PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Penyakit alzheimer merupakan penyebab dua pertiga dari keseluruhan gejala
pikun (berkisar berbagai studi dari 42 sampai 81%), dengan kasus sisanya disebabkan
penyakit jantung dan neurodegenratif yang lain seperti penyakit pick’s dan diffusie
lewy-body dementia (Dr.Iskandar Japardi, 2002).
Penyakit alzheimer adalah penyakit pada syaraf yang sifatnya irreversible
akibat penyakit ini berupa kerusakan ingatan, penilaian, pengambilan keputusan,
orientasi fisik secara keseluruhan dan pada cara berbicara. Diagnosa yang didasarkab
pada ilmu syaraf akan penyebab kepikunan hanya dapat dilakukan dengan cara otopsi.
(Dr.Iskandar Japardi, 2002).
Penyakit ini memyebabkan penurunan kemampuan intelektual penderita
secara progresif yang mempengaruhi fungsi sosialnya. Sayangnya banyak pasien atau
keluarganya menganggap ini gejala norma akibat bertambahnya usia, sehingga tidak
segera menemui dokter(Ronald Reagan, 2009).
Dengan banyaknya kasus penderita alzheimer yang kurang mengetahui
gejalanya dan penyakit alzheimer mengacu kepada kelaian otak secara biologis,
penuli tertarik untuk menggali lebih dalam tentanfg penyakit tersebut.
2. Perumusan Masalah
A. Pengertian Alzheimer
B. Etiologi Alzheimer
C. Manifestasi Klinik Alzheimer
D. Patofisologi Alzheimer
E. Komplikasi Alzheimer
F. Pemeriksaan Diagnostik Alzheimer
G. Penatalaksaan Alzheimer
H. Upaya Rehabilitas Alzheimer
I. Upaya Pencegahan Alzheimer
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Alzheimer
Penyakit Alzheimer adalah suatu kondisi otak perlahan mengerut dan
mati.Sel-sel sarafdi otak berhenti bekerja, dan sinyal otak tidak berfungsi dengan baik
(Kelly.2008).
Penyakit Alzheimer adalah demensia kortikal ditandai dengan,kehilangan
lambat progresif fungsi kognitif yang biasanya berlangsung selama 8 sampai 12 tahun
(antara 5 sampai 20 tahun) yang memuncak dan berakhir dengan kematian
(Agronin.2004).
B. Etiologi Alzheimer
Etiologi penyakit alzheimer tidak diketahui, meskipun kaitannya genetik atau
riwayat cedera otak dapat berdampak di beberapa kasus. Faktor lingkungan dan virus
telah diduga sebagai penyebabnya, tetapi tidak ditemukan adanya bukti untuk
membenarkan dugaan ini. (Brooker, 2008)
Menurut lembaga nasional pada penuaan (2006) penyakit alzheimer
mengganggu setiap proses neuron yang sehat seperti komunikasi, mobilisasi, dan
perbaikan. Akibatnya, sel-sel saraf di otak berhenti bekerja, kehilangan koneksi
dengan sel saraf lainnya dan akhirnya mati. Kehancuran dan kematian sel-sel saraf
menyebabkan kegagalan memori, perubahan kepribadian, masalah dalam
melaksanakan kegiatan sehari-hari. Menurut hipotesis, akumulasi Abeta dalam otak
adalah pengaruh utama yang mendorong pathogenesis penyakit alzheimer (Hardy dan
Selkoe, 2002) .
Faktor-faktor resiko penyakit Alzheimer antara lain:
Usia: kebanyakan penderita berusia lebih dari 65 tahun ke atas
Factor genetic : mutasi gen protein precursor amiloid, gen presenilin 1 dan 2,
serta apolipoprotein E
Factor lingkungan seperti riwayat cedera kepala berat
Penyakit metabolic: obesitas, hiperlipidemi, dan diabetes mellitus.
C. Manifestasi Klinik Alzheimer
Hilangnya ingatan mengenai kejadian yang baru lewat adalah keluhan utama
yang bisa timbul. Pemahaman bisa tetap normal pada tahap awal dan sering dijumpai
adanya depresi. Kemudian, gangguan ingatan yang lebih jelas disertai oleh gangguan
kemampuan motorik, seringkali disertai gambaran ekstrapiramidalis. Gangguan pola
tidur, hilangnya control sfingter, dan perubahan kepribadian turut menyebabkan
disintegrasi social progresif (Rubenstein,dkk.2007).
Diagnosa klinis Alzheimer biasanya sangat sensitive dalam mendiagnosis
kasus positif, namun dapat salah mendiagnosis, terutama pada indivisu tua. Gambaran
klinis adalah sebagai berikut:
Keadaan mudah lupa yang berkembang lambat dan membahayakan,
penurunan kemampuan menilai, perubahan kepribadian dan perilaku yang
berkembang dalam periode sampai 10 tahun.
Sering terjadi kehilangan memori jangka pendek dan masalah dengan konsep
matematik (Corwin, 2009).
Menurut George Dewanto dalam bukunya yang berjudul Paduan praktis
Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf (2009) manifestasi klinis penyakit
Alzheimer terdiri atas manifestasi gangguan kognitif, gangguan psikiatrik dan
perilaku. Gangguan kognitif awal adalah gangguan memori jangka pendek atau
memori kerja. Gangguan ini akan diikuti dengan kesulitan berbahasa, disorientasi
visuospasial dan waktu, serta inatensi.penderita mengalami ketergantunfan dalam
melakukan aktivitas sehari-harinya seiring perjalanan penyakit, akan muncul
gangguan psikiatrik dan perilaku seperti depresi, kecemasan, halusinasi, waham, dan
perilaku agatasi.
Gambaran klinis Alzheimer berdasarkan stadiumnya:
a. Stadium awal
Dapat dianggap sebagai pikun yang wajar, kurang berenergi dan sering
kali tidak disadari.
Mengulang kata-kata, salah menempatkan benda, kesulitan
menyebutkan nama untuk benda-benda yang sudah dikenal, tersesat
dijalan yang biasa dilewati, perubahan perilaku, kehilangan minat pada
hal yang sebelumnya disukai, kesulitan melakukan sesuatu yang
mudah dilakukan dan kesulitan mempelajari informasi baru
b. Stadium lebih lanjut
a. Gejala makin jelas seperti masih dapat melakukan pekerjaannya sendiri
tetapi memerlukan bantuan untuk melakukan aktivitas yang lebih sulit
b. Melupakan detail mengenai peristiwa tertentu, melupakan peristiwa
kehidupan sendiri, tidak mengenali diri sendiri, halusinasi,
argumentasi, perilaku agitasi, waham, depresi, kesulitan dalam
melakukan hal dasar seperti menyiapkan makanan dan menyetir
c. Stadium akhir
Tidak dapat melakukan kegiatan tanpa bantuan orang lain
D. Patofisologi Alzheimer
Secara makroskopik, perubahan otak pada Alzheimer Disease melibatkan
kerusakan berat neuron korteks dan hipokampus, serta penimbunan amiloid dalam
pembuluh darah intrakranial. Perubahan morfologis terdiri dari dua cirri khas lesi
yang pada akhirnya berkembang menjadi degenerasi soma (badan) dan / atau akson
dan dendrit neuron. Satutan dalesi pada Alzheimer Diseasea dalah kekusutan neuro
fibrilaris, yaitu struktur intraselular yang berisi serat kusut, melintir, yang sebagian
besar terdiri dari protein yang disebut protein tau.
Dalam system saraf pusat (SSP), protein tau sebagian besar telah dipelajari
sebagai penghambat pembentuk struktural yang terikat dan menstabilkan
mikrotubulus, dan merupakan komponen penting dari sitoskleton (kerangka
penyangga interna) sel neuronal. Di dalam neuron-neuron, mikrotubulus membentuk
struktur yang membawa zat-zat makanan dan molekul lain dari badan sel menuju
ujung akson, sehingga terbentuk jembatan penghubung dengan neuron lain. Pada
neuron seseorang yang terserang Alzheimer Disease, terjadi fosforilasi abnormal dari
protein tau, secara kimia menyebabkan perubahan pada protein tau sehingga tidak
dapat terikat pada mikrotubulus secara bersama-sama. Protein tau yang abnormal
terpuntir masuk ke filament heliks ganda yang sekelilingnya masing-masing terluka.
Dengan kolapsnya system transpor internal, hubungan interselular adalah yang
pertama kali tidak berfungsi, dan akhirnya diikuti oleh kematian sel. Pembentukan
neuron yang kusut dan rusaknya neuron berkembang bersamaan dengan
berkembangnya Alzheimer Disease. (Ishihara dkk, 1999)
Lesi khas lain pada penyakit Alzheimer adalah plaksenilis, terutama terdiri
dari beta amiloid (A-beta) yang terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron
bukan dalam sel neuronal. A-beta adalah fragmen protein besar disebut protein
prosekusor amiloid (APP), yang dalam keadaan normal melekat pada membran
neuronal dan berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan neuron. APP terbagi
menjadi fragmen-fragmen oleh protease, dan salah satu fragmennya adalah A-beta
“lengket” yang berkembang menjadi gumpalan yang dapat terlarut. Gumpalan
tersebut akhirnya tercampur dengan bagian dari neuron dansel-sel glia (khususnya
mikroglia dan astrosit). Setelah beberapa waktu, campuran A-beta membeku menjadi
fibril-fibril yang membentuk plak yang matang, padat, tidak dapat larut,dan diyakini
beracun bagi neuron yang utuh (Medscape, 2000). Kemungkinan lain adalah bahwa
A-beta menghasilkan radikal bebas (suatu tipe molekul yang mudah bereaksi dengan
molekul lain, menimbukan perubahan kimia beracun yang merusak sel-sel lain).
Walaupun kekusutan dan plak tidak khas pada AD, distribusinya menyebar dan
melimpah dalam otak yang merupakan ciri khas dari demensia tipe ini.
E. Komplikasi Alzheimer
Dengan semakin berkembangnya penyakit Alzheimer, pengidapnya akan
kehilangan kemampuan untuk menjaga dirinya. Hal inilah yang membuat pengidap
Alzheimer rentan terhadap beberapa masalah kesehatan, seperti :
Pneumonia
Kesulitan menelan makanan dan cairan menyebabkan penderita
Alzheimer menghirup (menghisap) apa yang mereka makan atau
minum kedalam saluran pernapasan dan paru, yang dapata
menyebabkan pneumoni.
Infeksi
Kesulitan menahan air seni membuat penderita membutuhkan kateter
urin, yang dapat menyebabkan infeksi.
G. Penatalaksaan Alzheimer
Penting untuk menyingkirkan penyebab demensia yang dapat diobati.
Penatalaksanaannya sebagian besar suportif, baik bagi pasien maupun keluarganya,
97% orang yang merawat penderita mengalami gangguan emosional. Pengobatan
depresi mungkin efektif pada tahap awal. Obat yang menghambat asetilkolineseterase,
seperti donepezil dan galantamin, bisa memperlambat penurunan kognitif.Obat ini
memiliki efek samping kolinergik.
Penatalaksanaan Multidisiplin
Penatalaksanaan Terapeutik
Manajmemen pendukung, pelayanan sosial. Dukungan fisiologis dan
psikologis untuk pasien dan keluarga guna meningkatkan koping terhadap
kemunduran progresif.
Penatalaksanaan Medis
Penanganan klien dengan penyakit Alzheimer melibatkan baik klien maupun
keluarga. Obat penenang dan antidepresan dapat berguna dalam mengendalikan
tingkah laku klien. Pelayanan kesehatan rawat jalan untuk kesehatan dibutuhkan oleh
keluarga saat keadaan klien semakin memburuk dan memerlukan perawatan
total.Dukungan keluarga. Anggota keluarga harus tetap menjaga agar klien tidak
melukai orang lain. Memburuknya keadaan dapat diperkirakan dan terjadi setelah 3-
10 tahun. Pada tahap lanjut dari penyakit, klien menjadi tidak dapat mengatur
eliminasi, tidak dapat mengurus keperluan dasar sehari-hari, atau mengenali anggota
keluarga. Kematian biasanya disebabkan oleh infeksi atau malnutrisi.
H. Upaya Rehabilitas Alzheimer
Hasil dari consensus epidemiologi menyatakan bahwa prosentase untuk prevalensi
orang yang mengalami alzheimer semakin meningkat setiap tahunnya, sehingga perlu
diupayakan tindakan-tindakan promotif, preventif maupun kuratif. Baik bagi mereka
tanpa masalah maupun yang sudah bermasalah sesuai dengan yang sudah dibahas di
atas.
Penanganan yang bisa dilakukan dengan cara :
a. Farmakologis (dengan obat).
b. Hal ini perlu pemeriksaan dan pertimbangan secara individual. Penanganan
jenis ini contohnya :
Mengobati penyakit-penyakit yang memperberat kejadian alzheimer.
Mengobati gejala-gejala gangguan jiwa yang mungkin menyertai
alzheimer.
Mengatasi masalah penyimpangan perilaku dengan obat-obat penenang
(tranzquillizer dan hypnotic) serta memberikan obat-obatan anti kejang
bila perlu.
Intervensi lain yaitu dengan antipsykotics, Anxiiolitycs, Selegiline,
Antimanic drugs,Acetlcholinesterase inhibit.
c. Non-Farmakologis (tanpa obat)
Hal ini bisa dilakukan oleh semua warga senior tanpa ada pertimbangan baik
sebagai upaya promotif, prefentif maupun kuratif. Konsep penanganan Non-
farmakologis bisa menggunakan rekreasi terapeutik. Konsep ini bermanfaat
untuk meningkatkan dan mempertahankan kebutuhan psikososial lansia serta
bertujuan meningkatkan dan mempertahankan kepercayaan diri, motivasi,
mobilitas tantangan, interaksi sosial dan kebugaran mental.
Aktivitas-aktivitas yang memiliki dampak terapeutik diantaranya:
Reminisensi
Orientasi realitas
Stimulasi kognitif
Stimulasi sensorik
Stimulasi fisik (berupa gerak dan latihan otak, GLO)
Pelaksanaan program dilakukan dengan jumlah peserta yang tidak terlampau
banyak, dipimpin seorang koordinator yang memahami konsep ini.Peserta
harus dalam kelompok kebersamaan.
Aktivitas reminisensi dilakukan dengan berbincang-bincang mengenai
masalah yang lampau, mengingat kembali masa lampaunya dengan memori
episodik (materi tentang waktu dan tempat kejadian). Dengan mengaktifkan
memori episodik yang naratif, imajinatif dan emosional akan meningkatkan
daya ingat kembali. Bersamaan dengan aktivitas tersebut juga dilakukan
aktivitas orientasi nyata dengan mengingatkan lokasi, waktu dan perang orang-
orang di masa lampau.
Aktivitas reminisansi: Mengingat pengalaman anak usia dini kita
biasanya menggunakan kegiatan yang menyenangkan, dan untuk beberapa
orang dengan demensia dapat menjadi satu-satunya cara yang mungkin mereka
dapat melakukan kontak dengan identitas mereka sendiri. Orang dengan
demensia sering melupakan peristiwa baru-baru ini, namun ketika anda
berbicara tentang masa lalu atau melihat foto yang akan serimg menemukan
bahwa ini memicu kenangan jauh. Orang akan sering menunjukan kesenangan
besar untuk dapat berbagi kenangan ini dan berbicara tentang masa lalu. Cara
terbaik adalah jika anada “test” memori seseorang ketika melihat benda-benda
tua dan foto, karena hal ini dapat membuat orang merasa frustasi atau cemas
jika dia tidak dapat mengingat orang atau kejadian tertentu. Bagaimana
mamabantu orang mengingat, pada beberapa hari orang akan mengingat
banyak peristiwa dari melihat foto. Dia mungkin ingat siapa orang-orang di
foto atau dimana foto itu diambil, tetapi pada hari-hari lain foto-foto tidak akan
memicu kenangan (King,Debbie.2003).
Sebagai aktivitas rekreasi terapeutik ini juga dilakukan stimulasi kognitif
disebut juga memory training, memory retraining atau cognitive
rehabilitation. Aktivitas ini perlu ditambah dengan aktivitas fisik seperti
senam ataupun menurut selera masing-masing. Hal ini bertujuan untuk
meningkatkan kerja jantung dan paru untuk mengalirkan darah yang penuh
oksigen ke bagian-bagian tubuh terutama otak selain itu juga memiliki tujuan
renovasi sel tubuh. Berbagai hal yang disebutkan tadi juga menguntungkan
bagi kondisi klinis praalzheimer seperti mild cognitive impairment, MCI dan
vascular cognitive impairment, VCI serta kondisi klinis alzheimer vaskuler dan
Alzeimer.
Dalam jurnal yang meniliti melalui efek dari terapi musik terhadap lansia
penderita alzheimer. Dalam jurnal tersebut dijelaskan melalui kebiasaan
mendengarkan music walaupun secara singkat akan sangat bermanfaat untuk
melatih ingatan para lansia penderitanya. Tingkat kegelisahannya pun akan
menurun, termasuk perilaku agresif verbal maupun non-verbalnya.
Terapi lain dengan pendekatan psikososial adalah :
1. Care giver : mengoptimalkan kemampuan yang masih ada
2. Mengurangi perilaku sulit
3. Menjaga keselamatannya
4. Memperbaiki kualitas hidup
5. Mengurangi stres terhadap care giver
6. Memberi kepuasaan kepada care giver
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi, alih bahasa: Nike Budhi Subekti edisi 3.
Jakarta: EGC.
Gogia, Prem P. 2008. Clinical Alzheimer Rehabilitation. New York: Springer Publishing
Company.
Rubenstein, David, David Wayne, John. Bradley. 2007. Lecture Notes: Kedokteran
Klini, alih bahasa: dr. Annisa Safitri. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Erlangga.