Anda di halaman 1dari 7

J.Tek.Ling Vol. 7 No. 3 Hal. 227 - 233 Jakarta, Sept.

2006 ISSN 1441 – 318X

PELESTARIAN HUTAN MANGROVE


MELALUI PENDEKATAN MINA HUTAN (SILVOFISHERY)
*)
Kusno Wibowo dan Titin Handayani **)
*) Peneliti di Pusat Teknologi Lingkungan –BPPT
**) Peneliti di Balai Teknologi Lingkungan BPPT

Abstract

Indonesia contains about one-third of the world’s total mangroves areas,


but experts say more than half of the country’s mangrove forest have
been destroyed since the 1940s. The main sustainable alternatives to
coastal aquaculture pond development within or associated with
mangrove are silvofisheries and mariculture. Silvofishery is a form of
integrated mangrove tree culture with brackish water aquaculture. This
integrated approach to conservation and utilization of the mangrove
resource allows for maintaining a relatively high level of integrity in the
mangrove area while capitalizing on the economic benefits of brackish
water aquaculture. Traditional models of silvofishery is the Empang Parit
model, which is sometimes reffered to as Tambak Tumpangsari, was
developed in Indonesia, tracing its roots back perhaps over a thousand
years. The modern version of Empang Parit is today being promoted by
the Indonesian Ministry of Foretry and the Directorate General of
Fisheries. Silvofisheries have been successfully developed in Indonesia
such as in Sinjai (Sulawesi), Cikeong (West Java), Pemalang (Central
Java), and Bali.

Key words: Mangrove, tsunami, silvofishery, Indonesia

1. PENDAHULUAN ekosistem tersebut bersifat open acces


sehingga meningkatnya eksploitasi
Ekosistem hutan mangrove sumberdaya mangrove oleh manusia
merupakan kawasan hutan di wilayah akan menurunkan kualitas dan
pantai. Ekosistem hutan ini tersusun oleh kuantitasnya.
flora yang termasuk dalam kelompok
rhizoporaceae, combretaceae, meliaceae, Hutan mangrove yang juga disebut
sonneratiaceae, euphorbiaceae dan hutan payau, hutan pasang surut, hutan
sterculiaceae. Sementara itu, pada zona pantai atau hutan bakau merupakan
ke arah darat ditumbuhi oleh jenis paku- salah satu sumberdaya alam yang sangat
pakuan (Acrostichum aureum). Ekosistem potensial dan mempunyai ekosistem
hutan mangrove merupakan tipe sistem yang unik. Karena paling tidak di
fragile yang sangat peka terhadap kawasan ini terdapat
perubahan lingkungan, padahal

Pelestarian Hutan Mangrove .......J. Tek. Ling. PTL-BPPT. 7(3): 227-233 227
empat unsur biologis penting yang daratan oleh adanya sedimentasi dan
bersamaan, yaitu daratan, air, flora dan rusaknya hutan karena penebangan (3).
fauna. Letak hutan mangrove ini berada Segara Anakan menerima berbagai
di perbatasan antara darat dan laut, tekanan seperti sedimentasi, deforestasi
tepatnya di daerah pantai dan di sekitar dan konversi lahan. Sedimentasi
muara sungai yang dipengaruhi oleh mempunyai pengaruh terhadap luasan
pasang surut air laut. Wilayah mangrove Segara Anakan. Luas kawasan telah
mempunyai ekosistem yang rumit dan berubah dari 6.450 ha pada tahun 1903
mempunyai kaitan baik dengan menjadi 1.800 ha (4) dan pada tahun
ekosistem darat maupun ekosistem lepas 1992. Keadaan tersebut berubah setiap
pantai. tahun (pengamatan penulis Agustus
2003). Fungsi dan peran ekosistem hutan
Komunitas hutan mangrove telah mangrove sangat penting sebagai tempat
banyak mendapat perhatian para ahli. untuk memijah, mengasuh anak,
Penelitian vegetasi di komunitas hutan berlindung serta mencari makan bagi
mangrove telah menarik demikian banyak berbagai jenis ikan. Oleh karena
ahli untuk menelitinya dibandingkan itu, kelestariannya harus
dengan komunitas tumbuhan lainnya (1). dijaga. Penurunan kualitas dan kuantitas
Peranan ekosistem mangrove yang unik ekosistem hutan mangrove akan
dan penting sudah banyak diketahui mengancam kelestarian habitat tersebut
orang. Mangrove dibagi menjadi dua dan selanjutnya akan mengancam
bagian, dipandang dari sudut kehidupan fauna tadi (5).
ekosistemnya dan dari sudut
komponennya (2). Dari sudut ekosistem, Meningkatnya pembangunan
dilihat kegunaan hutan secara utuh, ekonomi dewasa ini telah menempatkan
termasuk daerah littoral dan pantai di wilayah pesisir menjadi cukup strategis
sekitarnya, untuk berbagai keperluan dan untuk kegiatan perikanan, tambak,
kesejahteraan manusia dan lingkungan industri, pemukiman, rekreasi dan
secara umum. Sedangkan dari sudut sebagainya. Pemanfaatan wilayah pesisir
komponen, dilihat komponen biotik utama, yang semakin meningkat ini selain
terutama tumbuhan yang dipergunakan memberikan dampak positif melalui
untuk berbagai keperluan manusia. peningkatan taraf hidup dan kesempatan
kerja atau usaha juga mempunyai
Ekosistem hutan mangrove dampak negatif apabila pemanfaatannya
merupakan habitat bagi berbagai macam tidak terkendali. Rehabilitasi hutan
satwa liar antara lain reptil dan ikan-ikan mangrove perlu dilaksanakan untuk
yang penting secara ekonomis dan memulihkan dan meningkatkan fungsi
biologis seperti kakap, bandeng, belanak perlindungan, pelestarian dan fungsi
dan udang. Dengan kata lain ekosistem produksinya.
mangrove sangat mendukung
perikanan. Meskipun merupakan usaha Upaya pemanfaatan optimal yang
perikanan skala kecil dan tradisional sekaligus merupakan tindakan
ternyata memiliki makna ekonomi yang rehabilitasi hutan mangrove dapat
cukup penting. Perairan hutan mangrove dilakukan melalui program Perhutanan
di kawasan Segara Anakan Cilacap Sosial. Kegiatan ini selain menanam juga
menyumbang 70% total produksi menyadarkan masyarakat untuk
perikanan yang didaratkan di Cilacap. memelihara ekosistem hutan.
Namun, kondisi tersebut sudah jauh Keuntungan lain dari kegiatan
berkurang karena sebagian besar perhutanan sosial adalah memberi
kawasan hutan mangrove di Segara kesempatan kerja dan berusaha bagi
Anakan Cilacap telah berubah jadi petani/nelayan atau masyarakat sekitar

228 Wibowo, K. dan T.Handayani, 2006


hutan khususnya dan akhirnya 3) meningkatan daya dukung
kesejahteraan masyarakat akan kawasan, serta
meningkat. Penerapan program 4) mendukung pengembangan
Perhutanan Sosial melalui sistem mina kapasitas dan keberdayaan
hutan (silvofishery) di ekosistem hutan masyarakat secara partisipatif,
mangrove merupakan salah satu berkeadilan dan berwawasan
pendekatan yang tepat dalam lingkungan sehingga menciptakan
pemanfaatan ekosistem hutan mangrove ketahanan sosial ekonomi.
secara lestari.
Sasaran kebijakan pengelolaan
Agar pengelolaan kawasan ekosistem hutan mangrove secara
ekosistem hutan mangrove dengan umum perlu diarahkan pada tiga aspek
kegiatan mina hutan dapat diterapkan di yaitu:
suatu kawasan, maka perlu dilakukan
penelaahan mengenai karakter biofisik 1. mengurangi tekanan terhadap
kawasan dan analisis permasalahan ekosistem hutan mangrove, dalam
yang ada di suatu kawasan ekosistem bentuk:
hutan mangrove. Apabila karakter biofisik
dan permasalahan sudah diketahui maka
prinsip-prinsip pengelolaan, azas dan a. pengawasan yang ketat
terhadap penebangan liar,
tujuan pengelolaan serta sasaran
pengelolaan dapat ditentukan. mangrove perburuan liar dan
ancaman kerusakan hutan
lainnya;
2. TUJUAN DAN SASARAN
PENGELOLA AN MINA HUTAN b. menindak petambak liar yang
beroperasi
c. melakukan penataan kawasan
Berdasarkan karakteristik lokasi
dan analisis masalah disuatu kawasan
ekosistem hutan mangrove serta 4. revitalisasi fungsi ekosistem hutan,
kaitannya dengan dengan fungsi dalam bentuk:
kawasan, maka pengelolaan dan
pengembangan kawasan ekosistem a. melakukan penghutanan kembali
hutan mangrove dimaksud, termasuk (reforestration) daerah yang
untuk kegiatan mina hutan, perlu telah rusak tegakan
didasarkan atas azas kelestarian, mangrovenya,
manfaat dan keterpaduan dengan b. pasang surut di dalam kawasan
tujuan: yang sudah terganggu

1) menjamin keberadaan ekosistem 5. mengembangkan manfaat sosial


hutan mangrove dengan luasan ekonomi kawasan, dalam bentuk:
yang cukup dan sebaran yang
proporsional,
2) mengoptimalkan aneka fungsi
a. menata dan memperbaiki
kawasan tersebut, termasuk fungsi sistem budidaya perikanan yang
konservasi, fungsi lindung dan ada dengan sistem mina hutan
fungsi produksi untuk mencapai b. mengembangkan program
manfaat lingkungan, sosial dan wisata alam ekosistem hutan
ekonomi yang seimbang secara mangrove yang menarik dan
berkelanjutan profesional

Pelestarian Hutan Mangrove .......J. Tek. Ling. PTL-BPPT. 7(3): 227-233 229
6. merumuskan kembali sistem Sedangkan untuk pengelolaan kawasan
kelembagaan pengelolaan tertentu diatur dengan dasar yang
ekosistem hutan mangrove yang berbeda, seperti pengelolaan Hutan
menjamin adanya sinergisme Lindung Angke Kapuk berdasarkan pada
antara pemerintah, masyarakat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia
dan dunia usaha dalam Belanda No. 24 tanggal 18 Juni 1939,
mendukung fungsi ekologi dan tentang penetapan Muara Angke sebagai
ekonomis kawasan tersebut. Cagar Alam dan dikuatkan dengan Surat
Keputusan Menteri Kehutanan No.
3. LANDASAN HUKUM 667/Kpts-II/1995, tentang penetapan
Cagar Alam Muara Angke Kapuk serta Sk
Menteri Pertanian No. 161/Um/6/1977.
Pengelolaan suatu kawasan tidak
dapat terlepas dari aturan dan landasan
hukum yang ada. Landasan hukum 4. STRATEGI PENGELOLAAN PROGRAM
pengelolaan ekosistem hutan mangrove MINA HUTAN
di Indonesia adalah Undang-undang No. 4.1. Model Mina Hutan
4 tahun 1960, tentang peraturan teritorial
nasional di seluruh nusantara dan Penerapan mina hutan
perairan sekitarnya di luar jarak 12 mil
dikawasan ekosistem hutan mangrove
laut; Undang-undang No. 1 tahun diharapkan dapat tetap memberikan
1963, tentang batas kontinental pada lapangan kerja bagi petani disekitar
kedalaman 200 m; Undang-undang No.
kawasan tanpa merusak hutan itu
5 tahun 1983, tentang pengelolaan sendiri dan adanya pemerataan luas
sumberdaya pada 200 mil laut zona lahan bagi masyarakat. Harapan ini
ekonomi ekslusif.
dapat terwujud dengan catatan tidak
ada pemilik modal yang menguasai
Mengenai upaya yang terkait lahan secara berlebihan. Untuk
dengan kegiatan konservasi dan mengantisipasi hal tersebut, harus ada
pemeliharaan lingkungan berdasarkan ikatan perjanjian antara pengelola
pada Undang-undang No. 4 tahun 1982, tambak dan Dinas Kehutanan, yang
tentang ketetapan dasar pengelolaan antara lain berisi kewajiban bagi
lingkungan hidup yang menyangkut pengelola tambak untuk menjaga
kebijakasanaan pembangunan yang kelestarian hutan serta sanksi bagi
lestari, pemeliharaan ekosistem, pengelola tambak mengingkari
pengendalian dampak lingkungan dan kewajibannya. Berdasarkan hasil
perlindungan terhadap polusi. Peraturan wawancara dengan petani di daerah
pemerintah No. 29 tahun 1993, tentang Blanakan, Subang, ketentuan yang
pengetrapan Undang-undang No. 4 tahun harus dipenuhi oleh pengelola tambak
1982, melalui AMDAL. Undang-undang antara lain mnjaga perbandingan hutan
No. 5 tahun 1990, tentang konservasi dan tambak sebesar 80% hutan dan
sumberdaya hayati dan ekosistemnya 20% kolam. Jika perbandingan hutan
yang menyangkut konsep-konsep dan tambak 50-80% : 20-50%,
integritas ekosistem dan pemanfaatan pengelola tambak diberi peringatan dan
lestari. Undang-undang No. 24 tahun jika perbandingan antara hutan dan
1992 tentang kegunaan Undang-undang tambak mencapai 50% : 50% ijin
No. 5 tahun 1990, melalui pengelolaan pengelolaan dicabut. Gambar 1 berikut
tata ruang dan undang-undang No. 41 adalah model mina hutan yang dapat
tahun 1999, tentang kehutanan. dibedakan menjadi 3 pola.

230 Wibowo, K. dan T.Handayani, 2006


a b c

Gambar 1. Model mina hutan a) mangrove dikelilingi kolam, b) mangrove diluar


kolam dan c)mangrove diantara kolam dalam dan luar (7 dan 8).

Dengan pengembangan mina baik lebih tinggi dari lahan tambak yang
hutan secara lebih tertata dan hutannya tidak baik (terbuka).
perbandingan antara hutan dan tambak
sebesar 80% : 20%, diharapkan dapat Adapun sistem mina hutan yang
meningkatkan produksi per satuan luas dapat diaplikasikan adalah sistem
dan hasil tangkapan udang liar. Harapan empang parit dan komplangan (sistem
tersebut didasarkan pada asumsi bahwa empang parit inti). Sistem empang parit
hutan disekitar kolam yang lebih baik adalah sistem mina hutan dimana hutan
akan meningkatkan kesuburan kolam bakau berada di tengan dan kolam
dengan banyaknya detritus, yang secara berada di tepi mengelilingi
tidak langsung akan berpengaruh hutan. Sebaliknya komplangan adalah
terhadap produksi. Di samping itu, hutan sistem mina hutan dengan kolam di
yang lebih baik akan menjadi tempat tengah dan hutan mengelilingi kolam (6).
mengasuh anak yang cukup bagi udang,
melindungi udang dari suhu yang tinggi 4.2. Kelembagaan
dan menyediakan makanan yang lebih
banyak bagi udang dan ikan. Lebih lanjut,
daun mangrove yang jatuh diduga Mengingat kepentingan strategis
mengandung alelopaty yang dapat dan kompleksnya permasalahan di
mengurangi keberadaan penyakit ikan kawasan ekosistem hutan mangrove,
dalam tambak. Asumsi ini timbul maka perlu kelembagaan yang jelas
berdasarkan hasil wawancara dengan yang diberi kewenangan untuk
Mantri Hutan pada saat studi banding di menangani kawasan tersebut secara
Blanakan, bahwa produksi bandeng dan menyeluruh. Jika selama ini
udang dari kolam yang hutannya cukup pengelolaan kawasan hutan mangrove
diserahkan kepada Dinas Kehutanan,

Pelestarian Hutan Mangrove .......J. Tek. Ling. PTL-BPPT. 7(3): 227-233 231
maka diperlukan badan khusus di Dinas bahan pengendalian dan
tersebut untuk menangani kawasan penyempurnaan pelaksanaan
ekosistem hutan mangrove. Dengan kegiatan perhutanan sosial.
adanya lembaga dimaksud diharapkan 3. Dalam pelaksanaan monitoring dan
tidak ada tumpang tindih kepentingan evaluasi dilakukan secara rutin dan
antara bagian-bagian yang ada di dinas periodik dan terpadu oleh instansi
Kehutanan. terkait, sesuai kewenangan masing-
masing.
4.3. Sosialisasi Program Mina Hutan
5. MINA HUTAN YANG TELAH
Sosialisasi kegiatan perhutanan BERHASIL DI INDONESIA
sosial dilakukan secara terpadu oleh
suatu tim pembina yang unsur-unsurnya Penerapan kegiatan mina hutan di
terdiri Dinas Kehutanan, Dinas Pertanian, kawasan ekosistem hutan mangrove
Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Koperasi, secara umum diharapkan dapat
Pemda dan instansi terkait lain yang mencegah perusakan kawasan tersebut
dipandang perlu (9 dan 10). oleh masyarakat karena akan
memberikan alternative sumber
Masyarakat yang terkait secara pendapatan bagi masyarakat di kawasan
langsung dengan pembangunan dan tersebut. Sedangkan untuk perambah
pengamanan hutan mangrove diajak hutan, dapat disediakan lapangan kerja
untuk berpartisipasi aktif dalam sebagai pedagang dengan menjadikan
melestarikan hutan mangrove. Pola kawasan mina hutan sebagai kawasan
pendekatan secara formal maupun wisata seperti yang terjadi di Blanakan
informal dengan maksud: dan Cikeong, Bali dan Sinjai Sulawesi
Selatan. Dengan demikian, kawasan
mina hutan dapat berfungsi ganda yaitu
• perluasan lapangan kerja yang
menjaga dan memelihara ekosistem serta
berkesinambungan
menyediakan lapangan kerja bagi
• peningkatan pendapatan masyarakat.
masyarakat
• pembinaan sumberdaya manusia,
6. KESIMPULAN
khususnya petani hutan mangrove
• menurunkan gangguan keamanan
• keberhasilan tanaman hutan Dalam pengembangan sistem
• terbinanya hubungan yang harmonis mina hutan di kawasan ekosistem hutan
antara aparat Perum Perhutani mangrove ada beberapa hal yang dapat
dengan masyarakat disimpulkan yaitu:
• peningkatan koordinasi dengan
instansi terkait 1. Rencana pengembangan dan
pengelolaan kawasan harus
4.4. Monitoring dan Evaluasi didasarkan atas azas kelestarian,
manfaat dan keterpaduan, dengan
tujuan:
1. Monitoring dan evaluasi kegiatan
dilaksanakan meliputi aspek teknis,
sosial, ekonomi dan ekologis. a. menjamin keberadaan kawasan
ekosistem hutan mangrove
2. Hasil monitoring dan evaluasi harus
dapat mengungkap permasalahan- dengan luasan yang cukup dan
permasalahan yang dihadapi di sebaran proporsional
b. mengoptimalkan aneka fungsi
dalam pelaksanaan kegiatan
silvofishery dan digunakan sebagai kawasan, termasuk fungsi

232 Wibowo, K. dan T.Handayani, 2006


konservasi, fungsi lindung dan Anakan in Indonesia, Publ. Of. Fish
fungsi produksi untuk mencapai Rest. Inst. LPPL 1/73: 73-84.
manfaat lingkungan, sosial dan 4. Perhutani, 1993, Pelaksanaan
ekonomi yang seimbang dan program perhutanan sosial dengan
berkelanjutan. sistem silvofishery pada kawasan
c. mendukung pengembangan hutan payau di pulau Jawa, Direksi
kapasitas dan keberdayaan Perum Perhutani, Jakarta.
masyarakat secara partisipatif, 5. Departemen Kehutanan dan
berkeadilan dan berwawasan Perkebunan, 1999,. Silvofishery,
lingkungan sehingga budidaya tambak -mangrove
menciptakan ketahan sosial dan terpadu, Majalah Kehutanan
ekonomi. Indonesia, Departemen Kehutanan
dan Perkebunan. Jakarta.
2. Revitalisasi fungsi kawasan hutan 6. Pemerintah Republik Indonesia, 1999,
mangrove Undang-Undang Republik Indonesia
3. Pengembangan kegiatan mina No. 41 tahun 1999 tentang
hutan dengan poporsi 80% Kehutanan, Kopkar Hutan, Jakarta
kawasan untuk hutan dan 20% 7. Anonim, 1991, Application “Social
untuk uaha perikanan. forestry” strategy by using silvofishery
system for supporting national food
DAFTAR PUSTAKA production, Perum Perhutani Unit III
West Java. Bandung.
8. Fitzgerald, W. J., 1997, Silvofisheries
1. Lugo, A.E. and S.C.Snedaker, 1974, - an environmentally sensitive
The Ecology of Mangroves Ann. Rev. integrated mangrove forest and
Ecol. System 5: 39-64Departemen aquaculture system, Aquaculture Asia
Kehutanan dan Perkebunan, Vol. II No. 3. July-September 1997
1999, Strategi national pengelolaan 9. .Nugroho, S.G., Setiawan, A. dan S.P.
hutan mangrove di Harianto. 1990, “Coupled Ecosystem
Indonesia. Direktorat Jenderal Silvo-fishery” bentuk pengelolaan
Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, hutan mangrove-tambak yang saling
Jakarta. mendukung dan melindungi.
2. Cruz. A.A de la. 1979, The function of 10. Sumarhani, 1994, Rehabilitasi hutan
Mangroves, BIOTROP, Special Publ. mangrove terdegradasi dengan
10: 125-138. sistem perhutanan social, Pros.
3. Martosubroto, P dan Sudrajat, Seminar Mangrove III, Jember, 3-6
1974, A study on some ecological Agustus 1994.
aspect and fisheries of Segara

Pelestarian Hutan Mangrove .......J. Tek. Ling. PTL-BPPT. 7(3): 227-233 233

Anda mungkin juga menyukai