Anda di halaman 1dari 10

INFEKSI PADA LANSIA

2.1 Definisi Infeksi

Infeksi berarti keberadaan mikroorganisme di dalam jaringan tubuh “host”, dan


mengalami replikasi. Infeksi merupakan interaksi antara kuman (agent), host (pejamu, dalam
hal ini adalah lansia) dan lingkungan. Pada usia lanjut terdapat beberapa faktor predisposisi /
faktor resiko yang menyebabkan seorang usia lanjut mudah terkena infeksi, antara lain :

1) Faktor hospes meliputi :

a) Penyakit utama

b) Prosedur invasif

c) Penggunaan antibiotik yang tidak sesuai

d) Malnutrisi

e) Dehidrasi

f) Gangguan mobilitas

g) Inkontinensia

h) Keadaan imunitas tubuh

i) Berbagai proses patologik (ko-morbid) yang terdapat pada penderita


tersebut

2) Faktor agent meliputi :

a) Jumlah kuman yang masuk dan ber-replikasi

b) Virulensi dari kuman

3) Faktor lingkungan meliputi :

a) Apakah infeksi didapat di masyarakat, rumah sakit atau panti werdha

b) Faktor lingkungan yang terdapat pada institusi meliputi pengawasan infeksi


yang terbatas, area yang padat, kontaminasi silang, dan lambatnya deteksi dini.
Infeksi merupakan penyebab kematian yang paling penting pada umat manusia,
sampai saat digunakannya antibiotika dan pencegahan dengan imunisasi aktif maupun pasif
di era mayarakat modern. Penyakit infeksi mempunyai kontribusi cukup besar terhadap angka
kematian penderita sampai akhir abad 20 pada populai umum, kemudian menurun setelah
ditemukan antibiotika dan teknik pencegahan penyakit. Walaupun demikian revalensi infeksi
sebagai penyebab morbiditas dan motalitas tetap tinggi pada populasi lanjut usia (Yoshikawa,
4 1985, 1986).

Suatu laporan penelitian yang membandingkan kasus – kasus kematian karena infeksi
tertentu antara tahun 1935 dan 1968 di Amerika Serikat menggambarkan pengaruh infeksi
terhadap kelangsungan hidup umat manusia, misalnya pertusis, morbili difteri, demam
kuning, tetanus, polio mielitis akut, tuberculosis dan sifilis sebagai penyebab kematian
bermakna pada tahun 1935. Walaupun penyakit infeksi tersebut sudah dapat dikendalikan
pada populasi umum, pada usia lanjut masih menjadi masalah, Karena berkaitan dengan
menurunnya fungsi organ akibat proses menua (Smith IM, 1989).

2.2 Faktor Infeksi Pada Lansia

1. Faktor Nutrisi Keadaan nutrisi,


yang pada usia lanjut seringkali tidak baik dapat mempengaruhi awitan, perjalanan
dan akibat akhir (outcome) dari infeksi. Secara klinik keadaan ini dapat dilihat dari
keadaan hidrasi, kadar hemoglobin, albumin, beberapa mikronutrien yang penting,
misalnya kadar Cu maupun Zn. Juga beberapa vitamin yang penting pada proses
pertahanan tubuh.
2. Faktor Imunitas
Tubuh Sistem imun adalah semua mekanisme yang digunakan untuk
mempertahankan keutuhan tubuh, sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat
ditimbulkan oleh berbagai bahan dalam lingkungan hidup. Beberapa faktor imunitas
tubuh, antara lain imunitas alamiah (inate immunity), misalnya kulit, silia, lendir
mukosa dan lain – lain sudah berkurang kualitas maupun kuantitasnya, demikian pula
dengan faktor imunitas humoral (berbagai imunoglobulin, sitokin) dan selular
(netrofil, makrofag, limfosit T). Sistem imun alamiah merupakan pertahanan tubuh
terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroorganisme, oleh karena dapat
memberi respons imun langsung terhadap antigen dan tanpa waktu untuk
mengenalnya terlebih dahulu.
3. Faktor Perubahan Fisiologik
Beberapa organ pada usia lanjut sudah menurun secara fisiologik, sehingga juga
sangat mempengaruhi awitan, perjalanan dan akhir infeksi. Penurunan fungsi paru,
ginjal, hati dan pembuluh darah akan sangat mempengaruhi berbagai proses infeksi
dan pengobatannya. Fungsi orofaring pada usia lanjut sudah menurun sedemikian
sehingga seringkali terjadi gerakan kontra peristaltik (terutama saat tidur), yang
menyebabkan terjadinya aspirasi spontan dari flora kuman di daerah tersebut kedalam
saluran nafas bawah dan menyebabkan terjadinya aspirasi pneumonia (Yoshikawa,
1996). Berbagai obat – obatan yang aman diberikan pada usia muda harus secara hati
– hati diberikan pada usia lanjut, karena dapat lebih memperburuk berbagai fungsi
organ, antara lain hati dan ginjal.
4. Faktor Terdapatnya Berbagai
Proses Patologik Salah satu karakteristik pada usia lanjut adalah adanya multi-
patologi. Berbagai penyakit antara lain diabetes melitus, PPOM, keganasan atau
abnormalitas pembuluh darah akan sangat mempermudah terjadinya infeksi,
mempersulit pengobatannya dan menyebabkan prognosis menjadi lebih buruk.

2.3 Manifestasi Infeksi Pada Lansia

Manifestasi infeksi pada usia lanjut sering tidak khas, beberapa hal perlu diperhatikan
seperti berikut ini : Demam, Seringkali tidak mencolok. Glickman dan Hilbert (1982), seperti dikutip
oleh Yoshikawa, mendapatkan bahwa banyak penderita lansia yang jelas menderita infeksi tidak
menunjukkan gejala demam. Walaupun demikian untuk diagnosis infeksi tanda adanya demam
masih penting, sehingga Yoshikawa tetap menganjurkan batasan sebagai berikut :

1) Terdapat peningkatan suhu menetap > 2°F

2) Terdapat peningkatan suhu oral > 37,2°C atau rektal > 37,5°C

3) Gejala tidak khas

4) Gejala nyeri yang khas pada apendisitis akut, kolesistitis akut, meningitis, dll sering tidak
dijumpai. Batuk pada pneumonia sering tidak dikeluhkan, mungkin oleh penderita dianggap
batuk “biasa” (Fox, 1988; Hadi Martono 1992, 1993).

5) Gejala akibat penyakit penyerta (ko-morbid) Sering menutupi, mengacaukan bahkan


menghilangkan gejala khas akibat penyakit utamanya (Hadi Martono, 1993; Yoshikawa,
1986; Smith, 1980).
2.4 Jenis Infeksi Pada Lansia

(Yoshikawa, 1990)

2.5 Infeksi yang Sering TerjadiPada Lansia Beserta Asuhan Keperawatan

1) InfeksiSaluran Kemih (ISK)


Infeksi yang beresiko tinggi yang terjadi pada lansia adalah bakteria uria
asimtomatik dan Infeksi Saluran Kemih (ISK). Faktor yang ikut berperan pada ISK
adalah penggunaan kateter dan peningkatan residu urine. Faktor yang secara spesifik
berperan adalah hipertrofi prostat pada pria dan meningkatnya pH vagina dan
pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna.
Inkontinensia urine (ngompol) dan delirium (mata gelap) terkadang menjadi
keluhan pasien ISK, walau tanpa demam. Pada pasien rawat jalan, lansia yang diduga
mengalami ISK harus dilakukan pemeriksaan untuk mengonfirmasi adanya bakteri di
urine. Selain tes penyaring dengan urinalis, kultur urine merupakan pemeriksaan
penunjang yang harus dilakukan pada semua pasien yang diduga menderita ISK untuk
menentukan jenis mikroorganisme penyebab ISK.
Pasien yang terinfeksi secara komplikasi (saluran kemih bagian atas, berulang
atau terkait kateter) perlu menjalani tes fungsi ginjalnya. Juga evaluasi terhadap
saluran kemih dan fungsi kandung kemih. Untuk diagnosis yang optimal, pasien perlu
mendapat antibiotik yang sesuai dan lamanya terapi yang memadai. Spesimen urine
untuk kultur harus diambil sebelum terapi dimulai. Pemilihan antibiotik untuk
pengobatan ISK pada lansia sama dengan dewasa muda. Terapi empirik yang
direkomendasikan pada pasien ISK rawat jalan adalah dengan trimetoprim
sulfameyoksazol. Alternatif lain yang dianjurkan, yang intoleransi terhadap
trimetoprimsul fametoksazol atau yang gagal dengan terapi tersebut, adalah
fluorokuinolon oral. Lama terapi sekitar 7 hari. Pada kasus yang komplikasi dapat
dilanjutkan sampai 14 hari. Pada laki-laki lansia terapi antibiotika yang dianjurkan
adalah 14 hari. Pemeriksaan kultur urine ulang, harus dilakukan lagi 7-10 hari setelah
terapi selesai.
ISK pada lansia dapat dicegah dengan memodifikasi faktor resiko dan faktor
predisposisi terjadinya ISK. Terapi terhadap kelainan anatomis, baik di saluran kemih
(mulai dari ginjal- 8 uretra) serta hipertropi prostrat pada pria, harus dilakukan untuk
mencegah kolonisasi kuman di saluran kemih. Pasien yang suka ngompol sedapat
mungkin menghindari pemakaian kateter jangka panjang. Apabila harus
menggunakan, usahakan agar kebersihannya terjaga.

ASKEP ISK PADA LANSIA

a. Pengertian

Infeksi saluran kemih adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk mengatakan
adanya infasi mikroorganisme pada saluran kemih (Marlene. 2016).
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu keadaan adanya infeksi bakteri pada
saluran kemih (Depkes RI, 2014). Infeksi saluran kemih dapat mengenai laki-laki
maupun perempuan dari semua umur.Akan tetapi secara jenis kelamin ternyata wanita
lebih sering terinfeksi dari pada pria dengan angka populasi umur, kurang lebih 5-15
%.
Infeksi saluran kemih pada bagian tertentu di saluran perkemihan yang disebabkan
oleh bakteri terutama Echerichia coli; risiko dan beratnya meningkat dengan kondisi
seperti refluks vesikouretral, obstruksi saluran perkemihan, statis perkemihan,
pemakaian instrumen uretral baru, septikemia (Mary. 2014).
Infeksi traktus urianarius pada pria merupakan akibat menyebarnya infeksi yang
berasal dari uretra seperti juga wanita.Namun demikian, panjang uretra dan jauhnya
jarak antara uretra dari rektum pada pria dan adanya bakterisidal dalam cairan
prostatik melindungi pria dari infeksi traktus urinarius.Akibatnya, ISK pada pria
jaraang terjadi. Namun, ketika gangguan ini terjadi, kali ini menunjukan adanya
abnormalitas fungsi dan struktur dari traktus urianrius (Rudi. 2012).
b. Etiologi

Penyebab infeksi saluran kemih ini adalah mikroorganisme yang terdiri dari :
1. Bakteri gram negatif : E. Coli, entherobacter, pseudomonas, serrativa.
2. Bakteri gram positif : staphylococcus saprophyt, streptococcus.
3. Virus : jarang ditemukan
4. Jamur : jarang ditemukan
Mikroorganisme tersebut terdapat dalam vesika urinaria yang disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu :
 Intake minum yang kurang setiap harinya
 Hygiene yang kurang
1. Jarang mengganti pakaian dalam
2. Pakaian dalam pada wanita yang terbuat dari bahan sintetis, bukan dari
katun
3. Penggunaan jeans yang terlalu ketat.
 Personal hygiene yang salah
Membersihkan perineum saat selesai berkemih dan defekasi dengan gerakan
belakang ke depan dan di bolak-balik
1. Hubungan sex yang berlebihan
2. Urine reflux
3. Trauma urethra
4. Penggunaan instrumen yang tidak steril : pemasangan kateter.
5. Sabun dengan ph yang tidak seimbang dan cenderung ke peningkatan ph
6. Spray hygiene wanita yang dapat menimbulkan reaksi alergi dan iritasi
7. Usia di atas 65 tahun
8. Penyakit diabetes melitus
9. Batu ginjal, yang dapat menyebabkan obstruksi urine.
c. Patofisiologi
Infeksi saluran kemih bagian bawah paling banyak disebabkan oleh
mikroorganisme terutama bakteri gram negatif yaitu escherichia coli yang
mencapai kurang lebih 90 persen kejadian, disertai dengan pseudomonas,
enterobakter, bakteri gram positif : streptococcus Saprofit. Secara normal
mikroorganisme tersebut terdapat pada saluran intestinal, tetapi bila terjadi infeksi
pada saluran intestinal maka terjadi respon tubuh terhadap infeksi sehingga timbul
demam, anoreksia, mual, muntah, menggigil, diare. Apalagi jarak anatomi
intestinal dan vesika urinaria yang dekat sehingga memudahkan mikroorganisme
masuk melalui urethra secara asenden.
Masuknya mikroorganisme ini dapat disebabkan karena hubungan sex yang
terlalu berlebihan, yang biasanya banyak terjadi pada wanita muda, dimana jarak
antara vagina dan vesika urinaria dekat sehingga dapat membawa kuman ke
vesika urinaria melalui sperma, sperma dapat membuat ph vagina menjadi
meningkat hingga tidak dapat membunuh kuman yang masuk pada vesika
urinaria. Apalagi bila setelah itu tidak mengosongkan kandung kemih maka
mikroorganisme akan berkolonisasi di dalam vesika urinaria.
Pemasangan alat pada traktur urinarius misal ; penggunaan kateter dan
sistoscopy merupakan faktor utama terjadinya infeksi saluran kemih karena saat
membuka uretra kuman pada daerah uretra tersebut dapat masuk bersamaan
dengan alat yang dimasukkan dan penggunaan alat yang lama dapat menyebabkan
mikroorganisme berkembang dan berkolonisasi pada vesika urinaria dan
menyebar ke seluruh sistem urinarius. Intake minum yang kurang, menyebabkan
urine sedikit keluar, yang seharusnya jumlah urine normal untuk membawa sisa
metabolisme adalah 1400 – 1900 ml. Minum yang kurang menyebabkan bakteri
yang ada pada vesika urinaria tidak dapat di bawa keluar.
Pada penyakit dm kelebihan insulin di dalam tubuh sehingga urine
mengandung glukosa dan adanya gangguan aliran urine misal : nefropati dan
angiopati (kelainan pembuluh darah) di ginjal sehingga air kemih mengandung
glukosa yang lebih dari normal sehingga kuman menjadi lebih mudah
berkembang.
Hal-hal yang terjadi di atas dapat menimbulkan penyebaran mikroorganisme
ke seluruh saluran kemih sehingga dapat terjadi statis urine yang menyebabkan
infeksi sehingga timbul keluhan disuria, sering berkemih, ketidaknyamanan
suprapubik, urgency, peningkatan suhu. Urine statis ini memungkinkan terjadinya
reflux ke ureter yang telah terkontaminasi dengan urine ke pelvis ginjal.
Secara normal mikroorganisme yang masuk dapat di lawan oleh kandung
kemih karena adanya lapisan kandung kemih yang memproduksi sel mukus
dimana dapat memelihara integritas lapisan vesika urinaria, sehingga sterilitas dari
pada urine dapat cepat kembali, karena mekanisme pertahanan vesika urinaria
dapat selama fase inflamasi akan memasukkan mikroorganisme ke dalam proses
fagositosis pada mukosa (epitel) vesika urinaria dan urine, dimana secara normal
mekanisme pertahanan memiliki kerja anti bakteri (pada selaput lendir urethra)
Bila sudah terjadi obstruksi pada saluran kemih akan memudahkan
berkembangnya kuman menjadi media yang alkali dan ini dapat terjadi juga bila
saluran kemih terjadi kerusakan. Obstruksi ini menyebabkan urine yang keluar
sedikit-sedikit, pengosongan kandung kemih yang tidak tuntas, spasme kandung
kemih, warna urine yang keruh, low back pain dan dapat terjadi hematuri terutama
pada keadaan trauma urethra. ( m. Clevo rendy, margareth th, 2012 hal 218).

d. Tanda dan Gejala


Umumnya 10 % penderita infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh bakteri
yang mungkin dapat tidak menimbulkan gejala sehingga penderita tidak
menyadari adanya infeksi. Pada keadaan yang menimbulkan tanda dan gejala
biasanya :
 Dysuria (rasa terbakar pada saat berkemih).
 Frekuensi pengeluaran urine yang sedikit-sedikit dan sering.
 Ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih/pengosongan kandung
kemih yang tidak tuntas.
 Nyeri suprapubik dan menyebar menjadi nyeri pinggang dan dapat
terjadi low back pain.
 Spasme kandung kemih.
 Warna urine yang keruh.
 Hematuri pada keadaan lanjut.
 Gangguan saluran intestinal : mual, muntah dan anoreksia.

e. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan baik untuk penegakkan diagnosa
atau pengobatan antara lain adalah :
 Laboratorium
1. Analisa urine : terdapat leukosit, eritrosit, crystal, pus, bakteri dan Ph
meningkat.
2. Urine kultur : -
3. Untuk menentukan jenis kuman atau penyebab infeksi saluran kemih
misalnya : streptococcus, E. Coli, dll
4. Untuk menentukan jenis antibiotik yang akan diberikan
5. Darah : terdapat peningkatan leukosit, ureum dan kreatinin.
 Blass nier ophage – intra venous pyelogram ( bno – ivp )
1. Menunjukkan konfirmasi yang cepat tentang penyebab nyeri
abdominal, panggul.
2. Menunjukkan abnormalitas anatomi saluran perkemihan.
 Cystoscopy : mengetahui kerusakan dari serabut-serabut otot pada
kandung kemih.
f. Pelaksanaan Medis
g. Komplikasi
h. Pencegahan

Diagnosa Intervensi
1. Gangguan eliminasi urine 1. Perhatikan apakah ada gangguan
berhubungan dengan inflamasi pada GI akibat terapi antimikroba. Jika
saluran kemih bawah. diprogramkan, berikan
Kriteria hasil : pasien akan mencapai makrokristal nitrofurantoin
dan mempertahankan eliminasi urine bersama susu atau makanan
yang normal. untuk mencegah distress GI.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan 2. Jika rendam duduk tidak dapat
insiden kekambuhan ISK yang meredakan ketidaknyamanan
tinggi. perineum, berikan kompres
Kriteria hasil : Pasien akan tetap hangat sedang ke perineum,
bebas dari ISK berulang seperti yang tetapi hati-hati agar tidak
ditunjukkan dengan urinalisis normal membakar pasien.
dan tidak adanya tanda dan gejala 3. Oleskan antiseptik topikal pada
ISK. meatus urinarius jika perlu.
3. Nyeri akut berhubungan dengan 4. Tampung semua spesimen urine
spasme dan kram kandung kemih. untuk biakan dan pengujian
Kriteria hasil : pasien akan bebas sensitivitas secara hati-hati dan
dari nyeri ketika ISK hilang. cepat.

2) PNEUMONIA
Pneumonia merupakan peradangan parenkim paru yang biasanya berasal dari suatu infeksi
(Price, 1995). Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan menimbulkan gangguan pertukaran gas setempat (Zul, 2001).
Perubahan sistem respirasi yang berhubungan dengan usia yang mempengaruhi kapasitas
dan fungsi paru meliputi :
a. Peningkatan diameter anteroposterior dada
b. Kolaps osteoporotik vertebrae yang mengakibatkan kifosis (peningkatan kurvatura
konveks tulang belakang).
c. Kalsifikasi kartilago kosta dan penurunan mobilitas kosta.
d. Penurunan efisiensi otot pernapasan.
e. Peningkatan rigiditas paru.
f. Penurunan luas permukaan alveoli

Diagnosa Intervensi
1.

Anda mungkin juga menyukai