Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH AGAMA

DIALOG DAN KERJASAMA ANTAR UMAT


BERAGAMA DAN KEPERCAYAAN LAIN

KELOMPOK 3
ANGGOTA :
ALEXANDER REXY
ELMA LIENTI
LIDIA ANGELA
PIONIUS YUDITH
ROSLINA REMBA
SU KIAN
KELAS XII IIS 6

YAYASAN PANGUDI LUHUR


SMA PANGUDI LUHUR SANTO YOHANES
TAHUN AJARAN 2018/2019
KETAPANG
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat rahmat dan karuniaNyalah, kami dapat menyelesaikan makalah yang
menjadi tugas pendidikan agama dengan judul “ DIALOG DAN KERJASAMA
ANTAR UMAT BERAGAMA DAN KEPERCAYAAN LAIN”.
Disamping itu, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya makalah ini.
Dengan selesainya makalah ini, yang bertujuan untuk memenuhui nilai akhir
semester pelajaran AGAMA KATOLIK yang diampuh oleh ibu Susana Eniyanti.
Akhir kata, penulis memahami jika makalah ini tentu jauh dari
kesempurnaan maka kritik dan saran sangat kami butuhkan guna memperbaiki
karya-karya kami di waktu-waktu mendatang.

Ketapang, 07 November 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI ....................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................
A. LATAR BELAKANG .........................................................................
B. RUMUSAN MASALAH .....................................................................
C. TUJUAN ..............................................................................................
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................
A. KERJA SAMA UMAT BERAGAMA ................................................
B. HUBUNGAN INTERN UMAT ISLAM .............................................
C. HUBUNGAN ANTARA UMAT BERAGAMA ................................
BAB III PENUTUP .........................................................................................
A. KESIMPULAN ...................................................................................
B. SARAN ................................................................................................
DAFTAR PUSAKA .........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kerjasama atau kerukunan merupakan kebutuhan bersama yang
tidak dapat dihindarkan di Tengah perbedaan. Perbedaan yang ada bukan
merupakan penghalang untuk hidup rukun dan berdampingan dalam
bingkai persaudaraan dan persatuan. Kesadaran akan kerukunan hidup
umat beragama yang harus bersifat Dinamis, Humanis dan Demokratis,
agar dapat ditransformasikan kepada masyarakat dikalangan bawah
sehingga, kerukunan tersebut tidak hanya dapat dirasakan/dinikmati oleh
kalangan-kalangan atas/orang kaya saja.
Agama hanya salah satu faktor dari kehidupan manusia. Namun
agama adalah faktor yang paling penting dan mendasar karena
memberikan sebuah arti dan tujuan hidup. Tetapi sekarang kita
mengetahui bahwa untuk mengerti lebih dalam tentang agama perlu segi-
segi lainnya, termasuk ilmu pengetahuan dan juga filsafat. Yang paling
mungkin adalah mendapatkan pengertian yang mendasar dari agama-
agama. Jadi, keterbukaan satu agama terhadap agama lain sangat penting.
Kalau kita masih mempunyai pandangan yang fanatik, bahwa hanya
agama kita sendiri saja yang paling benar, maka itu menjadi penghalang
yang paling berat dalam usaha memberikan sesuatu pandangan yang
optimis. Namun ketika kontak-kontak antaragama sering kali terjadi sejak
tahun 1950-an, maka muncul paradigma dan arah baru dalam pemikiran
keagamaan. Orang tidak lagi bersikap negatif dan apriori terhadap agama
lain. Bahkan mulai muncul pengakuan positif atas kebenaran agama lain
yang pada gilirannya mendorong terjadinya saling pengertian. Di masa
lampau, kita berusaha menutup diri dari tradisi agama lain dan
menganggap agama selain agama kita sebagai lawan yang sesat serta
penuh kecurigaan terhadap berbagai aktivitas agama lain, maka sekarang
kita lebih mengedepankan sikap keterbukaan dan saling menghargai satu
sama lain.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hubungan kerjasama yang terjadi dalam intern umat islam?
2. Bagaimana hubungan yang terjadi antar umat beragama?

C. Tujuan
1. Mengetahui bagaimana hubungan kerjasama yang terjadi dalam intern
umat islam.
2. Mengetahui bagaimana hubungan yang terjadi antar umat beragama.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kerjasama Umat Beragama
1. Pengertian kerjasama umat beragama menurut
pandangan umum
Kerjasama umat beragama yaitu hubungan sesama umat beragama
yang dilandasi dengan toleransi, saling pengertian, saling
menghormati, saling menghargai dalam kesetaraan pengamalan ajaran
agamanya dan kerja sama dalam kehidupan masyarakat dan
bernegara. Umat beragama dan pemerintah harus melakukan upaya
bersama dalam memelihara kerukunan umat beragama, di bidang
pelayanan, pengaturan dan pemberdayaan. Sebagai contoh yaitu
dalam mendirikan rumah ibadah harus memperhatikan pertimbangan
Ormas keagamaan yang berbadan hokum dan telah terdaftar di
pemerintah daerah.

Pemeliharaan kerukunan umat beragama baik di tingkat Daerah,


Provinsi, maupun Negara pusat merupakan kewajiban seluruh warga
Negara beserta instansi pemerinth lainnya. Lingkup ketentraman dan
ketertiban termasuk memfalisitasi terwujudnya kerukunan umat
beragama, mengkoordinasi kegiatan instnsi vertical, menumbuh
kembangkan keharmonisan saling pengertian, saling menghormati,
saling percaya diantara umat beragama, bahkan menerbitkan rumah
ibadah.

Sesuai dengan tingkatannya Forum Kerukunan Umat Beragama


dibentuk di Provinsi dan Kabupaten. Dengan hubungan yang bersifat
konsultatif gengan tugas melakukan dialog dengan pemuka agama dan
tokoh-tokoh masyarakat, menampung aspirasi Ormas keagamaan dan
aspirasi masyarakat, menyalurkan aspirasi dalam bentuk rekomendasi
sebagai bahan kebijakan.

Kerukunan antar umat beragama dapat diwujdkan dengan;


1. Saling tenggang rasa, saling menghargai, toleransi antar umat
beragama
2. Tidak memaksakan seseorang untuk memeluk agama tertentu
3. Melaksanakan ibadah sesuai agamanya, dan
4. Mematuhi peraturan keagamaan baik dalam Agamanya maupun
peraturan Negara atau Pemerintah.

Dengan demikian akan dapat tercipta keamanan dan ketertiban


antar umat beragama, ketentraman dan kenyamanan di lingkungan
masyarakat berbangsa dan bernegara.

2. Kerjasama umat beragama menurut pandangan islam


Kerukunan umat beragama dalam islam yakni Ukhuwah Islamiah.
Ukhuah islamiah berasl dari kata dasar “Akhu” yang berarti saudara,
teman, sahabat, Kata “Ukhuwah” sebagai kata jadian dan mempunyai
pengertian atau menjadi kata benda abstrak persaudaraan,
persahabatan, dan dapat pula berarti pergaulan. Sedangkan Islaiyah
berasal dari kata Islam yang dalam hal ini menjadi atau memberi sifat
Ukhuwah, sehingga jika dipadukan antara kata Ukhuwah dan
Islamiyah akan berarti persaudaraan islam atau pergaulan menurut
islam.

Dapat dikatakan bahwa pengertian Ukhuah Islamiyah adalah


gambaran tentang hubungan antara orang-orang islam sebagai satu
persaudaraan, dimana antara yang satu dengan yang lain seakan akan
berada dalam satu ikatan. Ada hadits yang mengatakan bahwa
hubungan persahabatan antara sesame islam dalam menjamin
Ukhuwah Islamuah yang berarti bahwa antara umat islam itu laksana
satu tubuh, apabila sakit salah satu anggota badan itu, maka seluruh
badan akan merasakan sakitnya. Dikatakan juga bahwa umat muslim
itu bagaikan sutu bangunan yang saling menunjang satu sama lain.

Pelaksanaan Ukhuwah Islamiyah menjadi actual, bila dihubungkan


dengan masalah solidaritas social. Bagi umat Islam, Ukhuwah
Islamiyah adalah suatu yang masyru’ artinya diperintahkan oleh
agama. Kata persatuan, kesatuan, dan solidaritas akan terasa lebih
tinggi bobotnya bila disebut dengan Ukhuwah. Apabila bila kata
Ukhuwah dirangkaikan dengan kata Islamiyah, maka ia akan
menggambarkan satu bentuk dasar yakni Persaudaraan Islam
merupakan potensi yang obyektif.

Ibadah seperti zakat, sedekah, dan lain-lain mempunyai hubungan


konseptual dengan cita ukhuwah islamiyah. Ukhuwah islamiyah itu
sendiri bukanlah tujuan, Ukhuwah Islamiyah adalah kesatuan yang
menjelmakan kerukunan hidup umat dan bangs, juga untuk kemajuan
agama, Negara, dan kemanusiaan.

“Janganlah bermusuh- musuhan, maka Allah menjinakan antara


hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang
bersaudara” (QS. Ali Imran: 103)

Artinya: “Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang


bercerai dan berselisih sesudah dating keterangan yang jelas kepada
mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.
(QS. Ali Imran 105).
B. Hubungan Intern Umat Islam
1. Pandangan agama mengenai kerukunan dalam islam
Agama Islam diturunkan Allah SWT untuk mengatur kehidupan
manusia. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup
sendirian, tetapi membutuhkan hubungan dengan manusia lainnya.
Sesuai dengan hakikat manusia itu agama Islam mengatur hubungan
antar manusia, baik sesama muslim maupun muslim dengan umat
yang lain.

Agama Islam mengatur hubungan sesama umat Islam dengan


mengembangkan ukhuwah Islamiah (persaudaraaan sesama muslim)
yang didasarkan atas kesamaan iman, karena itu perbedaan-perbedaan
sebagai akibat perbedaan dalam penafsiran di tengah umat Islam tidak
boleh menjadi factor pemicu perpecahan umat Islam. Hubungan
antara seorang muslim dengan muslim yang lain digambarkan seperti
hubungan antara satu anggota tubuh dengan anggota tubuh lainnya
yang bersatu secara utuh.Nabi Muhammad SAW menggambarkan
hubungan muslim dengan muslim dalam sabdanya:

Perumpamaan orang-orang yang beriman bagaikan satu tubuh,


apabila salah satu anggota tubuh terluka, maka seluruh tubuh
merasakan sakitnya (H.R. Muslim dan Ahmad).

Hal ini didukung oleh firman Allah SWT dalam Surat Al-Hujarat,
49:10, yang mengandung arti:
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara”.
2. Perbedaan pendapat dalam ajaran islam (konflik intern)
Ukhuwah di kalangan umat Islam seringkali diganggu oleh adanya
perbedaan dalam pemahaman keislaman.Perbedaan yang memicu
konflik intern umat Islam biasanya menyangkut persoalan fiqhiyah.
Perbedaaan pemahaman keagamaan merupakan hal yang wajar dan
manusiawi, karena adanya perbedaan latar belakang pengetahuan,
pengalaman, dan perbedaan lainnya. Karena itu perbedaan hendaknya
disikapi secara wajar dan arif.

Adanya perbedaan dalam pemahaman agama akan selalu ada di


tengah umat Islam, karena al-Qur’an sebagai rujukan utama masih
bersifat global dan adanya keragaman pengamalan agama yang
ditampilkan Nabi melalui hadis-hadisnya. Keduanya memerlukan
penafsiran dan ketika ditafsirkan ia menjadi terbuka untuk berbeda
penafsiran. Di samping itu adanya ijtihat dalam menetapkan suatu
hukum yang belum ditetapkan memungkinkan pula terjadinya
perbedaaan. Sikap yang sebaiknya ditampilkan umat Islam dalam
menghadapi perbedaan itu adalah menetapkan rujukan yang
menurutnya atau menurut ahli yang dipercayainya lebih dekat kepada
maksud yang sebenarnya. Terhadap orang yang berbeda penafsiran
seyogyanya dikembangkan sikap toleran dan hormat-menghormati,
serta tetap menghubungkan silaturahmi.

Dengan demikian perbedaan yang ada di kalangan umat Islam


tidak menjadikan mereka terpecah-pecah. Kerja sama sesama umat
Islam hendaknya didasarkan atas kesamaan aqidah sehingga dapat
terwujud persatuan dan kesatuan dalam meninggikan syiar Islam di
muka bumi.

Persaudaraan atau ukhuwah, merupakan salah satu ajaran yang


mendapat perhatian penting dalam islam. Al-qur’an menyebutkan kata
yang mengandung arti persaudaraan sebanyak 52 kali yang
menyangkut berbagai persamaan, baik persamaan keturunan,
keluarga, masyarakat, bangsa, dan agama.
Ukhuwah yang islami dapat dibagi kedalam empat macam,yaitu :
 Ukhuwah ’ubudiyah atau saudara sekemakhlukan dan
kesetundukan kepada Allah.
 Ukhuwah insaniyah (basyariyah), dalam arti seluruh umat
manusia adalah bersaudara, karena semua berasal dari ayah
dan ibu yang sama;Adam dan Hawa.
 Ukhuwah wathaniyah wannasab,yaitu persaudaraan dalam
keturunan dan kebangsaan.
 Ukhuwwah fid din al islam, persaudaraan sesama muslim.

Esensi dari persaudaraan terletak pada kasih sayang yang


ditampilkan bentuk perhatian, kepedulian, hubungan yang akrab dan
merasa senasib sepenanggungan. Nabi menggambarkan hubungan
persaudaraan dalam haditsnya yangartinya ”Seorang mukmin dengan
mukmin yang lain seperti satu tubuh, apabila salah satu anggota tubuh
terluka, maka seluruh tubuh akan merasakan demamnya.Ukhuwwah
adalah persaudaraan yang berintikan kebersamaan dan kesatuan antar
sesama. Kebersamaan di akalangan muslim dikenal dengan istilah
ukhuwwah Islamiyah atau persaudaraan yang diikat oleh kesamaan
aqidah. Persatuan dan kesatuan sebagai implementasi ajaran Islam
dalam masyarakat merupakan salah satu prinsip ajaran Islam.

Salah satu masalah yang di hadapi umat Islam sekarang ini adalah
rendahnya rasa kesatuan dan persatuan sehingga kekuatan mereka
menjadi lemah.Salah satu sebab rendahnya rasa persatuan dan
kesatuan di kalangan umat Islam adalah karenarendahnya
penghayatan terhadap nilai-nilai Islam.Persatuan di kalangan muslim
tampaknya belum dapat diwujudkan secara nyata. Perbedaan
kepentingan dan golongan seringkali menjadi sebab perpecahan umat.
Perpecahan itu biasanya diawali dengan adanya perbedaan pandangan
di kalangan muslim terhadap suatu fenomena. Dalam hal agama, di
kalangan umat islam misalnya seringkali terjadi perbedaan pendapat
atau penafsiran mengenal sesuatu hukum yang kemudianmelahirkan
berbagai pandangan atau madzhab. Perbedaan pendapat dan
penafsiran pada dasarnya merupakan fenomena yang biasa dan
manusiawi, karena itumenyikapi perbedaan pendapat itu adalah
memahami berbagai penafsiran.

Untuk menghindari perpecahan di kalangan umat islam dan


memantapkan ukhuwah islamiyah para ahli menetapkan tiga
konsep,yaitu :
1. Konsep tanawwul al ’ibadah (keragaman cara beribadah).
Konsep ini mengakui adanya keragaman yang dipraktekkan
Nabi dalam pengamalan agama yang mengantarkan kepada
pengakuan akan kebenaran semua praktek keagamaan selama
merujuk kepada Rasulullah. Keragaman cara beribadah
merupakan hasil dari interpretasi terhadap perilaku Rasul
yang ditemukan dalam riwayat (hadits).
2. Konsep al mukhtiu fi al ijtihadi lahu ajrun (yang salah dalam
berijtihad pun mendapatkan ganjaran). Konsep ini
mengandung arti bahwa selama seseorang mengikuti
pendapat seorang ulama, ia tidak akan berdosa, bahkan tetap
diberi ganjaran oleh Allah , walaupun hasil ijtihad yang
diamalkannya itu keliru. Di sini perlu dicatat bahwa
wewenang untuk menentukan yang benar dan salah bukan
manusia, melainkan Allah SWT yang baru akan kita ketahui
di hari akhir. Kendati pun demikian, perlu pula diperhatikan
orrang yang mengemukakan ijtihad maupun orang yang
pendapatnya diikuti, haruslah orang yang memiliki
otoritaskeilmuan yang disampaikannya setelah melalui
ijtihad.
3. Konsep la hukma lillah qabla ijtihadi al mujtahid (Allah
belum menetapkan suatu hukum sebelum upaya ijtihad
dilakukan seorang mujtahid). Konsep ini dapat kita pahami
bahwa pada persoalan-persoalan yang belum ditetapkan
hukumnya secara pasti, baik dalam al-quran maupun sunnah
Rasul, maka Allah belum menetapkan hukumnya. Oleh
karena itu umat islam,khususnya para mujtahid, dituntut
untuk menetapkannya melalui ijtihad. Hasil dari ijtihad yang
dilakukan itu merupakan hukum Allah bagi masing-masing
mujtahid, walaupun hasil ijtihad itu berbeda-beda.

Ketiga konsep di atas memberikan pemahaman bahwa ajaran


Islammentolelir adanya perbedaan dalam pemahaman maupun
pengalaman. Yang mutlak itu hanyalah Allah dan firman-fiman-
Nya,sedangkan interpretasi terhadap firman-firman itu bersifat
relatif. Karena itu sangat dimungkinkan untuk terjadi perbedaan.
Perbedaan tidak harus melahirkan pertentangan dan permusuhan.
Di sini konsep Islam tentang Islah diperankan untuk menyelesaikan
pertentangan yang terjadi sehingga tidak menimbulkan
permusuhan, dan apabila telah terjadi, maka islah diperankan untuk
menghilangkannya dan menyatukan kembali orang atau kelompok
yang saling bertentangan.
C. Hubungan Antar Umat Beragama
Manusia diciptakan bersuku-suku dan dengan berbagai agama oleh karena
itu untuk menjalin kerjasama itu kita harus menjalin kerja sama antar umat
beragama agar tercipta kedamaian dan tidak adanya kerusakan di bumi ini.

Agama Islam diturunkan Allah SWT untuk mengatur kehidupan manusia.


Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendirian, tetapi
membutuhkan hubungan dengan manusia lainnya. Sesuai dengan hakikat
manusia itu agama Islam mengatur hubungan antar manusia, baik sesama
muslim maupun muslim dengan umat yang lain.

1. Pandangan islam tentang agama lain


Dalam pandangan Islam, sikap menghargai dan toleransi kepada
pemeluk agama lain adalah mutlak untuk dijalankan (Pluralitas).
Namun bukan berarti beranggapan bahwa semua agama adalah sama
(pluralisme), artinya tidak menganggap bahwa Tuhan yang kami
sembah adalah Tuhan yang kalian sembah. Majelis Ulama Indonesia
(MUI) menentang paham pluralisme dalam agama Islam Namun
demikian, paham pluralisme ini banyak dijalankan dan kian
disebarkan oleh kalangan Muslim itu sendiri.

Agama Islam mengakui keberagaman agama yang dianut oleh


manusia, karena itu ia tidak hanya mengajarkan tata cara hubungan
sesame umat Islam, tetapi juga hubungan dengan umat beragama lain.
Islam adalah agama yang mengembangkan kedamaian dan
kesejahteraan seluruh alam (rahmatan lil alamin), karena itu Islam
mengajarkan umatnya untuk tidak memaksa orang lain untuk
menganut agama Islam, tetapi mendorong umatnya untuk
memperlihatkan kepada orang lain penampilan yang baik sehingga
menyenangkan untuk didekati dan diakrabi. Rasulullah SAW
mencontohkan hubungan yang baik dengan pamannya yang bukan
muslim sehingga karena budi pekertinya itu banyak orang tertarik
kepada Islam.

Dalam hubungannya dengan penganut agama lain Islam


mengajarkan toleransi (tasamuh), yaitu membiarkan dan tidak ikut
campur dengan mereka dalam melaksanakan agamanya. Islam
membolehkan umatnya untuk bekerja sama dengan penganut agama
lain di luar kegiatan ritual, misalnya menjalin hubungan ekonomi dan
perdagangan politik, sosial, dan budaya sepanjang dapat menjamin
kemurnian aqidahnya. Sedangkan kerja sama dalam urusan ritual atau
ibadah tidak diperkenankan sama sekali, tetapi umat Islam tetap wajib
menghormati dan memberikan kebebasan kepada mereka untuk
menjalankan agamanya.

2. Manfaat kerukunan antar umat beragama


Umat Beragama Diharapkan Perkuat Kerukunan Jika agama dapat
dikembangkan sebagai faktor pemersatu maka ia akan memberikan
stabilitas dan kemajuan negara Menteri Agama Muhammad Maftuh
Basyuni berharap dialog antar-umat beragama dapat memperkuat
kerukunan beragama dan menjadikan agama sebagai faktor pemersatu
dalam kehidupan berbangsa. "Sebab jika agama dapat dikembangkan
sebagai faktor pemersatu maka ia akan memberikan sumbangan bagi
stabilitas dan kemajuan suatu negara," katanya dalam Pertemuan
Besar Umat Beragama Indonesia untuk Mengantar NKRI di Jakarta,
Rabu.

Pada pertemuan yang dihadiri tokoh-tokoh agama Islam, Kristen,


Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu itu Maftuh menjelaskan,
kerukunan umat beragama di Indonesia pada dasarnya telah
mengalami banyak kemajuan dalam beberapa dekade terakhir namun
beberapa persoalan, baik yang bersifat internal maupun antar-umat
beragama, hingga kini masih sering muncul. Menurut dia, kondisi
yang demikian menunjukkan bahwa kerukunan umat beragama tidak
bersifat imun melainkan terkait dan terpengaruh dinamika sosial yang
terus berkembang. "Karena itu upaya memelihara kerukunan harus
dilakukan secara komprehensif, terus-menerus, tidak boleh berhenti,"
katanya.

Dalam hal ini, Maftuh menjelaskan, tokoh dan umat beragama


dapat memberikan kontribusi dengan berdialog secara jujur,
berkolaborasi dan bersinergi untuk menggalang kekuatan bersama
guna mengatasi berbagai masalah sosial termasuk kemiskinan dan
kebodohan.

Ia juga mengutip perspektif pemikiran Pendeta Viktor Tanja yang


menyatakan bahwa misi agama atau dakwah yang kini harus
digalakkan adalah misi dengan tujuan meningkatkan sumber daya
insani bangsa, baik secara ilmu maupun karakter. "Hal itu kemudian
perlu dijadikan sebagai titik temu agenda bersama lintas agama,"
katanya.

Kita sekarang membahas masalah yang amat relevan dengan


perkembangan pembangunan bangsa ini bersama-sama, dengan
melibatkan berbagai organisasi kecendekiawanan dari bermacam-
macam agama. Ini berarti langsung atau tidak langsung
mengasumsikan adanya kemungkinan kita bertemu dalam suatu
landasan bersama (common platform). Maka sekarang pertanyaannya
ialah, adakah titik-temu agama-agama ? Pertanyaan yang hampir
harian itu kita ketahui mengundang jawaban yang bervariasi dari
ujung keujung, sejak dari yang tegas mengatakan "ada",kemudian
yang ragu dan tidak tahu pasti secara sekptis atau agnostis, sampai
kepada yang tegas mengingkarinya. Mungkin, mengikuti wisdom
lama, yang benar ada disuatu posisi antara kedua ujung itu, berupa
suatu sikap yang tidak secara simplistik meniadakan atau
mengadakan, juga bukan sikap ragu dan penuh kebimbangan. Karena
kita bangsa Indonesia sering membanggakan -- atau dibanggakan --
sebagai bangsa yang bertoleransi dan berkerukunan agama yang
tinggi, maka barangkali cukup logis jika jawaban atas pertanyaan
diatas kita mulai dengan suatu sikap afirmatif. Sebab logika toleransi,
apalagi kerukunan ialah saling pengertian dan penghargaan, yang pada
urutannya mengandung logika titik-temu, meskipun, tentu saja,
terbatas hanya kepada hal-hal prinsipil. Hal-hal rinci, seprti ekspresi -
ekspresi simbolik dan formalistik, tentu sulit dipertemukan. Masing-
masing agama, bahkan sesungguhnya masing-masing kelompok intern
suatu agama tertentu sendiri, mempunyai idiomnya yang khas dan
bersifat esoterik, yakni, "hanya berlaku secara intern". Karena itulah
ikut-campur oleh seorang penganut agama dalam urusan kesucian
orang dari agama lain adalah tidak .

3. Hubungan antar umat beragama menurut ketauhidan


Rasional dan absurd. Sebagai misal, agama Islam melarang para
penganutnya berbantahan dengan para penganut kitab suci yang lain
melainkan dengan cara yang sebaik-baiknya, termasuk menjaga
kesopanan dan tenggang rasa -- disebutkan kecuali terhadap yang
bertindak zalim -- dan orang Islam diperintahkan untuk menegaskan
bahwa kita semua, para penganut kitab suci yang berbeda-beda itu,
sama-sama menyembah Tuhan Yang Maha Esa dan sama-sama pasrah
kepada-Nya.(1) Bahkan biarpun sekiranya kita mengetahui dengan
pasti bahwa seseorang lain menyembah sesuatu obyek sembahan yang
tidak semestinya, bukan Tuhan Yang Maha Esa (sebagai sesembahan
yang benar), kita tetap dilarang untuk berlaku tidak sopan terhadap
mereka itu. Sebab, menurut Al-Qur'an, sikap demikian itu akan
membuat mereka berbalik berlaku tidak sopan kepada Tuhan Yang
Maha Esa, sesembahan yang benar, hanya karena dorongan rasa
permusuhan dan tanpapengetahuan yang memadai.(2) Terhadap
mereka inipun pergaulan duniawi yang baik tetap harus dijaga dan
disini berlaku adagium "bagimu agamamu dan bagiku agamaku".(3)
Ungkapan ini bukanlah pernyataan yang tanpa peduli dan rasa putus
asa, melainkan karena kesadaran bahwa agama tidak dapat dipaksakan
dan bahwa setiap orang, lepas dari soal agamanya apa, tetap harus
dihormati sebagai manusia sesama makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Sebab Tuhan sendiripun menghormati manusia, anak cucu Adam
dimana saja.(4) Sementara demikian itu ajaran tentang hubungan dan
pergaulan antarumat beragama -- suatu hubungan dan pergaulan
berdasarkan pandangan bahwa setiap agama dengan idiom atau syir'ah
dan minhaj masing-masing mencoba berjalan menuju kebenaran (5) --
maka para penganut agama diharapkan dengan sungguh-sungguh
menjalankan agamanya itu dengan baik. Agaknya sikap yang penuh
inklusifisme ini harus kita fahami betul, karena akal membawa
dampak kebaikan bagi kita semua. Bahwa setiap pemeluk agama
diharapkan mengamalkan ajaran agamanya dengan sungguh-sungguh,
dari sudut pandang Islam dapat dipahami dari sederetan firman ,Tuhan
tentang kaum Yahudi, Nasrani dan Muslim sendiri.

Kemudian untuk umat-umat yang lain, seperti telah diteladankan


oleh para 'ulamb' dan umarb' Islam zaman klasik, dapat diterapkan
penalran analogis. Untuk kaum Yahudi telah diturunkan Kitab Taurat
yang memuat petunjuk dan jalan terang, dan yang digunakan sebagai
sumber hukum bagi kaum Yahudi oleh mereka yang pasrah kepada
Tuhan dan oleh para pendeta dan sarjana keagamaan mereka. Mereka
harus menjalankan ajaran bijak atau hukm itu. Kalau tidak, mereka
akan tergolong kaum yang menolak kebenaran (kafir).(6) Juga
diturunkan hukum yang rinci kepada kaum Yahudi, seperti mata harus
dibalas dengan mata, hidung dengan hidung, dan telingan dengan
telinga, dan mereka harus menjalankan itu semua. Kalau tidak, mereka
adalah orang-orang yang zalim.(7) Kitab Taurat diturunkan Tuhan
kepada kaum Yahudi lewat Nabi Musa as. Sesudah Nabi Musa as. dan
para Nabi yang lain yang langsung meneruskannya, Tuhan mengutus
Isa al-Masih as. dengan Kitab Injil (Kabar Gembira). Para pengikut
Isa al-Masih as. menyebut Injil itu "Perjanjian Baru", berdampingan
engan Kitab Taurat yang mereka sebut "Perjanjian Lama". Kaum
Yahudi, karena tidak mengakui Isa al-Masih as. dengan Injilnya,
menolak mengakui keabsahan kedua-duanya sekaligus. Al-Qur'an
juga mengatakan bahwa Injil yang diturunkan kepada Isa al-masih as.
itu menguatkan kebenaran Taurat dan memuat petunjuk dan cahaya
serta nasihat bagi kaum yang bertakwa. Para pengikut Injil diharuskan
menjalankan ajaran dalam kitab Suci itu, sesuai dengan yang
diturunkan Tuhan. Kalau tidak, mereka adalah fasiq
(berkecenderungan jahat).(8)

4. Ajaran islam tentang kerukunan antar umat beragama


Memahami dan mengaplikasikan ajaran Islam dalam kehidupan
masyarakat tidak selalu hanya dapat diharapkan dalam kalangan
masyarakat muslim. Islam dapat diaplikasikan dalam masyarakat
manapun, sebab secara esensial ia merupakan nilai yang bersifat
universal. Kendatipun dapat dipahami bahwa Isalam yang hakiki
hanya dirujukkan kepada konsep al-quran dan As-sunnah, tetapi
dampak sosial yanag lahirdari pelaksanaan ajaran isalam secara
konsekwen ddapat dirasakan oleh manusia secara
keseluruhan.Demikian pula pada tataran yang lebih luas, yaitu
kehidupan antar bangsa,nilai-nilai ajaran Islam menjadi sangat relevan
untuk dilaksanakan guna menyatukan umat manusia dalam suatu
kesatuan kkebenaran dan keadilan.
Dominasi salah satu etnis atau negara merupakan pengingkaran terhadap
makna Islam, sebab ia hanya setia pada nilai kebenaran dan keadilan yang bersifat
universal.
Universalisme Islam dapat dibuktikan anatara lain dari segi, dan sosiologo.
Dari segi agama, ajaran Islam menunjukkan universalisme dengan doktrin
monoteisme dan prinsip kesatuan alamnya. Selain itu tiap manusia, tanpa
perbedaan diminta untuk bersama-sama menerima satu dogma yang sederhana
dan dengan itu ia termasuk ke dalam suatu masyarakat yang homogin hanya
denga tindakan yang sangatmudah ,yakni membaca syahadat. Jika ia tidak ingin
masuk Islam, tidak ada paksaan dan dalam bidang sosial ia tetap diterima dan
menikmati segala macam hak kecuali yang merugikan umat Islam.
Ditinjau dari segi sosiologi, universalisme Islam ditampakkan bahwa
wahyu ditujukan kepada semua manusia agar mereka menganut agama islam, dan
dalam tingkat yang lain ditujukan kepada umat Islam secara khususu untuk
menunjukan peraturan-peraturan yang harus mereka ikuti. Karena itu maka
pembentukan masyarakat yang terpisah merupakan suatu akibat wajar dari ajaran
Al-Qur’an tanpa mengurangi universalisme Islam.
Melihat Universalisme Islam di atas tampak bahwa esensi ajaran Islam
terletak pada penghargaan kepada kemanusiaan secara univarsal yang berpihak
kepada kebenaran, kebaikan,dan keadilan dengan mengedepankan
kedamaian.;menghindari pertentangan dan perselisian, baik ke dalam intern umat
Islam maupun ke luar. Dengan demikian tampak bahwa nilai-nilai ajaran Islam
menjadi dasar bagi hubungan antar umat manusia secara universal dengan tidak
mengenal suku,bangsa dan agama.
Hubungan antara muslim dengan penganut agama lain tidak dilarang oleh
syariat Islam, kecuali bekerja sama dalam persoalan aqidah dan ibadah. Kedua
persoalan tersebut merupakan hak intern umat Islam yang tidak boleh dicamputi
pihak lain, tetapi aspek sosial kemasyarakatan dapat bersatu dalam kerja
samayang baik.
Kerja sama antar umat bergama merupakan bagian dari hubungan sosial
anatar manusia yang tidak dilarang dalam ajaran Islam. Hubungan dan kerja sama
ydalam bidang-bidang ekonomi, politik, maupun budaya tidak dilarang, bahkan
dianjurkan sepanjang berada dalam ruang lingkup kebaikan.

5. Tindakan yang seharusnya dilakukan setiap agama agar dapat


tercapainya suatu kerjasama yang baik
 Masing-masing pihak menyadari bahwa ajaran agama mereka tentang iman
danketuhanan adalah sangat berbeda dan tidak mungkin dikompromikan.
 Masing-masing pihak mengakui tentang hak dan kewajiban pihak pimpinan
agama lain untuk mengajarkan agamanya bagi penganutnya sendiri walaupun
agama itu mencela agama kita.
 Masing-masing pihak mengakui bahwa pihak lain yang karena memang
dituntut oleh agamanya untuk menyiarkan pada pihak lainnya.
 Mengadakan perjumpaan di antara agama-agama, khususnya agama yang
mengalami konflik,
 Bersikap optimiswalaupun berbagai hambatan menghadang jalan kita untuk
menuju sikap terbuka, saling pengertian dan saling menghargai antaragama.
 Selalu membatu sesama. Jangan melakukan diskriminasi terhadap suatu
agama, terutama saat mereka memerlukan bantuan.
 Selalu menjaga rasa hormat pada orang lain tanpa memandang agama apa
yang mereka anut. Misalnya dengan selalu berbicara halus dan tidak sinis.
Hal ini tentu akan mempererat kerukunan umat beragama.

Bila terjadi masalah yang menyangkut agama, selesaikan dengan kepala


dingin tanpa harus saling menyalahkan para pemeluk agama lain. peran
pemerintah sangat diperlukan dalam mencapai suatu penyelesaian solusi yang
baik dan tidak merugikan pihak manapun, atau malah mungkin
menguntungkan
D. KEKHASAN AGAMA-AGAMA DI INDONESIA

Sering terjadi gesekan dan bahkan pertikaian antarsekelompok umat beragama


di Indonesia oleh karena ada rasa curiga satu terhadap yang lain. Di beberapa
wilayah tertentu, terjadi kekerasan baik secara fisik maupun psikis terhadap umat
beragama lain, bahkan ketika mereka sedang melakukan ritual keagamaan yang
sejatinya tidak dilarang oleh siapapun termasuk institusi negara. Negara menjamin
setiap warga negara untuk menjalankan ibadat sesuai agama dan keyakinannya.
Setiap pemeluk agama dari agama apapun diharapkan menghormati keyakinan
pemeluk agama lain, karena semua agama mengajarkan nilai-nilai persaudaraan
dalam kehidupan bersama.
1. Kekhasan agama-agama di Indonesia
Di Indonesia terdapat beberapa agama dan kepercayaan yang secara undang-
undang diakui keberadaannya. Agama-agama yang dimaksud adalah Islam,
Katolik, Kristen (Protestan), Hindu, Buddha dan Khonghucu.Selain itu ada
keyakinan atau kepercayaan lain termasuk agama-agama asli pribumi yang
tersebar di setiap wilayah nusantara. Pada pokok bahasan ini, kamu akan belajar
untuk mengenal kekhasan agama-agama itu agar saling menghargai satu dengan
yang lain sebagai satu anak bangsa. Kita memang berbeda tetapi tetap satu
Indonesia.
a. Mengenal agama Kristen Protestan
1) Sejarah Singkat Pemisahan Gereja
a) Gereja Lutheran
Keadaan Gereja pada abad XVI mengalami pasang surut atau terjadi
kemerosotan moral yang sangat memprihatinkan.Paus saat itu menjadi sangat
berkuasa dan memegang supremasi, baik dalam urusan Gereja maupun
kenegaraan. Paus tampil sebagai penguasa tunggal yang cenderung otoriter.
Sebagaimana pemilihan presiden atau kepala daerah di Indonesia yang selalu
diwarnai dengan politik uang, begitu pula situasi pemilihan Paus kala itu.
Pemilihan Paus Aleksander VI dan Leo IX, misalnya diwarnai kasus money
politic atau korupsi. Komersialisasi jabatan gereja dipertontonkan secara terbuka.
Banyak pejabat gereja menjadi pangeran duniawi dan melalaikan tugas rohani
mereka. Banyak imam-imam paroki tidak terdidik, hedonistis, bodoh, tidak
mampu berkhotbah, dan juga tidak mampu mengajar umat. Keadaan semacam ini
terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama. Teologi skolastik menjadi mandul
dan masalah dogmatis dianggap sebagai perdebatan tentang hal sepele an-tara
aneka aliran teologis. Banyak persoalan teologi meng-ambang dan tidak pasti.
Banyak kebiasaan dalam umat belum seragam. Iman bercampur takhayul,
kesalehan berbaur dengan kepentingan
duniawi.
Kegiatan Agama di-anggap sebagai sebuah rutinitas sosial sehari-hari,
serta mencampur adukan hal-hal profan dengan hal-hal yang suci atau sakral.
Dalam situasi seperti itu, banyak orang merasa terpanggil untuk memperbaharui
hidup Gereja, namun tidak ditanggapi.Kemudian, tampillah Martin Luther. Luther
mula-mula menyerang masalah penjualan indulgensi yaitu orang dapat
menghapus dosanya dengan cara memberikan sejumlah uang di gereja.
Kemudian, Martin Luther yang seorang pastor itu membela beberapa pandangan
baru khususnya ajaran tentang “pembenaran hanya karena iman” (Sola fide).
Luther menyerang wewenang paus dan menolak beberapa ajaran teologi
sebelumnya dengan bertumpu hanya pada Alkitab sesuai dengan tafsirannya. Pada
dasarnya, Luther tidak menginginkan perpecahan dalam Gereja. Ia ingin
memelopori pembaharuan dalam Gereja. Tetapi ia terseret oleh arus yang
disebabkan oleh rasa tidak puas yang umum dalam umat yang mendambakan
pembaharuan yang bentuknya kurang jelas. Ajaran-ajaran para teolog yang
mendukung perbuatan-perbuatan saleh, kini diragukan Luther. Indulgensi
stipendium untuk Misa arwah,sumbangan untuk membangun gereja bersama
dengan patung-patung yang menghiasinya; pajak untuk Roma; ziarah dan puasa;
dan relikui serta kaul-kaul; semua tidak ditemukan dalam Kitab Suci, sehingga
ditolak oleh Luther. Luther menegaskan bahwa semua itu tidak bermanfaat untuk
memperoleh keselamatan. Hanya satu yang diperlukan, yakni beriman (Sola fide).
Orang yang percaya dibenarkan Allah tanpa mengindahkan perbuatan baik
manusia (Sola gratia). Dengan sendirinya orang yang dibenarkan itu akan berbuat
baik dengan bebas dan tenang, bukan karena cemas akan keselamatannya. Rasa
lega membuat orang tertarik kepada khotbah Luther yang disebarluaskan ke
seluruh Jerman. Sola fide – fides ex audito – “Hanya iman, dan iman karena
mendengar” itu sudah cukup untuk menjamin keselamatan. Maka, tujuh Sakramen
tidak penting lagi; selibat tidak berguna; dan hidup membiara tidak berarti.
Semuanya ini ‘buatan paus’ saja untuk mengejar kuasa dan untung. Maka, imam,
biarawan, dan suster berbondong-bondong meninggalkan biara mereka masing-
masing. Luther didukung oleh banyak kelompok dengan alasan berbedabeda,
misalnya para bangsawan yang mengingini milik biara; warga kota yang
mendambakan kebebasan berpikir; para petani yang ingin lepas dari kerja rodi dan
pajak; para nasionalis yang membenci privilege Roma; para humanis yang ingin
membuang kungkungan teologi skotlastik; pemerintah kota-kota kerajaan yang
mencium kesempatan memperluas wewenang mereka di kota. Luther tampil
sebagai pahlawan pembebasan. Ia disambut dengan antusias. Ahirnya
pembaharuan sungguh-sungguh dimulai juga. Mula-mula Roma kurang
menyadari apa yang terjadi, kemudian bereaksi salah, sehingga tidak mampu
mengarahkannya lagi. Banyak hal baru dimulai, namun tidak jarang merupakan
perusakan yang lama saja. Bukan reformasi Gereja yang lama, tetapi orang sudah
menunggu terlalu lama. Mereka tidak sabar lagi. Komunikasi Luther oleh paus
Leo X (1520) dan pengucilan oleh kaisar (1523) tidak dapat membendung
gerakan ini. Roma tidak memahami reaksi dahsyat di Jerman dan masih lama
bertindak seperti pada abad-abad sebelumnya. Luther juga menyerang umat yang
setia kepada Paus. Tuntutannya semakin radikal. Persatuan Gereja tidak dicari
lagi, bahkan diboikot. Para bangsawan yang mendukungnya tidak tertarik pada
persatuan kembali, karena antara lain milik gerejani yang mereka rampas tidak
mau mereka kembalikan. Unsur keagamaan, politis, dan pribadi di kedua belah
pihak menyulitkan persatuan kembali. Reformasi selesai; umat terpecah-belah ke
dalam kelompok Katolik, Luteran, Kalvinis, Anglikan, dan sebagainya.
b) Gereja Kalvinis
Tokoh reformasi lain adalah Yohanes Calvin (1509 – 1564). Tokoh ini tidak jauh
berbeda dengan Luther. Ia ingin memperbaharui Gereja dalam terang Injil. Calvin
dalam bukunya yang berjudul “Institutio Christianae Religionis”
menggambarkan Gereja dalam dua dimensi, yakni Gereja sebagai persekutuan
orang-orang terpilih sejak awal dunia yang hanya dikenal oleh Allah dan Gereja
sebagai kumpulan mereka yang dalam keterbatasannya di dunia mengaku diri
sebagai penganut Kristus dengan ciri-ciri pewartaan Injil dan pelayanan
sakramen-sakramen. Pengaturan Gereja ditentukan oleh struktur empat jabatan,
yakni pastor, pengajar, diakon, dan penatua.
c) Gereja Anglikan
Anglikantisme bermula pada pemerintahan Henry VII (1509 – 1547). Di
Inggris raja Henry VII menobatkan dirinya sebagai kepala Gereja karena Paus di
Roma menolak perceraiannya. Anglikantisme menyerap pengaruh reformasi,
namun mempertahankan beberapa corak Gereja (Uskup – Imam – Diakon),
sehingga berkembang dengan warna yang khas. Reaksi dari Gereja Katolik Roma
atas gerakan reformasi ini adalah “Kontra – Reformasi” atau “Gerakan
Pembaharuan Katolik”. Gerakan pembaharuan ini dimulai dengan
menyelenggarakan Konsili Trente. Melalui Konsili Trente (1545–1563), Gereja
Katolik berusaha untuk “menyingkirkan kesesatan-kesesatan dalam Gereja dan
menjaga kemurnian Injil”. Konsili juga menegaskan posisi Katolik dalam hal-hal
yang disangkal oleh pihak Reformasi, yakni Soal Kitab Suci dan Tradisi;
Penafsiran Kitab Suci; pembenaran; jumlah sakramen-sakramen; kurban misa;
imamat dan tahbisan; pembedaan imam; dan awam. Konsili Trente dan
sesudahnya menekankan Gereja sebagai penjaga iman yang benar dan utuh,
ditandai dengan sakramen-sakramen. Khususnya ekaristi yang dimengerti
serta dirayakan sebagai kurban sejati. Gereja bercorak hierarkis yang dilengkapi
dengan jabatan-jabatan gerejani dan imamat yang berwenang khusus dalam hal
merayakan ekaristi, melayani pengakuan dosa. Gereja adalah kelihatan
dan ini menjadi jelas dalam lembaga kepausan sebagai puncaknya. Gereja
mewujudkan diri sebagai persekutuan para kudus lewat penghormatan pada
mereka (para kudus); Gereja menghormati Tradisi.
2) Usaha untuk Bersatu antar-Sesama Gereja Kristus
Usaha untuk mempersatukan Gereja Kristus dapat kita baca dalam
dokumen ajaran Gereja berikut ini. “Sekarang ini, atas dorongan rahmat Roh
Kudus, di cukup banyak daerah berlangsunglah banyak usaha berupa doa,
pewartaan dan kegiatan, untuk menuju ke arah kepenuhan kesatuan yang
dikehendaki oleh Yesus Kristus. Maka Konsili suci mengundang segenap umat
katolik, untuk mengenali tanda-tanda zaman, dan secara aktif berperanserta dalam
kegiatan ekumenis.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kerjasama antar umat beragama sangat diperlukan. Karena kita
diperintahkan untuk senantiasa hidup berdampingan dengan umat agama lain.
Dan hal ini sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad SAW. Dimana kita harus
hidup saling membantu dan bekerja sama sekalipundia umat non-muslim.
Kerjasama umat bragama yaitu hubungan sesama umat beragama yang
dilandasi dengan toleransi, saling pengertian, saling menghormati, saling
menghargai dalam kesetaraan pengamalan ajaran agamanya dan kerja sama
dalam kehidupan masyarakat dan bernegara. Kerukunan umat beragama dalam
islam yakni Ukhuwah Islamiah. Ukhuah islamiah berasl dari kata dasar “Akhu”
yang berarti saudara, teman, sahabat, Kata “Ukhuwah” sebagai kata jadian dan
mempunyai pengertian atau menjadi kata benda abstrak persaudaraan,
persahabatan, dan dapat pula berarti pergaulan.

Dapat kita lihat betapa pentingnya rasa toleransi terhadap perbedaan yang
ada. Karena dengan adanya toleransi kita dapat saling menghormati dan
menghindari konflik yang terjadi karena masalah perbedaan agama.

B. Saran
Menurut kelompok kami, kedepannya kita sebagai manusia beragama
harus meningkatkan rasa saling menghargai dan menghormati baik sesama
pemeluk agama islammaupun berbeda keyakinan. Dan peran pemerintah juga
sangat diperlukan untuk menanggulangi konflik yang kemungkinan bisa
terjadi. Rasa toleransi antar sesame agama islam harus tetap di tumbuhkan agar
keutuhan dan kerukunan bias tetap terus terjaga dengan baik.
DAFTAR PUSAKA

http://imso.wordpress.com/2006/11/01/kerukunan-beragama-di-indonesia-seperti-
apa/
http://id.wikipedia.org/wiki/Agama
http://id.wikipedia.org/wiki/Pluralisme_agama

Anda mungkin juga menyukai