Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembedahan diartikan sebagai diagnosis dan pengobatan medis atas
cedera, cacat, dan penyakit melalui operasi manual dan instrumental. Istilah
surgery berasal dari istilah yunani kheirurgos yang artinya mengerjakan
dengan tangan. Hippocrates the father of surgery dilaporkan pernah memakai
air anggur dan air masak untuk mengirigasi luka 450 sm. Beda menjadi suatu
info medias yang spesifk sekitar 130-200 m. Hal ini trejadi ketika Galen ,
seorang dokter yunani merebus instrumen yang dipakainya.
Di Massachusetts General Hospital pada tahu 1846,seorsng dokter
bernama Morton menggunakan eter sebagai anastetik. Pengguaan anastetik
ini memungkinkan dokter melakukan pembedahan dengan leih hati-hati dan
tanpa nyeri. Walaupun sudah adda beberapa kemajuan insiden infeksi luka
dan angka kematian akibat pembedahan masih tinggi.
Pada abad ke 19,pembedahan baru benar-beanr menjad satu spesialitas.
Pada tahun 1847,Ignas Semmelweiss menunjukan pentingnya mencuci tangan
sebelum dan sesudah mellukakn prosedur yang memegag pasien. Upaya
Semmelweis berhasil menurukan insiden demam puerperium pasca partum..
pada tahun 1867, Joseph Lister mempublikasikan karyanya tentang
asntiseptik. Ia menganjurkan pemakaian antiseptik – seperti asam karbolat
semprot- ketika pembedahan untuk memusnahkan mkroorganisme.pada tahun
1904, William Charles Mayo dan saudarinya mempublikasikan karya mereka
tentang pembedahan abdomen. Waktu itu,pembedahan masih terbatas hanya
pada pembedahan abdomen. Denga berkembangnya instrumen bedah, teknik
dan prosedur juga ikkut berkembang. Seirng dengan perakembangan
instrumen dan tekhnik bedah, pembedaha toraks, neurologis, dan
kardiovaskuler juga berkembang.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaiman monitoring fisiologi tubuh pasien post operasi
(pernafasan,sirkkulasi dan perdarahan)
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui aspek fisiologi apa saja yang dipantau pada pasien post
operasi
2. Tujuan Khusus
Memonitor pernapasan,sirkulasi,dan perdarahan pada pasie post operasi

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Monitoring
Menurut Conor (1974) menjelaskan bahwa keberhasilan dalam mencapai
tujuan, separuhnya ditentukan oleh rencana yang telah ditetapkan dan
setengahnya lagi fungsi oleh pengawasan atau monitoring. Monitoring
dimaksudkan untuk mengetahui kecocokan dan ketepatan kegiatan yang
dilaksanakan dengan perencanaan yang telah disusun.
Monitoring digunakan pula untuk memperbaiki kegiatan yang
menyimpang dari rencana, mengoreksi penyalahgunaan aturan dan sumber-
sumber, serta untuk mengupayakan agar tujuan dicapai seefektif dan seefisien
mungkin.

B. Pengertian Post Operasi


Post operasi adalah masa yang dimulai ketika masuknya pasien keruang
pemulihan dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau
dirumah. Setelah pembedahan, keadaan pasien dapat menjadi kompleks
akibat perubahan fisiologis yang mungkin terjadi. Untuk memonitor kondisi
pasien pasca atau post operasi, informasi pada saat operasi adalah sangat
berguna terutama prosedur pembedahan dan hal-hal yang terjadi selama
pembedahan berlangsung. Informasi ini membantu mendeteksi adanya
perubahan semasa memonitor pasien post operasi.
Tindakan pasca operasi dilakukan dalam 2 tahap, yaitu periode pemulihan
segera dan pemulihan berkelanjutan setelah fase pasca operasi. Untuk pasien
yang menjalani bedah sehari, pemulihan normalnya terjadidalam 1 sampai 2
jam dan penyembuhan dilakukan di rumah. Untuk pasien yang dirawat di
rumah sakit pemulihan terjadi selama beberapa jam dan penyembuhan
berlangsung selama 1 hari atau lebih tergantung pada luasnya pembedahan
dan respon pasien.

3
C. Monitoring post operasi
Pembedahan pada dasarnya merupakan trauma yang akan menimbulkan
perubahan faal, sebagai respon terhadap trauma. Gangguan faal tersebut
meliputi tanda- tanda vital serta organ-organ vital seperti system respirasi,
system kardiovaskular, pancaindera (SSP), sistem urogenital, system
pencernaan dan lukaoperasi.
Berikut ini hal-hal yang harus dipantau secara singkat, jelas, lengkap,
dan dituliskan setiap harinya dalam periode yang berlangsung tepat sesudah
pembedahan:
1) Tanda-tanda vital
2) Respirasi kepatenan jalan nafas, kedalaman, frekuensi, sifat dan bunyi
nafas
3) Kardiovaskuler: Tensi, nadi
4) Neurologi: GCS
5) Fungsi traktusurinarius: produksi urin
6) Fungsi gastrointestinal: flatus dan defekasi per rektum, distensi perut
7) Luka operasi: Tingkat nyeri, kondisi luka operasi
8) Drainase: Produksi
9) Psikologi: Kebutuhan istirahat dan tidur pasien
10) Diit dan cairan
11) Tes diagnostik

Berikut-berikut adalah pengkajian-pengkajian yang harus dimonitoring


secara actual meliputi:
a) Sistem Kardiovaskuler
Pasien mengalami komplikasi kardiovaskular akibat kehilangan darah
secara aktual dan potensial dari tempat pembedahan, balans cairan,
efek samping anastesi, ketidakseimbangan elektrolit dan depresi
mekanisme resulasi sirkulasi normal. Adapunhal-hal yang harus di
monitoring adalah:

4
 Tekanandarah dan denyutnadi
Harus dicatat setiap 15 menit pada beberapa kasus lebih
sering sehingga penderita stabil. Sesudah itu, tanda-tanda harus
dicatat setiap jam selama beberapa jam.
Masalah yang sering terjadi adalah pendarahan. Kehilangan
darah terjadi secara eksternal melalui drain atau insisi atau secara
internal luka bedah. Pendarahan dapat menyebabkan turunnya
tekanan darah: meningkatnya kecepatan denyut jantung dan
pernafasan (denyut nadi lemah, kulit dingin, lembab, pucat, serta
gelisah). Apabila pendarahan terjadi secara eksternal,
memperhatikan adanya peningkatan drainase yang mengandungi
darah pada balutan atau melalui drain.

b) SistemPernafasan
Pemeliharaan kepatenan jalan nafas. Sekresi yang banyak dalam
saluran nafas dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas parsial atau
total. Apabila sekresi mengumpul pada saluran nafas bawah karena
imobilitas atau pernapasan dangkal, inoeksi pulmonal bisa timbul.
Untuk mencegah penyumbatan dan infeksi saluran nafas bawah,
sekresi harus dikeluarkan melalui latihan seperti batuk yang efektif,
bernapas dalam, dan mobilisasi. Apabila inteervensi ini tidak berhasil,
sekresi harus dikeluarkan melalui pengisapan.Biasanya pasien diantar
ke PACU dengan jalan napas oral atau selang endotrakea. Jalan napas
oral atau slang endotrakea tidak dilepas sampai pasien bisa bernapas
sendiri secara spontan dan dapat mempertahankan jalan napasnya
sendiri.
Pemeliharaan pertukaran gas. Pertukaran gas dapat
dipertahankan dengan pemberian oksigen napas dalam batuk yang
efektif, menguap, posisi tubuh yag membantu, pemberian obat yang
berefek membalk efek anetesi. Oksigen diperlukan pasca operasi
karena anastesia bisa mengurangi ekspansi paru sehingga ada

5
kemugkinan timbul atelektasis di beberapa bagian paru. Pasien bisa
juga mengalami hipoksemia karena paru tidak mengembang
maksimal. Oleh karena itu, pasien juga perlu diberi oksigenpada tahap
pasca-anastesia, melaksanakan latihan napas dalam, batuk efektif,
mobilisasi di tempat tidur. Terapi oksigen dihentikan jika pasien sudah
bisa bernapas dalam dan batuk yang efektif pasien dengan
pembedahan toraks atau pembedahan abdomen atas bisa diberikan
terapi oksigen sampai 24 jan setelah pembedahan
Pemosisian pasien untuk ventilasi. Sebelum pasien pulih sadar,
atau belum bisa batuk, posisi yang paling aman adalah berbaring
miring dengan kepala dalam keadaan hiperekstensi dan lengan yang
diatas disokong dengan bantal. Aspurasi bisa terjad apabila seluruh
badan termasuk kepala tidak dimiringkan. Pemosisian dengan
memiringkan kepala saja tanpa seluruh badan adalah tindakan yang
salah. Agar kedua paru bisa berekspansi maksimal, posisi pasien perlu
diubah tiap 2 jam.
Pemberian medikasi. Obat penyekat neuromuskular biasanya
diberikan kepada pasien sebelum pembedahan untuk relaksasi otot dan
memperlancar pemasangan slng endotrakea. Obat untuk relaksai otot
seperti obat barbiturat, narkotik, dan anastetik inhalasi yang dapat
menimbulkan depresi pusat pernapasan.
Peningkatan batuk. Batuk yang efektif bsa mengeluarkan sekresi.
Batuk tidak dianjurkan untuk pembedahan otak, spinal, dan mata
karena bisa menambah tekanan intrakranial dan tekanan intraokuler.

c) Pemeiliharaan Sirkulasi
Sirkulasi darah yang adekuat sangat perlu untuk pasien pasca
operasi agar semua jaringan, terutama yang mengalami trauma
memperoleh oksigen yang cukup untuk penyembuhan. Kulit dan
selaput lendir yang pucat bisa menunjukkan oksigenasi yang tidak

6
adekuat. Pemeriksaan pengisian kapiler juga perlu dilaksanakan untuk
mengkaji pengisian darah kapiler dengan tepat.
Perubahan yang berarti dari nilai dasar pengukuran nadi, tekanan
darah, atau adanya perdarahan harus segera dilakukan. Nadi yang
cepat dan lemah disertai dengan penurunan tekanan darah, gelisah,
kulit pucat, dingin, dan basah menunjukkan perdarah atau kegagalan
sirkulasi dan dokter harus segera diberitahu. Secepat mungkin oksigen
diberikan untuk meningkatkan saturasi oksigen dalam darah yang
beredar. Tanda syok harus segera ditangani
Pemeliharaan aliran balik vena. Pemakaian stoking anti embolik
atau kompreasi pneumatik eksternal itermiten sangat dianjurkan pada
tahap intraoperatif dan atahp apssca operatif sampa pasien bisa jalan.
Pemakaian alat-alat ini dapat mempearlancar pemngembaliian darah
vena dari ektremitas bawah ke jantung kanan.
Tromboflebitis pascaoprasi dapat dicegah dengan intervensi
keerawatan. Misalnya, dengan tidak member tekanan pada daerah
popliteal. Apabila perlu menyokong kakii dengan bantal, perhatikan
agar tekanan mearta pada selrauh kaki. Kaki tidka boleh
dimasasse,karena bahaya terlepasnya darah beku dari dinding vena
dan menjadi embolis. Keluarga perlu juga diberi tahu untuk tidak
memasase kaki.
d) Sistem Panca Indera
Setelah dilakukan pembedahan, pasien memiliki tingkat kesadaran
yang berbeda. Oleh karenaitu, seorang harus memonitor tingkat
respon pasien dengan berbagaicara. Misalnya dengan memonitor
fungsi pendengaran atau penglihatan. Apakah pasien dapat berespon
dengan baik ketika diberi stimulus atau tidak sama sekali. Ataupun
juga dapat memonitor tingkat kesadaran dengan menentukan Skala
Koma Glasgow / Glasgow Coma Scale (GCS). GCS ini memberikan 3
bidang fungsi neurologik: memberikan gambaran pada tingkat
responsive pasien dan dapat digunakan dalam mengevaluasi motorik

7
pasien, verbal, dan respon membuka mata. Masing-masing respon
diberikan angka dan penjumlahan dari gambar anini memberikan
indikasi beratnya keadaan koma dan sebuah prediksi kemungkinan
yang terjadi dari hasil yang ada. Elemen-elemen GCS ini dibagi
menjadi tingkatan-tingkatan yang berbeda seperti dibawah ini:

Skala KomaGlaskow / Glaskow Coma Scale (GCS)

 Membuka mata
Spontan :4
Dengan perintah :3
Dengan nyeri :2
Tidak berespon :1
 Respon motorik terbaik
Dengan perintah :6
Melokalisasi nyeri :5
Menarik area yang nyeri :4
Fleksi Abnormal :3
Ekstensi Abnormal :2
Tidak berespon :1
 Respon verbal
Beorientasi :5
Bicara membingungkan :4
Kata-kata tidak tepat :3
Suara tidak dapat dimengerti: 2
Tidak ada respon :1

Nilai terendah yang di dapatadalah 3 (respon paling sedikit). Nilai


tertinggi adalah 15 (paling berespon). Nilai 7 atau nilai dibawah 7
umumnya dikatakan sebagai koma dan membutuhkan intervensi bagi
pasien koma tersebut.

8
e) Pemeliharaan keseimbangan cairan dan elektrolit
Kebanyakan pasien pasca operasi menerima cairan intracena untuk
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit. Jumlah dan jenis
cairan yang diberikan ditentukan oleh tipe pembedahan,usia
pasien,berat badan,keadaanya praoperasi dan intraoperasi,serta respon
pasien terhadap stres akibat pembedahan. Larutan yang sering dipakai
dalaah dekstrosa 5% natrium klorida 0,9% dan Ringer laktat untyk
memberi elektrolit yang diperlukan. Dalam 24 jam pascaoperasi,
kalium ditambah dalam cairan intravena untuk mencegah
hipokalemia. Pemantauan yang ketat terhadap asupan dan keluaran
sangat penting untuk mencegah kelebihan beban cairan. Kecepatan
tetersan infus harus dikontrol paling sedkit tiap jam.Cairan per oral
bisa dimulai apabila sudah ada gerakan peristalsis (ada flatus) dan
refleks muntah serat batuk.
f) Pemeliharaan Termoregulasi
Suhu tubuh dipantau terus-menerus. Termometer per aksila,oral,
dan rektal hanya bisa mengukur suhu kulit dan hasilnya tidak
seakuratsuhu inti tubuh, yang diukur menggunakan termometer
timpanik (dalam telinga) atau temperatur esofagus.
g) Peningkatan kenyamanan
Penelitian menunjukan bahwa orang berkult putug mempunyai
toleransi yang paling tinggi terhadap nyeri, diikuti dengan orang kulit
hitam, kemudian orang Asia. Dilihat dari pihak pasien,distres akibat
nyeri pascaoperasi merupakn masalah pascaoperasi yang sangat
berarti. Oleh karena itu, penanggulangan yang adekuat dan cepar
terhadap nyeri adalah intervensi keperawatan yang kritis. Penanganan
nyeri yang efektif dimulai dengan hubungan saling percaya antara
perawat-pasien. Sangat membantu apabila pasien diberdayakan dalam
menangani nyerinya. Misalnya, sebelum pembedahan dilaksanakan
(sebelum nyeri timbul) pasien sudah disertakan dalam program
penanganan nyeri. Pasien diberi penjelasan menganai sifat nyeri dan

9
pengertian cara mengevaluasi serta mengkomunikasikan nyeri yang
dialaminya kepada perawatnya. Pasien juga diberi kesempatan untuk
mengungkapkan persepsinya tentang nyeri.
Pada tahap awal pasca-anastesia,karena pasien beum pulih penuh
dari anastesia, dosis pertama narkotik yang diberikan separuh dosis
yang biasa untuk mencegah depresi pada pusat pernapasan,sirkulasi,
an sistem saraf. Pada umumnya, pasien memerlukan narkotik dalam
12-24 jam pertama setelah pemebedahan besar (mayor). Jika nyeri
sangat diantisipasi, analgesik dapat diberikan dalam jarak yang teratur
sepanjang hari (around the clock) untuk mempertahankan kadar obat
yang efektif dalam darah. Around the clock berarti analgesik diberikan
pada waktu yang telah ditentukan sekalipun pasien tidak mengeluh
nyeri atau ia tidur.
Analgesik menjadi lebih efektif apabila diberikan sebelum nyeri itu
memuncak atau menjadi hebat. Satu cara untuk menentukan hebatnya
nyeri yang dirasakan pasien adlaah melalui skala peringkat nyeri
karena pasien sendiri menentukan tingkat nyerinya melalui skala 0-10.
Analgesik bisa diberikan memalui berbagai rute. Misalnya, melalui
intramuskular jka fungsi sirkulasi stabil. Rute intramuskular tidak
dianjurkan untuk apsien yang sedang mengalami hipotermia atau syok
karena obat ini akan ada dalam jaringa dan saat volume darah pulih,
obat akan segera diedarkan ke seluruh tubu sehingga pasien bisa
mengalami overdosis. Pada kondisi tersebut, sebaiknya obat diberikan
melalui intravena.
Cara intravena yang banyak dipakai sekarang adalah patient-
controlled analgesia (PCA) atau analgesia yang dikontrol pasien. Infus
dilengkapi dengan alat yang bisa mengendalikan jumlah analgesik
yang diberikan. Apsien sendiri bisa mengaktifkan alat ini apabila ia
merasa memerlukan analgesik. Tidak ada kemungkinan untuk
overdosis karena alat sudah diprogram. PCA dikatakan efektif dengan
asumsi bahwa pasien mengetahui cara mengevaluasi nyerinya. Nyeri

10
adalah suatu pengalaman yang sangat subyektif. PCA memperdayakan
pasien untuk mengani nyeri yang dialaminya. Mengkaji dan
mendokumentasikan respon pasien terhadap PCA adalah tanggung
jawab perawat.
Cara lain dalam memberikan analgesik adalah langsung ke dalam
celah epidural atau subaraknoid. Ahli anastesi biasanya yang
memasukan kateter epidural. Analgesik menghambat transmisi nyeri
pada tingkat medula spinalis. Penelitian menunjukan bahwa analgesia
epidural (PCA epidural) adalah pengobatan pilihan untuk
mengendalikan berbagai macam nyeri termasuk nyeri pascaoperasi.
Selain itu, dikeatahui bahwa narkotik epidurak bisa mengahasilkan
aalgesia selama 15-16 jam tanpa gangguan pernapasan,motorik, dan
sensorik yang berarti. Pada umumnya, 48-72 jam setelah
pembedahan,nyeri yang dialami pasien sudah banyak bekurang dan
obat analgesia per oral biasanya diberikan kalau perlu.
Narkotik yang lazim diberikan pada awal tahap pascaoperatif
adalah morfin dan meperidin. Alternatif untuk narkotik analgesik
adalah NSAID. NSAID mempunyai kelebihan atas narkotik karena
tidak menekan pusat batuk juga tidak mempengaruhi kecepatan serat
kedalaman pernapasan. Akan tetapi,NSAID bisa mnegakibatkan
iritasi,ulkus dan perdarahan pada gastrointertinal.

h) Peningkatan eliminasi urin


Haluaran urin harus dipantau dengan ketat sampai fungsi normal
ginjal pulih.jumlah haluaran urin minimal 30ml per jam diperlukan
untuk mempertahankan fungsi ginjal. Akan lebih baik lagi apabila
haluaran urin mencapau 50ml per jam. Biasnaya dalam 24 jam
pertama pascaoperasi, haluaran urin lebih sedikit dibandingkan denga
jumlah asupan cairan per infus. Hal ini disebabkan oleh perpindahan
cairan seabagai respon terhadap stres dan pembedahan. Kadang kala
vesika urinaria perlu dipalpasi untuk mendeteksi adanya retensi urin.

11
Berkemih pertama kali pascaoperasi dapat dibantu dengan intervensi
keperawatan seperti membantu pasien ke kemar kecil, menyiram
perineum denagn air, memberi waktu dan privasi, membuka kran agar
pasien mendengar air mengalir. Apabila tindakan-tindakan ini tidak
efektif \, kateter Foley dapat dipasang sesai dengan program dokter.

i) Pemeliharaan integritas kulit


Pemeliharaan keutuhan kulit adalah tanggung jawab perawat.
Bagian-bagian tubuh yang beresiko mengalami dekubitus harus
dilindungi dari tekanan. Posisi pasien bisa diubah tiap 2 jam. Linen
yang basah harus diganti. Balutan yanng basah oleh drainase harus
ditekan dan kulit yang kena drainase atau darah harus segera dicucui
dan dikeringkan dengan baik.
Perhatian khusus harus diberikan pada pasien lansia. Mereka
beresiko mengalami trauma kulit karena elastisitas kulit mereka sudah
berkurang dan jaringan subkutan (lemak) juga banyak berkurang.
j) Pemeliharaan fungsi gastrointestinal
Cara untuk mengurangi mual dan muntah. Untuk menghindari
aspirasi, pasien yang muntah harus dibaringkan miring atau telentang
dengan kepala yang dimiringkan. Perawatan mulut perlu diberikan
pada apsien yang muntah. Obat anti-emetik dapat juga diberikan.
Tindakan mengisap es batu juga dapat membantu mengurnagi mual
dan muntah.
Cara mengatasi cegukan. Cegukan dapat diatasi dengan membuat
pasien menghirup karbondioksida setiap 5 menit dengan bernapsa
dalam dan panjang ke dalam kantong. Apabila cegukan disebabkan
oleh distensi abdomen, dekompresi abdomen dapat dilakukan dengan
memsang slang NG. Klor-promazin hidroklorida (Thorazine) juga
dapat digunakan karena bisa mengurangi hipersensitivitas saraf frenik.
Cara untuk mengurangi distensi abdomen. Ambulasi adalah
salah satu cara yang paling efektif untuk menstimulasi gerakan

12
peristaltis dan mengeluarkan flatus. Oleh karena itu, ambulasi setelah
24 jam pasca operasi sangat dianjurkan. Distensi lambung dapat
diatasi dengan memasang slang nasogastrik.
k) Perawatan luka
Perawatan luka bedah secara seksama adalah tindakan
keperawatan yang penting dalam penyembuhan luka bedah tanpa
komplikasi. Teknik aseptik yang ketat harus diperhatikan apabila
perlu mengganti balutan. Tujuan utama dari drain adalah mencegah
terkumpulnya cairan dalam celah tubuh. Akumulasi cairan ini dapat
mengakibatkan infeksi. Cairan ini bisa dikeluarkan melalui drain yang
telah dipsang. Drainase bisa menggunakan gravitasu atau sistem
pengisapan. Kepatenan sistem drainase harus dipantau. Jumalg
drainase, warna, dan baunya didokumentasikan. Biasanya dokter
memberi antibiotik sebagai profilaksis. Perawat harus memberi
antibiotik ini sesuai dengan jadwal untuk mempertahankan kadar
antibiotik dalam darah.
Perdarahan bisa mengganggu proses penyembuhan luak. Apabila
perdarahan nampak pada balutan, perkembangan perdarahan harus
dipantau tiap 10-15 menit dan dokter diberi tahu. Apabila perdarahan
bertambah, ada kemungkinan pasien dibawa ke kamar operasi untuk
menghentikan perdarahan.
Apabila terjadi dehisens dan eviserasi, dokter harus segera diber
tahu. Pasien diberi posisi Fowler yang rendah, diminta untuk tidak
batuk, dan diberi dukungan emosi, organ yang menonjol ditutup
dengan perban abdominal yang steril yang dibasahi dengan salin
normal steril. Tanda-tanda vital dipantau tiap 15 menit. Syok harus
segera ditangani apabila terjadi.

13
EVALUASI
Untuk mengevalusi berhasilnya intervensi keperawtan, perlu dibandingkan anatar
perilaku pasien dan hasil yang diharapkan. Intervensi keperawtan dikatakan
berhasil apabila pasien dapat :
1. Mempertahankan jalan napas paten, dan auskultasi paru tidak
menunjukan rales
2. Mempertahankan niali gas darah dalam batas normal dan saturasi oksigen
pada kadar 96% atau lebih
3. Bisa batuk secara efektif
4. Mempertahankan frekuensi nadi dan tekanan darah pada tahap praoperatif
5. Orientasi baik terhadap waktu,tempat, orang dan bisa menggerakan semua
ekstremitas
6. Memiliki haluaran urin lebih dari 30 ml per jam ; tidak ada edema
7. Suhu tubuh pada batas normal
8. Mengungkapkan bahwa nyeri dapat ditoleransi ; ekspresi wajah relaks,
tidak ada nyeri
9. Berkemih secara spontan 8-10 jam setelah pembedahan
10. Memiliki kulit utuh, tanpa lecet, kemerahan
11. Tidak ada mual dan muntah ; dapat minum sedikit-sedikit tanpa muntah
12. Menunjukan tanda penyembuhan luka tanpa infeksi atau dehisensi
Banyak rumah sakit yang telah melakukan survei melalui angket
mengenai kepuasan pasien tehadap perawtan pascaoperasi termasuk
penyuluhan kesehatan yang mereka peroleh sebelum mereka dipulangkan.

D. Kesimpulan
Kegiatan monitoring dimaksudkan untuk mengetahui kecocokan dan
ketepatan kegiatan yang dilaksanakan dengan rencana yang telah disusun.
Monitoring digunakan untuk memperbaiki kegiatan yang menyimpang dari
rencana, mengoreksi penyalahgunaan aturan dan sumber-sumber, serta untuk
mengupayakan agar tujuan dicapai seefektif dan seefisien mungkin.

14
Post operasi adalah masa yang dimulai ketika masuknya pasien keruang
pemulihan dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau
dirumah. Setelah pembedahan, keadaan pasien dapat menjadi kompleks
akibat perubahan fisiologis yang mungkin terjadi. Untuk memonitor kondisi
pasca atau post operasi ini, informasi preoperative adalah sangat berguna
terutama prosedur pembedahan dan hal-hal yang terjadi selama pembedahan
berlangsung. Informasi ini membantu mendeteksi adanya perubahan semasa
memonitor pasien post operasi.

15
DAFTAR PUSTAKA
Baradero, Mary et al. 2009. Prinsip & Praktik Keperawatan Perioperatif.
Jakarta :Buku Kedokteran EGC.

16

Anda mungkin juga menyukai