Anda di halaman 1dari 8

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Henti jantung adalah bila jantung berhenti berkontraksi dan tidak memompa
darah. Henti jantung merupakan kegawatan medik yang paling akut yang dihadapi oleh
staf medik yang sering tidak menunjukkan tanda-tanda awal sebelumnya. Henti nafas
terjadi bila nafas berhenti (apnea). Kedua keadaan ini saling terkait.1
Henti jantung merupakan pembunuh nomor satu di dunia. Henti jantung dan henti
nafas bukanlah kejadian yang sering terjadi hanya di
rumah sakit, tetapi juga sering di luar rumah sakit. Pada banyak kasus sebenarnya
kematian mendadak dapat dicegah bila tindakan resusitasi dilakukan secara tepat. Setiap
tenaga kesehatan harus menguasai teknik resusitasi jantung paru. Setiap tahun hampir
330.000 warga Amerika meninggal karena penyakit jantung. Setengahnya meninggal
secara mendadak, karena serangan jantung (cardiac arrest).

1
Resusitasi jantung paru merupakan usaha yang dilakukan untuk mengembalikan
fungsi sirkulasi dan atau pernafasan pada henti jantung (cardiac arrest) dan atau henti
nafas (respiratory arrest) pada orang dimana fungsi tersebut gagal total oleh suatu sebab
yang memungkinkan untuk hidup normal selanjutnya bila kedua fungsi tersebut bekerja
kembali yang merupakan sebuah upaya menyediakan oksigen ke otak, jantung dan organ-
organ vital lainnya melalui sebuah tindakan yang meliputi pemijatan jantung dan
menjamin ventilasi yang adekuat. Kegawatdaruratan pada kedua sistem tubuh ini dapat
menimbulkan kematian dalam waktu yang singkat yakni sekitar 4-6 menit. Resusitasi
terdiri dari empat mata rantai yakni segera menjangkau pelayanan gawat darurat, segera
bantuan hidup dasar, segera defibrilasi dan segera bantuan hidup lanjut. Bantuan hidup
dasar yang diberikan dini terbukti bermanfaat meningkatkan kualitas dan kuantitas
survival. Jika henti jantung disebabkan fibrilasi ventrikel atau takikardi ventrikel, kunci
keberhasilan utama adalah defibrilasi dini. Bantuan hidup lanjut sangat penting jika
defibrilasi gagal mengembalikan sirkulasi. Hasil penelitian Bresus menunjukkan fibrilasi
ventrikel merupakan irama yang ditemui pada hampir 50% pasien henti jantung. Survival
dini sesudah henti jantung di dalam rumah sakit adalah 40%. Penelitian dari Gwinott atas
1500 henti jantung tahun 1997, menunjukkan kejadian fibrilasi ventrikel sebagai irama
awal telah menurun hingga 37% dimana 40% diantaranya pulang hidup. Survival
keseluruhan adalah 17,6%.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Henti jantung adalah bila jantung berhenti berkontraksi dan tidak memompa darah.
Henti jantung merupakan kegawatan medik yang paling akut yang dihadapi oleh staf
medik yang sering tidak menunjukkan tanda-tanda awal sebelumnya. Henti nafas
terjadi bila nafas berhenti (apnea). Kedua keadaan ini saling terkait.
2.2 Etiologi
Cardiac arrest disebabkan adanya kegagalan pompa jantung atau dari adanya suatu
aritmia. Faktor pencetus pada pasien kritis antara lain adanya ketidakseimbangan
asam basa dan elektrolit, hipotensi yang sampai menimbulkan gangguan perfusi
perifer dan hipoksia.
1. Penyebab Primer
a. Miokardial iskemia
b. Heart Disease
c. Elektrical Blok
d. Obat-obatan
2. Penyebab sekunder
a. Asphyxia
b. Hypoksia
c. Gangguan system syaraf pusat
d. Gangguan metabolic dan elektrolit
e. Shock
2.3 Patofisiologi
Patofisiologi cardiac arrest tergantung dari etiologi yang mendasarinya.
Namun, umumnya mekanisme terjadinya kematian adalah sama. Sebagai akibat dari
henti jantung, peredaran darah akan berhenti. Berhentinya peredaran darah mencegah
aliran oksigen untuk semua organ tubuh. Organ-organ tubuh akan mulai berhenti
berfungsi akibat tidak adanya suplai oksigen, termasuk otak. Hypoxia cerebral atau
ketiadaan oksigen ke otak, menyebabkan korban kehilangan kesadaran dan berhenti
bernapas normal. Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani

3
dalam 5 menit dan selanjutnya akan terjadi kematian dalam 10 menit (Sudden
cardiac death).

Berikut akan dibahas bagaimana patofisiologi dari masing-masing etiologi


yang mendasari terjadinya cardiac arrest.

1. Penyakit Jantung Koroner


Penyakit jantung koroner menyebabkan Infark miokard atau yang umumnya dikenal
sebagai serangan jantung. Infark miokard merupakan salah satu penyebab dari
cardiac arrest. Infark miokard terjadi akibat arteri koroner yang menyuplai oksigen
ke otot-otot jantung menjadi keras dan menyempit akibat sebuah materia(plak) yang
terbentuk di dinding dalam arteri. Semakin meningkat ukuran plak, semakin buruk
sirkulasi ke jantung. Pada akhirnya, otot-otot jantung tidak lagi memperoleh suplai
oksigen yang mencukupi untuk melakukan fungsinya, sehingga dapat terjadi infark.
Ketika terjadi infark, beberapa jaringan jantung mati dan menjadi jaringan parut.
Jaringan parut ini dapat menghambat sistem konduksi langsung dari jantung,
meningkatkan terjadinya aritmia dan cardiac arrest.
2. Stress Fisik
Stress fisik tertentu dapat menyebabkan sistem konduksi jantung gagal berfungsi,
diantaranya:
a. perdarahan yang banyak akibat luka trauma atau perdarahan dalam

b. sengatan listrik

c. kekurangan oksigen akibat tersedak, penjeratan, tenggelam ataupun serangan


asma yang berat

d. Kadar Kalium dan Magnesium yang rendah

e. Latihan yang berlebih. Adrenalin dapat memicu SCA pada pasien yang
memiliki gangguan jantung.

f. Stress fisik seperti tersedak, penjeratan dapat menyebabkan vagal refleks


akibat penekanan pada nervus vagus di carotic sheed.
3. Kelainan Bawaan
Ada sebuah kecenderungan bahwa aritmia diturunkan dalam keluarga.
Kecenderungan ini diturunkan dari orang tua ke anak mereka. Anggota keluarga ini
mungkin memiliki peningkatan resiko terkena cardiac arrest. Beberapa orang lahir
dengan defek di jantung mereka yang dapat mengganggu bentuk(struktur) jantung
dan dapat meningkatkan kemungkinan terkena SCA.
4. Perubahan struktur jantung
4
Perubahan struktur jantung akibat penyakit katup atau otot jantung dapat
menyebabkan perubahan dari ukuran atau struktur yang pada akhirnrya dapat
mengganggu impuls listrik. Perubahan-perubahan ini meliputi pembesaran jantung
akibat tekanan darah tinggi atau penyakit jantung kronik. Infeksi dari jantung juga
dapat menyebabkan perubahan struktur dari jantung.
5. Obat-obatan
Antidepresan trisiklik, fenotiazin, beta bloker, calcium channel blocker, kokain,
digoxin, aspirin, asetominophen dapat menyebabkan aritmia. Penemuan adanya
materi yang ditemukan pada pasien, riwayat medis pasien yang diperoleh dari
keluarga atau teman pasien, memeriksa medical record untuk memastikan tidak
adanya interaksi obat, atau mengirim sampel urin dan darah pada laboratorium
toksikologi dapat membantu menegakkan diagnosis.
6. Tamponade jantung
Cairan yang yang terdapat dalam perikardium dapat mendesak jantung sehingga
tidak mampu untuk berdetak, mencegah sirkulasi berjalan sehingga mengakibatkan
kematian.
7. Tension pneumothorax
Terdapatnya luka sehingga udara akan masuk ke salah satu cavum pleura. Udara
akan terus masuk akibat perbedaan tekanan antara udara luar dan tekanan dalam
paru. Hal ini akan menyebabkan pergeseran mediastinum. Ketika keadaan ini terjadi,
jantung akan terdesak dan pembuluh darah besar (terutama vena cava superior)
tertekan, sehingga membatasi aliran balik ke jantung.

2.4 Manifestasi Klinik

1. Organ-organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi akibat tidak adanya suplai oksigen,
termasuk otak.
2. Hypoxia cerebral atau ketiadaan oksigen ke otak, menyebabkan korban kehilangan
kesadaran (collapse).
3. Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani dalam 5 menit,
selanjutnya akan terjadi kematian dalam 10 menit.
4. Napas dangkal dan cepat bahkan bisa terjadi apnea (tidak bernafas).
5. Tekanan darah sangat rendah (hipotensi) dengan tidak ada denyut nadi yang dapat
terasa pada arteri.
6. Tidak ada denyut jantung.
2.5 Pemeriksaan Penunjang

5
1. Elektrokardiogram
Biasanya tes yang diberikan ialah dengan elektrokardiogram (EKG). Ketika
dipasang EKG, sensor dipasang pada dada atau kadang-kadang di bagian tubuh
lainnya missal tangan dan kaki. EKG mengukur waktu dan durasi dari tiap fase
listrik jantung dan dapat menggambarkan gangguan pada irama jantung. Karena
cedera otot jantung tidak melakukan impuls listrik normal, EKG bisa
menunjukkan bahwa serangan jantung telah terjadi. ECG dapat mendeteksi pola
listrik abnormal, seperti interval QT berkepanjangan, yang meningkatkan risiko
kematian mendadak.
2. Tes darah
1. Pemeriksaan Enzim Jantung
Enzim-enzim jantung tertentu akan masuk ke dalam darah jika jantung terkena
serangan jantung. Karena serangan jantung dapat memicu sudden cardiac arrest.
Pengujian sampel darah untuk mengetahui enzim-enzim ini sangat penting
apakah benar-benar terjadi serangan jantung.
2. Elektrolit Jantung
Melalui sampel darah, kita juga dapat mengetahui elektrolit-elektrolit yang ada
pada jantung, di antaranya kalium, kalsium, magnesium. Elektrolit adalah
mineral dalam darah kita dan cairan tubuh yang membantu menghasilkan impuls
listrik. Ketidak seimbangan pada elektrolit dapat memicu terjadinya aritmia dan
sudden cardiac arrest.
3. Test Obat
Pemeriksaan darah untuk bukti obat yang memiliki potensi untuk menginduksi
aritmia, termasuk resep tertentu dan obat-obatan tersebut merupakan obat-obatan
terlarang.
4. Test Hormon
Pengujian untuk hipertiroidisme dapat menunjukkan kondisi ini sebagai pemicu
cardiac arrest.
5. Imaging tes
a. Pemeriksaan Foto Torak
Foto thorax menggambarkan bentuk dan ukuran dada serta pembuluh darah. Hal
ini juga dapat menunjukkan apakah seseorang terkena gagal jantung.
b. Pemeriksaan nuklir
Biasanya dilakukan bersama dengan tes stres, membantu mengidentifikasi
masalah aliran darah ke jantung. Radioaktif yang dalam jumlah yang kecil,
seperti thallium disuntikkan ke dalam aliran darah. Dengan kamera khusus dapat
mendeteksi bahan radioaktif mengalir melalui jantung dan paru-paru.
C. Ekokardiogram

6
Tes ini menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan gambaran jantung.
Echocardiogram dapat membantu mengidentifikasi apakah daerah jantung telah
rusak oleh cardiac arrest dan tidak memompa secara normal atau pada kapasitas
puncak (fraksi ejeksi), atau apakah ada kelainan katup.
6. Electrical system (electrophysiological) testing and mapping
Tes ini, jika diperlukan, biasanya dilakukan nanti, setelah seseorang sudah
sembuh dan jika penjelasan yang mendasari serangan jantung Anda belum
ditemukan. Dengan jenis tes ini, dokter mungkin mencoba untuk menyebabkan
aritmia, sementara dokter memonitor jantung Anda. Tes ini dapat membantu
menemukan tempat aritmia dimulai. Selama tes, kemudian kateter dihubungkan
denga electrode yang menjulur melalui pembuluh darah ke berbagai tempat di
area jantung. Setelah di tempat, elektroda dapat memetakan penyebaran impuls
listrik melalui jantung pasien. Selain itu, ahli jantung dapat menggunakan
elektroda untuk merangsang jantung pasien untuk mengalahkan penyebab yang
mungkin memicu - atau menghentikan – aritmia. Hal ini memungkinkan dokter
untuk mengamati lokasi aritmia.
7. Ejection fraction testing
Salah satu prediksi yang paling penting dari risiko sudden cardiac arrest adalah
seberapa baik jantung Anda mampu memompa darah. Dokter dapat menentukan
kapasitas pompa jantung dengan mengukur apa yang dinamakan fraksi ejeksi.
Hal ini mengacu pada persentase darah yang dipompa keluar dari ventrikel
setiap detak jantung. Sebuah fraksi ejeksi normal adalah 55 sampai 70 persen.
Fraksi ejeksi kurang dari 40 persen meningkatkan risiko sudden cardiac arrest.
Dokter Anda dapat mengukur fraksi ejeksi dalam beberapa cara, seperti dengan
ekokardiogram, Magnetic Resonance Imaging (MRI) dari jantung Anda,
pengobatan nuklir scan dari jantung Anda atau computerized tomography (CT)
scan jantung.
8. Coronary catheterization (angiogram)
Pengujian ini dapat menunjukkan jika arteri koroner Anda terjadi penyempitan
atau penyumbatan. Seiring dengan fraksi ejeksi, jumlah pembuluh darah yang
tersumbat merupakan prediktor penting sudden cardiac arrest. Selama prosedur,
pewarna cair disuntikkan ke dalam arteri hati Anda melalui tabung panjang dan
tipis (kateter) yang melalui arteri, biasanya melalui kaki, untuk arteri di dalam
jantung. Sebagai pewarna mengisi arteri, arteri menjadi terlihat pada X-ray dan
rekaman video, menunjukkan daerah penyumbatan. Selain itu, sementara kateter

7
diposisikan, dokter mungkin mengobati penyumbatan dengan melakukan
angioplasti dan memasukkan stent untuk menahan arteri terbuka.

2.6 Penatalaksanaan
Pasien yang mendadak kolaps ditangani melalui 5 tahap, yaitu:

1. Respons awal
2. Penanganan untuk dukungan kehidupan dasar (basic life support)
3. Penanganan dukungan kehidupan lanjutan (advanced life support)
4. Asuhan pasca resusitasi
5. Penatalaksanaan jangka panjang

Anda mungkin juga menyukai