Anda di halaman 1dari 44

1

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN COMBUSTIO

A. Konsep Dasar Sistem Integumen


1. Anatomi Fisiologi Sistem Integuman
Kulit adalah organ yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa sekitar 2 m2 dengan
berat kira-kira 16% berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial,
vital dan merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat
kompleks, elastis dan sensitive, bervariasi pada keadaan iklim, umur,
jenis kelamin, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh (Tortora &
Derrickson, 2009). Kulit mempunyai berbagai fungsi seperti sebagai
perlindung, pengantar raba, penyerap, indera perasa, dan fungsi
pergetahan (Setiabudi, 2008).
Warna kulit berbeda-beda, dari kulit yang berwarna terang, pirang
dan hitam, warna merah muda pada telapak kaki dan tangan bayi, serta
warna hitam kecoklatan pada genitalia orang dewasa (Djuanda, 2003).
Demikian pula kulit bervariasi mengenai lembut, tipis dan tebalnya. Kulit
yang elastis dan longgar terdapat pada palpebra, bibir dan preputium,
kulit yang tebal dan tegang terdapat di telapak kaki dan tangan dewasa.
Kulit yang tipis terdapat pada muka, yang berambut kasar terdapat pada
kepala (Djuanda, 2003). Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas
tiga lapisan utama yaitu lapisan epidermis atau kutikel, lapisan dermis,
dan lapisan subkutis. Tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan
subkutis, subkutis ditandai dengan adanya jaringan ikat longgar dan
adanya sel dan jaringan lemak (Tortora & Derrickson, 2009).
a. Lapisan Epidermis
Lapisan epidermis terdiri atas stratum korneum, stratum lusidum,
stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale.
2

1) Stratum korneum: lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas
beberapa lapisan sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan
protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk).
2) Stratum lusidum: terdapat langsung di bawah lapisan korneum,
merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma
yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan
tersebut tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki (Djuanda,
2003).
3) Stratum granulosum: merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng
dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya.
Butir-butir kasar ini terdiri atas keratohialin.
4) Stratum spinosum terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk
poligonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya proses
mitosis. Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung
glikogen, dan inti terletak ditengah-tengah. Sel-sel ini makin
dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya. Di antara sel-sel
stratum spinosun terdapat jembatan-jembatan antar sel yang
terdiri atas protoplasma dan tonofibril atau keratin. Pelekatan
antar jembatan-jembatan ini membentuk penebalan bulat kecil
yang disebut nodulus Bizzozero. Di antara sel-sel spinosum
terdapat pula sel Langerhans. Sel-sel stratum spinosum
mengandung banyak glikogen (Djuanda, 2003).
5) Stratum germinativum: terdiri atas sel-sel berbentuk kubus yang
tersusun vertical pada perbatasan dermo-epidermal berbasis
seperti pagar (palisade). Lapisan ini merupakan lapisan epidermis
yang paling bawah. Sel-sel basal ini mrngalami mitosis dan
berfungsi reproduktif. Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel yaitu
sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik
inti lonjong dan besar, dihubungkan satu dengan lain oleh
jembatang antar sel, dan sel pembentuk melanin atau clear cell
yang merupakan sel-sel berwarna muda, dengan sitoplasma
3

basofilik dan inti gelap, dan mengandung butir pigmen


(melanosomes) (Djuanda, 2003).
b. Lapisan Dermis
Lapisan yang terletak dibawah lapisan epidermis adalah lapisan
dermis yang jauh lebih tebal daripada epidermis. Lapisan ini terdiri
atas lapisan elastis dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular
dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi 2 bagian yakni
pars papilare yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung
serabut saraf dan pembuluh darah, dan pars retikulare yaitu bagian
bawahnya yang menonjol kearah subkutan, bagian ini terdiri atas
serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin dan
retikulin. Dasar lapisan ini terdiri atas cairan kental asam hialuronat
dan kondroitin sulfat, di bagian ini terdapat pula fibroblast,
membentuk ikatan yang mengandung hidrksiprolin dan hidroksisilin.
Kolagen muda bersifat lentur dengan bertambah umur menjadi
kurang larut sehingga makin stabil. Retikulin mirip kolagen muda.
Serabut elastin biasanya bergelombang, berbentuk amorf dan mudah
mengembang serta lebih elastis (Djuanda, 2003).
c. Lapisan Subkutis
Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis yang terdiri atas
jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak
merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir
sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-sel ini membentuk kelompok
yang dipisahkan satu dengan yang lain oleh trabekula yang fibrosa.
Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adipose, berfungsi sebagai
cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi,
pembuluh darah, dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak
tidak sama bergantung pada lokasinya. Di abdomen dapat mencapai
ketebalan 3 cm, di daerah kelopak mata dan penis sangat sedikit.
Lapisan lemak ini juga merupakan bantalan (Djuanda, 2003).
Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang
4

terletak di bagian atas dermis (pleksus superficial) dan yang terletak


di subkutis (pleksus profunda). Pleksus yang di dermis bagian atas
mengadakan anastomosis di papil dermis, pleksus yang di subkutis
dan di pars retikulare juga mengadakan anastomosis, di bagian ini
pembuluh darah berukuran lebih besar. Bergandengan dengan
pembuluh darah terdapat saluran getah bening (Djuanda, 2003).
d. Adneksa Kulit
Adneksa kulit terdiri atas kelenjar-kelenjar kulit, rambut dan kuku.
Kelenjar kulit terdapat di lapisan dermis, terdiri atas kelenjar keringat
dan kelenjar palit. Ada 2 macam kelenjar keringat, yaitu kelenjar
ekrin yang kecil-kecil, terletak dangkal di dermis dengan sekret yang
encer, dan kelenjar apokrin yang lebih besar, terletak lebih dalam dan
sekretnya lebih kental (Djuanda, 2003).
Kelenjar enkrin telah dibentuk sempurna pada 28 minggu
kehamilan dan berfungsi 40 minggu setelah kehamilan. Saluran
kelenjar ini berbentuk spiral dan bermuara langsung di permukaan
kulit. Terdapat di seluruh permukaan kulit dan terbanyak di telapak
tangan dan kaki, dahi, dan aksila. Sekresi bergantung pada beberapa
faktor dan dipengaruhi oleh saraf kolinergik, faktor panas, dan
emosional (Djuanda, 2003). Kelenjar apokrin dipengaruhi oleh saraf
adrenergik, terdapat di aksila, areola mame, pubis, labia minora, dan
saluran telinga luar. Fungsi apokrin pada manusia belum jelas, pada
waktu lahir kecil, tetapi pada pubertas mulai besar dan mengeluarkan
sekret. Keringat mengandung air, elektrolit, asam laktat, dan glukosa,
biasanya pH sekitar 4-6,8 (Djuanda, 2003). Kelenjar palit terletak
di seluruh permukaan kulit manusia kecuali di telapak tangan dan
kaki. Kelenjar palit disebut juga kelenjar holokrin karena tidak
berlumen dan sekret kelenjar ini berasala dari dekomposisi sel-sel
kelenjar. Kelenjar palit biasanya terdapat di samping akar rambut dan
muaranya terdapat pada lumen akar rambut (folikel rambut). Sebum
mengandungi trigliserida, asam lemak bebas, skualen, wax ester, dan
5

kolesterol. Sekresi dipengaruhi hormone androgen, pada anak-anak


jumlah kelenjar palit sedikit, pada pubertas menjadi lebih besar dan
banyak serta mulai berfungsi secara aktif (Djuanda, 2003).
Kuku, adalah bagian terminal stratum korneum yang menebal.
Bagian kuku yang terbenam dalam kulit jari disebut akar kuku,
bagian yang terbuka di atas dasar jaringan lunak kulit pada ujung jari
dikenali sebagai badan kuku, dan yang paling ujung adalah bagian
kuku yang bebas. Kuku tumbuh dari akar kuku keluar dengan
kecepatan tumbuh kira-kira 1 mm per minggu. Sisi kuku agak
mencekung membentuk alur kuku. Kulit tipis yang yang menutupi
kuku di bagian proksimal disebut eponikium sedang kulit yang
ditutupki bagian kuku bebas disebut hiponikium (Djuanda, 2003).
Rambut, terdiri atas bagian yang terbenam dalam kulit dan bagian
yang berada di luar kulit. Ada 2 macam tipe rambut, yaitu lanugo
yang merupakan rambut halus, tidak mengandung pigmen dan
terdapat pada sbayi, dan rambut terminal yaitu rambut yang lebih
kasar dengan banyak pigmen, mempunyai medula, dan terdapat pada
orang dewasa. Pada orang dewasa selain rambut di kepala, juga
terdapat bulu mata, rambut ketiak, rambut kemaluan, kumis, dan
janggut yang pertumbuhannya dipengaruhi hormone androgen.
Rambut halus di dahi dan badan lain disebut rambut velus. Rambut
tumbuh secara siklik, fase anagen berlangsung 2-6 tahun dengan
kecepatan tumbuh kira-kira 0.35 mm per hari. Fase telogen
berlangsung beberapa bulan. Di antara kedua fase tersebut terdapat
fase katagen. Komposisi rambut terdiri atas karbon 50,60%, hydrogen
6,36%, nitrogen 17,14%, sulfur 5% dan oksigen 20,80% (Djuanda,
2003).
2. Vaskularisasi Kulit
Arteri yang memberi nutrisi pada kulit membentuk pleksus terletak
antara lapisan papiler dan retikuler dermis dan selain itu antara dermis
dan jaringan subkutis. Cabang kecil meninggalkan pleksus ini
6

memperdarahi papilla dermis, tiap papilla dermis punya satu arteri


asenden dan satu cabang vena. Pada epidermis tidak terdapat pembuluh
darah tapi mendapat nutrient dari dermis melalui membran epidermis
3. Fisiologi Kulit
Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh
diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi
lingkungan, sebagai barier infeksi, mengontrol suhu tubuh
(termoregulasi), sensasi, eskresi dan metabolisme. Fungsi proteksi kulit
adalah melindungi dari kehilangan cairan dari elektrolit, trauma mekanik,
ultraviolet dan sebagai barier dari invasi mikroorganisme patogen.
Sensasi telah diketahui merupakan salah satu fungsi kulit dalam
merespon rangsang raba karena banyaknya akhiran saraf seperti pada
daerah bibir, puting dan ujung jari. Kulit berperan pada pengaturan suhu
dan keseimbangan cairan elektrolit. Termoregulasi dikontrol oleh
hipothalamus. Temperatur perifer mengalami proses keseimbangan
melalui keringat, insessible loss dari kulit, paru-paru dan mukosa bukal.
Temperatur kulit dikontrol dengan dilatasi atau kontriksi pembuluh darah
kulit. Bila temperatur meningkat terjadi vasodilatasi pembuluh darah,
kemudian tubuh akan mengurangi temperatur dengan melepas panas dari
kulit dengan cara mengirim sinyal kimia yang dapat meningkatkan aliran
darah di kulit. Pada temperatur yang menurun, pembuluh darah kulit
akan vasokontriksi yang kemudian akan mempertahankan panas.
B. Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka adalah suatu bentuk proses usaha untuk
memperbaiki kerusakan yang terjadi. Komponen utama dalam proses
penyembuhan luka adalah kolagen disamping sel epitel. Fibroblas adalah
sel yang bertanggung jawab untuk sintesis kolagen. Fisiologi
penyembuhan luka secara alami akan mengalami fase-fase seperti dibawah
ini :
1. Fase inflamasi
7

Fase ini dimulai sejak terjadinya luka sampai hari kelima. Segera
setelah terjadinya luka, pembuluh darah yang putus mengalami
konstriksi dan retraksi disertai reaksi hemostasis karena agregasi
trombosit yang bersama jala fibrin membekukan darah. Komponen
hemostasis ini akan melepaskan dan mengaktifkan sitokin yang
meliputi Epidermal Growth Factor (EGF), Insulin-like Growth Factor
(IGF), Plateled-derived Growth Factor (PDGF) dan Transforming
Growth Factor beta (TGF-β) yang berperan untuk terjadinya
kemotaksis netrofil, makrofag, mast sel, sel endotelial dan fibroblas.
Keadaan ini disebut fase inflamasi. Pada fase ini kemudian terjadi
vasodilatasi dan akumulasi lekosit Polymorphonuclear (PMN).
Agregat trombosit akan mengeluarkan mediator inflamasi
Transforming Growth Factor beta 1 (TGF -1) yang juga dikeluarkan
oleh makrofag. Adanya TGF-1 akan mengaktivasi fibroblas untuk
mensintesis kolagen.
2. Fase proliferasi atau fibroplasi
Fase ini disebut fibroplasi karena pada masa ini fibroblas sangat
menonjol perannya. Fibroblas mengalami proliferasi dan mensintesis
kolagen. Serat kolagen yang terbentuk menyebabkan adanya kekuatan
untuk bertautnya tepi luka. Pada fase ini mulai terjadi granulasi,
kontraksi luka dan epitelialisasi
3. Fase remodeling atau maturasi
Fase ini merupakan fase yang terakhir dan terpanjang pada proses
penyembuhan luka. Terjadi proses yang dinamis berupa remodelling
kolagen, kontraksi luka dan pematangan parut. Aktivitas sintesis dan
degradasi kolagen berada dalam keseimbangan. Fase ini berlangsung
mulai 3 minggu sampai 2 tahun . Akhir dari penyembuhan ini
didapatkan parut luka yang matang yang mempunyai kekuatan 80%
dari kulit normal Tiga fase tersebut diatas berjalan normal selama
tidak ada gangguan baik faktor luar maupun dalam.
8

C. Jenis-jenis Luka
Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara
mendapatkan luka itu dan menunjukan derajat luka (Taylor,1997):
1. Luka bersih: luka yang tidak terdapat inflamasi dan infeksi, yang
merupakan luka sayat elektif dan steril dimana luka tersebut
berpotensi untuk terinfeksi. Luka tidak ada kontak dengan
orofaring,traktus respiratorius maupun traktus genitourinarius. Dengan
demikian kondisi luka tetap dalam Universitas Universitas Sumatera
Sumatera Utara keadaan bersih. Kemungkinan terjadinya infeksi luka
sekitar 1% - 5%.
2. Luka bersih terkontaminasi: luka pembedahan dimana saluran
pernafasan, saluran pencernaan dan saluran perkemihan dalam kondisi
terkontrol. Proses penyembuhan luka akan lebih lama namun luka
tidak menunjukkan tanda infeksi. Kemungkinan timbulnya infeksi
luka sekitar 3% - 11%.
3. Luka terkontaminasi: luka yang berpotensi terinfeksi spillage saluran
pernafasan, saluran pencernaan dan saluran kemih. Luka menunjukan
tanda infeksi. Luka ini dapat ditemukan pada luka terbuka karena
trauma atau kecelakaan (luka laserasi), fraktur terbuka maupun luka
penetrasi. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
4. Luka kotor: luka lama, luka kecelakaan yang mengandung jaringan
mati dan luka dengan tanda infeksi seperti cairan purulen. Luka ini
bisa sebagai akibat pembedahan yang sangat terkontaminasi. Bentuk
luka seperti perforasi visera, abses dan trauma lama.
D. Konsep Dasar Combustio
1. Definisi
Luka bakar/ combustio merupakan kerusakan kulit yang dapat
disertai dengan kerusakan jaringan dibawahnya yang dapat terjadi
karena kontak langsung dengan sumber panas seperti api, air panas,
bahan kimia, maupun arus listrik (Grace & Borley, 2006). Luka bakar
adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
9

disebabkan kontak dengan sumber yang memiliki suhu yang sangat


tinggi (misalnya api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi) atau
suhu yang sangat rendah (Moenadjat, 2009). Luka bakar adalah
rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis
yang berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ
tertentu. (Lazarus, 1994 dalam Potter & Perry, 2006). Berdasarkan
beberapa pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa luka
bakar adalah suatu kondisi kerusakan kulit (anatomis maupun
fisiologis) yang disebabkan akibat kontak dengan sumber suhu tinggi.
2. Etiologi
Menurut Wong (2003), luka bakar dapat disebabkan oleh beberapa
sumber diantaranya:
a. Panas : basah (air panas, minyak) kering (uap, metal, api)
Luka bakar thermal (panas) disebabkan oleh terpapar atau kontak
dengan api, cairan panas, atau bahan-bahan panas lainnya
b. Kimia : Asam kuat seperti Asam Sulfat, Basa kuat seperti
Natrium Hidroksida
Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan
kulit dengan asam atau basa kuat diantaranya asam hidrokloride
atau alkali. Luka bakar kimia juga dapat terjadi karena kontak
dengan zat-zat pembersih yang sering dipergunakan untuk
keperluan rumah tangga seperti pembersih cat dan desinfekta
c. Listrik : Voltage tinggi, petir
Luka bakar elektrik (listrik) disebabkan oleh panas yang
digerakkan dari energy listrik yang dihantarkan melalui tubuh.
Berat ringannya luka dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya
voltage, dan cara gelombang elektrik sampai mengenai tubuh
d. Radiasi : termasuk X-ray dan sinar UV
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber
radioaktif. Tipe injury ini seringkali berhubungan dengan
penggunaan radiasi ion pada industry atau dari sumber radiasi
10

untuk keperluan terapeutik. Terbakar oleh sinar matahari akibat


terpapar terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka bakar
radiasi.
3. Klasifikasi
Berdasarkan penyebab
a. Luka bakar karena api
b. Luka bakar karena air panas
c. Luka bakar karena bahan kimia
d. Luka bakar karena listrik
e. Luka bakar karena radiasi
f. Luka bakar karena suhu rendah (frost bite)
Berdasarkan kedalaman jaringan yang rusak
Derajat luka bakar berdasarkan kedalaman kerusakan jaringan
menurut Moenadjat (2009) adalah sebagai berikut:
a. Luka bakar derajat I: kerusakan jaringan terbatas pada lapisan
epidermis (superficial), kulit kering, hiperemik memberikan
floresensi berupa eritema, tidak dijumpai bulae. Nyeri karena
ujung-ujung saraf sensorik teriritasi. Penyembuhan terjadi secara
spontan dalam waktu 5-7 hari. Karena derajat kerusakan yang
ditimbulkannya tidak merupakan masalah klinik yang berarti
dalam kajian terapetik, luka bakar derajat satu tidak dicantumkan
dalam perhitungan luas luka bakar.
11

b. Luka bakar derajat II (partial thickness burn): kerusakan meliputi


seluruh ketebalan epidermis dan sebagian superfisial dermis.
Respon yang timbul berupa reaksi inflamasi akut disertai proses
eksudasi. Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi. Luka
bakar derajat II dapat dibedakan menjadi dua:
 Derajat II dangkal (Superficial partial thickness burn):
kerusakan mengenai epidermis dan sepertiga bagian
superfisial dermis. Dermal-epidermal junction mengalami
kerusakan sehingga terjadi epidermolisis yang diikuti
terbentuknya lepuh (bulae). Lepuh ini merupakan
karakteristik luka bakar derajat II dangkal. Bila epidermis
terlepas, terlihat dasar luka berwarna kemerahan, kadang
pucat-edematus dan eksudatif. Apendises kulit
(integumen, adneksa kulit) seperti folikel rambut, kelenjar
keringat, kelenjar sebasea masih utuh. Penyembuhan
terjadi secara spontan umumnya memerlukan waktu antara
10-14 hari.
 Derajat II dalam (Deep partial thickness burn): kerusakan
mengenai hampir seluruh (2/3 bagian superficial) dermis.
Apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea sebagian masih utuh. Sering dijumpai
eskar tipis di permukaan. Penyembuhan terjadi lebih lama
tergantung apendises kulit yang tersisa. Biasanya
penyembuhan memerlukan waktu lebih dari dua minggu.
12

c. Luka bakar derajat III (Full thickness burn): Kerusakan meliputi


seluruh tebal dermis dan lapisan yang lebih dalam. Organ-organ
kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
mengalami kerusakan. Tidak dijumpai bulae. Kulit yang terbakar
berwarna pucat atau lebih putih. Terjadi koagulasi protein pada
epidermis dan dermis yang dikenal sebagai eskar. Secara teoritis
tidak dijumpai rasa nyeri bahkan hilang sensasi karena ujung-
ujung serabut saraf sensorik mengalami kerusakan. Penyembuhan
terjadi lama karena tidak ada proses epithelialisasi spontan baik
dari tepi luka (membrane basalis), maupun dari apendises kulit
yang memiliki potensial epithelialisasi.
13

Kedalaman dan Bagian


Penampilan Perjalanan
Penyebab Luka Kulit yang Gejala
Luka Kesembuhan
bakar terkena
Derajat Satu Epidermis Kesemutan Memerah; Kesembuhan
(Superfisial) Hiperestesia menjadi putih lengkap dalam
Tersengat matahari (supersensitivitas) ketika ditekan waktu satu
Terkena api dengan Rasa nyeri mereda minimal atau minggu
intensitas rendah jika didinginkan tanpa edema, Pengelupasan kulit
tidak dijumpai
bullae

Gambar 1: Luka bakar derajat I


Derajat Dua Epidermis Nyeri Melepuh; dasar Kesembuhan
(Partial Thickness) dan bagian Hiperestesia luka berbintik- dalam waktu dua
Tersiram air dermis Sensitif terhadap bintik merah; hingga tiga
mendidih udara yang dingin epidermis minggu
Terbakar oleh nyala retak; Pembentuka parut
api permukaan dan depigmentasi
luka basah Infeksi dapat
Edema, mengubahnya
dijumpai bullae menjadi derajat
tiga

Gambar 2: Luka bakar derajat II


Derajat IIa Organ- Gejala luka bakar Penampilan Penyembuhan
(superficial) organ kulit derajat II luka bakar terjadi secara
seperti derajat II spontan dalam
folikel waktu 10-14 hari,
rambut, tanpa operasi
kelenjar penambalan kulit
keringat, (skin graft).
kelenjar
14

sebasea
masih utuh.

Gambar 3. Luka bakar derajat IIsuperficial


Derajat IIb (deep) Kerusakan Gejala luka bakar Penampilan Penyembuhan
mengenai derajat II luka bakar terjadi lebih lama,
hampir derajat II tergantung biji
seluruh epitel yang tersisa.
bagian Biasanya
dermis. penyembuhan
Organ- terjadi dalam
organ kulit waktu lebih dari
sebagian satu bulan.
besar masih Bahkan perlu
utuh. dengan operasi
penambalan kulit
(skin graft).

Gambar 4. Luka bakar derajat IIdalam


Derajat tiga (Full Epidermis, Tidak terasa nyeri, Kering, luka Pembentukan
Thickness) keseluruhan syok, hematuria bakar berwarna eskar, diperlukan
Terbakar nyala api dermis dan dan kemungkinan putih seperti pencangkokan,
Terkena cairan kadang- hemolisis, bahan kulit pembentukan
mendidih dalam kadang kemungkinan atau gosong, parut dan
waktu yang lama jaringan terdapat luka kulit retak hilangnya kontour
Tersengat arus subkutan masuk dan keluar dengan bagian serta fungsi kulit,
listrik (pada luka bakar lemak yang hilangnya satu jari
listrik) tampak, edema tangan atau
ekstremitas bisa
terjadi
15

Gambar 5: Luka bakar derajat III

Berdasarkan Penderita
Menurut Moenadjat (2009), luka bakar dapat dikategorikan berdasarkan berat
dan ringan luka bakar adalah:
1) Luka bakar ringan: kriteria luka bakar derajat II, derajat III<10% pada
kelompok usia <10 th/ >50th, luka bakar derajat II dan derajat III <15%
pada kelompok usia lain; luka bakar derajat 320% pada kelompok
usia50th, luka bakar derajat II dan derajat III<10% pada semua kelompok
usia, tanpa cedera pada tangan, kaki dan perineum
2) Luka bakar sedang atau moderat dengan kriteria luka bakar derajat II dan
derajat III 10-20% pada kelompok usia<10 th/ >50th; luka bakar derajat II
dan derajat III 15-25% pada kelompok usia lain; luka bakar derajat
III<10% pada semua kelompok usia tanpa cedera pada tangan, kaki, dan
perineum
3) Luka bakar kritis atau luka bakar berat dengan kriteria luka bakar derajat II
dan derajat III>20% pada kelompok usia50th, luka bakar derajat II dan
derajat III>25% pada kelompok usia lain, terjadi trauma inhalasi serta luka
bakar akibat tegangan tinggi, luka bakar pada populasi resiko tinggi, luka
bakar pada tangan, kaki, dan perineum
a) Berdasarkan tingkat keseriusan luka
American Burn Association menggolongkan luka bakar menjadi tiga kategori,
yaitu:
16

Luka bakar mayor


1) LPTT (Luas Permukaan Tubuh Total) lebih dari 25% dengan derajat
partial thickness pada orang dewasa dan lebih dari 20%dengan derajat
partial thickness pada anak-anak.
2) LPTT ≥ 10% dengan derajat fullthickness tanpa disertai komplikasi lain.
3) Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan perineum.
4) Terdapat trauma inhalasi dan multiple injuri tanpa memperhitungkan
derajat dan luasnya luka.
5) Terdapat luka bakar listrik bertegangan tinggi.
6) Luka bakar yang berkaitan dengan masalah-maslah ringan, seperti cedera
pada jaringan lunak, fraktur, trauma lainnya, atau masalah-masalah
kesehatan lain yang sudah ada sebelumnya.
Luka bakar moderat
1) LPTT 15-25% dengan derajat partial thickness pada orang dewasa
2) LPTT 10% - 20% dengan derajat partial thickness pada anak-anak
3) LPTT ≤ 10% dengan derajat fullthicknesstanpa komplikasi lain.
Luka bakar minor
Luka bakar minor seperti yang didefinisikan oleh Trofino (1991) dan Griglak
(1992) adalah :
1) LPTT kurang dari 15% pada orang dewasaderajat partial thickness dan
LPTT kurang dari 10 %dengan derajat partial thickness pada anak-anak.
2) LPTT dengan derajat fullthickness kurang dari 2% pada segala usia, tidak
mengenai wajah, tangan, dan perenium.
Sumber :Smeltzer (2001)

4. Patofisiologi/ Patologi
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas
ke tubuh. Panas dapat dipindahkan melalui konduksi atau radiasi
elektromagnetik. Kulit akan mengalami kerusakan pada epidermis,
dermis, maupun jaringan subkutan tergantung faktor penyebab dan
lamanya kulit kontak dengan sumber panas (Smeltzer & Bare, 2002).
17

Kedalaman luka bakar mempengaruhi kerusakan integritas kulit dan


kematian sel. Semakin dalam dan luas jaringan yang rusak, semakin
berat kondisi luka bakar dan semakin jelek prognosisnya (Moenadjat,
2009).
Agen cedera akan menyebabkan denaturasi protein sel. Sebagian
sel akan mengalami nekrosis traumatik. Kehilangan ikatan kolagen
juga terjadi bersama proses denaturasi sehingga timbul gradien
tekanan osmotik dan hidrostatik yang abnormal. Hal ini akan
menyebabkan perpindahan cairan intravaskuler ke unit intersitisial.
Cedera sel memicu pelepasan mediator inflamasi yang turut
menimbulkan peningkatan permeabilitas kapiler secara lokal. Namun
pada luka bakar yang berat, mediator inflamasi akan menyebabkan
peningkatan permeabilitas kapiler secara sistemik (Kowalak, 2011).
Hipovolemia yang timbul berbeda dengan hipovolemia yang
disebabkan oleh perdarahan. Sel darah merah dan sel lainnya tetap di
dalam intravaskuler. Hanya cairan yang meninggalkan unit
intravaskuler sehingga terjadi hemokonsentrasi. Hemokonsentrasi dan
hipovolemia menyebabkan sirkulasi terganggu. Perfusi sel tidak
terselenggara dengan baik. Kondisi ini dikenal dengan syok
hipovolemia (Moenadjat, 2009).
Respon tubuh akibat gangguan perfusi meliputi respon sistemik.
Respon kardiovaskuler, curah jantung akan menurun sebelum
perubahan yang signifikan pada volume darah terjadi. Curah jantung
menurun maka tekanan darah menurun. Sebagai respon, sistem saraf
simpatik akan melepaskan katekolamin yang meningkatkan resistensi
perifer dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya vasokontriksi
pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung. Resusitasi cairan
yang segera dilakukan memungkinkan dipertahankannya tekanan
darah dalam kisaran normal yang rendah sehingga curah jantung
membaik (Smeltzer & Bare, 2002).
18

Respon pulmonal, paru yang merupakan organ sistem pernafasan


yang menyelenggarakan pertukaran karbondioksida dengan oksigen
mengadakan kompensasi dengan peningkatan frekuensi pernafasan.
Dengan mekanisme kompensasi ini, timbul hiperventilasi yang
memiliki dampak terhadap keseimbangan asam-basa dan metabolisme
secara keseluruhan (Moenadjat, 2009). Sedangkan respon renalis
ditandai dengan penurunan sirkulasi renal menyebabkan iskemia
ginjal. Manifestasi awal yang tampak akibat kondisi iskemia ini
adalah penurunan ekskresi urin mulai dari oliguria sampai dengan
anuria. Hipoksia parenkim ginjal merupakan stimulasi dilepaskannya
renin dan angiotensin oleh sel-sel juxtaglomerulusrenalis yang
merangsang Anti Diuretic Hormone (ADH) dan kelenjar anak ginjal
memproduksi hormon kortisol dan glukagon. Rangkaian selanjutnya
adalah rangsangan pada hipofisis posterior untuk melepaskan Adeno
Cortico Tropic Hormone (ACTH) yang merupakan stimulan bagi
sistem saraf parasimpatik dan ortosimpatik dalam teori
berkembangnya stres metabolisme. Bila tidak segera ditangani, terjadi
akut tubular nekrosis dan berlanjut dengan acute renal failure
(Moenadjat, 2009)
Respon gastrointestinal, terganggunya sirkulasi splangnikus, terjadi
perubahan degeneratif bersifat akut pada organ-organ yang
diperdarahi antara lain saluran cerna bagian atas. Gangguan perfusi
menyebabkan terjadinya iskemia mukosa saluran cerna yang
mengakibatkan integritasnya terganggu (disrupsimukosa). Dengan
terjadinya disrupsi mukosa, lamina muskularis mukosa dan kapiler
submukosa terpapar pada lumen. Kerapuhan dinding pembuluh
kapiler menyebabkan pecahnya kapiler lambung. Perdarahan dapat
terjadi sedemikian masif dan menyebabkan penderita jatuh kedalam
syok (Moenadjat, 2009). Pertahanan imunologik tubuh sangat berubah
akibat luka bakar. Semua tingkat respon imun akan dipengaruhi secara
merugikan. Kehilangan integritas kulit diperburuk dengan pelepasan
19

faktor-faktor inflamasi yang abnormal. Perubahan kadar


imunoglobulin serta komplemen serum, gangguan fungsi neutrofil,
dan penurunan jumlah limfosit (limfositopenia). Imunosupresi
membuat pasien luka bakar berisiko tinggi untuk mengalami sepsis
(Smeltzer & Bare, 2002).
Hilangnya kulit juga menyebabkan ketidakmampuan tubuh untuk
mengatur suhu. Karena itu pasien-pasien luka bakar dapat
memperlihatkan suhu tubuh yang rendah dalam beberapa jam pertama
pasca luka bakar. Namun setelah keadaan hipermetabolisme akan
mengatur kembali suhu tubuh. Pasien luka bakar akan mengalami
hipertermi selama sebagian besar periode pasca luka bakar meskipun
tidak terdapat infeksi (Smeltzer & Bare, 2002)
Catatan:
Perbedaan tekanan onkotik dan hidrstatik
a. Tekanan osmotik adalah tekanan untuk mencegah aliran osmotic cairan
b. Tekanan onkotik adalah gaya tarik sifat atau system koloid agar air tetap
berada dalam plasma darah di intravaskuler. Arti lain dari tekanan onkotik
adalah tekanan osmotic yang dihasilkan oleh protein (albumin)
c. Tekanan hidrostatik adalah tekanan yang dihasilkan oleh cairan pada dinding
pembuluh darah
Tekanan osmotic koloid plasma berfungsi untuk mempertahankan cairan agar
tidak mengalir ke dalam rongga interstitial. Hal ni terutama fungsi albumin.
Albumin dihasilkan oleh hati apabila terdapat kerusakan hati, maka dapat terjadi
keadaan hipoalbumin
5. Manifestasi Klinis
a. Superficial burn (derajat I), dengan ciri-ciri:
1) Luka hanya mengenai lapisan epidermis.
2) Luka tampak pink cerah sampai merah (eritema ringan sampai
berat).
3) Kulit memucat bila ditekan.
4) Edema minimal.
20

5) Tidak ada blister/bula


6) Kulit hangat/kering.
7) Sangat nyeri dan berkurang dengan pendinginan.
8) Discomfort berakhir kira-kira dalam waktu 48 jam.
9) Dapat sembuh spontan dalam 3-7 hari.
b. Partial thickness (derajat II), dengan ciri.:
1) Dikelompokan menjadi 2, yaitu superpicial partial thickness
dan deep partial thickness.
2) Luka tampak mengenai epidermis dan dermis.
3) Luka tampak merah sampai pink.
4) Luka tampak basah dan mengkilat
5) Terbentuk blister/bula
6) Edema
7) Sangat nyeri
8) Sensitif terhadap udara dingin
9) Penyembuhan luka : pada superficial partial thickness
penyembuhannya14 -21 hari, pada deep partial thickness
penyembuhannya 21-28 hari (penyembuhan bervariasi
tergantung dari kedalaman luka dan ada tidaknya infeksi).
c. Full thickness (derajat III)
1) Luka tampak mengenai semua lapisan kulit, lemak subkutan
dan dapat juga mengenai permukaan otot, dan persarafan, dan
pembuluh darah.
2) Luka tampak bervariasi dari berwarna putih, merah sampai
dengan coklat atau hitam.
3) Tanpa ada blister/bula
4) Permukaan luka kering dengan tektur kasar/keras.
5) Edema
6) Sedikit nyeri atau bahkan tidak ada rasa nyeri.
7) Tidak mungkin terjadi penyembuhan luka secara spontan.
21

8) Dapat terjadi scar hipertropik dan kontraktur jika tidak


dilakukan tindakan preventif
9) Memerlukan skin graft karena lapisan yang rusak tidak dapat
sembuh secara spontan

6. Komplikasi
Komplikasi luka bakar dapat berasal dari luka itu sendiri atau dari
ketidakmampuan tubuh saat proses penyembuhan luka (Burninjury,
2013):
a. Infeksi luka bakar
Infeksi pada luka bakar merupakan komplikasi yang paling sering
terjadi. Sistem integumen memiliki peranan sebagai pelindung
utama dalam melawan infeksi. Kulit yang rusak atau nekrosis
menyebabkan tubuh lebih rentan terhadap patogen di udara
seperti bakteri dan jamur.
b. Terganggunya suplai darah atau sirkulasi
Penderita dengan kerusakan pembuluh darah yang berat dapat
menyebabkan kondisi hipovolemik atau rendahnya volume darah.
Selain itu, trauma luka bakar berat lebih rentan mengalami
sumbatan darah (blood clot) pada ekstremitas. Hal ini terjadi
akibat lamanya waktu tirah baring pada pasien luka bakar. Tirah
baring mampu menganggu sirkulasi darah normal, sehingga
mengakibatkan akumulasi darah di vena yang kemudian akan
membentuk sumbatan darah (Burninjury, 2013).
c. Komplikasi jangka panjang
Komplikasi jangka panjang terdiri dari komplikasi fisik dan
psikologis. Pada luka bakar derajat III, pembentukan jaringan
sikatriks terjadi secara berat dan menetap seumur hidup. Pada
kasus dimana luka bakar terjadi di area sendi, pasien mungkin
akan mengalami gangguan pergerakan sendi. Hal ini terjadi ketika
kulit yang mengalami penyembuhan berkontraksi atau tertarik
22

bersama. Akibatnya, pasien memiliki gerak terbatas pada area


luka. Selain itu, pasien dengan trauma luka bakar berat dapat
mengalami tekanan stress pasca trauma atau post traumatic stress
disorder (PTSD). Depresi dan ansietas merupakan gejala yang
sering ditemukan pada penderita (Burninjury, 2013).
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Sel darah merah (RBC) : Dapat terjadi penurunan sel darah
merah (Red Blood Cell) karena kerusakan sel darah merah
pada saat injuri dan juga disebabkan oleh menurunnya
produksi sel darah merah karena depresi sumsum tulang.
b. Sel darah putih (WBC): Dapat terjadi leukositosis
(peningkatan sel darah putih/White Blood Cell) sebagai
respon inflamasi terhadap injuri.
c. Gas darah arteri (AGD): Terjadi asidosis metabolic (pH
turun, tekanan parsial karbon dioksida [Pco2] naik, dan
tekanan parsial oksigen [PO2] menurun.)
d. Karboksihemoglobin (COHbg): Kadar COHbg
(karboksihemoglobin) dapat meningkat lebih dari 15 % yang
mengindikasikan keracunan karbon monoksida.
e. Serum elektrolit: umumnya menurun karena menghilang ke
daerah trauma dan ruang interstisial.
f. Potasium pada permukaan akan meningkat karena injuri
jaringan atau kerusakan sel darah merah dan menurunnya
fungsi renal
g. Hipokalemiadapat terjadi ketika diuresis dimulai
h. Magnesium mungkin mengalami penurunan
i. Sodium pada tahap permulaan menurun seiring dengan
kehilangan air dari tubuh; selanjutnya dapat terjadi
hipernatremia.
j. Sodium urine: Jika lebih besar dari 20 mEq/L
mengindikasikan kelebihan resusitasi cairan, sedangkan jika
23

kurang dari 10 mEq/L menunjukan tidak adekuatnya


resusitasi cairan.
k. Alkaline pospatase: Meningkat akibat berpindahnya cairan
interstitial/kerusakan pompa sodium.
l. Glukosa serum: Meningkat sebagai refleksi glikoneogenesis
atau pemecahan glikogen sebagai respon terhadap stres.
m. BUN/Creatinin: Meningkat yang merefleksikan menurunnya
perfusi/fungsi renal, namun demikian creatinin mungkin
meningkat karena injuri jaringan.
n. Kadar protein serum : menurun disebabkan oleh pemecahan
protein karena kebutuhan energi yang meningkat.
o. Urin: Adanya albumin, Hb, dan mioglobin dalam urin
mengindikasikan kerusakan jaringan yang dalam dan
kehilangan/pengeluaran protein. Warna urine merah
kehitaman menunjukan adanya mioglobin
p. Rontgen dada: Untuk mengetahui gambaran paru terutama
pada injuri inhalasi
q. ECG: Untuk mengetahui adanya gangguan irama jantung
pada luka bakarkarena elektrik.
r. Morfologi: pada pemeriksaan makroskopik luka bakar full-
thickness tampak putih atau gosong, kering dan anestetik
(karena rusaknya ujung-ujung saraf). Luka partial-thickness
tampak merah muda atau bercak disertai lepuh serta nyeri,
bergantung pada kedalamannya.
s. Histology: pada pemeriksaan histology jaringan yang mati
memperlihatkan nekrosis koagulasi. Jaringan hidup di
dekatnya cepat mengalami peradangan disertai akumulasi sel
radang dan eksudasi hebat.
8. Penatalaksanaan (farmakologi dan nonfarmakologi)
Secara sistematik dapat dilakukan 6c: clothing, cooling,
cleaning, chemoprophylaxis, covering, dan comforting (contoh
24

pengurang nyeri). Untuk pertolongan pertama dapat dilakukan


langkah clothing dan cooling, baru selanjutnya dilakukan pada
fasilitas kesehatan
a. Clothing/ singkirkan pakaian: singkirkan semua pakaian yang
panas atau terbakar. Bahan pakaian yang menempel dan tak
dapat dilepaskan maka dibiarkan untuk sampai pada fase
cleaning.

b. Cooling/ dinginkan luka bakar: Dinginkan daerah yang


terkena luka bakar dengan menggunakan air mengalir selama
20 menit, hindari hipotermia (penurunan suhu di bawah
normal, terutama pada anak dan orang tua). Cara ini efektif
sampai dengan 3 jam setelah kejadian luka bakar. Kompres
dengan air dingin (air sering diganti agar efektif tetap
memberikan rasa dingin) sebagai analgesia (penghilang rasa
nyeri) untuk luka yang terlokalisasi. Jangan pergunakan es
karena es menyebabkan pembuluh darah mengkerut
(vasokonstriksi) sehingga justru akan memperberat derajat luka
dan risiko hipotermia. Untuk luka bakar karena zat kimia dan
luka bakar di daerah mata, siram dengan air mengalir yang
banyak selama 15 menit atau lebih. Bila penyebab luka bakar
berupa bubuk, maka singkirkan terlebih dahulu dari kulit baru
disiram air yang mengalir.

c. Cleaning/ pembersihan luka bakar: Pembersihan dilakukan


dengan zat anastesi untuk mengurangi rasa sakit. Dengan
membuang jaringan yang sudah mati, proses penyembuhan
akan lebih cepat dan risiko infeksi berkurang.

d. Chemoprophylaxis: Pemberian anti tetanus, dapat diberikan


pada luka yang lebih dalam dari superficial partial thickness.
Pemberian krim silver sulvadiazin untuk penanganan infeksi,
dapat diberikan kecuali pada luka bakar superfisial. Tidak
25

boleh diberikan pada wajah, riwayat alergi sulfa, perempuan


hamil, bayi baru lahir, ibu menyusui dengan bayi kurang dari 2
bulan

e. Covering: Penutupan luka bakar dengan kasa. Dilakukan


sesuai dengan derajat luka bakar. Luka bakar superfisial tidak
perlu ditutup dengan kasa atau bahan lainnya. Pembalutan luka
(yang dilakukan setelah pendinginan) bertujuan untuk
mengurangi pengeluaran panas yang terjadi akibat hilangnya
lapisan kulit akibat luka bakar. Jangan berikan mentega,
minyak, oli atau larutan lainnya, menghambat penyembuhan
dan meningkatkan risiko infeksi.

f. Comforting: Dapat dilakukan pemberian pengurang rasa nyeri,


berupa
1) Paracetamol dan codein (PO-per oral)20-30mg/kg
2) Morphine (IV-intra vena) 0,1mg/kg diberikan dengan dosis
titrasi bolus
3) Morphine (I.M-intramuskular) 0,2mg/kg
(Rosfanty, 2009)
Selanjutnya pertolongan diarahkan untuk mengawasi tanda-tanda bahaya dari
ABC yaitu
a. Airway and breathing
Perhatikan adanya stridor (mengorok), suara serak, dahak berwana
jelaga (black sputum), gagal napas, bulu hidung yang terbakar, bengkak
pada wajah. Luka bakar pada daerah orofaring dan leher membutuhkan
tatalaksana intubasi (pemasangan pipa saluran napas ke dalam
trakea/batang tenggorok) untuk menjaga jalan napas yang adekuat/tetap
terbuka. Intubasi dilakukan di fasilitas kesehatan yang lengkap.
b. Circulation
Penilaian terhadap keadaan cairan harus dilakukan. Pastikan luas
luka bakar untuk perhitungan pemberian cairan. Pemberian cairan
26

intravena (melalui infus) diberikan bila luas luka bakar >10%. Bila
kurang dari itu dapat diberikan cairan melalui mulut. Cairanmerupakan
komponen penting karena pada luka bakar terjadi kehilangan cairan
baik melalui penguapan karena kulit yang berfungsi sebagai proteksi
sudah rusak danmekanisme dimana terjadi perembesan cairan dari
pembuluh darah ke jaringan sekitar pembuluh darah yang
mengakibatkan timbulnya pembengkakan (edema). Bila hal ini terjadi
dalam jumlah yang banyak dan tidak tergantikan maka volume cairan
dalam pembuluh darah dapat berkurang dan mengakibatkan kekurangan
cairan yang berat dan mengganggu fungsi organ-organ tubuh.Cairan
infus yang diberikan adalah cairan kristaloid (ringer laktat, NaCl
0,9%/normal Saline). Kristaloid dengan dekstrosa (gula) di dalamnya
dipertimbangkan untuk diberikan pada bayi dengan luka bakar. Jumlah
cairan yang diberikan berdasarkan formula dari Parkland : 3-4
cc/kgBB/%TBSA + cairan rumatan (maintenance per 24 jam). Cairan
rumatan adalah 4cc/kgBB dalam 10 kg pertama, 2cc/kgBB dalam 10 kg
ke 2 (11-20kg) dan 1cc/kgBB untuk tiap kg diatas 20 kg. Cairan
formula parkland (3-4cc/kgBB/%TBSA) diberikan setengahnya dalam
8 jam pertama dan setengah sisanya dalam 16 jam berikutnya.
Pengawasan kecukupan cairan yang diberikan dapat dilihat dari
produksi urin yaitu 1cc/kgBB/jam (Rosfanty, 2009).
Kebutuhan cairan yang diproyeksikan dalan 24 jam pertama dihitung
berdasarkan luas luka bakar. Resusitasi cairan yang adekuat
menghasilkan sedikit penurunan volume darah selama 24 jam pertama
pasca luka bakar dan mengembalikan kadar plasma pada nilai yang
normal pada akhir periode 48 jam. Beberapa rumus telah dikembangkan
untuk memperbaiki kehilangan cairan berdasarkan estimasi persentase
luas permukaan tubuh yang terbakar dan berat badan pasien.
27

Cara penghitungan resusitasi cairan pada pasien dewasa:


- Rumus Konsesus
Lartutan ringer laktat (atau larutan saline seimbang lainnya): 2-4 ml x kg
berat badan x % luas luka bakar. Separuh diberikan dalam 8 jam pertama:
sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya.
- Rumus Evans
1. Koloid : 1ml x kg berat badan x % luas luka bakar
2. Elektrolit (Salin) : 1ml x kg berat badan x % luas luka bakar
3. Glukosa (5%dalam air) : 2000 ml untuk kehilangan insensible
Hari 1 : separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh sisanya dalam 16
jam berikutnya
Hari 2 : separuh dari cairan elektrolit dan kolid yang diberikan pada hari
sebelumnya: seluruh penggantian cairan insesibel
Maksimum 10.000 ml selama 24 jam.Luka bakar derajat dua dan tiga yang
melebihi 50% luas permukaan tubuh dhitung berdasarkan 50% luas
permukaan tubuh.
- Rumus Brooke Army
1. Koliod : 0,5ml x kg berat badan x % luas luka bakar
2. Elektrolit (RL) : 1,5 ml x kg berat badan x % luas luka bakar
3. Glukosa (5%dalam air): 2000 ml untuk kehilangan insensible
Hari 1 : separuh diberikan dalam 8 jam pertama: separuh sisanya dalam 16
jam berikutnya
Hari 2 : separuh dari cairan kolid: separuh dari cairan elektrolit: seluruh
penggantian cairan insesibel
Luka bakar derajat dua dan tiga yang melebihi 50% luas permukaan tubuh
dihitungberdasarkan 50% luas permukaan tubuh
- Rumus Parkland/Baxter
Larutan Ringer Laktat: 4 ml xBB (Kg) x % luas luka bakar
Hari 1 : Separuh diberikan dalam 8 jam pertama: separuh sisanya dalam 16
jam berikutnya
Hari 2 : Bervariasi. Ditambahkan koloid
28

Cara penghitungan resusitasi cairan pada anak

- Larutan Salin Hipertonik


Larutan pekat natrium klorida (NaCl) dan laktat dengan konsentrasi 250-
300mEq natrium perliter yang diberikan pada kecepatan yang cukup untuk
mempertahankan volume keluaran urine yang diinginkan. Jangan
meningkatkan kecepatan intfus selama 8 jam pertama pasca luka bakar.
Kadar natrium serum harus dipantau ketat.
Tujuan: meningkatkan kadar natrium serum dan osmolalitas untuk
mengurangi edema dan mencegah komplikasi paru.
- Tatalaksana Luka Bakar Minor
1. Pemberian pengurang rasa nyeri harus adekuat. Pada anak-anak dapat
membutuhkan morfin sebelum penilaian luka bakar dan pembalutan
awal.
2. Pada luka bakar mengenai anggota gerak atas disarankan imobilisasi
denga balut dan bidai
3. Pemeriksaan status tetanus pasien
4. Pembalutan tertutup disarankan untuk luka bakar partial thickness.
Cairan yang keluar dari luka bakar menentukan frekuensi penggantian
balutan. Gelembung cairan (blister) memiliki fungsi untuk proteksi dan
mengurangi rasa sakit bila tetap dibiarkan utuh selama beberapa hari.
Jika gelembung cairan kecil, tidak berada di dekat sendi dan tidak
menghalangi pembalutan maka dapat tidak perlu dipecahkan.
Gelembung cairan yang besar dan yang meliputi daerah persendian
29

harus dipecah dan dibersihkan. Gelembung cairan yang berubah


menjadi opak/keruh setelah beberapa hari menandakan proses infeksi
sehingga perlu untuk dibuka dan dibalut.
Luka bakar superfisial/dangkal dapat dibiarkan terbuka. Pada bayi yang
menunjukakan kecenderungan terbentuknya gelembung cairan atau
penggarukan dapat ditutup perban untuk proteksi.
Luka bakar sebagian (partial thicknes): dilakukan pembersihan luka
dan sekelilingnya dengan salin (larutan yang mengandung garam-steril).
Jika luka kotor dapat dibersihkan dengan clorhexidine 0,1% lalu dengan
salin. Luka bakar superfisial partial thickness dapat ditutup dengan kasa
yang tidak menempel lalu dibalut atau di plester. Luka bakar deep partial
thickness dilakukan penutupan dengan kasa yang tidak lengket dan
diberikan antimikroba krim silverdiazin.
Follow upbila luka bakar dangkal tidak menyembuh dalam 7-10 hari, atau
menunjukkan tanda-tanda terinfeksi atau ternyata lebih dalam maka
rujukan sebaiknya dilakukan. Kemungkinan timbulnya jaringan parut yang
berlebihan (scar hipertrofik) harus dipikirkan apabila dalam waktu 3
minggu luka bakar belum juga menyembuh.
- Tatalaksana Luka bakar mayor
1. Airway and breathing (jalan napas dan pernapasan) Apabila ada tanda-
tanda luka bakar pada saluran napas atau cedera pada paru-paru maka
intubasi dilakukan secepatnya sebelum pembengkakan pada jalan napas
terjadi.
2. Cairan
Jika luas area luka bakar >10% maka lakukan resusitasi cairan dan
lakukan penghitungan cairan dari saat waktu kejadian luka
bakar.Pasang kateter urin jika luka bakar>15% atau luka bakar daerah
perineum NGT-pipa nasogastrik dipasang jika luka bakar>10% berupa
deep partial thickness atau full thickness, dan mulai untuk pemberian
makanan antara 6-18 jam.
3. Pemberian anti tetanus diperlukan pada luka-luka sebagai berikut :
30

1) Disertai patah tulang


2) Luka yang menembus ke dalam
3) Luka dengan kontaminasi benda asing (terutama serpihan kayu)
4) Luka dengan komplikasi infeksi
5) Luka dengan kerusakan jaringan yang besar (contoh luka bakar)
6) Luka dengan kontaminasi tanah, debu atau produk cairan atau
kotoran kuda
7) Implantasi ulang dari gigi yang tanggal.
31

- Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan pada luka bakar mayor.Hal ini
untuk menunjang tatalaksana, mengingat luka bakar mayor dapat
menyebabkan kerusakan yang lebih berat dan gangguan keseimbangan
metabolisme tubuh yang berat.Hal ini harus dikenali sehingga bisa diatasi
secepat mungkin.Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu Hemoglobin,
hematokrit, elektrolit, gula darah, golongan darah, kadar COHb dan kadar
sianida (pada luka bakar akiibat kebakaran di ruangan).
- Pemindahan ke Unit Luka Bakar
1. Luka bakar derajat 3 yang melebihi 5% luas permukaan tubuh pada
segala kelompok usia
2. Luka bakar derajat 2 dan 3 yang melebihi 10% luas permukaan tubuh
pada pasien < 10 tahun atau > 50 tahun
3. Luka bakar derajat 2 dan 3 yang melebihi 20% luas permukaan tubuh
pada segala kelompok usia yang lain.
4. Luka bakar derajat 2 dan 3 yang mengenai muka, tangan, kaki,
genetalia, perineum, serta persendian yang besar.
5. Luka bakar listrik yang mencakup luka bakar tersambar petir
6. Luka bakar kimia dengan ancaman ganguan fungsional atau kosmetik
yang serius
7. Cedera inhalasi dengan luka bakar
8. Luka bakar yang melingkar pada ektremitas dan dada
9. Luka bakar pada pasien yang sebelumnya sudah menderita sakit dapat
memperumit penanganan
10. Luka bakar dengan trauma dimana luka bakar tersebut menghadapi
risiko yang terbesar.
32
33
34

C. Proses Keperawatan Berdasarkan Tinjauan Teori


1. Pengkajian
a. Identitas: kaji meliputi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, ras, dan
lain-lain.
b. Pengkajian Spesifik
Inspeksi: Mukosa bibir kering, tanda-tanda inflamasi ,luas luka
bakar: untuk menentukan luas luka bakar dapat digunakan salah satu
metode yang ada. Berikut adalah beberapa metode yang dapat
digunakan untuk menentukan luas luka bakar:
1) Rule of nine: cara yang tepat untuk menghitung luas daerah yang
terbakar. Sistem ini mengguanakan presentase kelipatan
sembilan terhadap luas permukaan tubuh.
- Kepala dan leher : 9%
- Dada depan dan belakang : 18%
- Abdomen depan dan belakang : 18%
- Tangan kanan dan kiri : 18%
- Paha kanan dan kiri : 18%
- Kaki kanan dan kiri : 18%
- Genital : 1%

Dalam perhitungan agar lebih mempermudah dapat dipakai luas


telapak tangan penderita adalah 1 % dari luas permukaan tubuhnya.
35

Pada anak-anak dipakai modifikasi Rule of Nine menurut Lund and


Brower, yaitu ditekankan pada umur 15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun.

2) Diagram Lund dan Browder: metode ini lebih tepat dalam


memperkirakan luas permukaan tubuh yang terbakar. Menyatakan
bahwa prosentase luka bakar pada berbagai bagian anatomi,
khususnya kepala dan tungkai, akan berubah menurut pertumbuhan.
Penentuan luas luka bakar secara lebih lengkap dijelaskan dengan
diagram sebagai berikut:
LOKASI USIA (Tahun)
0-1 1-4 5-9 10-15 DEWASA
KEPALA 19 17 13 10 7
LEHER 2 2 2 2 2
DADA & PERUT 13 13 13 13 13
PUNGGUNG 13 13 13 13 13
PANTAT KIRI 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
PANTAT KANAN 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
KELAMIN 1 1 1 1 1
LENGAN ATAS KA. 4 4 4 4 4
LENGAN ATAS KI. 4 4 4 4 4
LENGAN BAWAH KA 3 3 3 3 3
LENGAN BAWAH KI. 3 3 3 3 3
TANGAN KA 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
TANGAN KI 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
PAHA KA. 5,5 6,5 8,5 8,5 9,5
PAHA KI. 5,5 6,5 8,5 8,5 9,5
TUNGKAI BAWAH KA 5 5 5,5 6 7
TUNGKAI BAWAH KI 5 5 5,5 6 7
KAKI KANAN 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5
KAKI KIRI 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5
36

3) Metode Telapak Tangan: pada banyak pasien dengan luka bakar


yang menyebar, metode yang dipakai memperkirakan prosentase
luka bakar adalah metode telapak tangan (palm methode). Lebar
telapak tangan pesien kurang lebih sebesar 1 % LPTT.
Kedalaman luka bakar: kedalaman luka bakar dapat
dikelompokan menjadi 4 macam, yaitu luka bakar derajat I, derajat
II, derajat III dan IV, dengan ciri-ciri seperti telah diuraikan
dimuka.
Lokasi/area luka: luka bakar yang mengenai tempat-tempat
tertentu memerlukan perhatian khusus, oleh karena akibatnya yang
dapat menimbulkan berbagai masalah. Seperti, jika luka bakar
mengenai daerah wajah, leher dan dada dapat mengganggu jalan
nafas dan ekspansi dada yang diantaranya disebabkan karena
edema pada laring. Sedangkan jika mengenai ekstremitas maka
dapat menyebabkan penurunan sirkulasi ke daerah ekstremitas
karena terbentuknya edema dan jaringan scar. Oleh karena itu
pengkajian terhadap jalan nafas (airway) dan
pernafasan (breathing) serta sirkulasi (circulation) sangat
diperlukan. Luka bakar yang mengenai mata dapat menyebabkan
terjadinya laserasi kornea, kerusakan retina dan menurunnya tajam
penglihatan.
Ada tidaknya cedera inhalasi: letak luka bakar juga dapat
menyadarkan staf pada kemungkinan cedera inhalasi. Perawat
harus mengkaji temuan-temuan berikut ini sebagai tanda
kecurigaan terhadap cedera inhalasi:
1) Bulu hidung hangus terbakar
2) Luka bakar pada oral atau membran mukosa faring
3) Luka bakar pada area perioral atau leher
4) Batuk serak atau perubahan suara
5) Riwayat pernah terbakar pada area yang terkurung
37

Palpasi: Denyut nadi (frekuensi, kuat lemahnya), suhu pada


luka.
Auskultasi: bunyi nafas pada paru, auskultasi bising usus
c. Pemeriksaan fisik per sistem
1) Pernafasan (B1/ Breathing)
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup, terpajan lama
(kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda: serak, batuk/ mengi, partikel karbon dalam sputum,
ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosisindikasi
cedera inhalasi. Pengembangan torak mungkin terbatas pada
adanya luka bakar lingkar dada, jalan nafas
stridor/mengiobstruksi sehubungan dengan laringospasme,
oedema laryngeal. Jika bunyi napas (gemericik oedema paru,
stridor oedema laryngeal, ronkhi sekret jalan nafas dalam ).
2) Kardiovaskuler (B2/ Blood)
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT):
hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas
yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan
nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia
(syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan
oedema jaringan (semua luka bakar).
3) Persyarafan ( B3/ Brain)
Gejala : area batas; kesemutan.
Tanda : perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks
tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang
(syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan
ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik
(syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).
4) Perkemihan (B4/ Bladder)
Haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna
mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin,
38

mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah


kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi)
5) Pencernaan (B5/ Bowel)
Klien biasanya mual, muntah, anorexia, penurunan bising
usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar
dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
6) Tulang, otot dan integumen (B6/ Bone)
Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada
area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti
selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler
pada beberapa luka. Area kulit tak terbakar mungkin
dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada
adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan
cairan/status syok. Adapaun penampilan luka berdasarkan
kemungkinan penyebab luka bakar adalah sebagai berikut:
- Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam
sehubungan dengan variase intensitas panas yang dihasilkan
bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan
mulut kering; merah; lepuh pada faring posterior; oedema
lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
- Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.
Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit
samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal.
Cedera secara umum lebih dalam dari tampaknya secara
perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72
jam setelah cedera.
- Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih
sedikit di bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat
meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari
39

gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar


termal sehubungan dengan pakaian terbakar.
- Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor,
kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).
2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obtruksi
trakeabronkial, edema mukosa dan hilangnya kerja silia, luka bakar
daerah leher, kompresi jalan nafas thorak dan dada atau keterbatasan
pengembangan dada.
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
melalui rute abnormal, peningkatan kebutuhan : status
hypermetabolik, ketidakcukupan pemasukan, kehilangan perdarahan
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan suhu ekstrem (air
panas) ditandai dengan kerusakan pada lapisan kulit, gangguan pada
permukaan kulit
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik ditandai dengan
klien mengatakan nyeri pada area luka bakarklien terlihat meringis
e. Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat;
kerusakan perlindungan kulit; jaringan traumatik, pertahanan
sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan status hipermetabolik (sebanyak 50 % - 60%
lebih besar dari proporsi normal pada cedera berat) atau katabolisme
protein.
g. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
(mengalami luka bakar) ditandai dengan pasien mengeluh khawatir
dengan kondisinya
h. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri ditandai dengan
keterbatasan dalam ROM dan ambulasi
40

i. Defisit perawatan diri: mandi berhubungan dengan kelemahan


ditandai dengan ketidakmampuan dalam membasuh, mengeringkan,
dan mengambil peralatan mandi
j. Defisit perawatan diri: eliminasi berhubungan dengan kelemahan
ditandai dengan ketidakmampuan dalam menuju toileting, dan
membersihkan perineum secara mandiri
k. Defisit perawatan diri: berpakaian berhubungan dengan kelemahan
ditandai dengan mengenakan, mengambil pakaian secara mandiri
41

3. Intervensi keperawatan
No Diagnosa Tujuan (Outcome/NOC) Intervensi Keperawatan (NIC)
1 Ketidakefektifan bersihan a. Respiratory Status: Airway patency Airway Management
jalan nafas berhubungan b. Vital Signs 1. Auskultasi suara napas, catat hasil penurunan daerah
dengan obtruksi c. Respiratory status : Ventilation ventilasi atau tidak adanya suara adventif
trakeabronkial, edema Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan 2. Monitor pernapasan dan status oksigen yang sesuai
mukosa dan hilangnya kerja jalan napas pasien efektif dengan kriteria hasil: 3. Posisikan pasien untuk memaksimalkan potensial
silia, luka bakar daerah 1) Tidak tampak penggunaan otot bantu napas ventilasi
leher, kompresi jalan nafas 2) Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak Respiratory Monitoring
thorak dan dada atau merasa tercekik, irama nafas reguler, frekuensi 1. Monitor kecepatan, ritme, kedalaman dan usaha pasien
keterbatasan pengembangan pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara saat bernapas
dada. nafas abnormal) 2. Catat pergerakan dada, simetris atau tidak, menggunakan
3) Frekuensi napas normal (16 – 20 x/ menit) otot bantu pernapasan atau tidak
4) Tidak ada sianosis dan dyspnea 3. Monitor pola napas: bradypnea, tachypnea,
hiperventilasi, respirasi kussmaul, respirasi cheyne-
stokes.
Oxygen Therapy
1. Bersihkan area mulut, hidung, jika diperlukan
2. Pertahankan kepatenan jalan napas
3. Monitor jumlah aliran oksigen
4. Monitor efektivitas terapi oksigen
2 Kekurangan volume cairan a. Fluid Balance Fluid/Electrolyte Management
berhubungan dengan b. Burn recovery 1. Monitor keabnormalitas tingkat elektrolit serum
kehilangan cairan melalui c. Hydration 2. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium yang terkait
rute abnormal, peningkatan d. Elektrolit balance perubahan cairan atau tingkat elektrolit
kebutuhan: status Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan 3. Berikan cairan yang adekuat
hypermetabolik, volume cairan seimbang dengan criteria hasil: 4. Berikan intake oral
ketidakcukupan pemasukan, 1) Tekanan darah dalam batas normal (sistolic 100-130 5. Monitor status hemodinamik klien
kehilangan perdarahan dan diastolic 70-90) 6. Kaji membran mukosa klien untuk mengindikasikan
2) HR dalam batas normal (60-100 x/menit) adanya perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit
3) Granulasi Jaringan baik 7. Monitor kehilangan cairan
4) Persen dari luas luka bakar berkurang
5) Suhu tubuh stabil
6) Urin output 0,5-1 cc/kgBB
7) Mukosa membran lembab
42

8) RR dalam batas normal (16 – 20 x/menit)


9) Hematokrit dalam batas normal
10) BUN dan Kreatinin dalam batas normal
11) Elektrolit Serum dalam batas normal
12) Albumin serum dalam batas normal
3 Kerusakan integritas kulit a. Wound Healing : Secondary Intention Wound Care
berhubungan dengan suhu b. Tissue Integrity : Skin & Mucous Membranes 1. Lakukan monitor terhadap karakteristik luka, termasuk
ekstrem (air panas) ditandai Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan drainase, warna, ukuran, dan aroma.
dengan kerusakan pada integritas kulit klien mengalami peningkatan dengan 2. Bersihkan luka dengan normal saline secara tepat
lapisan kulit, gangguan pada kriteria hasil : 3. Lakukan wound dressing sesuai tipe luka
permukaan kulit 1) Ukuran lesi pada kulit klien berkurang. 4. Pertahankan teknik steril selama melakukan perawatan
2) Inflamasi pada luka berkurang. luka, secara tepat
3) Granulasi dalam jaringan subkutan klien 5. Lakukan penggantian dressing secara tepat
meningkat. 6. Jelaskan pada klien dan keluarga tentang tanda dan
4) Eritema kulit sekitarnya berkurang gejala infeksi
5) Tidak ada blister pada daerah luka bakar Skin Care : Topical Treatments
6) Suhu kulit normal 1. Beri antibiotic topikal pada area yang terkena
7) Jaringan parut tidak ada 2. Beri antiinflamasi topical pada area yang terkena
8) Integritas kulit normal 3. Memeriksa kulit setiap hari untuk yang berisiko
9) Lesi kulit tidak ada mengalami kerusakan
10) Eritema tidak ada 4. Catat derajat kerusakan kulit
Skin surveillance
1. Periksa kulit dan membrane mukosa terkait adanya
kemerahan, hangat, edema, atau drainase
2. Pantau warna dan suhu kulit
3. Catat perubahan kondisi kulit dan membrane mukosa
4 Nyeri akut berhubungan a. Vital sign status Pain Management
dengan agen cedera fisik b. Pain level 1. Lakukan pengkajian komprehensif nyeri termasuk
ditandai dengan klien c. Pain control lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekwensi, kwalitas,
mengatakan nyeri pada area d. Discomfort level intensitas atau derajat nyeri, dan faktor yang
luka bakar klien terlihat Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan nyeri menimbulkan.
meringis klien berkurang dengan kriteria hasil : 2. Observasi reaksi non verbal terhdapat nyeri
1) Suhu tubuh klien dalam batas normal 36,5 0C- 37,5 3. Pastikan pasien mendapat perhatian mengenai perawatan
0
C dengan analgesic
2) Respiratory rate dalam batas normal 16-20 x/menit 4. Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk menggai
43

3) Denyut nadi radial dalam batas normal 60-100 informasi terhadap pengalaman nyeri dan cara pasien
x/menit merespon terjadinya nyeri
4) Klien melaporkan adanya rasa nyeri yang ringan 5. Gali pengetahuan dan kepercayaan klien mengenai nyeri
(skala 1-3) 6. Tanyakan pada klien kapan nyeri menjadi lebih buruk
5) Klien tidak menunjukkan rasa sakit akibat nyerinya dan apa yang dilakukan untuk menguranginya
6) Klien dapat menjelaskan faktor penyebab timbulnya 7. Ajarkan prinsip dari manajemen nyeri
nyeri dengan sering 8. Ajari pasien untuk menggunakan medikasi nyeri yang
7) Sering menggunakan pengobatan non farmakologis adekuat
untuk meredakan rasa sakit Analgesic Administration
1. Ketahui lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri
sebelum memberikan pasien medikasi
2. Lakukan pengecekan terhadap riwayat alergi
3. Pilih analgesic yang sesuai atau kombinasikan analgesic
saat di resepkan anagesik lebih dari
4. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan setelah diberikan
analgesic dengan satu kali dosis atau tanda yang tidak
biasa dicatat perawat
5. Evaluasi keefektian dari analgesic
44

DAFTAR PUSTAKA

Burninjury. 2013. Burn complications. [Serial Online]. Diakses tanggal 14


September 2018 melalui http://burninjuryguide.com/burn-
recovery/burncomplications/.

Dochterman, Joanne M., Gloria N. Bulecheck. 2004. Nursing Interventions


Classifications (NIC) Fourth Edition. Missouri: Mosby Elsevier

Moenadjat Y. 2009. Luka Bakar Masalah Dan Tata Laksana. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.

Moorhead, Sue, Marion Jhonson, Meridean L. Mass, dan Elizabeth Swanson.


2008. Nursing Outcomes Classifications (NOC) Fourth Edition.
Missouri: Mosby Elsevier.

NANDA International. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015-


2017. Jakarta: EGC.

Rosfanty. 2009. Luka Bakar. [online]. Diakes tanggal 11 November 2016 melalui
http://dokterrosfanty.blogspot.com/2009/03/luka-bakar.html.

Smeltzer, S.C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Edisi 8. Jakarta:
EGC

Anda mungkin juga menyukai