Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asidi-alkalimetri merupakan titrasi yang berhubungan dengan asam dan basa.
Secara sederhana, asam merupakan larutan yang memiliki pH diatas 7 sedangkan basa
merupakan larutan yang memiliki pH kurang dari 7. Apabila kedua larutan tersebut
memiliki kekuatan yang sama, maka bila dicampurkan dengan volume yang sama,
akan didapat larutan yang memiliki pH netral.
Titrasi merupakan salah satu cara untuk mengetahui konsentrasi dari larutan
standar sekunder, yaitu larutan yang dimana konsentrasinya didapat dengan cara
pembakuan. Yang dubantu dengan larutan standar sekunder atau larutan yang
konsentrasinya dapat diketehui secara langsung dari hasil penimbangan, yang
ditambahkan indikator pH sebagai penentu tingkat keasaman suatu larutan. (Anonim)
Bromatometri merupakan salah satu metode titrimetri, bromatometri
merupakan salah satu metode penetapan kadar suatu zat dengan prinsip reaksi reduksi
– oksidasi. Oksidasi adalah suatu proses yang mengakibatkan hilangnya satu elektron
atau lebih dari dalam zat atom, ion, atau molekul. Bila suatu unsur dioksidasi, keadaan
oksidasinya berubah keharga yang lebih positif. Suatu zat pengoksidasi adalah yang
memperoleh elektron dan dalam proses itu zat tersebut direduksi .
Pada metode ini,digunakan bromin sebagai oksidator, brom akan direduksi
oleh zat-zat organik dan terbentuk senyawa hasil substitusi yang tidak dalam air.
Brom juga dapat digunakan untuk menetapkan kadar senyawa-senyawa organik yang
mampu berekaksi secara adisi atau substitusi dengan brom. (Anonim)

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Metode Asidi-alkalimetri?
2. Bagaimana cara penetapan kadar asetosal dengan metode Asidi-alkalimetri?
3. Apa yang dimaksud dengan Metode Bromometri?
4. Bagaimana cara penetapan kadar asetosal dengan Metode Bromometri?
C. Tujuan
1. Mahasiswa dapat memahami apa itu metode Asidi-alkalimetri.
2. Mahasiswa dapat memahami cara penetapan kadar asetosal dengan metode Asidi-
alkalimetri
3. Mahasiswa dapat memahami apa itu metode bromometri
4. Mahasiswa dapat memahami cara penetapan kadar asetosal dengan metode
bromometri
BAB II

PEMBAHASAN

A. Metode Asidi-alkalimetri
Asetosal dapat dititrasi secara langsung dengan menggunakan baku basa.
Seperti natrium hidroksida (NaOH). Senyawa ini mudah terhidrolisis, karenanya
kelebihan basa selama titrasi harus dihindari. Pada penetapan asetosal dengan cara ini
digunakan larutan NaOH 0,1 N dan suhu dijaga pada 15- 200C. (Sudjadi dan Abdul,
2012)
1. Keuntungan Dan Kekurangan Metode Asidi-alkalimetri
Kekurangan metode ini pada penetapan kadar ester (seperti asetosal) adalah
tidak dapat membedakan antara esternya dan asam bebas yang mungkin terbentuk
karena hidrolisis ester. (Sudjadi dan Abdul, 2012)

2. Cara Penetapan Kadar Asetosal Dengan Metode Asidi-alkalimetri


Cara penetapan kadar asetosal secara titrasi langsung dengan NaOH : timbang
300mg asetosal kemudian larutkan dalam 15ml etanol 95% yang dinetralkan terhadap
indikator merah fenol, lalu tambah 20ml air. Larutan dititras dengan larutan baku
NaOH 0,1 N menggunakan indicator merah fenol. Tiap ml NaOH 0,1N setara dengan
18,016 mg asetosal. Pada penetapan kadar ini, reaksi yang terjadi adalah sebagai
berikut:

Asetosal dapat dihidrolisis dibawah pendingin balik dengan natrium


hidroksida etanolik 0,5 N selama 90 menit. Kelebihan alkali dititrasi dengan baku
asam seperti HCl atau H2SO4. Dilakukan juga titrasi blanko. Reaksi yang terjadi
adalah sebagai berikut:
Asetosal kadang-kadang mengandung asam salisilat dan asam asetat sebagai
hasil hidrolisis karena lembab udara. Jika dilakukan titrasi asetosal secara titrasi
kembali, maka asama salisilat dan asam asetat akan ditetapkan sebagai asetosal
sehigga disapatkan kadar lebih tinggi dari seharusnya. Kadar asetosal utuh dapat
dihitung dari jumlah natrium hidroksida yang menghidrolisis ikatan ester gugus
hidroksi dan asetat.
Proses penetapan kadar asetosal yang terdapat bersama-sama dengan hasil
uraiannya (asam salisilat dan asam asetat) : hasil uraiannya lebih kurang 500mg
asetosal yang ditimbang seksama, dilarutkan dalam 20ml alcohol netral, ditambah
indicator fenolftalein dan dititrasi segera dengan natrium hidroksida 0,1 N sampai
mencapai titik akhir. Sejumlah natrium 0,1 N yang sama dengan yang digunakan
pada titrasi ditambah 15ml lagi (diukur secara seksama misalnya menggunakan buret
50ml) dan ditambah pada larutan asetosal yang telah dititrasi, lalu dipanaskan dengan
penangas air selama 15 menit sambil diaduk. Larutan didinginkan secara cepat
sampai suhu kamar. Kelebihan natrium hidroksida 0,1 N dititrasi dengan larutan baku
asam sulfat 0,1 N. dilakukan juga titrasi blanko jumlah asetosal sama dengan jumlah
ml natrium hidroksida 0,1 N yang kedua dikurangi jumlah ml asam sulfat 0,1 N
dikalikan dengan 18,02 mg.
Pada penetapan kadar asetosal dengan metode ini, reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut:
Sedangkan pada hidrolisis natrium asetil salisilat dengan NaOH, reaksi yang
dihasilkan sebagai berikut:

Pada titrasi pertama, titrasi dilakukan segera setelah asetosal dilarutkan dan
ditambah indicator. Hal ini untuk mengurangi kemungkinan terurainya asetosal.
Natrium hidroksida akan menetralkan gugus karboksil dari asetosal, asam salisilat dan
asam asetat dengan membentuk natrium metil salisilat, natrium salisilat dan natrium
asetat. Setelah titrasi pertama selesai natrium asetil salisilat dihidrolisis dengan
natrium hidroksida 0,1 N berlebihan yang diukur bersam a dan membentuk natrium
salisilat dan natrium asetat. Pada pendinginan, larutan harus dijaga terhadap karbon
dioksida yang berasal dari udara membentuk natrium karbonat yang menyebabkan
terjadinya perubahan warna indikator sebelum titik ekivalen tercapai.
Pada penetapan asetosal dengan cara diatas, volume natrium hidroksida yang
pertama tidak diperhitungkan. Jumlah asetosal yang terdapat dalam sampel sesuai
denganjumlah natrium hidroksida yang digunakan untuk hidrolisis dikurangi dengan
jumlah asama sulfat. Jika asetosal belum ad yang terurai, maka volume basa yang
digunakan pada titrasi pertama sesuai dengan volume basa yang bereaksi dengan
natrium asetil salisilat dengan membentuk natrium asetat.
Untuk menghitung asam salisilat yang terjadi karena peruraian asetosal
dilakukan dengan cara penetapan seperti diatas. Jumlah asam salisilat sesuai
denganjumlah basa yang digunakan pada titrasi pertama dikurangi dengan jumlah
basa yang bereaksi dengannatrium asetil salisilat dibagi 2.
B. Metode Bromometri
Metode bromometri merupakan metode umum untuk semua senyawa fenolik
atau senyawa yang membentuk senyawa fenolik ketika dihidrolisis. Asetosal perlu
dihidrolisis terlebih dahulu sebelum dilakukan brominasi.
1. Keuntungan dan kekurangan Metode Bromometri
2. Cara Penetapan Kadar asetosal dengan Metode Bromometri
Cara analisis asetosal dengan metode bromometri: sejumlah tertentu asetosal
yang ditimbang secara seksama dihidrolisis terlebih dahulu dengan menambahkan
50ml natrium hidoksida 1N lalu memanaskannya selama 30 menit sambil
mengganti kehilangan air karena penguapan. Larutan didinginkan, ditambah
dengan segera 50ml campuran kalium bromat-kalium bromide (KBrO3-KBr) 0,1 N
dan 10 ml asamklorida pekat. Larutan digojok berulang selama 15 menit dan
dibiarkan 15 menit. Larutan selanjutnya ditambha 30ml kalium iodide 10% dan
dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat 0,1 N. dilakukan juga titrasi blanko.
Penjelasan:
Ketika asetosal dihidrolisis dengan penambahan KOH 1 N disertai
pemanasan, maka asetosal akan terhidrolisis menjadi natrium salisilat dan natrium
asetat, yang selanjutnya akan berubah menjadi asam salisilat dan asam asetat ketika
dilakukan penambahan asam. Asam salisilat inilah yang selanjutnya dilakukan
brominasi. Reaksi hidrolisis yang terjadi adalah:

Ketika asam klorida pekat ditambahkan, maka brom akan dibebaskan menurut
reaksi:
KBrO3 + 5KBr + 6HCl  3Br2 + 6KCl + 3H2O
Brom selanjutnya bereaksi dengan asam salisilat menghasilkan endapan putih
tibromofenol menurut reasi:

Labu yang digunakan harus tertutup rapat untuk menghindari menguapnya


brom, selam apenggojokan bertujuan supaya oksidasi salisilat oleh brom
berlangsung secara sempurna. Penambahan Kl bertujuan untuk mengubah brom
menjadi iodium sesuai dengan reaksi:
Br2 + 2Kl  I2 + 2KBr
Sementara itu, penambahan 5ml kloroform bertujuan untuk melarutkan
endapan tribromefenol. Iodium juga larut dalam kloroform dan membentuk warna
ungu. Titik akhir dapat ditentukan dengan hilangnya warna ungu ini. Kanji juga
dapat digunakan sebagai indikator.
Indikator yang terbentuk selanjutnya dititrasi dengan larutan baku natrium
tiosulfat sesuai reaksi dibawah:
I2 + Na2S2O3  2NaI + Na2S4O6
Kelebihan brom tidak langsung dititrasi dengan natrium tiosulfat dikarenakan
perbedaan potensialnya yang sangat besar; akibatnya, jika brom langsung dititrasi
dengan larutan baku natrium tiosulfat, maka produk yang dihasilkan tidak hanya
tetrationat tetapi juga sulfat, bahkan mungkin sulfida yang berupa endapan kuning.
Setiap 1 mol asetosal setara dengan 1 mol asam salisilat dan bereaksi dengan 3
mol brom sehingga valensinya 6, akibatnya berat ekivalen asetosal (BE) adalah 1/6
dari berat molekol asetosal. Selama titrasi, larutan harus digojok kuat-kuat untuk
melepaskan iodium yang terdapat dalam lapisan kloroform. Kadar asetosal dalam
sampel dihitung dengan cara:
(𝑉 𝑡𝑖𝑜 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝑉 𝑡𝑖𝑜 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙) 𝑥 𝑁 𝑡𝑖𝑜 𝑥 𝐵𝐸
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑜𝑠𝑎𝑙 = 𝑥 100%
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

Anda mungkin juga menyukai