Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

Nama mahasiswa

No induk mahasiswa

Tanggal praktik

Ruang rawat

Diagnosa medis

1. Defenisi
Henoch-Schonlein purpura adalah penyakit yang menyebabkan
pembuluh darah kecil dalam tubuh menjadi meradang dan bocor. Gejala
primer adalah ruam yang terlihat seperti menimbulkan banyak memar
kecil. HSP juga dapat mempengaruhi ginjal, saluran pencernaan, dan
sendi. HSP bisa terjadi setiap saat dalam hidup, tetapi yang paling umum
pada anak-anak antara 2 dan 6 tahun. (McCarthy JH, Tizard EJ, 2010).
Henoch-Schonlein purpura disebabkan oleh respon sistem kekebalan
tubuh yang abnormal di mana sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel
dan organ tubuh sendiri. Biasanya, sistem kekebalan tubuh membuat
antibodi, atau protein, untuk melindungi tubuh dari zat-zat asing seperti
bakteri atau virus. Di HSP, antibodi ini menyerang pembuluh darah.
Faktor-faktor yang menyebabkan respon sistem kekebalan tubuh ini tidak
diketahui. Namun, dalam 30 sampai 50 persen dari kasus, orang
mengalami infeksi saluran pernapasan atas, seperti pilek, sebelum
mendapatkan HSP. (Appel GB, 2012).
2. Etiologi
Sampai sekarang penyebab penyakit ini belum diketahui.
Diduga beberapa faktor memegang peranan, antara lain:
A. faktor genetik

1
B. infeksi traktus respiratorius bagian atas
C. Makanan
D. gigitan serangga
E. paparan terhadap dingin
F. imunisasi ( vaksin varisela, rubella,r u b e o l l a , h e p a t i t i s A
dan B, paratifoid A dan B, tifoid, kolera)
G. o b a t – o b a t a n (ampisillin, eritromisin, kina, penisilin,
quinidin, quinin).
HS P adal ah suat u kel ai nan yan g h am pi r sel al u t erkai t
dengan kel ai n an pad a IgA1 dari pada IgA2.
Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan HSP antara lain:
A. Infeksi
 Mononukleosis
 Imfeksi parvovirus B19
 Infeksi Streptokokus grup A
 Infeksi Yersinia
 Sirosis karena hepatitis C
 Hipatitis
 Infeksi Mikoplasma
 Infeksi Shigella
 Virus Epstein-Barr
 Infeksi Salmonella
 Infeksi Epstein-Barr
 Infeksi Salmnella
 Infeksi viral Varizella-zoster
 Enteritiss Campylobacter
B. Vaksin
 Tifoid
 Kolera
 Campak

2
 Demam kuning
C. Alergen - Obat (ampisillin, eritromisin, penisilin, kuinidin, kuinin)-
Makanan- Gigitan serangga- Paparan terhadap dingin
D. Penyakit idiopatik :
E. Glomerulocystic kidney disease

3. Patofisiologi
Dari berbagai kondisi yang dapat menyebabkan HSP antara lain :
Infeksi, vaksin, allergen, dan obat. Diketahui adanya deposit kompleks
imun yang mengandung IgA. Diketahui pula adanya aktivasi komplemen
jalur alternative. Deposit kompleks imun dan aktivasi komplemen
mengakibatkan aktivasi mediator inflamasi termasuk prostaglandin
vascular seperti prostasiklin, sehingga terjadi inflamasi pada pembuluh
darah kecil di kulit, ginjal, sendi dan abdomen dan terjadi purpura di kulit,
nefritis, arthritis dan perdarahan gastroinstetinal.
4. Manifestasi klinis
Gejala HSP meliputi berikut ini:
1. Ruam.
Kebocoran pembuluh darah di kulit menyebabkan ruam yang
terlihat seperti memaratau titik-titik merah kecil di kaki, lengan, dan
bokong. Ruam pertama mungkin terlihat seperti gatal-gatal dan
kemudian berubah menjadi terlihat seperti memar, dan mungkin
menyebar ke dada, kembali, dan wajah. Ruam tidak menghilang atau
pucat saat ditekan.
2. Masalah saluran pencernaan.
HSP bisa menyebabkan muntah dan sakit perut, yang dapat
berkisar dari ringan sampai parah. Darah juga dapat muncul dalam
tinja, meskipun pendarahan hebat jarang.
3. Arthritis.

3
Rasa sakit dan bengkak dapat terjadi pada sendi, biasanya di lutut
dan pergelangan kaki dan kurang sering di siku dan pergelangan
tangan.
4. Keterlibatan ginjal.
Hematuria (darah di urin) merupakan tanda umum bahwa HSP
telah mempengaruhi ginjal. Jumlah proteinuria (besar protein) dalam
urin atau pengembangan tinggi. Tekanan darah menunjukkan masalah
ginjal lebih parah.
5. Gejala lain.
Dalam beberapa kasus, anak laki-laki dengan HSP
mengembangkan pembengkakan testis. Gejala yang mempengaruhi
sistem saraf pusat, seperti kejang, dan paru-paru, seperti pneumonia,
memiliki terlihat dalam kasus yang jarang. Meskipun ruam
mempengaruhi semua orang dengan HSP, nyeri pada sendi atau perut
mendahului ruam di sekitar sepertiga kasus oleh sebanyak 14 hari.
5. Pemeriksaan penunjang
A. Darah
Dapat ditemukan peningkatan leukosit walaupun tidak terlalu
tinggi, pada hitung jenis dapat normal atau adanya eosinofilia,
level serum komplemen dapat normal, dapat ditemukan
peningkatan IgA sebanyak 50%. Serta ditemukan peningkatan
LED. Uji laboratorium rutin tidaklah spesifik ataupun diagnostik.
Anak-anak yang terkena seringkali mempunyai trombositosis
sedang dan leukositosis. erythrocyte sedimentation rate (ESR)
dapat meningkat. Anemia dapat dihasilkan dari kehilangan darah
gastrointestinal akutmaupunkronik. Kompleks imun sering kali
tampak, dan 50% pasien mempunyai peningkatan konsentrasi IgA
sama halnya dengan IgM tetapi biasanya negatif untuk antinuclear
antibodies (ANAs), antibodies to nuclear cytoplasmic antigens
(ANCAs), danfaktor rheumatoid (meskipun dalam kehadiran nodul
rheumatoid). Anticardiolipin atau antiphospholipid antibodies

4
capat hadir dan berkontribusi terhadap coagulopati intravaskular.
Melakukan hitung CBC untuk membedakan etiologi ketika asumsi
dari infeksi yang mendasari timbul (bandemia dengan infeksi
bakterial) dan untuk mengeluarkan thrombocytopenia sebagai
penyebab dari purpura. Melakukan prothrombintime(PT) dan
partial thromboplastin time (aPTT) untuk mengelaurkan
perdarahan diathesis.
B. Urin Rutin
Pemeriksaan ini untuk melihat adanya kelainan ginjal, karena
pada HSP ditenggarai adanya keterlibatan ginjal dalam proses
perjalanannya. Pemeriksaan ini dilakukan tiap 3 hari.
Bermanifestasi oleh sel darah merah, sel darah putih, Kristal atau
albumin dalam urine.Semenjak gagal ginjal dan end-stage renal
disease merupakan sequel jangka panjang uang paling serius dari
penyakitini, awal dan ulangan urinalisis sangat penting untuk
monitoring yang diperlukan untuk memonitoring perkembangan
penyakit dan resolusinya. Proteinuria dan hematuria mikroskopik
merupakan abnormalitas paling sering dalam urinalisa ulangan.
Sejak keterlibatan ginjal dapat diikuti dengan penampakkan
purpura lebihdari 3 bulan, melakukan urinalisa ulangan setiap
bulan untuk beberapa bulan setelah penampakkan.
C. Feses Rutin
Dilakukan untuk melihat perdarahan saluran cerna( tes Guaiac
/Banzidin)
D. Foto Radiologi
USG diindikasikan jikan yeri abdominal timbul untuk
mengeluarkan intususepsi, edema dindin usus, penipisan atau
perforasi.Modalitas ini juga berguna untuk evaluasi nyeri testicular
akut untuk mengeluarkan torsi. Foto thorax mengeluarkan nodul
pulmonar atau adenopathyhilus dengan asumsi malignancy (primer
atau metastatic) atau lymphoma, dimana dikaitkan dengan HSP.

5
Foto roentgen diindikasikan bila nada gejala akut abdomen atau
artritis. Intususepsi biasanya ileoileal; barium enema dapat
digunakan untuk identifikasi dan reduksi non bedah.
7. Penatalaksanaan Medis
A. Biopsi Kulit
Sangat membantu dan berguna untuk
mengkonfirmasikankadar IgA dan C3 serta leukositoclastik
vaskulitis. Diagnosis definitifvaskulitis, dikonfirmasikan
dengan biopsy pada kutaneus yang terlibat, menunjukkan
leukocytoclasticangiitis. Biopsi kulit menunjukkan nekrosis
fibrinoid dinding arteriolar dan venular pada kulit
superficial, dengan infiltrasi dinding neutrofilik dan wilayah
perivaskular. Fragmen terkait dengan selinflamasi dengan
debris nuclear terlihat. Hasildaridigestienzim lisosom, sama
halnya dengan eritrosit dari perdarahan, ekstravasasi.
B. Biospi Ginjal
Menunjukkan adanya mesangial deposit C3
danglomerunepritis segmental. Biopsi ginjal dapat
menunjukkan deposisi IgA mesangial dan seringnya IgM,
C3, serta fibrin.Pasien dengan nefropati IgA dapat
mempunyai titer antibodi plasma yang meningkat
melawan H.parainfluenzae Pemeriksaan ini tidak dianjurkan
untuk dilakukan, karena bersifat traumatik.
C. Serum Elektrolit
Creatinine dan pengukuran nitrogen urea darah
mengindikasikan HSP-dikaitkan dengan gagal ginjal akut
atau gagal ginjal kronis. Ketidak seimbangan elektrolit
dapat timbul jika diare yang signifikan, perdarahan
gastrointestinal, atau hematemesis terlihat.
D. ASTO

6
URIs dengan spesies streptococcal telah berimplikasi
sebagai factor predis posisi sama halnya dengan 50%
pasien.

E. Kadar Serum IgA


Kadar sering kali meningkat pada HSP, meskipun hal
menibukan merupakan uji yang spesifik untuk penyakit ini.
F. Direct immunofluorescence (DIF)
Melakukan DIF untuk IgA pada seksi biopsi untuk
mendemonstrasikan predominansi deposit IgA di
dindingpembuluhdarahdarijaringan yang terkena.Kulit
perilesional hingga lesi kulit juga dapat menunjukkan
deposit IgA. Spesimen biopsy ginjal mendemonstrasikan
deposisi IgA mesangialdalampola granular, sering kali
dengan C3, IgG, or IgM.Uji ini sensitif dan spesifik untuk
HSP.
8. Penatalaksanaan Keperawatan
A. Istirahat (imobilisasikan daerah penekanan).
B. Pengaturan diet.
C. Kompres dingin.
D. Elevasi ekstremitas bawah.
E. Perubahan posisi secara teratur setiap 2 – 3 jam sekali.
9. Asuhan keperawatan

A. Pengkajian

1. Kaji riwayat penyakit klien


2. Kaji keadaan umum klien
3. Kaji aktivitas istirahat :
 Keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit.
 Kaji asupan nutrisi :
a. Gejala : anoreksia.

7
b. Tanda : turgor kulit buruk, terjadi edema.
c. Kaji neurosensori :
- Gejala : nyeri kepala.
- Tanda : artalgia (bersifat migraine), tingkat
kesadaran klien menurun.
- Pemeriksaan fisik :

1. Kulit : warna yang terlihat pada


purpura berkembang dari merah
keungu, kemudian menjadi
kecoklatan sebelum memudar.
2. Abdomen : massa yang dapat diraba,
dimana mengindikasikan adanya
interupsi.
3. Scrotum : nyeri testis dapat terjadi
begitu intense, edema scrotum.
4. Ekstermitas : arthalgia dan arthritis
sering terjadi.
5. Pemeriksaan laboratorium : kelainan
ginjal (hematuria, proteinuria
meningkat).

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera (biologis).
2. Ketidak seimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrient.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan
imunologi
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum.

Prioritas

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera (biologis).

8
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan imunologi

C. Intervensi
No Diagnosa NOC NIC
1. Nyeri akut Setelah 1. Lakukan pengkajian
berhubungan dilakukan nyeri secara
dengan agen injuri. tindakan komprehensif,
keperawatan termasuk lokasi,
selama 3×24 karakteristik, durasi,
jam pasien frekuensi, kualitas
tidak nyeri, dan faktor presipitasi.
dengan kriteria 2. Control lingkungan
hasil : yang dapat

1. Melaporkan mempengaruhi nyeri

bahwa nyeri seperti suhu ruangan,

berkurang pencahayaan dan

dengan kebisingan.

menggunak 3. Ajarkan tekhnik nafas

an dalam, relaksasi,

manajemen kompres hangat /

nyeri. dingin.

2. Menyatakan 4. Kolaborasi berikan

rasa analgetik untuk

nyaman mengurangi nyeri.

setelah
nyeri
berkurang.

3. Tanda vital
dalam rentang

9
normal.

4. Tidak
mengalami
gangguan tidur.

2. Ketidakseimbangan Setelah 1. Kaji adanya alergi


nutrisi kurang dari dilakukan makanan.
kebutuhan tindakan 2. Monitor rasa mual-
berhubungan keperawatan muntah dan intake
dengan ketidak selama 3×24 makanan.
mampuan untuk jam nutrisi 3. Anjurkan klien untuk
mengabsorpsi yang kurang banyak minum.
dapat teratasi, 4. Kolaborasi dengan
dengan criteria ahli gizi untuk
hasil : menentukan jumlah
1. Albumin kalori dan nutrisi
serum :37- yang dibutuhkan
52 g/L klien.
2.
Hematokrit
: 40-50 %
(P) dan
45-55 % (L)
3.
Hemoglobin
: 12,0-14,0
g/dL (P)
dan 13,0-
16,0 g/dL
(L)

10
4. Limfosit :
20,0-40,0 %
3. Kerusakan Setelah 1. Observasi keadaan
integritas kulir dilakukan tanda-tanda vital klien.
berhubungan perawatan 2. Jaga kebersihan kulit
dengan penurunan selama 3×24 agar tetap bersih dan
imunologi. jamkerusakan kering.
integrits kulit 3. Anjurkan klien untuk
dapat teratasi, menggunakan pakaian
dengan criteria yang longgar.
hasil : 4. Kolaborasi ahli gizi dan

1. Integritas kulit pemberian vitamin

yang baik bisa


dipertahankan.

2. Perfusi
jaringan baik.

3. Menunjukkan
pemahan dalam
proses
perbaikan kulit
dan mencegah
terjadi cedera
berulang.

4. Menunujukkan
terjadi proses
penyembuhan.

4. Intoleransi aktifitas Setelah 1. Observasi adanya


berhubungan dilakukan pembatasan klien

11
dengan kelemahan tindakan dalam melakukan
umum. keperawatan aktifitas.
selama 3×24
1. Monitor nutrisi dan
jam pasien
sumber energy yang
bertoleransi
adekuat.
terhadap
2. Bantu untuk memilih
aktifitas,
aktifitas konsisten
dengan criteria
yang sesuai dengan
hasil :
kemampuan fisik,
1. Berpartisipa psikologis dan social.
si dalam 3. Kolaborasi dengan
aktifitas tenaga rehabilitasi
fisik tanpa medic dalam
disertasi merencanakan
peningkatan program terapi yang
tekanan sesuai.
darah, nadi
dan RR.
2. Mampu
melakukan
aktifitas
sehari-hari
secara
mandiri.
3. Keseimban
gan aktifitas
dan
istirahat.

12
DAFTAR PUSTAKA
Appel GB, Radhakrishnan J, D'Agati VD. Penyakit glomerular sekunder. Dalam:
Brenner BM, ed. Brenner & Rektor yang Ginjal. Vol. 1. 9th ed. Philadelphia:
Saunders Elsevier; 2012: 1192-1277.
McCarthy JH, Tizard EJ. Praktek klinis: diagnosis dan pengelolaan Henoch-Schonlein
purpura. European Journal of Pediatrics. 2010; 169: 643-650.
Nanda. (2015) Diagnosa Keperawatan Defenisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10
Editor T Heather Hermen, shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC.

13

Anda mungkin juga menyukai