Anda di halaman 1dari 6

Pembahasan

Praktikum uji aktivitas enzim ini menggunakan substrat usus dan


ventrikulus ikan lele, serta cairan empedu. Pada ikan lele yang termasuk dalam
karnivora, pencernaan secara kimiawi dimulai di lambung atau di bagian depan
usus halus dan bukan di mulut, karena ikan tidak memiliki kelenjar air liur yang
dapat menghasilkan saliva (Fujaya. 2004). Ikan lele yang telah mati diletakkan di
atas papan bedah kemudian dibedah pada bagian ventral untuk mengambil organ
usus, empedu, dan ventrikulusnya. Setelah pembedahan, usus halus dan
ventrikulus dicuci menggunakan aquades agar bersih dari kotoran dan empedu
dipecah untuk diambil cairan empedunya. Setelah dicuci, usus dan ventrikulus
tersebut dipotong kecil-kecil kemudian dihaluskan dan ditambahkan gliserin.
Gliserin berfungsi untuk menghilangkan lemak-lemak yang terdapat pada usus
dan ventrikulus (Hart. 1998).
Substrat usus 10 ml dan substrat ventrikulus 10 ml disimpan selama 7 hari
dalam botol gelap agar enzim yang telah diperoleh tidak rusak. Botol harus gelap
dan ditutup kresek gelap agar tidak ada cahaya matahari yang masuk dan suhu di
dalam botol tidak naik karena enzim memiliki batas efektivitas yang juga dapat
dipengaruhi oleh suhu. Enzim akan bekerja optimal pada suhu 37˚C - 40˚C.
Enzim yang disimpan dalam botol gelap juga ditetesi dengan toluen. Toluen
berfungsi sebagai bahan yang mempermudah proses penghancuran serta sebagai
bahan pengawet karena merupakan senyawa yang bersifat non polar dan tidak
dapat bercampur dengan pelarut polar seperti air, sehingga dapat berperan sebagai
pelarut organik sekaligus pengawet tanpa mengubah bentuk enzim (Hart. 1998).
Pada 10 ml substrat ventrikulus pada hari ke-0 diberi perlakuan untuk
menguji adanya enzim amilase, maltase dan tripsin. Pada pengujuan adanya enzim
amilase, dilakukan uji perlakuan kontrol terlebih dahulu yaitu 2 ml larutan
benedict, di tambah 2 ml larutan amilum 2%, dan 1 ml aquades kemudian
dipanaskan. Pada perlakuan kontrol tersebut terjadi perubahan warna biru nomor
2. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada kandungan glukosa. Sedangkan
perlakuan kedua, 2 ml larutan benedict di tambah 2 ml larutan amilum 2%, dan 1
ml isolat ventrikulus. Pada perlakuan pemberian isolat tersebut terjadi perubahan
warna hijau nomor 5. Hal ini menunjukkan adanya kandungan glukosa. Adanya
monosakarida dan disakarida pereduksi dalam sampel, maka sampel dilarutkan
dalam air, dan ditambahkan sedikit pereaksi benedict kemudian dipanaskan dalam
waterbath selama 4-10 menit, selama proses tersebut larutan akan berubah
menjadi biru menunjukkan tanpa adanya glukosa, sedangkan hijau, kuning,
orange, merah dan merah bata/coklaat menunjukkan kandungan glukosa tinggi
(winamo,1994). Pada pengujian enzim maltase, dilakukan uji perlakuan kontrol
terlebih dahulu yaitu 2 ml larutan benedict, di tambah 2 ml larutan maltose 2%,
dan 1 ml aquades kemudian dipanaskan. Pada perlakuan kontrol tersebut terjadi
perubahan warna kuning nomor 0. Hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya
kandungan glukosa. Sedangkan perlakuan kedua, 2 ml larutan benedict di tambah
2 ml larutan maltose 2%, dan 1 ml isolat ventrikulus. Pada perlakuan pemberian
isolat tersebut terjadi perubahan warna jingga nomor 3. Menurut Marie (2012),
maltase merupakan enzim yang berperan dalam pengubahan maltosa menjadi
glukosa. Apabila kadar enzim maltase tinggi pada suatu organ maka kadar
glukosa yang dihasilkan akan semakin banyak, hal tersebut membuat hasil uji
semakin pekat. Hasil uji dikatakan positif mengandung glukosa apabila hasil uji
berwarna kuning jingga hingga merah bata. Pada pengujian adanya enzim tripsin,
dilakukan perlakuan kontrol terlebih dahulu yaitu 1 ml putih telur yang telah
diencerkan, ditambah 1 ml aquades dan 10 tetes biuret. Pada perlakuan kontrol ini
terjadi perubahan warna ungu nomor 6 pada substrat. Hal ini menunjukkan adanya
ikatan peptida sangat pendek pada perlakuan kontrol ini. Perlakuan kedua, 1 ml
putih telur yang telah diencerkan, ditambah 1 ml isolat ventrikulus dan ditetesi
dengan larutan biuret sebanyak 10 tetes. Pada perlakuan ini, terjadi perubahan
warna menjadi ungu nomor 6. Hal ini menunjukkan adanya ikatan peptida sangat
pendek pada substrat. Tripsin merupakan enzim yang berperan dalam mengubah
protein menjadi polipeptida (Worthington, 2003). Ketika ikatan peptida yang
dihasilkan sangat pendek maka hasil uji larutan akan menunjukkan perubahan
warna menjadi merah muda (Mack, 2003). Semakin banyak rantai polipeptida
maka akan menunjukkan hasil uji yang semakin ungu pekat
Pada 10 ml substrat ventrikulus pada hari ke-7 diberi perlakuan untuk
menguji adanya enzim amilase, maltase dan tripsin juga. Pada pengujuan adanya
enzim amilase, dilakukan uji perlakuan kontrol terlebih dahulu yaitu 2 ml larutan
benedict, di tambah 2 ml larutan amilum 2%, dan 1 ml aquades kemudian
dipanaskan. Pada perlakuan kontrol tersebut terjadi perubahan warna biru nomor
2. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada kandungan glukosa. Sedangkan
perlakuan kedua, 2 ml larutan benedict di tambah 2 ml larutan amilum 2%, dan 1
ml isolat ventrikulus. Pada perlakuan pemberian isolat tersebut terjadi perubahan
warna hijau nomor 5. Hal ini menunjukkan adanya kandungan glukosa. Adanya
monosakarida dan disakarida pereduksi dalam sampel, maka sampel dilarutkan
dalam air, dan ditambahkan sedikit pereaksi benedict kemudian dipanaskan dalam
waterbath selama 4-10 menit, selama proses tersebut larutan akan berubah
menjadi biru menunjukkan tanpa adanya glukosa, sedangkan hijau, kuning,
orange, merah dan merah bata/coklaat menunjukkan kandungan glukosa tinggi
(winamo,1994). Pada pengujian enzim maltase, dilakukan uji perlakuan kontrol
terlebih dahulu yaitu 2 ml larutan benedict, di tambah 2 ml larutan maltose 2%,
dan 1 ml aquades kemudian dipanaskan. Pada perlakuan kontrol tersebut terjadi
perubahan warna jingga nomor 3. Hal ini menunjukkan bahwa adanya kandungan
glukosa. Sedangkan perlakuan kedua, 2 ml larutan benedict di tambah 2 ml
larutan maltose 2%, dan 1 ml isolat ventrikulus. Pada perlakuan pemberian isolat
tersebut terjadi perubahan warna jingga nomor 2. Menurut Marie (2012), maltase
merupakan enzim yang berperan dalam pengubahan maltosa menjadi glukosa.
Apabila kadar enzim maltase tinggi pada suatu organ maka kadar glukosa yang
dihasilkan akan semakin banyak, hal tersebut membuat hasil uji semakin pekat.
Hasil uji dikatakan positif mengandung glukosa apabila hasil uji berwarna kuning
jingga hingga merah bata. Pada pengujian adanya enzim tripsin, dilakukan
perlakuan kontrol terlebih dahulu yaitu 1 ml putih telur yang telah diencerkan,
ditambah 1 ml aquades dan 10 tetes biuret. Pada perlakuan kontrol ini terjadi
perubahan warna ungu nomor 6 pada substrat. Hal ini menunjukkan adanya ikatan
peptida sangat pendek pada perlakuan kontrol ini. Perlakuan kedua, 1 ml putih
telur yang telah diencerkan, ditambah 1 ml isolat ventrikulus dan ditetesi dengan
larutan biuret sebanyak 10 tetes. Pada perlakuan ini, terjadi perubahan warna
menjadi ungu nomor 4. Hal ini menunjukkan adanya ikatan peptida sangat pendek
pada substrat. Tripsin merupakan enzim yang berperan dalam mengubah protein
menjadi polipeptida (Worthington, 2003). Ketika ikatan peptida yang dihasilkan
sangat pendek maka hasil uji larutan akan menunjukkan perubahan warna menjadi
merah muda (Mack, 2003). Semakin banyak rantai polipeptida maka akan
menunjukkan hasil uji yang semakin ungu pekat

Diskusi
1. Mengapa pada praktikum ini menggunakan organ pencernaan ikan
yang masih segar?
Jawab: Karena pada praktikum ini dibutuhkan enzim pencernaan
yang diambil dari organ pencernaan, sehingga membutuhkan organ
penernaan yang masih segar agar enzim yang terambil masih bagus
(belum terdenaturasi).
2. Ciri apa yang dapat anda kemukakan untuk memastikan adanya enzim
amilase, maltase, dan tripsin?
Jawab: Untuk memastikan adanya enzim amilase, maltase, dan tripsin
dapat dilihat dari hasil pemanasan isolat. Isolat akan berubah warna
menjadi oranye-merah bata jika mengandung enzim amilase. Pada uji
untuk membuktikan adanya enzim maltase, isolat yang dipanaskan
akan berubah warna menjadi merah bata. Adanya tripsin dibuktikan
dengan berubahnya warna isolat menjadi keunguan.
3. Apakah fungsi larutan gliserin 50% dan toluene pada praktikum ini?
Jawab: Pemakaian gliserin dimaksudkan untuk membantu proses
peluruhan enzim pencernaan yang ada di usus halus dan ventrikulus.
Toluen berfungsi sebagai pelarut materi organik sekaligus sebagai
pengawet tanpa merubah struktur/ konformasi senyawa organik yang
diawetkannya.
4. Mengapa organ pencernaan yang dipilih untuk isolasi enzim adalah
ventrikulus dan usus halus?
Jawab : Usus halus merupakan tempat terjadinya absorbsi makanan,
karena itulah dapat dikatakan bahwa sebenarnya pencernaan makanan
secara kimiawi berpusat di usus halus (intestinum).
5. Bagaimana hasil pengamatan aktivitas enzim pencernaan terhadap
lama waktu simpan yang berbeda?
Jawab: Penyimpanan isolat mengakibatkan keoptimalan kerja enzim
pencernaan menurun, hal ini dapat diketahui dari perubahan warna
yang lebih lama ketika uji dilakukan dengan pemanasan.
6. Apakah pengaruh cairan empedu terhadap minyak dan apa kaitannya
terhadap proses pencernaan lemak?
Jawab: Cairan empedu mengemulsikan lemak menjadi droplet lemak.
Lemak yang tidak larut dalam air setelah mengalami emulsi menjadi
butiran-butiran kecil akan mudah dihidrolisis menjadi digliserida,
monogliserida, gliserol, dan asam lemak oleh lipase.
7. Jelaskan proses hidrolisis amilum dan protein!
Jawab: Hidrolisis amilum menggunakan enzim akan memutus rantai
amilum secara spesifik pada percabangan tertentu sehingga
menghasilkan maltosa. Hidrolisis protein melalui enzim tripsin akan
memotong peptida rantai terutama pada karboksil sisi asam aminolisin
atau arginin.
8. Jelaskan proses enzimatis pencernaan yang terjadi pada ventrikulus
dan usus halus!
Jawab: Makanan yang telah halus melalui proses pengunyahan akan
masuk ke lambung. Kontraksi pada otot lambung, akan membuat
makanan menjadi teraduk dengan sempurna sehingga bisa bercampur
secara merata dengan getah lambung. Proses ini mengakibatkan
makanan yang ada di lambung menjadi berbentuk menyerupai bubur.
Sesampainya di usus halus, makanan yang telah melalui serangkaian
proses tadi akan bertemu dengan enzim dan zat lainnya yang berasal
dari sel-sel usus, empedu, hati dan pankreas. Zat-zat ini akan
memecah karbohidrat, lemak, dan protein menjadi senyawa yang lebih
sederhana sehingga dapat diserap dan dimanfaatkan oleh tubuh.
Sebagai contoh, protein dipecah kembali menjadi peptida kecil.
Kemudian, zat tersebut dikecilkan lagi menjadi asam amino hingga
mudah terserap tubuh. Karbohidrat dipecah menjadi gula sederhana
yang dapat masuk ke dalam aliran darah. Sedangkan lemak diubah
menjadi asam lemak dan gliserol yang lebih mudah diserap tubuh.
Lalu proses penyerapan pun siap dilakukan. Nutrisi yang telah dipecah
menjadi zat-zat yang lebih kecil ini kemudian meluncur ke jonjot-
jonjot usus atau vili. Vili terdiri dari jonjot-jonjot usus yang lebih kecil
bernama mikrovili. Keduanya bisa meningkatkan luas permukaan usus
halus sehingga penyerapan nutrisi lebih mudah dilakukan

Kesimpulan
1. Enzim pencernaan yang terdapat pada ikan lele yaitu enzim amilase,
enzim maltase dan enzim tripsin.
2. Organ pencernaan pada ikan lele yang menghasilkan enzim adalah
ventrikulus dan usus halus
3. Lama waktu penyimpanan isolat mempengaruhi efektivitas enzim
yang dihasilkan, semakin lama isolat disimpan maka aktivitas enzim
semakin menurun.
4. Enzim amilase berfungsi untuk mengubah amilum menjadi maltosa,
enzim maltase mengubah maltosa menjadi glukosa, enzim tripsin
berfungsi mengubah pepton menjadi asam amino, dan empedu
berfungsi mengemulsi lemak menjadi droplet lemak

Anda mungkin juga menyukai