5
Jenis OAT lapis pertama dan sifatnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Sesuai tabel di atas, maka paduan OAT yang digunakan untuk program
penanggulangan tuberkulosis di Indonesia adalah :5
Kategori I : 2RHZE / 4RH atau 2RHZE(S) / 6HE
Pengobatan fase inisial regimennya terdiri dari 2RHZE(S) setiap hari selama
2 bulan obat R, H, Z, E atau S. Sputum BTA awal yang positif setelah 2 bulan
diharapkan menjadi negatif, dan kemudian dilanjutkan ke fase lanjutan 4RH
atau 4R3H3 atau 6HE. Apabila sputum BTA masih positif setelah 2 bulan, fase
intensif diperpanjang dengan 4 minggu lagi tanpa melihat apakah sputum
sudah negatif atau tidak.
Kategori II : 2RHZES / 1RHZE/ 5RHE atau 2RHZES / 1RHZE / 5R3H3E3
Pengobatan fase inisial terdiri dari 2RHZES / 1RHZE yaitu R dengan H, Z, E,
setiap hari selama 3 bulan, ditambah dengan S selama 2 bulan pertama.
Apabila sputum BTA menjadi negatif fase lanjutan bisa segera dimulai.
Apabila sputum BTA masih positif pada minggu ke-12, fase inisial dengan 4
obat dilanjutkan 1 bulan lagi. Bila akhir bulan ke-2 sputum BTA masih
positif, semua obat dihentikan selama 2-3 hari dan dilakukan kultur sputum
untuk uji kepekaan, obat dilanjutkan memakai fase lanjutan, yaitu 5R3H3E3
atau 5RHE.
Kategori III : 2RHZE / 4RH / 4H atau 2RHZE / 4R3H3 / 4H atau 2RHZE /
6HE
Fase intensif 2RHZE dan dilanjutkan dengan fase lanjutan 4RH atau 4R3H3.
Bila lesi di paru lebih luas dari 10 cm2 atau penderita TB di luar paru dimana
remisi belum sempurna maka dilanjutkan dengan H saja selama 4 bulan.
Panduan alternatif untuk fase lanjutan adalah 6HE yang tentunya merupakan
panduan yang amat lemah.
Kategori IV : Rujuk ke ahli paru untuk mendapatkan obat sekunder,
tindakan bedah atau menggunakan INH seumur hidup
Pada pasien kategori ini mungkin mengalami resistensi ganda, sputumnya
harus dikultur dan dilakukan uji kepekaan obat. Seumur hidup diberikan H
saja sesuai rekomendasi WHO atau menggunakan pengobatan TB resistensi
ganda (MDR-TB). Untuk negara yang kurang mampu dapat diberikan INH
30
saja seumur hidup. Untuk negara yang mampu dapat dicoba obat berdasarkan
hasil tes resistensi.
Selain 4 kategori di atas, disediakan juga paduan obat sisipan (RHZE). Obat
sisipan akan diberikan bila pasien tuberkulosis kategori I dan kategori II pada
tahap akhir intensif pengobatan (setelah melakukan pengobatan selama 2
minggu), hasil pemeriksaan dahak/sputum masih BTA positif.10
2.10.5. Dosis Obat
Tabel di bawah ini menunjukkan dosis obat yang dipakai di Indonesia
secara harian maupun berkala dan disesuaikan dengan berat badan pasien :5
JENIS DOSIS
OAT-KDT ini adalah kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam 1 tablet. Dosisnya
(jumlah tablet yang diminum) disesuaikan dengan berat badan pasien, paduan ini
dikemas dalam 1 paket untuk 1 pasien dalam 1 masa pengobatan. Dosis paduan
OAT-KDT untuk kategori I, II dan sisipan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:10
2.13. Prognosis
Secara umum angka kesembuhan dapat mencapai 96-99% dengan
pengobatan yang baik. Namun angka rekurensi tuberculosis dapat mencapai 0-
14% yang biasanya muncul 1 tahun setelah pengobatan TB selesai terutama di
37
negara dengan insidensi TB yang rendah. Reinfeksi lebih sering terjadi pada
pasien di negara dengan insidensi yang tinggi. Prognosis biasanya baik tergantung
pada selesainya pengobatan. Prognosis dipengaruhi oleh penyebaran infeksi
apakah telah menyebar ekstra paru, immunokompeten. Usia tua serta riwayat
pengobatan sebelumnya. Indeks massa tubuh yang melambangkan status gizi juga
menjadi faktor yang mempengaruhi prognosis.
38
BAB III
KESIMPULAN
yaitu : Isoniazid (INH), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Streptomisin (S) dan
Etambutol (E)
10) Hasil pengobatan TB paru dbedakan menjadi: sembuh, pengobatan lengkap,
gagal, putus berobat, dan meninggal.
11) Evaluasi pengobatan dapat mengguanakn metode klinis, bakteriologis, dan
radiologis.
40
DAFTAR PUSTAKA