Anda di halaman 1dari 19

Implementasi Reciprocation Accountability Kinerja Keuangan PTKIN berbasis Good

University Governance
(Studi Kasus pada UIN Alauddin Makassar)

Fetti Fatimah Yusuf


fettifatimah28@gmail.com
Uin Alauddin Makassar

ABSTRACT
The financial performance of the State Islamic Religious Universities (PTKIN) is still
causing a slip of the problems regarding its management. This research is aimed at creating
research Reciprocation Accountability PTKIN in financial performance based Good
University Governance. The data collection method used is to study literature by doing a
search by using references from books, journals, papers and legislation associated with the
object of research to get the concept and data relevant to the issues being studied as
supporting research directly related to the performance PTKIN finance. The results showed
that Reciprocatian Accountabilty in financial performance PTKIN particularly on UIN
Alauddin Makassar support the success especially in the heading of good university
governance. It is characterized by the background of the creation of the Reciprocation
Accountability bound and firmly establish rules for backing up a given stimulus.
Keywords: Reciprocation Accountability, Good University Governance, Financial
Performance PTKIN

ABSTRAK
Kinerja keuangan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) hingga kini
masih menimbulkan secarik permasalahan mengenai pengelolaannya. Penelitian ini
merupakan penelitian yang bertujuan untuk menciptakan Reciprocation Accountability dalam
kinerja keuangan PTKIN berbasis Good University Governance. Metode pengambilan data
yang digunakan adalah studi pustaka dengan cara melakukan penelusuran dengan
menggunakan referensi dari buku, jurnal, makalah dan perundang-undangan terkait dengan
objek penelitian untuk mendapatkan konsep dan data-data yang relevan dengan permasalahan
yang dikaji sebagai penunjang penelitian yang berkaitan langsung dengan kinerja keuangan
PTKIN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Reciprocatian Accountabilty dalam kinerja
keuangan PTKIN terkhusus di UIN Alauddin Makassar sangat menunjang keberhasilan
terutama dalam menuju good university governance. Hal ini ditandai dengan latar belakang
penciptaan reciprocation accountability yakni menetapkan aturan terikat dan tegas untuk
membackup stimulus yang diberikan.
Kata Kunci: Reciprocation Accountability, Good University Governance, Kinerja Keuangan
PTKIN

1
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kinerja keuangan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) hingga kini
masih menimbulkan secarik permasalahan mengenai pengelolaannya. Hal ini di tandai dengan
kehadiran internal auditor pada perguruan tinggi di lingkungan kementerian agama dengan
jumlah yang terbatas dan kebanyakan bukan berasal dari latar belakang yang sesuai (Hartono,
2017). Dari segi pencapaian indikator kinerja utama, justru menimbulkan keterbatasan dalam
kinerja penganggaran yang dilakukan seadanya saja tanpa memandang aspek keberhasilan.
Kondisi akuntan pada PTKIN masih terkendala baik dari segi pengetahuan maupun
profesionalisme yang pada akhirnya menunjang keberhasilan suatu PTKIN menuju Good
University Governance (GUG). Keberhasilan kinerja keuangan PTKIN sangat memberikan
dampak positif bagi perkembangan kualitas suatu perguruan tinggi khususnya yang berada
dibawah naungan kementrian agama. Pengelolaan keuangan PTKIN menjadi bagian integral
dari pengelolaan keuangan negara yang pelaksanaannya harus sesuai dengan undang-undang,
peraturan dan ketentuan yang berlaku. Kinerja keuangan yang baik pada PTKIN mampu
meningkatkan akreditasi yang tentunya memiliki jaminan dari mutu dan kualitas lembaga
melalu indikator good university governance sebagai suatu tanda kelola yang baik bagi
universitas itu sendiri. Dengan demikian keberadaan PTKIN disertai dengan kualitas kinerja
keuangannya sangat penting untuk ditindaklanjuti.
Karakteristik anggaran salah salah satunya adalah clarity sasaran anggaran
(Pangumbalerang dan Pinatik, 2014). Clarity anggaran akan memiliki implikasi untuk aparat
dalam merumuskan anggaran sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai oleh
instansi pemerintah (Nirwana et al., 2017). Dalam memperluas ukuran clarity yang berkatan
dengan tanggung jawab dalam mengelola sebuah anggaran menjadi sorotan utama dalam
mendukung tata kelola suatu lembaga dalam hal ini merujuk pada PTKIN (Hobolt et al.,
2013). Ketidakjelasan anggaran akan menyebabkan pelaksana anggaran bingung, gelisah dan
tidak puas di tempat kerja (Arifuddin et al., 2017). Dasar operasional untuk akuntabilitas
keuangan dimulai dengan sistem keuangan lembaga internal yang mengikuti aturan akuntansi
yang sama dan standar. Dengan demikian, semakin spesifik suatu sasaran anggaran yang
ditetapkan dalam PTKIN, maka akan mampu membuat kinerja keuangan PTKIN menjadi
transparansi dan akuntabel.
Berbagai fenomena yang terjadi dalam kinerja keuangan PTKIN menuju good
univercity gocernance sudah seharusnya mampu diatasi dengan kehadiran clariy sebagai
konsep yang tepat dalam menciptakan kinerja keuangan yang transparan dan akuntabel.

2
Reciprocation accountability dimaknai sebagi suatu tanggung jawab yang didasarkan pada
diri pribadi bagaimana seseorang bertindak dalam memenuhi sebuah tanggung jawab dan
amanah yang sedang di emban. Tentu dalam mendukung konsep tersebut, consciousness
sangat penting untuk diterapkan dan dikaji lebih lanjut. Consciousness menjadi penting dan
sangat berkaitan dalam kajian dan topik kinerja keuangan. Consciousness sebagai suatu
tindakan dalam mebentuk perasaan sadar digambarkan melalui keadaan mental secara
profesional misalnya keyakinan, harapan, dan keinginan (Hastjarjo, 2008). Consciousness
seseorang juga dapat diketahui melalui kesadaran jiwanya, yaitu dengan melihat sikap,
perilaku dan penampilannya (Malikah, 2013).
Pencapaian Good University Governance sangat dipengaruhi oleh satuan pengawasan
internal (Puspitarini, 2012). Pengawasan internal merupakan salah satu fungsi manajemen
yang penting dalam penyelenggaraan aktivitas pengendalian internal (internal control
activity) dilingkungan perguruan tinggi itu sendiri. Pengawasan internal dapat memberikan
jaminan yang memadai atas tercapainya efisiensi dan efeksitas operasional suatu keandalan
pelaporan keuangan, kepatuhan terhadap aturan, kegiatan ketentuan serta kebijakan yang telah
ditetapkan. SPI merupakan salah saru profesi yang menunjang terwujudnya good university
governance yang ada pada saat ini telah berkembang menjadi komponen utama dalam
meningkatkan universitas secara efektif dan efisien. Dalam peyelenggraannya sebuah institusi
perguruan tinggi khususnya PTKIN hendaknya menerapkan prinsip-prinsip good universitu
governance untuk mendukung fungsi-fungsi dan tujuan dasar pelaporan keuangan PTKIN
(Wahab dan Rahayu, 2013). Good university governance di PTKIN mencakup banyak aspek
yang ada, salah satunya adalah masalah manajemen keuangangan. Good University
Governance yang baik di PTKIN diperluakan untuk mendorong terciptanya efisiensi,
transparansi dan konsisten dengan undang-undang (Januri et al., 2018). Penerapan good
university governance dalam PTKIN secara konsisten dan berkesinambungan dapat
meningkatkan budaya mutu serta pelayanan akademik dan non akademik sebuah PTKIN
sehingga diharapkan berkonstribusi pada pencitraan yang positif, reputasi yang unggul, dan
kualitas daya saing yang tinggi (Rasyid et al., 2014).
Konsepsi Pendidikan Tinggi di Indonesia berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 4
tahun 2014 tentang Penyelenggaran Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi,
memberikan otonomi kepada perguruan tinggi sebagai pusat penyelenggaraan Tridharma
Perguruan Tinggi (Martini et al., 2016). Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era
globalisasi berdampak terhadap semua dimensi kehidupan sosial. Kondisi tersebut terus
bergulir dalam dinamika kehidupan masyarakata bahkan PTKIN juga mengalami dampak dari

3
perkembangan tersebut (Amiruddin, 2017). PTKIN yang bisa disebut perguruan tinggi agama
negeri adalah perguruan tinggi agama yang diselenggarakan oleh kementrian agama.
Perguruan tinggi keagamaan islam negeri merupakan bagian dari sistem pendidikan islam
yang mana dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai
dengan cita-cita islam (Kisbiyanto, 2016). Dengan demikian, beragam fenomena yang telah
dibajarkan di atas menajdi tantangan dan hambatan dalam menciptakan Good University
Governance.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dipaparkan, dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana pengelolaan anggaran PTKIN saat ini?
2. Bagaimana menciptakan Good University Governance pada PTKIN?
3. Bagaimana menciptakan Reciprocation Accountability dalam kinerja keuangan PTKIN?

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Signalling Theory
Teori sinyal didasarkan pada asumsi bahwa informasi yang diterima oleh masing-
masing pihak tidak sama. Teori ini berawal dari tulisan George Akerlof pada karnyanya di
tahun 1970 “The Market for Lemons” yang memperkenalkan istilah informasi asimetri. Teori
sinyal menunjukkan adanya asimetri informasi antara manajemen perusahaan dengan pihak-
pihak yang berkepentingan dengan informasi. Teori signalling mengemukakan tentang
bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan
keuangan (Febrina et al., 2015). Sinyal ini berupa informasi yang dapat menggambarkan
seluruh kegiatan sebuah organisasi pemerintah dalam menjalankan fungsinya sebagai
pengelola organisasi untuk mencapai tujuan,yaitu memakmurkan pemilik (Midiastuty et al.,
2013).
Teori sinyal mengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah organisasi PTKIN
memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal ini berupa informasi mengenai
apa yang sudah dilakukan oleh pihak pemangku kepentingan dalam PTKIN untuk
merealisasikan kinerja keuangannya. Laporan keuangan berisi berbagai informasi yang
diperlukan para pihak pemangku kepentingan PTKIN dalam mengambil keputusan (Rinnaya
et al., 2016). Dengan demikian, teori sinyal merupakan teori tentang bagaimana seharusnya
sebuah organisasi PTKIN memberikan sinyal kepada para pengguna laporan keuangan berupa
informasi mengenai apakah kinerja keuangan selama ini telah transpransi dan akuntabel.

4
2.2. Stewardship Theory
Teori stewardship adalah teori yang menggambarkan situasi dimana para manajer
tidaklah termotivasi oleh tujuan-tujuan individu tetapi lebih ditunjukkan ppada sasaran hasil
utama mereka untuk kepentingan organisasi, sehingga teori ini mempunyai dasar psikologi
dan sosiologi yang telah dirancang dimana para eskutif sebagai steward termotivasi untuk
bertindak sesuai keinginan prinsipal, selain itu perilaku steward tidak akan meninggalkan
organisasinya sebab steward berusaha mencapai sasaran organisasinya (Anton, 2010). Teori
stewardship dapat diterapkan pada penelitian akuntansi organisasi sektor publik seperti
organisasi pemerintahan dan organisasi non profit lainnya (Zoelisty dan Adityawarman,
2014). Teori stewardship dimana manajer tidak mempunyai kepentingan pribadi tapi lebih
mementingkan keinginan prinsipal (Raharjo, 2007). Teori tersebut mengasumsikan adanya
hubungan yang kuat antara kepuasan dan kesuksesan organisasi. Kesuksesan organisasi
menggambarkan maksimalisasi utilitas kelompok principals dan manajemen. Maksimalisasi
utilitas kelompok ini pada akhirnya akan memaksimumkan kepentingan individu yang ada
dalam kelompok organisasi tersebut (Arifin et al., 2016).

2.3. Reciprocation Accountability


Reciprocation Accountability memastikan dua hubungan akuntabilitas yang baik. Hal
itu menjamin keterbukaan dan mendorong baik transparansi maupun consciousness
(kesadaran). Reciprocation Accountability dapat dimaknai sebagai kewajiban untuk
memberikan pertanggungjawaban atau menjawab dan menerangkan kinerja serta tindakan
seorang pimpinan suatu unit organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau yang berwenang
meminta pertanggungjawaban (Alvianty, et al., 2013). Aspek kunci dari reciprocation
accountability adalah seorang manajeman masuk dalam persamaan akuntabilitas. Seperti
yang digambarkan oleh the Citizens Circle for Accountability (1986), dalam konteks
reciprocation accountability “orang yang memiliki wewenang yang senior dalam suatu
organisasi akan bersedia menjawab pada anggota suatu organisasi anggotanya mengenai apa
yang hendak mereka tuju untuk siapa mereka bekerja, dan untuk apa konstribusi pemikiran
mereka”. Dengan kata lain, mereka menjadi partisipan dan bukan sekedar pengikut saja.
Dengan menggunakan konsep reciprocation accountability, seseorang atau group atau
organisasi dengan yang menerima wewenang dan seseorang atau group atau organisasi yang
menerima delegasi tanggung jawabakan dapat melaksanakan apa yang dimaksud dengan quid
pro quo relationship. Rendahnya tingkat reciprocation accountability pemerintah daerah
dikarenakan empat permasalahan utama, yakni tujuan atau sasaran yang ditetapkan tidak

5
berorientasi pada hasil, ukuran keberhasilan tidak berorientasi pada hasil, ukuran keberhasilan
tidak jelas dan tertukur, program atau kegiatan yang ditetapkan tidak berkaitan dengan
sasaran, dan rincian kegiatan tidak sesuai dengan maksud kegiatan (Pratiwi dan Setyowati,
2017).

2.4. Good University Governance


Good University Governance pertama kali diperkenalkan oleh Clark (1983) yang
menekankan bagaimana universitas dan sistem pendidikan tinggi mendefiniskan cita-cita,
mengimplementasikannya, mengelola isntitusi, dan memantau pencapaian hasilnya. Good
University Governance merupakan suatu konsep yang dapat menjadi arus utama dalam
administrasi di berbagai perguruan tinggi. Praktik yang berada di Indonesia bertentangan
dengan konsep good university governance dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, (1) ada
konsentrasi kepemilikan oleh pihak tertentu memungkinkan hubungan afiliasi antara pemilik,
pengawas, dan direktur, (2) ada ketidakefektifan dewan direksi dan (3) ada penegakan hukum
yang lemah (Sabandar, et al., 2018). Pelaksanaan good university governance di berbagai
perguruan tinggi adalah kekuatan yang didiorong dengan cara strategis untuk mendukung
pecapaian visi misi pendidikan yang ada berbagai perguruan tinggi (Ganga et al., 2017).
Untuk memantau pelaksanaan good university governance diberbagai perguruan tinggi perlu
adanya serangkaian evaluasi. Salah satu model yang dikembangkan adalah peringkat model
yang bisa dijadikan sebagai patokan untuk evaluasi good university governance (Fatmasari,
2017).
Seiring dengan semakin ketatnya persaingan dalam ranah kompetisi didunia
pendidikan, berbagai perguruan tinggi mulai berlomba-lomba untuk maju dan berupaya untuk
meningatkan keunggulan kompetitifnya. Antusiasme di kalangan perguruan tinggi untuk terus
berkembang diwarnai oleh tuntutan atas administrasi yang mampu mendukung kelancaran
tugas penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan kemampuan perguruan tinggi dengan
mempraktikan prinsip-prinsip good governance. Good university governance ini akan
membawa tatanan pada perguruan tinggi menjadi selaras dan tertarah pada pencapaian tujuan
dari perguruan tinggi tersebut, sehingga akhirnya mampu memegang peran utama dalam
penerapan good university governance di ranah pendidikan khusunya di PTKIN.

2.5. Reciprocation Accountability dalam Menggagas Good University Governance


Reciprocation Accountability dapat dimaknai sebagai kewajiban untuk memberikan
pertanggungjawaban atau menjawab dan menerangkan kinerja serta tindakan seorang

6
pimpinan suatu unit organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau yang berwenang
meminta pertanggungjawaban (Alvianty, et al., 2013). Reciprocation accountability pada
dasarnya wajib dilaksanakan oleh setiap pihak-pihak dalam organisasi baik itu pimpinan
maupun pelaksana. Dalam reciprocation accountability memiliki wewenang
bertanggungjawab untuk memberikan kecukupan arahan, pedoman, dan sumber daya begitu
juga dengan usaha. Dengan demikian, reciprocation accountability kemampuan bertanggung
jawab merespon pertanyaan stakeholders atas berbagai corporate action yang mereka
lakukan.
Reciprocation accountability menuntut pemerintah untuk bertanggungjawab terhadap
tata kelola sebuah organisasi (good governance). Prinsip dari good university governance
merupakan suatu landasan yang harus dijunjung tinggi sebagai pedoman dalam perguruan
tinggi agar mampu mengembangkan kapabilitasnya. Salah satu prinsip yang paling penting
dalam menciptakan good university governance dalam PTKIN yaitu reciprocation
accountability. Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tingi, pasal 63
mengharuskan pihak pemangku kepentingan menerapkan prinsip transparansi dan
akuntabilitas atau reciprocation accountability. Para pemangku kepentingan yang ada di
perguruan tinggi khusunya di PTKIN bertanggung jawab kepada publik dan lembaga lainnya.
Dengan demikian, adanya manfaat dari reciprocation accountability maka akan dapat
menggagas good university governance di berbagai perguruan tinggi keagamaan islam negeri
(PTKIN).

2.6. Reciprocation Accountability dalam Menopang Kinerja Keuangan PTKIN


Reciprocation accountability dimaknai sebagai suatu tanggung jawab yang didasarkan
pada diri pribadi bagaimana seseorang bertindak dalam memenuhi sebuah tanggung jawab
dan amanah yang sedang di emban. Reciprocation accountability juga merupakan suatu
istilah yang awalnya diterapkan untuk mengukur apakah anggaran yang dimiliki oleh
organisasi terkhusus pada PTKIN telah digunakan secara tepat dan tidak digunakan secara
ilegal. Kinerja sebuah organisasi khususnya dalam bidang keuangan maupun penganggaran
harus disajikan secara akuntabilitas, bertanggung jawab dan jelas. Reciprocation
Accountability menjadi landasan utama dalam sebuah organisasi Perguruan Tinggi Keislaman
Islam Negeri (PTKIN) untuk mengatasi masalah kinerja keuangan yang ada. Hasil sebuah
kinerja keuangan perlu untuk dilaporkan secara jelas, apalagi jika informasi digunakan untuk
mendorong peningkatan organisasi PTKIN. Dengan adanya beberapa manfaat yang telah

7
dipaparkan diatas, maka jelas adanya bahwa reciprocation accountability dapat menopang
kinerja keuangan sebuah PTKIN.

3. METODE PENELITIAN
3.1. Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif pendekatan deskriptif analitis.
Pendekatan deskriptif analitis adalah penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan
dan merekap data dengan penjelasan didalamnya terkait dengan kinerja keuangan PTKIN.
Tujuan pendekatan deskriptif analitis tidak lain adalah untuk membuat deskripsi, ga,baran
atau lukisan secara sistematis, faktual dam akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta
hubungan antar fenomena yang diselidiki. Subjek penelitian merupakan sesuatu yang diteliti,
oleh karena itu subjek pada penelitian ini adalah Kinerja Keuangan UIN Alauddin Makassar.

3.2. Jenis dan Sumber Data Penelitian


Jenis data yang diperlukan peneliti dalam penelitian ini meliputi data sekunder. Data
sekunder merupakan data yang diperoleh dari pihak lain, yaitu dokumentasi dari akses
internet dengan mengambil artikel dari beberapa situs internet, serta mempelajari literatur-
literatur serta bacaan yang berhubungan dengan penelitian. Menelaah gambaran umum pada
UIN Alauddin Makassar maupun dengan menelaah perlakuan dan pengaplikasian Kinerja
Keuangan.

3.3. Teknik Analisis Data


Penelitian ini merupakan penelitian berparadigma kualitatif. Analisis data penelitian
kualitatif dilakuakn dari awal hingga akhir pengumpulan data. Adapun tahap analisis data
kualitatif dengan menggunakan interactive analysis model (model analisis interaksi), yaitu:
1. Proses Pengkodean Data (Data Coding)
Proses pengkodean data dilakukan untuk memudahkan proses analisis data , dimana
data hasil wawancara akan dikelompokkan berdasarkan tingkat kesamaan data yang
didasarkan pada penerapan konsep keselarasan dan kesesuaian pada praktik akuntansi
entitas mikro, kecil, dan menengah.
2. Analisis Data dengan Pendekatan Hermeunetika-Kritis: Interpretasi Teks
Setelah data dikelompokkan, kemudian dilakuakan interpretasi teks. Langkah ini
dilakukan dengan metode kritik praktik akuntansi entitas mikro, kecil, dan menengah

8
sesuai dengan standar akuntansi keuangan dengan menghindari segala bentik sikap
yang tidak baik.
3. Penyajian Data
Setelah menganalisis data, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data secara
terorganisir agar mudah dipahami. Penyajian data penelitian kualitatif dapat disajikan
dalam bentuk bagan, uaraian singkat, hubugan antar-kategori, flowcahrt, dan
sejenisnya. Penyajian data juga dapat membantu meemahami apa yang terjadi dan
merencanakan tahapan selanjutnya yang harus dilakukan.
4. Kesimpulan/Verifikasi (Verivication)
Keabsahan data penelitian kualitatif dilakukan dengan melalui empat uji, yaitu
credibility (validitas internal), transferbility (validitas eksternal), dependability
(reliabilitas), dan confirmability (objektivitas). Berdasarkan empat jenis ujiyang telah
disebutkan, penelitian ini hanya menggunakan uji yang paling sesuai yaitu credibility
(validitas internal) dan dependability (reliabilitas).
a. Credibility (Validitas Internal)
Uji validitas internal merupakan uji kebenaran data. Tingkat kredibilitas yang
tinggi dapat dicapai jika para partisipan yang terlibat dalam penelitian ini
memahami benar mengenai apa yang disampaikannya. Uji kredibilitas dilakukan
dengan triangulasi yang dapat diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai
sumber dan waktu. Merujuk pada hal tersebut, penelitian ini menggunakan dua
jenis triangulasi yaitu: (a) triangulasi sumber data yang menggali kebenaran
informasi terntentu melalui berbagai metode maupun sumber data.
b. Dependability (Reliabilitas)
Uji reliabilitas menjadi pertimbangan untuk menguji keilmiahan sebuah penelitian
kualitatif. Tingkat reliabilititas yang tinggi dapat dapat dicapai jika analisis data
dilakukan secara terstruktur sebagai upaya dalam menginterpretasikan hasil
penelitian yang baik. Hal ini dimaksudkan gara peneliti lain dapat membuat
kesimpulan yang sama dalam menggunakan perspektif, data mentah, dan dokumen
analisis penelitian yang sedang berlangsung. Suatu penelitian yang reliable adalah
ketika orang lain dapat mereplikasi proses penelitia tersebut. Pengujian reliabilitas
dilakukan oleh pembimbing terhadap keseluruhan aktivitas penelitian.

9
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Penggaran Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN)
Kenaikan anggaran Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) yang include
kedalam program pendidikan islam menjadi penting guna peningkatan, mutu, akses, relevansi
dan daya saing PTKIN di Indonesia. Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), Rupiah Murni
(RM), dan Surat Berharga Syaiah Negara (SBSN) menjadi sumber potensial untuk
penganggaran PTKIN agar kenaikan yang terjadi proporsional alokasinya sesuai ranking
kebutuhan dan terget pembangunan nasional yang tertera dalam Rencana Kerja Prioritas
(RKP) Pemerintah dan rencana strategis program pendidikan islam 2015-2019. Adapun
beberapa sumber yang mengalami kenaikan dalam anggaran untuk PTKIN antara lain sumber
PNBP dan RM.
Program pendidikan Islam di Tahun anggaran 2017 mempunyai anggaran sebesar 46
triliun rupiah dari angka tersebut, khusus untuk pendidikan PTKIN baik negeri dan swasta
teralokasi sebesar 6,9 triliun. Kenaikan dari alokasi anggaran di tahun 2016 yang sebesar 6,2
triliun sudah seharusnya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk penigkatan akses, mutu,
relevansi dan saya saing penddikan tinggi keagamaan islam Negeri. Indonesia terdapat 55
perguruan tinggi keagamaan islam negeri (PTKIN) dengan jumlah pemotongan anggaran
pada tahun 2016 sebesar 282,418.501 Milyar. Pemangakasan anggran tersebut sejalan dengan
alasan kuat Sri Mulyani (Menteri Keuangan Indonesia) diantaranya:
1. Landasan hukum berupa Instruksi Presiden (Inpres) No 4 Tahun 2016 tentang langkah
penghematan dan pemotongan belanja kementrian atau lembaga dalam rangka
pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja (APBN) negara tahun 2016.
Inpres yang ditandangani oleh Presiden Joko Widodo pada 21 Mei 2016, berisi delapan
diktum, antara lain pertama menginstruksikan kementrian atau lembaga mengambil
langkah yang diperlukan sesuai tugas dan funginya dalam rangka penghematan anggaran.
Kedua, memetakan pemangkasan secara baik dan mandiri termasuk melakukan bloking
self, yakni jangan smpai anggaran sudah dikeluarkan, dan Ketiga, pemangkasan anggaran
itu diutamakan di sektor paket meeting, honorium, biaya rapat dan kegiatan yang dinilai
tidak mendesak.
2. Didasarkan pada fakta pemasukan pajak hingga akhir Mei 2016 baru mencapai 364,1
triliun atau baru sekitar 26,8% dari target APBN tahun ini.
3. Belum sepenuhnya yakin jika dalam waktu dekat akan dana dari luar ke Indonesia atas
kepemilikan dana dari WP orang Indonesia.

10
Sebelum ada dana repatarasi masuk ke Indonesia, sebelum target pajak terpenuhi, selagi
ada aturan yang memungkinkan untuk bertindak, pemborosan anggaran dari APBN dan
penggunaan anggaran yang tidak tepat guna akan dipotong.
Kondisi tersebut juga diakabitkan dari adanya perkembangan anggaran PTKIN tahun 2016
sebagaimana disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 1
Perkembangan Anggaran PTKIN
Pagu Alokasi Pagu Akhir
No Sumber Dana Selisih
Anggaran Tahun
1 Rupiah Murni 42.296.785.787 41.517.267.282 (779.518.505)
2 Pinjaman Luar Negeri 117.270.000 96.290.000 (20.980.000)
3 Rupiah Murni 70.070.000 70.070.000 -
Pendamping
4 PNBP 332.786.250 397.623.487 64.837.237
5 BLU 799.743.415 1.050.883.719 251.140.304
6 Hibah dalam Negeri - 101.106.138 101.106.138
7 SBSN 895.000.000 895.000.000 -
8 Jumlah 44.511.655.452 44.128.150.626 (383.504.826)
Sumber: Kebijakan Perencanaan dan Anggaran PTKIN

Adapun beberapa sumber yang mengalami kenaikan anggaran untuk PTKIN itu
sendiri anatara lain Rupiah Murni (RM), Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan Badan
Layan Umum (BLU). PNBP naik dikarenakan adanya transformasi atau alih status PTKIN
dari Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN), menjadi Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) dan IAIN menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Eksisting saat ini sudah ada 17
STAIN, 27 IAIN dan 11 UIN dari total 55 PTKIN yang ada di Indonesia. Selain itu,
pendapatan PNBP juga bersumber dari pembangunan yang cukup besar baik secara fisik
maupun akademik pada PTKIN sebagai akibat menigkatnya kepercayaan masyarakat untuk
memberikan amanah kepada putra-putrinya untuk menuntut ilmu pada lembaga-lembaga
PTKIN. Hal ini sudah sepatutnya dipertahankan guna keberlanjutan pendidikan islam di masa
mendatan.
Titik tekan tahun anggaran 2017 yang sangat urgen adalah Biaya Operasional
Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN), mengalami kenaikan, melalui kebijakan Direktur

11
Jenderal Pendidikan Islam sehingga tidak ada PTKIN yang mengalami penurunan sesuai
dengan jumlah mahawasiswa yang dimiliki. Dalam proses penyusunan pagu anggaran PTKIN
tahun 2017, diharapkan dapat memprioritaskan kegiatan-kegiatan yang benar-benar
merupakan kebijakan nasional RKP dan renstra Ditjen Pendis. Untuk anggaran sarana dan
prasaran karena kenaikannya sangat kecil maka akan diberikan hanya kepada 15 PTKIN
kecuali yang sudah mendapatkan 4in1, program 6in1 dan Sumber Pendanaan dari Surat
Berharga (SBSN).
Realisasi anggaran sangat bergantung pada alokasinya. Sebagaimana diketahui bahwa
alokasi anggaran merupakan awal dari pencapaian target realisasi. Olehnya itu, pembahasan
anggaran selalu diawali dengan besarnya alokasi yang diberikan dan disalurkan kepada tiap-
tiap instansi terkait dalam hal ini Badan Layanan Umum (BLU) berupa PTKIN. Dari 55
PTKIN yang ada di Indonesia anggaran yang dimiliki UIN Alauddin Makassar tahun 2017
sebesar 326.549.432.000 Milyar atau setara dengan 4,80% dan sebesar itu pula harus
dialokasikan adanya.

4.2. PTKIN berbasis Good University Governance


Good University Governance (GUG) merupakan sebuah konsep yang muncul karena
kesadaran bahwa penyelenggaraan berbagai pendidikan tinggi dan institusi perguruan tinggi
memang tidak dapat disamakan dengan penyelenggaraan sebuah negara atau perusahaan.
Menurut Wijatno (2009: 126), secara sederhana good university governance dapat dipandang
sebagai penerapan prinsip-prinsip dasar konsep good governance dalam sistem dan proses
governance pada institusi perguruan tinggi melalui berbagai penyesuaian yang dilakukan
berdasarkan nilainilai yang harus dijunjung tinggi dalam penyelenggaraan perguruan tinggi.
Akan tetapi yang membedakan penerapan good governance di lingkungan universitas dengan
sebuah negara atau perusahaan adalah terkait dengan nilai-nilai luhur pendidikan yang harus
tetap dijunjung tinggi dalam penerapannya. Good university governance merupakan langkah
yang dapat menunjang pencapaian kualitas suatu perguruan tinggi khusunya di lingkungan
Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN). Pencapaian good university governance
dapat diukur melalui beberapa indikator yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas,
independensi dan kewajaran.
1. Transparansi
Keterbukaan dibangun atas dasar kebebasan memperoleh informasi. Informasi yang
berkaitan dengan kepentingan publik secara langsung dapat diperoleh mereka yang
membutuhkan. Serta informasi-informasi penting lainnya secara memadai, akurat dan

12
tepat waktu sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan ketentuan ada.
Transparansi merupakan ketersediaan informasi yang cukup, akurat, dan tepat waktu
tentang kebijakan publik dan proses pembentukannya serta menjamin akses bagi setiap
orang untuk memperoleh informasi.
2. Akuntabilitas
Kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggung jawaban organisasi perguruan tinggi
sehingga pengelolaan organisasi terlaksana secara efektif. Pendidikan tinggi khusunya di
lingkungan PTKIN harus mempunyai uraian tugas dan tanggung jawab yang jelas
(tertulis) dari pejabat struktural. Kriteria dan proses pengukuran kinerja, pengawasan dan
pelaporan dalam PTKIN harus ada audit internal dalam rangka penilaian kerja khususnya
dalam kinerja keuangan untuk tujuan mengevaluasi dan mengendalaikan aktivitas
organisasi.
3. Responbilitas
Responsibilitas merupakan sejauh mana kebijakan, regulasi, dan pengalokasian anggaran
mendapatkan dukungan dan tanggapan positif dari sivitas akademika. Kesesuaian
didalam pengelolaan organisasi PTKIN terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Setiap individu yang berkaitan dalam pengelolaan universitas dilingkungan
PTKIN harus bertanggung jawab atas segala tindakannya sesuai dengan tugas fungsi
yang telah ditetapkan.
4. Independensi
Keadaan dimana organisasi perguruan tinggi khususnya di PTKIN dikelola secara
profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh tekanan dari pihak manapun yang
tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku serta menerapkan
prinsip-prinsip oraganisasi yang sehat. Pengelola universitas PTKIN dalam melaksanakan
peran dan tanggung jawab harus bebas dari bentuk intervensi dari pihak manapun. Hal ini
untuk memastikan keputusan yang diambil bebas dari tekanan dan dibuat hanya untuk
kepentingan universitas.
5. Kewajaran
Keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak organisasi PTKIN yang timbul
berdasarkan perjanjian dan peraturan perundangan yang berlaku. Saat melaksanakan
kegiatannya, universitas di PTKIN harus senantiasa memperhatikan kepentingan
mahasiswa dan pemengku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan
kesetaraan.

13
Semakin krusialnya penerapan good university governance di berbagai sektor
termasuk perguruan tinggi baik di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi
Keagamaan Islam Negeri (PTKIN), menuntut adanya penerapan prinsip–prinsip good
governance yang konsisten dan berkelanjutan. Prinsip-prinsip good university governance
merupakan suatu landasan yang harus dijunjung tinggi sebagai pedoman dalam pengelolaan
perguruan tinggi tersebut agar mampu mengembangkan kapabilitasnya. Pada dasarnya
prinsip-prinsip good university governance diterapkan dengan tujuan untuk menciptakan
keselarasan dalam tata kelola berbagai organisasi perguruan tinggi khusunya di PTKIN.
Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) harus dikelola berdasarkan 6
prinsip yang telah dijabarkan diatas dan pengelolaannya harus secara profesional dan
modern. Hal ini untuk menyambut era persaingan bebas dan penyiapan, pengembangan sains
dan teknologi yang dibutuhkan masyarakat. PTKIN ditekankan untuk meningkatkan mutu dan
layanan salah satunya dengan menggunakan model good university governance. Berbagai
PTKIN yang ada di Indonesia sudah dibentuk SPI yang diharapkan bisa menjadi penjamin
mutu non akademik dan melakukan penguatan kelembagaan dalam PTKIN. Keberadaan SPI
harus dapat menjamin tata kelola kampus akan menjadi lebih baik, transparan, dan akuntabel.
Agar good university governance berjalan baik apabila pengelola SPI di berbagai PTKIN
untuk tidak banyak berteori.
UIN Alauddin Makassar adalah salah satu PTKIN yang dituntut untuk menerapkan
prinsip good university governance. Hal ini ditandai dengan upaya yang terus menerus
dilakukan, baik dari peningkatan kinerja maupun insfrastruktur yang memadai UIN Alauddin
Makassar melakukan penataan terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan yang baik,
efektif dan efisiesn. Hal itu untuk dapat melayani masyarakat secara cepat, tepat dan
profesional. Upaya konkrit yang tengah digodok UIN Alauddin dalam mendukung
terwujudnya good university governance ialah dengan menerapkan One Touch Data atau
dalam terjemahannya berarti Data di Ujung Jari Anda. One Touch Data merupakan program
digitalisasi dan pengendalian data kelembagaan. One Touch Data UIN Alauddin Makassar
diresmikan pada Kamis, 9 Februari 2017 di gedung Auditorium Kampus II UIN Alauddin
Makassar, bertepatan dengan kedatangan Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis)
Kementrian Agama (Kemenag) dalam rangka peresmian Gedung Perkuliahan Terpadu yang
baru saja di rampungkan.

14
4.3. Memaknai Reciprocation Accountablity dalam Menciptakan Kinerja Keuangan
PTKIN berbasis Good University Governance
Reciprocation accountability dimaknai sebagi suatu tanggung jawab yang didasarkan
pada diri pribadi bagaimana seseorang bertindak dalam memenuhi sebuah tanggung jawab
dan amanah yang sedang di emban. Reciprocation accountability juga merupakan suatu
istilah yang awalnya diterapkan untuk mengukur apakah anggaran yang dimiliki oleh
organisasi terkhusus pada PTKIN telah digunakan secara tepat dan tidak digunakan secara
ilegal. Reciprocation Accountability menjadi landasan utama dalam sebuah organisasi
Perguruan Tinggi Keislaman Islam Negeri (PTKIN) untuk mengatasi masalah kinerja
keuangan yang ada. Asas dari reciprocation accountability yaitu menentukan bahwa setiap
kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaran organisasi perguruan tinggi khususnya
PTKIN harus dapat dipertanggungjawabkan secara jelas dan penuh kesadaran kepada
masyarakat dan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi.
Laporan yang memegang konsep reciprocation accountability didalamnya
mwerupakan alat pengendalian serta evaluasi kinerja bagi pemerintah dari unit kerja
pemerintah daerah, sedangkan secara eksternal adalah sebagai bahan atau dasar pengambilan
keputusan. Ada beberapa hal yang menjadi pokok utama dalam memaknai reciprocation
accountability yaitu penyampaian laporan kinerja organisasi PTKIN harus tepat waktu dan
disusun sesuai standar akuntansi pemerintah yang telah diterima secara umum serta untuk
mencapai pengelolaan keuangan organisasi PTKIN yang efektif, efesien, transparan, dan
akuntabel, kementrian agama atau lembaga universitas yang terkait wajib melakukan
pengendalian atas kegiatan PTKIN yang berpedoman pada SPI. Dalam menciptakan
reciprocation accountability di masa yang akan datang harapan organisasi terkhusus PTKIN
yang akuntabel adalah sebagai beriku:
1. Mampu menyajikan data informasi keuangan PTKIN yang secara terbuka, cepat dan tepat
kepada masyarakat.
2. Mampu menjelaskan dan mempertanggungjawabkan setiap kebijakan kinerja keuangan
secara proporsional.
3. Reciprocation accountability masyarakat mampu menilai derajat pencapaian program
atau kegiatan organisasi PTKIN.
Ketika reciprocation accountability tercipta, maka hal ini dapat menunjang suatu PTKIN
menuju good univesity governance sebagaimana good university governance bertujuan untuk
mewujudkan perguruan tinggi terkhusus pada PTKIN yang akuntabel. Dalam
penyelenggaraan sebuah PTKIN harus memenuhi prinsip-prinsip partisipasi, orientasi pada

15
konsensus, transparansi, akuntabilitas, efektif, efesien dan responsif. Secara sederhana good
university governance dapat kita pandang sebagai penerapan prinsip-prinsip dasar “good
governance” dalam sistem dan proses governance pada institusi PTKIN, melalui berbagai
penyesuaian yang dilakukan berdasarkan nilai-nilai yang harus dijunjung tinggi dalam
penyelenggaraan PTKIN secara khusus dan pendidikan secara umum.
Reciprocation accountability sejatinya mampu mengungkap kesiapan PTKIN dalam
proses kinerjanya menuju good univesity governance. Demikian pula kinerja keuangannya
yang pada dasarnya dituntut untuk transaparansi dan akuntabilitas. Tanggung jawab pribadi
mampu memberikan sinyal akan kinerja keuangan suatu PTKIN baik-baik saja. Hal ini
tentunya selaras dengan penerapan yang termaktub dalam good university governance.
Penerapan good university governance secara konsisten dan berkesinambungan dapat
menigkatkan budaya mutu serta pelayanan akademik dan non akademik sebuah PTKIN
sehingga diharapkan berkontibusi pada pencitraan yang positif, kualitas daya saing yang
tinggi dan reputasi yang unggul.
Reciprocation accountability dan good university governance pada kinerja keuangan
PTKIN adalah dua hal yang saling berkesinambungan. Hal ini dapat di tandai dengan latar
belakang reciprocation accountability berdasarkan good university governance.
1. Memberikan stimulus berupa penanaman nilai-nilai kesadaran.
2. Menetapkan aturan terikat dan tegas untuk membackup stimulus yang diberikan.
3. Memaksimalkan pengendalian internal dalam rangka menjaga citra terhadap pihak-pihak
eksternal.
4. Evaluasi terhadap kinerja stimulus dan kebermanfaatan aturan.
Dengan demikian, pentingnya reciprocatian accountabilty dalam kinerja keuangan
PTKIN terkhusus di UIN Alauddin Makassar sangat menunjang keberhasilan terutama dalam
menuju good university governance. Sebagaimana dijelaskan bahwa Good University
Governance sering dinggap sebagai elemen penting PTKIN untuk dapat mengantisipasi,
mendesain, melaksanakan, memantau, dan menilai efektivitas dan efesiensi kebijakan kinerja
keuangan

5. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
a. Prosedur penganggaran PTKIN di UIN Alauddin Makassar saat ini mengalami
pemotongan anggaran dikarenakan adanya Landasan hukum berupa Instruksi Presiden

16
(Inpres) No 4 Tahun 2016 tentang langkah penghematan dan pemotongan belanja
kementrian atau lembaga dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja
(APBN) negara tahun 2016.
b. UIN Alauddin Makassar saat ini adalah salah satu PTKIN yang dituntut untuk
menerapkan prinsip good university governance. Hal ini ditandai dengan upaya yang
terus menerus dilakukan, baik dari peningkatan kinerja maupun insfrastruktur yang
memadai UIN Alauddin Makassar melakukan penataan terhadap sistem penyelenggaraan
pemerintahan yang baik, efektif dan efisien.
c. Reciprocatian accountabilty dalam kinerja keuangan PTKIN terkhusus di UIN Alauddin
Makassar sangat menunjang keberhasilan terutama dalam menuju good university
governance. Hal ini ditandai dengan latar belakang penciptaan reciprocation
accountability yakni menetapkan aturan terikat dan tegas untuk membackup stimulus
yang diberikan.

5.2. Implikasi Penelitian


Implikasi dari penelitian ini diajukan oleh peneliti berupa saran-saran atas keterbatasan
yang ada untuk perbaikan pada masa mendatang yaitu, penelitian ini menggunakan jenis
penelitian kualitatif maka hasil penelitian ini tidak lepas dari subjektivitas peneliti, namun
subjektifitas tersebut diimbangi dengan dukungan teori-teori yang yang sesuai sehingga bisa
menjadi objektif. Masih minimnya penelitian tentang Reciprocation Accountability Kinerja
Keuangan PTKIN mestinya menjadi tantangan para peneliti selanjutnya untuk melakukan
kajian mendalam terkait masalah tersebut.

17
DAFTAR PUSTAKA

Alvianty, E. A. Lau., dan I. N. Latif. Akuntabilitas Pertanggungjawaban Alokasi Dana Desa


Tahun Anggaran 2013 di Desa Badak Baru Kecamatan Muara Badak Kabupaten Kutai
Kartanegara.
Amiruddin. 2017. Dinamika Lembaga Pendidikan Tinggi Islam di Indonesia. Miqot, 10(1):
98-117.
Anton, FX. 2010. Menuju Stewardship Manajemen. Majalah Ilmiah Informatika 1(2): 61-80.
Arifin, J. F., dan S. Pratolo. 2012. Pengaruh Kualitas Sistem Informasi Keuangan Daerah
terhadap Kepuasan Aparatur Pemerintah Daerah Menggunakan Metode Model Delon
dan Mclean. Jurnal akuntansi & Investasi, 13(1): 28-34.
Arifuddin, F., Azis, dan A. Kusumawati. 2017. Participation and Goal Clarity Budget to
Performance Apparatus with Commitment and Cultural Organization as a Moderating
Variable. World Journal of Social Sciences, 7(2): 24-37.
Fatmasari, R. 2017. Good University Governance, Is It Necessary?. Asian Journal of
Education and e-Learning, 5(3): 103-106.
Febrina, I. S., R. Tjandrakirana, dan I. Ismail. Pengaruh Kebijakan Dividen, Kebijakan
Hutang, dan Profitabilitas terhadap Nilai Perusahaan (Studi Pada Perusahaan
Pertambangan yang Terdaftar Di Bei Periode 2009-2013). Jurnal Akuntanika, 2(1):
52-66.
Ganga, F., J. Quiroz, dan P. Fossatti. 2017. A Synchronic Analysis of University Governance:
a Theoretical View of the Sixties and Seventies. Educ, 43(2): 553-568.
Hartono, S. B. 2017. Peran Capacity Building terhadap Peningkatan Intellectual Capital
Auditor Internal PTKIN di Indonesia dengan Audit Quality sebagai Variabel
Intervening. Economica: Jurnal Ekonomi Islam, 8(2): 205-236.
Hasana, H. 2015. Faktor-Faktor Pembentuk Kesadarann Beragama Anak Jalanan. SAWWA,
10(2): 209-228.
Hastjarjo, D. 2008. Sekilas Tentang Kesadaran (Consciousness). Buletin Psikologi, 13(2): 79-
90.
Hobolt, S., J. Tilley, dan S. Banducci. 2013. Clarity of Responsibility: How Government
Cohesion Conditions Performance Voting. European Journal of Political Research,
1(1): 164-187.
Januri, F. Saragih, dan E. N. Sari. 2018. Factors Affecting Good University Governance: the
Concept of Theoritical. Interntional Journal of Scientific Engineering qnd Research
(IJSER), 6(2): 27-31.
Kisbiyanto. 2016. Partisipasi Masyarakat Mengikuti Pendidikan PTKIN (Studi terhadap
Motivasi Spritual Keagamaan). Edukasi: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam, 11(2):
305-330.
Malikah. 2013. Kesadaran Diri Proses Pembentukan Karakter Islam. Jurnal Al-Ulum, 13(1):
129-150.
Martini, R., K. R. Sari, dan R. S. Wardhani. 2016. Analisis Penerapan Good University
Governance melalui Efektivitas Pengendalian Intern dan Komitmen Organisasional.

18
Midiastuty. P. P., M. Hatta, dan D. D. P. Sari. 2013. Value Relevance of Earnings to Explain
Market Value of Firms: a Models Specification Test (Empirical Studi at Non-Finance
Firms in Bei). Jurnal Akuntansi, 3(2):154-173.
Nirwana, A., Usman, dan Hasbiah. 2017. Participation, Goal Clarity Budget to Performance
Apparatus with Environmental Uncertainty and Individual Culture as a Moderating
Variables. The Business and Management Review, 9(2): 2017.
Pamungkas, A. R. dan B. Hariadi. 2015. Analisis Implementasi Prinsip Akuntabilitas dan
Transparansi pada Lembaga Swadaya Masyarakat. Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB,
4(1):1-19.
Pangumbalerang, A. dan S. Pinatik. 2014. Kejelasan Anggaran terhadap Akuntabilitas Kinerja
InstansiPemerintah pada Dinas Pendapatan dan Badan Pengelolaan Keuangan dan
Barang Milik Daerah. Jurnal EMBA, 2(2): 800-808.
Pratiwi, R. D. dan L. Setyowati.2015. Determinan yang Mempengaruhi Akuntabilitas Kinerja
Pemerintah Kota Semarang. Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE), 24(1): 94-102.
Puspitarini, N. D. 2012. Peran Satuan Pengawasan Intern dalam Pencapaian Good University
Governance pada Perguruan Tinggi Berstatus PK-BLU. Accounting Analysis Journal,
1(2): 1-5.
Raharjo, E. 2007. Teori Agensi dan Teori Stewarship dalam Perspektif Akuntansi. Fokus
Ekonomi, 2(1): 37-46.
Rasyid, A., A. Fakhrina, dan M. Huda. 2014. Survei Implementasi Good University
Governance Studi Kasus pada STAIN Pekalongan. Jurnal Penelitian, 11(1): 172-188.
Rinnaya, I. Y., R. Andini, dan A. Oemar. 2016. Pengaruh Profitabilitas, Rasio Aktivitas,
Keputusan Pendanaankeputusan Investasi terhadap Nilai Perusahaan (Studi Empiris
Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bei Tahun 2010-2014). Jurnal of
Accounting, 2(2): 1-18.
Sabandar, S. Y., A. Tawe, dan C. I. Musa. The Implementation of Good University
Governance in the Private Universitas in Makassar (Indonesia). Espacios, 39(2): 1-13.
Sangki, A. A., R. Gosal, dan J. Kairupan. 2017. Penerapan Prinsip Transparansi dan
Akuntabilitas dalam Pengeleloaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, 1(1): 1-12.
Wahab, A. A. dan A. Rahayu. 2013. Pengaruh Penerapan Prinsip-Prinsip Goof University
Governance terhadap Citra Serta Implikasinya pada Keunggulan Bersaing Perguruan
Tinggi Negeri Pasca Perubahan Status menjadi BHMN (Survei pada Tiga Perguruan
Tinggi Negeri Berstatus BHMN Di Jawa Barat). Jurnal Administrasi Pendidikan,
17(1): 154-173.
Yanti, N. dan N. S Harahap. 2017. Mengukur Indeks Kinerja Pegawai UIN Suska Riau
dengan Penerapan Metode Balanced Scorecard. Jurnal Sains, Teknologi dan Industri,
14(2): 178-184.
Zoelisty, C., dan Adityawarman. 2014. Amanah Sebagai Konsep Pengendalian Internal Pada
Pelaporan Keuangan Masjid (Studi Kasus Pada Masjid Di Lingkungan Universitas
Diponegoro). Diponegoro Journal Of Accounting, 3(3): 1-12.

19

Anda mungkin juga menyukai