2013
Yang dimaksud sebagai obat mata adalah tetes mata, salap mata, pencuci mata
dan beberapa bentuk pemakaian yang khusus serta inserte sebagai bentuk depo, yang
ditentukan untuk digunakan pada mata utuh atau terluka. Obat mata digunakan untuk
menghasilkan efek diagnostik dan terapetik lokal, dan yang lain untuk merealisasikan
kerja farmakologis, yang terjadi setelah berlangsungnya penetrasi bahan obat dalam
jaringan yang umumnya terdapat disekitar mata. Pada umumnya bersifat isotonis dan
isohidris.
Mata merupakan organ yang paling peka dari manusia. Oleh karena itu sediaan
obat mata mensyaratkan kualitas yang lebih tajam. Tetes mata harus efektif dan
tersatukan secara fisiologis (bebas rasa nyeri, tidak merangsang) dan steril.
c. Pengawetan
Dengan pengecualian sediaan yang digunakan pada mata luka atau untuk tujuan
pembedahan, dan dapat dibuat sebagai obat bertakaran tunggal, maka obat tetes mata
harus diawetkan. Pengawet yang sering digunakan adalah thiomersal (0.002%),
garam fenil merkuri (0,002%), garam alkonium dan garam benzalkonium (0,002-
0,01%), dalam kombinasinya dengan natrium edetat (0,1%), klorheksidin (0,005-
0,01%), klorbutanol (0,5%), dan benzilalkohol (0,5-1%).
d. Tonisitas
Sediaan tetes mata sebaiknya dibuat mendekati isotonis agar dapat diterima tanpa rasa
nyeri dan tidak dapat menyebabkan keluarnya air mata, yang dapat mencuci keluar
bahan obatnya. Untuk membuat larutan mendekati isotonis, dapat digunakan medium
isotonis atau sedikit hipotonis, umumnya digunakan natrium-klorida (0,7-0,9%) atau
asam borat (1,5-1,9%) steril.
e. Pendaparan
Mirip seperti darah. Cairan mata menunjukan kapasitas dapar tertentu. Yang sedikit
lebih rendah oleh karena system yang terdapat pada darah seperti asam karbonat,
plasma, protein amfoter dan fosfat primer – sekunder, juga dimilikinya kecuali
system – hemoglobin – oksi hemoglobin. Harga pHnya juga seperti darah 7,4 akan
tetapi hilangnya karbondioksida dapat meningkatkannya smapai harga pH 8 – 9. pada
pemakain tetes biasa yang nyari tanpa rasa nyeri adalah larutan dengan harga pH 7,3
– 9,7. daerah pH dari 5,5 – 11,4 masih dapat diterima. Tetes mata didapar atas dasar
beberapa alasan yang sangat berbeda. Misalnya untuk memperbaiki daya tahan
(penisilina), untuk mengoptimasikan kerja (misalnya oksitetrasiklin) atau untuk
mencapai kelarutan yang memuaskan (misalnya kloromfenikol). Pengaturan larutan
pada kondisi isohidri (pH = 7,4) adalah sangat berguna untuk mencapai rasa bebas
nyeri yang sempurna, meskipun hal ini sangat sulit direalisasikan. Oleh karena
kelarutan dan stabilitas bahan obat dan sebagian bahan pembantu juga kerja optimum
disamping aspek fisiologis (tersatukan) turut berpengaruh.
- Dapar natrium asetat – asam borat, kapasitas daparnya tinggi dalam daerah asam.
Jika harga pH yang ditetapkan atas dasar stabilitas berada diluar daerah yang
dapat diterima secara fisiologis, diwajibkan untuk menambahkan dapar dan
melakukan pengaturan pH melalui penambahan asam atau basa. Larutan yang dibuat
seperti itu praktis tidak menunjukan kapasitas dapar sehingga oleh cairan air mata
lebih mudah diseimbangkan pada harga fisiologis dari pada larutan yang didapar.
Antara isotonis dan euhidri terdapat kaitan yang terbatas dalam hal tersatukannya
secara fisiologis. Yakni jika satu larutan mendekati kondisi isotonis, meskipun tidak
berada pada harga pH yang cocok masih dapat tersatukan tanpa rasa nyeri.
Pada praktikum ini digunakan zat aktif yaitu gentamisin sulfate yang mempunyai
khasiat untuk mengobati infeksi mata. Pada sediaan tetes mata pemakaiannya berulang
atau multiple dosage sehingga ditambahkan zat pengawet yang berguna mencegah
berkembangnya atau masuknya mikroorganisme yang tidak sengaja masuk ke dalam
larutan sediaan ketika wadah terbuka. Digunakan aqua p.i sebagai pelarut. Dalam
pembuatan tetes mata memerlukan pelarut yang steril dan bebas dari mikroorganisme,
sehingga digunakan aqua p.i karena aqua p.i merupakan pelarut yang telah disterilkan
dengan 2 cara, yaitu Sterilisasi A (pemanasan dalam otoklaf) atau Sterilisasi C
(penyaringan larutan) yang tertera dalam literatur Farmakope Indonesia III hal 97.
Inkompatibilitas :
Amfoterisin,
sefalosporin,
eritromisin, heparin,
penisilin, Na
bikarbonat,
Sulfadiazine Na.
Stabilitas :
Dalam sediaan tetes
mata gentamisin
harus disimpan pada
temperature dibawah
40o C
Wadah :
wadah tertutup rapat
dan terhindar dari
panas yang
berlebihan.
Kelarutan:
Sangat mudah
larut dalam
etanol 95 % dan
air.
pH: 5-8
Stabilitas:
Higroskopis,
kemungkinan
dipengaruhi oleh
cahaya, udara,
dan logam.
Stabil terhadap
pH dan
temperature
tinggi
OTT:
Aluminium,
surfaktan
anionic, sitrat,
kapas,
fluoresein,
H2O2, HPMC,
iodide, kaolin,
lanolin, nitrat
dan surfaktan
nonionic dengan
konsentrasi
tinggi.
Wadah :
Tertutup rapat
dan terhindar
cahaya.
V. FORMULASI
Formula
Tiap ml mengandung :
Gentamisin Sulfate 0,3 %
Benzalkonium Klorida 0,01 %
Aqua p.i ad 10 ml
Paraf asisten
Alat / wadah yang Cara
Waktu Waktu
digunakan sterilisasi paraf paraf
mulai akhir
Wadah , erlemeyer, Oven 150o C
corong gelas, beaker 1 jam
glass, pipet tetes
Autoklaf 121o
Gelas ukur, kertas C
saring 15 menit
Spatula, pinset, kaca Direndam
arloji, penjepit besi, alkohol 30
batang pengaduk, menit
cawan penguap.
Rebus dalam
Karet pipet air mendidih
Selama 30
menit
Sediaan tetes mata Filtrasi dalam
ruang LAF
XI. EVALUASI
1. IPC (In proses control)
Uji pH (FI IV Hal. 1039-1040)
Cek pH larutan menggunakan pH meter atau indicator dan kertas indicator
2. QC (Quality control)
Uji Keseragaman volume ( FI IV, hal 1044)
Diletakkan pada permukaan yang rata secara sejajar lalu dilihat keseragaman volume
secara visual.
Uji sterilitas (FI IV ,hal 858 )
(Dispensasi tidak dilakukan)
Prosedur umum:
Inokulasi langsung kedalam media uji ( FI IV hal 858-859)
Pindahkan cairan dari wadah uji menggunakan pipet atau jarum suntik steril.
Secara aseptic inokulasikan sejumlah tertentu bahan dari tiap wadah uji ke dalam
tabung media. Campur cairan dengan media tanpa aerasi berlebihan. Inkubasi dalam
media tertentu seperti yang tertera pada prosedur umum, selama tidak kurang dari 14
hari. Amati pertumbuhan pada media secara visual sesering mungkin sekurangnya
pada hari ke-3 atau ke -4 atau ke -5, pada hari ke -7 atau ke-8 dan pada hari terakhir
dari masa uji. Jika zat uji menyebabkan media menjadi keruh sehingga ada atau
tidaknya pertumbuhan mikroba tidak segera dapat ditentukan secara visual,
pindahkan sejumlah memadai media ke dalam tabung baru berisi media yang sama.
Sekurangnya 1 kali antara hari ke 3 dan ke 7 sejak pengujian dimulai. Lanjutkan
inkubasi media awal dan media baru selama total waktu tidak kurang dari 14 hari
sejak inokulasi awal.
XII. PENGEMASAN
Wadah : Botol coklat 10 ml
Kotak : Dus
Brosur dan Etiket : Terlampir
XIII. DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995. Farmakope Indonesia Ed. IV
,Jakarta, BPOM.
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979, Farmakope Indonesia ,ed.III,
Jakarta, BPOM.
3. Reynold, James E.F., 1982, Martindale the Extra Pharmacopoeia. Twenty-eighth
Edition. London, The Pharmaceutical Press
4. Leon, Lachmann. 1994, Teori dan praktek farmasi industri ed.3, Jakarta, UI.
5. Voight, R. 1995, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi , Yogyakarta , Gajah Mada
University Press
6. Turco S, King RE. 1979, Sterile Dosage Forms. Second Edition. Philadelphia: Lea &
Febiger
7. Sprowls JB. 1970, Prescription Pharmacy Second Edition. Philadelphia:
J.B.Lippincott Company
8. Rowe, Raymond C. dkk. 2009, Handbook of Pharmaceutical Excipient 6th. London,
Pharmaceutical Press