Anda di halaman 1dari 23

Nama Peserta : dr.

Sitti Monica Astrilia Ambon


Nama Wahana : RSUD Kecamatan Mandau
Topik : Intoksikasi Asam Jengkolat
Tanggal (Kasus) : 4 Mei 2016
Nama Pasien : Tn. RAP No. RM : 08.92.82
Tanggal Persentasi : Nama Pendamping : dr. Henny Susiana
Tempat Persentasi : RSUD Kecamatan Mandau
Obyektif Persentasi :

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

N Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi :
Seorang pasien laki-laki usia 28 tahun datang ke IGD RSUD Mandau dengan keluhan BAK berwarna merah sejak 6 jam
SMRS. BAK sedikit-sedikit namun sering. Sebelum BAK berwarna merah, os mengaku adanya BAK berwarna putih yang disertai
dengan pasir. Terakhir BAK saat sebelum ke RS. Selain itu os juga mengeluhkan adanya rasa nyeri pada perut bagian bawah dan
rasa pegal pada kedua pinggang. Os juga merasa mual namun tidak muntah. Os mengatakan 3 jam sebelumnya (pukul 13.00) os
makan siang dengan menu jengkol. Os mengaku memakan jengkol dalam jumlah yang banyak.Sebelumnya os belum pernah seperti
ini. Adanya demam dan sesak napas disangkal.

1
Tujuan :

Bahan Bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Cara Membahas : Diskusi Persentasi dan diskusi Email Pos

Data Pasien : Nama : Tn. RAP No. Registrasi : 08.92.82

Nama Klinik : RSUD Kecamatan Mandau Telp : - Terdaftar Sejak : -

Data utama untuk bahan diskusi


1. Diagnosis/Gambaran Klinis :
 BAK merah sejak 6 jam SMRS
 Nyeri perut bagian bawah
 Pinggang terasa pegal
 Mual
2. Riwayat Pengobatan :
 Pasien belum berobat sebelumnya untuk keluhan ini
3. Riwayat kesehatan/penyakit :
 Tidak ada keluhan yang sama sebelumnya
 Riwayat penyakit ginjal sebelumnya (-)
 Riwayat penyakit kelamin sebelumnya (-)
 Riwayat HT (-), DM (-)

2
4. Riwayat Keluarga :
 Tidak ada anggota keluarga mengeluhkan hal yang sama
 Riw HT, penyakit jantung, DM dan ginjal (-)
5. Riwayat pekerjaan : Wiraswasta
6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik :
 Pasien tinggal di keluarga ekonomi menengah
 Mempunyai kebiasaan minum sedikit
7. Lain – lain : ( diberi contoh : Pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, sesuai dengan fasilitas wahana )
Pemeriksaan Fisik :
KU : Sakit Sedang
Kesadaran : CM
TTV : TD: 120/70 mmHg N : 72x/menit S : 36,20c RR : 20x/menit
 Kepala : Normochepali
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-) Sklera ikterik (-/-), RC (+/+), pupil isokor
 Hidung : Nafas cuping hidung (-)
 Mulut : Sianosis (-), tercium bau asam jengkolat (+)
 Leher : JVP tidak meningkat
 Thorak : Gerak napas simetris, tidak ada retraksi
 Jantung : BJ I dan II terdengar lemah, murmur (-), gallop (-)
 Paru : Suara Napas Vesikular (+/+) Wheezing (-/-), Rhonki (-/-)
 Abdomen: Tampak datar, distensi (-), BU (+) DBN, Supel, NT suprapubik dan umbilicus (+), VU tidak teraba, hepar dan
lien tidak teraba, nyeri ketok CVA -/-

3
 Ekst : Akral hangat, CRT < 2 ‘

Pemeriksaan Penunjang:
Laboratorium:
 Hb : 15,1 gr/dl
 Leukosit : 15.240 /ul
o Basofil : 0
o Eosinofil : 0
o N. batang : -
o N. segmen : 93
o Limfosit : 5
o Monosit : 2
 Trombosit : 257.000 /ul
 Ht : 45,1%
 Ureum : 23,4 mg / dL
 Creatinin : reagen habis
 Asam urat : 5,6 mg/dL
 GDS : 182 mg / dL
 Urinalisa Lengkap :
- Makroskopis : Warna Merah, keruh, BJ 1010, pH 6.5, Glukosa (-), Protein (albumin) +3, Bilirubin (-), Urobilinogen (-),
Nitrit (-), Keton (-), Leukosit Esterase (-), Darah (+2).

4
- Mikroskopis : Eritrosit 80-100/LPB, Leukosit 1-3/LPB, Epitel 1-2/LPB, Silinder (-), Kristal (-), Bakteri (-), Jamur(-)

Daftar Pustaka
1. Tambunan T. Nefrologi Anak : Keracunan Jengkol Pada Anak. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 1993.
2. Pitojo S.Jengkol: Budidaya dan Pemanfaatannya. Jogjakarta : Penerbit Kanisius, 1992.
3. Combest, W., Marian N., Austin C., & June HK. Effects of Herbal Supplements on the Kidney. Complementary and Preventive
Medicine, 2005; 25(5): 381-403
4. Bunawan, NC., Ashgar R., Kathleen PW., & Nancy EW. 2014. Djenkolism: Case Report and Literature Review. International
Medical Case Reports Journal, 2014; 7: 79-87
5. Majid, AM. & Nahdzatul SM. Pithecellobium jiringa: A Traditional Medicinal Herb. WebmedCentral, 2010; 1-4
6. Oen LH. Peranan Asam Jengkol Pada Keracunan Buah Jengkol. DalamSimposium Nasional Masalah Penyakit Ginjal dan
Saluran Kemih diIndonesia. Cermin Dunia Kedokteran 1982; 28:59−60.
7. Adler SG. & Jan JW. A Case of Acute Renal Failure. Clinical Journal of Americal Society of Nephrology, 2006; 1: 158-65
8. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (Ed). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 5, Jakarta :
InternaPublishing, 2010.

Subjektif
Seorang pasien laki-laki usia 28 tahun datang ke IGD RSUD Mandau dengan keluhan BAK berwarna merah sejak 6 jam SMRS. BAK
sedikit-sedikit namun sering. Sebelum BAK berwarna merah, os mengaku adanya BAK berwarna putih yang disertai dengan pasir.
Terakhir BAK saat sebelum ke RS. Selain itu os juga mengeluhkan adanya rasa nyeri pada perut bagian bawah dan rasa pegal pada
kedua pinggang. Os juga merasa mual namun tidak muntah. Os mengatakan 3 jam sebelumnya (pukul 13.00) os makan siang dengan
5
menu jengkol. Os mengaku memakan jengkol dalam jumlah yang banyak. Sebelumnya os belum pernah seperti ini. Adanya demam
dan sesak napas disangkal.

Objektif
KU : Sakit Sedang
Kesadaran : CM
TTV : TD: 120/70 mmHg N : 72x/menit S : 36,20c RR : 20x/menit
 Abdomen: Tampak datar, distensi (-), BU (+) DBN, Supel, NT suprapubik dan umbilicus (+), VU tidak teraba, hepar dan lien
tidak teraba, nyeri ketok CVA -/-
 Ekst : Akral hangat, CRT < 2 ‘

Pemeriksaan Penunjang:
Laboratorium:
 Hb : 15,1 gr/dl
 Leukosit : 15.240 /ul
o Basofil : 0
o Eosinofil : 0
o N. batang : -
o N. segmen : 93
o Limfosit : 5
o Monosit : 2
 Trombosit : 257.000 /ul
6
 Ht : 45,1 %
 Ureum : 23,4 mg / dL
 Creatinin : reagen habis
 Asam urat : 5,6 mg/dL
 GDS : 182 mg / dL
 Urinalisa Lengkap :
- Makroskopis : Warna Merah, keruh, BJ 1010, pH 6.5, Glukosa (-), Protein (albumin) +3, Bilirubin (-), Urobilinogen (-),
Nitrit (-), Keton (-), Leukosit Esterase (-), Darah (+2)
- Mikroskopis : Eritrosit 80-100/LPB, Leukosit 1-3/LPB, Epitel 1-2/LPB, Silinder (-), Kristal (-), Bakteri (-), Jamur(-)

Assesment
Intoksikasi Asam Jengkolat

Planning
 Pasien dirawat
 IVFD RL 20 tpm makro
 Ketorolac Inj 2 x 1
 Bicnat 3 x 2 tablet
 Omeprazole Inj 1 x 1
 Ranitidin Inj 2 x 1
 Cefotaxime Inj 2 x 1 gr

7
 Edukasi banyak minum dan pantau urin output

TINJAUAN PUSTAKA
INTOKSIKASI ASAM JENGKOLAT

1. Asam Jengkolat
1.1 Buah Jengkol
8
Buah jengkol  pithecolobium lobatum syn. Pithecolobium jiringa

1.2 Kandungan Zat Dalam Biji Jengkol


Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam biji jengkol terkandung nutrisi yang diperlukan oleh tubuh antara lain karbohidrat,
protein, vitamin A, vitamin B, fosfor, kalsium, dan besi.
Selain kandungan nutrisi tersebut terdapat kandungan senyawa dalam jengkol yang berisiko dapat menimbulkan keracunan yaitu asam
jengkolat.
Asam jengkolat atau jengkolic acid (S,S’-methylene bicysteine)  senyawa sejenis asam amino non-protein yang mengandung unsur
sulfur (menyebabkan asam jengkolat dapat menghasilkan bau yang kurang sedap).

Gambar 1. Struktur asam jengkolat

Senyawa ini bersifat amfoter, dapat larut dalam suasana asam maupun basa.

Kristal berwarna putih dan tidak berbau.

Daya larut dalam air sangat kecil, yaitu sekitar 10-20 mg dalam 10 ml air, dan pada pH isoelektrik 5,5, terjadi
pengendapan kristal asam jengkol.

Asam jengkolat relatif mudah dan cepat diabsorpsi oleh usus halus, kemudian 2-3- jam berikutnya sudah ditemukan pada
urin penderita dengan bentuk yang tidak berubah, dan dalam jumlah yang besar. Ini menunjukkan efisiensi penyerapan yang
tinggi dari usus, dan ginjal terkesan sebagai alat ekskresi utama bagi asam jengkolat, dan bahan ini tidak mengalami

9
metabolisme berarti dalam hati. Di dalam darah, asam jegnkolat ditransportasikan dalam bentuk ikatan longgar dengan
albumin sehingga dengan mudah dilepaskan oleh albumin dan lolos dari saringan glomerulus.
Asam jengkolat mampu merembes ke jaringan sekitar (imbibisi), sehingga pada beberapa kasus keracunan jengkol yang
disertai sumbatan di uretra, asam ini keluar ke jaringan sekitar (ekstravasasi) bersama dengan air kemih dan tertimbun di
jaringan tersebut sehingga terbentuk infiltrat air kemih yang mengandung kristal asam jengkolat pada penis, skrotum dan di
daerah suprapubis. Hal ini lebih sering terlihat pada anak-anak. Pada anak laki-laki, hablur asam jengkolat banyak berkumpul
di fossa naviculare penis. Pada 20% penderita keracunan yang ditemukan inflitrat di daerah penis dan suprapubis. Bila
dilakukan torehan (excisi), infiltrat ini mengandung hablur asam jengkolat. Rembesan cairan urin (mengandung kristal asam
jengkolat) daerah suprapubis, dapat terjadi bila ureter atau vesika urinaria mengalami peregangan berlebihan, dan cairan keluar
melalui celah antar sel epitel permukaan.

2.2 Farmakodinamik Asam Jengkolat dan Patogenesa Jengkolisme


Mengkonsumsi biji jengkol mentah atau setengah matang diduga berperan memberikan potensi risiko terjadinya keracunan
jengkol karena asam jengkolat yang terkandung dalam biji jengkol mentah masih dalam keadaan utuh dan aktif. Namun
demikian tidak semua orang yang mengkonsumsi jengkol akan mengalami keracunan karena faktor utama penyebab kejadian
keracunan akibat jengkol tergantung pada daya tahan tubuh seseorang, dalam hal ini kondisi lambungnya, jumlah jengkol yang
dikonsumsi, atau cara memasaknya. Seseorang yang mengkonsumsi jengkol dalam kondisi lambung yang asam akan lebih
berisiko mengalami keracunan. Jumlah buah yang dimakan juga bervariasi untuk menimbulkan keracunan yaitu antara 1-10
buah jengkol.Laporan kasus oleh Bunawan et al. (2014), sindrom jengkolisme muncul 2-12 jam paska mengkonsumsi jengkol.

10
Mathew & George (2011) mengungkapkan bahwa jengkol merupakan penyebab utama dari Gagal ginjal akut akibat bahan
makanan yang terjadi di Asia Tenggara. Karbon disulfida yang terkandung dalam asam jengkolat merupakan zat yang bersifat
nefrotoksik sehingga berbahaya bagi ginjal. Karbon disulfida menyebabkan nekrosis pada tubulus dan glomerulus ginjal.
Patogenesis terjadinya Gagal ginjal akut akibat jengkol sampai saat ini masih belum diketahui secara
menyeluruh.Patogenesis terjadinya jengkolisme diduga berkaitan dengan interaksi host dan agent. Beberapa studi memberikan
pendapat bahwa kerusakan ginjal yang terjadi akibat adanya reaksi hipersentivitas, efek toksis langsung asam jengkolat
terhadap parenkim ginjal, endapan metabolik jengkol, spasme ureter, atau adanya obstuksi saluran kemih oleh kristal jengkolat
(urolitiasis jengkolat). Hipersensitivitas terhadap salah satu komponen dalam jengkol diduga berperan penting dalam etiologi
jengkolisme sehingga senyawa tersebut bisa bersifat nefrotoksik bagi host.
a. Pembentukan Kristal Asam Jengkolat
Pada sistem saluran kemih, pembentukan kristal dapat ditemukan secara kasat mata di berbagai bagian dari ginjal, mulai dari
lubang keluar ureter, kandung kemih, uretra, ujung luar penis, dan pada kondisi yang hebat, dapat ditemukan pada jaringan
intersisial penis dan skrotum.Kristal masih dapat ditemukan bila contoh urin segar kita ambil, tetapi beberapa lama kemudian
kristal akan menghilang bila urin disimpan lama. Kristal asam jengkolat ternyata tidak ditemukan secara mikroskopik pada semua
contoh urin walaupun keadaan keracunannya tergolong berat. Moenadjat dkk (1963) menduga bahwa pembentukan kristal
kemungkinan akibat orang tersebut banyak berkeringat, sehingga seolah-olah ada kekurangan cairan badan dengan akibat kadar
asam jengkolat dalam badan relatif bertambah, sehingga penghabluran menjadi lebih mudah. Selanjutnya dikatakan bahwa
sungguhpun hablur tidak ditemukan secara mikroskopik dalam sedimen urin, tetapi pada beberapa sitoskopi hablur itu dapat
terlihat secara kasat mata. Dengan ditemukannya fakta ini, dikatakan bahwa dugaan terdahulu adalah benar yaitu anuria terjadi
akibat masalah mekanik. Walaupun dalam urin secara mikroskopik tidak selalu dapat ditemukan kristal, penyelidikan Oen dkk
(1972), dengan cara khromatografi kertas, mengemukakan bahwa pada semua pemakan jengkol, urin mengandung bahan asam
jengkolat.

11
Royer dkk (1974), tentang proses litogenesis, menjelaskan bahwa dalam keadaan normal, urine merupakan pelarut yang lebih baik
dari air. Cairan kemih mengandung berbagai bahan dalam kondisi supersaturasi dan secara fisikokimiawi berada dalam keadaan
tidak stabil. Proses pengendapan bahan untuk menjadi kalkuli di urin, bergantung pada kecepatan aliran, volume air, daya tarik
ionik, pH, bahan terlarut lainnya, dan telah terbentuknya nukleus kristal. Kecepatan aliran merupakan faktor terpenting dan menjadi
faktor predisposisi untuk pembentukan kalkuli, sedang pH merupakan faktor fundamental. Dijelaskan lebih lanjut bahwa kejadian
pembentukan kalkuli, mudah terjadi pada bayi dan anak, karena sering mengalami kekurangan air secara tidak wajar, misalnya
diare dan demam, Tempat yang paling ideal untuk terbentukanya kristal, adalah di kaliks ginjal, karena di tempat ini kepekatannya
tertinggi.Pada ginjal, filtrat glomerulus awalnya encer, dan filtrat menjadi sangat pekat di daerah tubulus proksimal karena
penarikan air secara reabsorpif aktif sebanyak 95%. Penarikan air menjadi maksimal setelah tubulus distal menjalankan perannya
dengan menarik air sekitar 4% lagi bila tubuh perlu lebih banyak air dikembalikan ke dalam tubuhn sehingga dengan bantuan
vasopresin, konsentrasi bahan dapat mencapai kepekatan 1.200 mosm/l saat meninggalkan tubulus kontortus.
Metabolisme dalam tubuh meninggalkan produk sampah metabolisme yang menghasilkan banyak asam. Penumpukan asam harus
dibuang dan ginjal merupakan salah satu organ yang melaksanakan pengeluaran asam tubuh, sehingga cairan kemih cenderung
mejadi lebih asam dan pH cairan kemih menurun. Turunnya pH dapat sebegitu rendahnya dan dapat mencapai pH 5,5 atau lebih
rendah lagi. Pada Ph 5,5 ini merupakan pH isoelektrik asam jengkolat.Sehingga membantu proses pengkristalan.Batuan urin pada
awalnya berupa bahan dasar kristal yang kemudian menyatu menjadi senyawa kompleks yang padat dan keras dengan permukaan
luar yang kasar dan runcing. Penyatuan terjadi setelah kristal satu dengan lainnya diikat oleh matrik organik yang terdapat dalam
cairan kemih, dimana kadar matrik organik berkisar 2,5 – 10% dari berat batuan. Penyatuan dalam bentuk senyawa komplek yang
besar, memerlukan waktu yang cukup lama karena penyatuannya berlangsung secara bertahap hari demi hari. Setelah berbentuk
batuan keras mirip batu karang, barulah kalkuli ini bepotensi melukai dinding saluran kemih baik saat terkelupasnya batuan dari
tempat perlekatannya, ataupun sepanjang perjalanannya pada saluran kemih. Dengan demikian pada hematuria, perlu sekali
diperhatikan apakah kristal yang ditemukan telah menyatu dan telah merupakan bentukan senyawa komplek yang keras, sehingga
mampu melukai dinding saluran kemih.Kristal asam jengkolat dalam urin, dapat berbentuk jarum gelendong (spindle), bila dalam

12
keadaan terpisah atau berbentuk bunga mawar (rosete) bila dalam bentuk berkelompok. Gambar berikut memperlihatkan kristal
asam jengkolat.

Gambar 2. Bentuk kristal asam jengkolat (Oen dkk, 1972)

Kristal asam jengkolat ternyata tidak ditemukan pada semua urin penderita keracunan jengkol, bahkan penderita keracunan berat
dan gagal ginjal akut, lebih banyak ditemukan negatif, padahal hematuria selalu ada.

b. Tubulus Nekrosis Akut


Keracunan jengkol dapat menimbulkan masalah yang serius, dan sering penderita dibawa dalam keadaan yang berat dan
sudah terjadi gagal ginjal akut. Kegagalan fungsi ginjal diakibatkan terjadinya nekrosis tubulus yang akut seperti
ditemukan oleh Alatas (1994), yaitu pada biopsi ginjal ditemukan kerusakan epitel tubulus. Hal yang mirip juga didapat
oleh Segasothy dkk (1995) yang melihat adanya fokus-fokus nekrosis tubuler yang tersebar luas, edema jaringan
intersisial, sedangkan dari delapan glomerulus yang ditemukan, kesemuanya terkesan normal.Aliran darah ginjal yang
13
menuju glomerulus hanya 20%, sedang 80% lainnya mengalir melalui kapiler peritubuler. Dengan demikian klirens
glomerulus hanya membersihkan 20% darah yang mengalir ke ginjal. Hal ini memberi pengertian bahwa pembersihan
lainnya sebanyak 80%, dilaksanakan langsung dari darah yang mengalir dari peritubuler dan kerja ini dilakukan oleh sel
tubulus yang menerima kiriman bahan langsung dari kapiler peritubuler.Melalui penjelasan ini dapat diduga bahwa
bahan perusak (asam jengkolat atau metabolitnya) akan masuk ke dalam sel tubulus melalui 2 jalur yaitu sebagai bahan
yang masuk kembali melalui reabsorbsi, dan dari hasil perembesan langsung dari pembuluh darah peritubular.
Bahan berasal dari jalur reabsorbsi, terjadi karena sifat reabsorbsi tubulus proksimal yang uncontrolled, akan menyerap
kembali bahan penting, termasuk (mungkin) asam jengkolat sebagai asam amino non esensial. Sifat reabsorbsi tubulus,
tidak berbeda dengan usus dan bentukan asam amino L-isomer akan dirabsorbsi secara aktif oleh sel tubulus. Asam
jengkolat sangat mungkin mengalami hal yang sama, sehingga bersama dengan hasil perembesan melalui kapiler
peritubuler, akan menyebabkan asam jengkolat terkonsentrasi di daerah kortikal ginjal secara cukup.
Akibat konsentrasi yang tinggi dari asam jengkolat atau metabolitnya, mengakibatkan terjadinya nekrosis jaringan
tubulus yang akut, dan gangguan timbul melalui :
1. Asam jengkolat atau metabolitnya memgakibatkan kelumpuhan kerja berbagai enzim seperti Na-K-ATPase, yang
mengakibatkan menumpuknya ion H, ion Na, dan air dalam cairan intrasel. Terjadinya pembengkakan sel dan
organel, selanjutnya akan mengakibatkan kematian sel.
2. Kerusakan organel juga akan mengakibatkan rusaknya peroksikom, yang kaya dengan ion H+.Keluarnya asam ini
akan menyebabkan sinyal untuk ginjal mengeluarkan lebih banyak asam dan pH urin akan menurun secara bertahap.
3. Gangguan pH dan stres protein dapat menyebabkan enzim asetilkolin esterase terhambat kerjanya, dan akan
terbentuk oksigen reaktif. Oksigen reaktif ini akan mengakibatkan rusaknya tubulus ginjal melalui kerusakan
lisosom, dan senyawa radikal bebas ini akan bekerja secara langsung, dan akan mengakibatkan kerusakan sel
tubulus. Lameire dan Vanholder (2001) menjelaskan terjadinya sejumlah respon metabolik bila tubulus mengalami

14
iskemia atau nefrotoksik yang mengakibatkan deplesi ATP sel, pembengkakan sel, meningkatnya kadar ion Ca bebas
dalam intrasel, aktifnya enzim fosfolipase yang akan merusak lapisan lemak pada plasma membran dan organel
subseluler, akrtfinya protease, dan meningkatkan pembentukan oksigen radikal. Oksigen radikal seperti NO
(nitrogen monoksida), akan menyebabkan terkelupasnya epitel tubulus (detachment) dan degan cepat berkembang
menjadi nekrosis tubulus akut.
Nekrosis yang terjadi bisa sangat luas, dan bersifat sangat akut, sehingga mampumenimbulkan gagal ginjal akut.
Perdarahan yang ditimbulkannya juga dapat bersifat masif, dan akibat dinding tubulus juga rusak, darah dapat masuk ke
tubulus, keluar bersama urin, sehingga dapat dilihat secara kasat mata (gross hematuria). Kemungkinan hebatnya
perdarahn ini dapat menjelaskan bahwa kadang-kadang dapat ditemukan gumpalan darah di kandung kemih.Di lain
pihak, obstruksi oleh kristal dapat juga mengakibatkan meningkatnya tekanan intraluminar sehingga cairan dari lumen
berbalik kearah sel tubulus dan jaringan intersisial (back leak). Sel ini akan mengakibatkan menumpuknya cairan dan
sampah metabolisme dalam sel tubulus dan jaringan intersisial dan bila prosesnya berlanjut, akan mengakibatkan
kematian jaringan yang luas. Nekrosis tubulus dapat terjadi. Bila kerusakannya berat, perdarahan dapat juga terjadi.
Selain itu, pembentukan kristal juga daoat menyebabkan terjadinya perdarahan akibat perlukaan dinding yang
dilengkapi oleh otot polos. Pada perdarahn akibat pergesekan ini, kristal harus dalam bentuk kristal komplek yang sudah
keras. Tipe perdarahan seperti ini, dapat terjadi dari ureter sampai uretra, Dalam masalah keracunan jengkol yang
disertai obstruksi oleh kristal, baik yang mengakibatkan nekrosis jaringan, ataupun yang menimbulkan perdarahan,
prosesnya berlangsung lama. Mengingat cepatnya muncul gejala keracunanm sulit untuk menjelaskan bahwa kristal
menjadi penyebab pokok pada masalah keracunan jengkol.

c. Hematuria Pada Keracunan Jengkol

15
Salah satu gejala pada keracunan jengkol adalah hematuria, dan selama ini diyakini ditimbulkan oleh tajamnya kristal
yang menggores dinding sistem perkemihan. Bentuk kristal asam jengkolat memang runcing, dan adakalanya
pembentukan kristal begitu hebatnya sehingga dapat ditemukan pada orifisium ureter eksterna, kandung kemih, orifisium
uretra eksterna terutama di fosa navikularis penis, dan lebih hebat lagi, dapat ditemukan pada jaringan intersisial penis,
skrotum, suprapubis, dan daerah inguinal.
Anggapan para klinisi tentang hematuria ini juga bervariasi, tetapi umumnya berpendapat bahwa kemunculan hematuria
pada penderita keracunan yang datang untuk ditolong, mengindikasikan kondisi penderita dalam keadaan keracunan
berat. Hematuria diperiksa dengan memakai mikroskop biasa, dan eritrosit secara utuh dapat dilihat dengan baik.
Hematuria ini sering dapat dilihat secara kasat mata (gross hematuria), bahkan pada penderita yang ditangani oleh Siswan
(1992) bekuan darah keluar saat kandung kemih dibilas.19Untuk masalah keracunan jengkol ini, hematuria oleh kristal
asam jengkolat, bila timbul akibat robekan dinding oleh ketajaman kristal maka sebagai konsekuensi perdarahan terbuka,
akan ditemukan penyebab terletak pada segmen bawah sistem kemih (ureter sampai uretra), butiran eritrosit tidak
ditemukan di daerah nefron fungsional khusunya pada segmen atas. Eritrosit baru kemudian dapat ditemukan bila
sumbatan oleh kristal telah mengakibatkan pembendungan lanjut yang telah mencapai glomerulus.
Bila masalahnya diakibatkan bahan nefrotoksik, dan dengan mengingat kemungkinan awal terjadi lebih dahulu di daerah
tublus proksimal, maka butiran eritrosit mungkin dapat ditemukan mulai dari tubulus daerah kortikal ginjal sampai ke
kandung kemih. Butir eritrosit tidak ditemukan di lumen kapsula bowman sepanjang anyaman glomerular tidak
mengalami kerusakan.
Pemeriksaan struktur mikroskopik eritrosit memakai kontras, tidak menunjukan adanya anisomorfisme butir darah, dan
ini mengindikasikan bahwa darah berasal dari keluarnya darah langsung dari pembuluh darah yang terbuka. Hasil
pemeriksaan histopatologi yang menunjukkan bahwa ureter dan vesika urinaria hanya menunjukkan dilatasi ringan tanp
ada kerusakan pada epitel dinding, dapat memastikan bahwa sumber perdarahn terletak pada bagian yang lebih tinggi.

16
Pengamatan histopatologi pada tubulus moduler yang juga cenderung tergolong gangguan ringan, juga mengindikasikan
bahwa sumber perdarahan bukan dari bagian medula ginjal, tetapi berasal dari bagian yang lebih tinggi.

d. Keluhan Nyeri Pinggang


Salah satu keluhan yang menonjol adalah nyeri pinggang, baik yang disebut kolik maupun sakit pinggang. Keluhan nyeri
pinggang dan kolik ini menunjukkan suatu nyeri berkepanjangan, yang melibatkan serabut saraf tipe C sebagai
penghantarnya. Untuk rasa nyeri tipe ini, bradikinin memegang peranan pokok dalam memicu munculnya rasa nyeri ini,
dan derajat nyeri bertambah dengan adanya pengaruh prostaglandin yang juga dikeluarkan pada kerusakan sel.
Bradikinin menjadi aktif bila enzim lisozim keluar dari jaringan yang rusak. Bradikinin juga punya kontribusi dalam
reaksi peradangan.
Untuk rasa nyeri ini, kolik akan lebih dominan bila ada sumbatan pada ureter, dan rasa pegal akan lebih dominan bila
reseptor nyeri pada kapsul ginjal terangsang. Perlu dicatat disini bahwa frekuensi kolik dan pegal terjadi sama banyak
pada penderita yang dirawat.
Bila asam jengkolat mebimbulkan masalah awal melalui pembentukan kristal yang menyumbat ureter, kolik akan
mengawali segala keluhan. Bila bahan nefrotoksik menimbulkan masalah awal melalui kerusakan jaringan, maka rasa
pegal akan mengawali keluhan.Kerusakan sel di daerah tubulus kortikal, dapat mengakibatkan dikeluarkannya kinin-
kinin seperti bradikinin, dan bersamaan dengan dikeluarkannya prostaglandin ke daerah kerusakan, akan timbul rasa
nyeri hebat. Hal ini dapat menjawab mengapa muncul nyeri kolik dan nyeri pinggang dalam waktu singkat, sejalan
dengan munculnya hematuria.

e. Perubahan pH urin
Buah jengkol mampu menimbulkan urin yang sangat asam, walaupun asam jengkolat bersifat amfoter dan merupakan asam lemah.
Oen dkk (1972) mendapat hasil pH 5-5,5 pada urin penderita keracunan dan orang percobaan yang ditelitinya. Adanya kristal dalam
17
urin, dan dengan pH isoelektrik 5,5 dari asam jengkolat, mengajak berpikir ada saat dimana pH di bagian ginjal tertentu telah
mencapai pH 5,5, bahkan bisa lebih rendah lagi.Urin manusia memiliki pH berkisar 4,5-8,0 dan berfluktuasi sesuai dengan
kondisinya. Darah arteri memiliki pH 7,40, dengan kisaran plus minus 0,05.Diatas 7,45 sudah terjadi alkalosis, sedang di bawah
7,40 sudah terjadi asidosis. Untuk mempertahankan pH darah dengan kisaran sempit ini, tubuh dilengkapi oleh berbagai sistem
sistem dapar (buffer). Ginjal juga mengemban tugas ini sebagai lini ketiga, dengan mangatur ekskresi ion H +, ion HCO3- dan NH3
(amonia).Oen dkk (1972) mencatat pH urin berkisar pada 5,0-5,5, suatu pH yang sangat asam, sehingga patut diduga telah terjadi
suatu masalah pada tubuh, sehingga ginjal terpacu kuat untuk mengeluarkan banyak asam ke dalam lumen saluran kemih.Secara
fisiologis tubuh akan memakai ginjal untuk membantu membuang kelebihan asam dalam tubuh, bila lini pertama (dapar kimiawi)
dan lini kedua (dapar respirasi) mengalami kesulitan dalam mempertahankan pH tubuh agar tetap diatas pH 7,35 (pH terendah
tubuh). Ini mengindikasikan bahwa ginjal telah memperoleh sinyal adanya kelebihan asam, baik ekstrasel maupun intrasel, sehingga
segera bekerja membuang kelebihan beban asam dalam tubuh, apapun penyebabnya.

f. Munculnya Anuria
Schureks dan Johns (1997), mengatakan bahwa tubulus proksimal harus dilindungi terhadap kemungkinan tejadinya
defisiensi oksigen karena tubulus proksimal punya kapasitas yang kecil terhadap oksidasi glikolitik. Untuk itu, kelemahan
ini dilindungi melalui tubulo glomerular feedback (TGF). Bagian terminal akhir dari segmen tebal yang menaik (tubulus
distal), yaitu makula densa, bertindak sebagai alat picu untuk pelaksanaan TGF, dan mengatur agar laju filtrasi tidak
terlalu besar dan membebani tubulus karena tubulus akan perlu lebih banyak oksigen saat melakukan reabsorbsi aktif. Alat
picu bekerja bila terjadi kenaikan kadar ion natrium. Perubahan pada glikolisis, secara dramatis akan mengakibatkan
perubahan efisiensi daya transpor dari bagian segmen tebal yang menaik.Kerusakan daerah tubulus kortikal, menyebabkan
kemampuan tubulus proksimal menurun dalam melaksanakan reabsorbsinya. TGF yang terpicu untuk bekerja, dengan
segera akan menurunkan daya transpornya, dan bersamaan dengan diperintahkannya glomerulus mengurangi laju
filtrasinya, akan menyebabkan terhentinya aliran kemih, dan terjadilah anuria.Kristal-kristal asam jengkolat yang telah

18
terbentuk, pada gilirannya akan mengendap sejalan dengan berhentinya aliran kemih. Endapan yang banyak akan mampu
mengakibatkan sumbatan, dan ini akan mengakibatkan bertambah beratnya keadaan.

3. Kriteria Diagnostik

Diagnosa keracunan didasarkan atas adanya tanda dan gejala yang sesuai dengan racun penyebab. Dengan analisis kimiawi dapat dibuktikan
adanya racun pada sisa barang bukti. Yang terpenting pada penegakan diagnosis keracunan adalah dapat ditemukan racun/sisa racun dalam
tubuh/cairan tubuh korban, jika racun menjalar secara sistemik serta terdapatnya kelainan pada tubuh korban, baik mikroskopik yang sesuai
dengan racun penyebab. Disamping itu perlu pula dipastikan bahwa korban tersebut benar-benar kontak dengan racun. Yang perlu diperhatikan
untuk pemeriksaan korban keracunan ialah : keterangan tentang racun apa kira-kira yang merupakan penyebabnya, dengan demikian pemeriksaan
dapat dilakukan dengan lebih terarah dan dapat menghemat waktu, tenaga dan biaya.Pada Jengkolisme Penetapan diagnosis keracunan jengkol
bagi seorang dokter yang pemahmelihat kasus keracunan jengkol dan pernah mencium bau khas jengkolmemang tidak terlalu sulit. Anamnesa
yang cukup teliti akan mengungkapkanbahwa gejala-gejala keracunan timbul beberapa waktu setelah memakan buahjengkol.Selain anamnesa juga
diperlukan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya.

4. Gejala dan Tanda Jengkolisme

Sindrom jengkolisme secara dominan lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada wanita dengan rasio 7:1. Insidensi jengkolisme
meningkat pada bulan September sampai dengan Januari saat pohon jengkol berbuah. Sindrom yang terjadi tidak serta merta muncul
sesaat setelah mengkonsumsi jengkol. Sindrom jengkolisme muncul 2-12 jam paska mengkonsumsi jengkol. Gejala yang muncul
lebih banyak terjadi pada sistem nefrourologi.

19
Bunawan et al. (2014) telah membuat laporan kasus pasien penderita jengkolisme. Gejala jengkolisme muncul 2-12 jam paska
konsumsi biji jengkol berupa nyeri kostovertebrae (flank pain), spasme vesika urinari (VU), disuria, kolik, flatulen, muntah, dan
gangguan gastrointestinal berupa diare atau konstipasi.Dimana bila dipersenkan, gejala-gejala dominan yang muncul adalah nyeri
kolik abdomen 70%, disuria 66%, oligouria 59%, hematuria55%dan hipertensi 36%.
Urin penderita pada awalnya akan berwarna putih seperti susu yang kemudian menjadi merah akibat hematuri. Hasil urinalisis
didapatkan albumin, sel epitel, cast, eritrosit, dan terkadang ditemui kristal jengkolat yang berbentuk seperti jarum. Pembentukan
kristal jengkolat dipengaruhi oleh derajat keasaman (pH) dimana asam jengkolat akan mengkristal pada suasana asam.
Jengkolisme memiliki 2 gambaran klinis berupa: 1) gejala ringan berupa nyeri dan hematuria akibat obstruksi ureter oleh kristal
jengkolat (ureterolitiasis) dan 2) gejala yang berat berupa hipertensi, oligouria, dan azotemia walaupun jarang. Jengkolisme dan anuria
mampu menyebabkan kematian walaupun kasusnya jarang. Pemeriksaan laboratorium pada anuria digunakan untuk mendukung gagal
ginjal akut. Diagnosis klinis berupa flank pain, mual, muntal, dan hematuria yang nyata terjadi karena adanya obstruksi di ureter
maupun uretra. Kristal melukai jaringan ginjal sehingga menyebabkan perdarahan. Endapan metabolik juga mampu menyebabkan
obstruksi uretra sehingga menyulitkan pemasangan kateter.
Kejadian jengkolisme pada anak jarang terjadi. Studi kasus oleh Vachvanichsanong & Lebel (1997) pada pasien anak yang
menderita jengkolisme, sindrom ini terjadi setelah anak tersebut mengkonsumsi jengkol 4 kali.Penderita jengkolisme dapat mengalami
gangguan elektrolit dan asidosis. Urin dan nafas penderita yang berbau sulfur juga bisa menjadi diagnosis presumtif terjadinya
intoksikasi asam jengkolat.

5. Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang

20
Pada jengkolisme dapat dilakukan laboratorium rutin dan pemeriksaan penunjang berupa Faal ginjal (kadar ureum, kreatinin),
urinalisa (untuk menentukan kadar eritrosit dalam urine), pemeriksaan urin dan sedimen (Untuk menentukan PH urin dan ada atau
tidaknya kristal asam jengkol), histopatologi ginjal, radiologi (foto polos abdomen, BNO) dan USG Abdomen.Parameter untuk
menyatakan bahwa seseorang keracunan jengkol dapat dinilai dari pemeriksaan urin. 1). Terjadinya hematuria mikroskopik atau
makroskopik dan 2). Terdapat kristal asam jengkolat dalam urin. yang diperiksa melalui pemeriksaan mikroskopik pembesaran 10 x
45. Kristal masih dapat ditemukan bila contoh urin segar kita ambil, tetapi beberapa lama kemudian kristal akan menghilang bila urin
disimpan lama. Khusus untuk butir eritrosit, bila ditemukan eritrosit dalam urin, dilakukan pemeriksaan mikroskopik lanjutan
memakai fase kontras. Biasanya ditemukan bentuk eritrosit yang isomorfik. Selain itu dari urin juga dapat dinilai Warna dan
kekeruhan urin yang dilihat secara kasat mata, bau dengan menciumnya dan menentukan pH dengan kertas lakmus Merck pH 0 - 14.
Pada pemeriksaan faal ginjal dapat ditemukan kadar kreatinin yang normal atau dapat juga meningkat. Untuk mengetahui adanya
obstruksi akibat spasme atau kelainan pada sistem saluran kemih dapat dibuktikan dengan penunjang radiologis seperti foto polos
abdomen atau BNO.Pada pemeriksaan USG abdomen dapat ditemukan adanya hidronefrosis ginjal.Pemeriksaan histiopatologis
(biopsi) ginjal dan saluran kemih dapat ditemukan adanya hiperemi pada ginjal dan hemoragi pada uretra.Sagasothy dkk (1995) tidak
menemukan adanya kerusakan pada glomerulus namun terjadi nekrosis yang luas pada tubulus. Pemeriksaan biopsi ginjal oleh Alatas
(1994), menemukan adanya kerusakan epitel pada tubulus daerah proksimal. Namun, biopsi masih diperdebatkan penggunaanya
karena pasien jengkolisme biasanya datang dengan kondisi akut.

6. Penatalaksanaan Jengkolisme
Reimann & Sukaton (1956) melaporkan bahwa pasien dengan jengkolisme sebagian besar memerlukan tindakan suportif selama 3
hari. Jengkolisme ringan tidak memerlukan terapi spesifik selain kontrol nyeri dan hidrasi (banyak minum). Jengkolisme berat dengan
gejala anuria dan diduga mengalami GGA memerlukan analgesik, hidrasi cepat, dan alkalinisasi urin menggunakan sodium bikarbonat
sebagai antidotum untuk meningkatkan kelarutan kristal asam jengkolat. Dosis yang dapat diberikan 0,5 – 2 gram 4x/hari secara oral

21
pada anak-anak dan 4x2 gram hari pada orang dewasa.Namun, apabila tidak didapatkan sodium bikarbonat, terapi dapat diganti
menggunakan minuman berkarbonasi.Dalam kondisi keracunan penting untuk pemantauan ketat status cairan dan elektrolit pasien
karena kondisi pasien dapat memburuk secara tiba-tiba dan berat. Bila telah terjadi gagal ginjal akut atau komplikasi dari gagal ginjal
akut maka berikan terapi sesuai gagal ginjal akut atau komplikasi yang muncul, tidak ada antidotum yang spesifik. Seperti tabel
dibawah ini:

Tabel 2. Pengobatan Suportif pada Gagal Ginjal Akut

22
Terapi konservatif yang dilakukan pada jengkolisme berat dengan anuria terkadang tidak berespon secara maksimal sehingga
memerlukan tindakan operasi. Laporan kasus yang dilakukan oleh Wong et al. bahwa obstruksi pada saluran kemih akibat endapan
metabolik dan kalkuli dari kristal jengkolat perlu dilakukan irigasi uretra, kateterisasi, atau pemasangan stent dan bypass untuk
mengurangi obstruksi.Pencegahan kejadian jengkolisme sulit dilakukan karena kejadian dan pola kerentanan individu terhadap asam
jengkolat yang berbeda. Insidensinya sangat langka. Sindrom jengkolisme sangat beragam, bahkan tidak tergantung dari prosedur
pengolahannya. Tidak semua individu dapat terkena jengkolisme dengan memakan olahan jengkol dengan prosedur pengolahan yang
sama. Kerentanan individu terhadap GGA juga tidak tergantung dari frekuensi konsumsinya.
Namun demikian, untuk meminimalisir terjadinya keracunan akibat mengkonsumsi jengkol, maka perlu diperhatikan hal-hal berikut ini :
- Hindari mengkonsumsi jengkol pada saat perut kosong (sebelum makan) dan/atau jangan disertai makanan/ minuman lain yang besifat
asam.
- Hindari mengkonsumsi jengkol dalam keadaan mentah. Sebaiknya jengkol dimasak terlebih dahulu sebelum dikonsumsi agar kandungan
asam jengkolatnya dapat berkurang. Jengkol mentah mengandung asam jengkolat lebih banyak daripada jengkol yang sudah dimasak.
- Biji jengkol dapat dipendam dahulu di dalam tanah sebelum dimasak agar kandungan asam jengkolatnya dapat berkurang.
- Jangan mengkonsumsi jengkol secara berlebihan, terutama bagi individu yang mengalami gangguan ginjal.

23

Anda mungkin juga menyukai