Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Teori Hemoroid


1. Pengertian
Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal. Hemoroid
sangat umum terjadi. Pada usia lima puluhan, lima puluh persen individu
mengalami berbagai tipe hemoroid berdasarkan luasnya vena yang terkena.
Kehamilan diketahui mengawali atau memperberat adanya hemoroid (Smeltzer,
2011). Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di
daerah anus yang berasal dari plexus hemorrhoidalis. Di bawah atau diluar linea
dentate pelebaran vena yang berada di bawah kulit (subkutan) disebut hemoroid
eksterna. Sedangkan diatas atau di dalam linea dentate, pelebaran vena yang
berada di bawah mukosa (submukosa) disebut hemoroid interna (Sudoyo, 2011).
Hemoroid adalah vena-vena yang berdilatasi, membengkak di lapisan
rektum (Potter, 2008). Hemoroid adalah bagian vena verikosa pada kanalis ani,
hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan oleh gangguan aliran
balik, banyak terjadi pada usia diatas 25 tahun (Price dan Wilson, 2006).
Hemoroid adalah pembengkakan atau distensi vena di daerah anorektal. Sering
terjadi namun kurang diperhatikan kecuali kalau sudah menimbulkan nyeri dan
perdarahan. Istilah hemoroid lebih dikenal sebagai ambeien atau wasir oleh
masyarakat awam.Secara sederhana, kita bisa menganggap hemoroid sebagai
pelebaran pembuluh darah, walaupun sebenarnya juga melibatkan jaringan lunak
di sana. Hemoroid hampir mirip dengan varises. Hanya saja, pada varises
pembuluh darah yang melebar adalah pembuluh darah kaki, sedangkan pada
hemoroid pembuluh darah yang bermasalah adalah vena hemoroidalis di daerah
anorektal (dr.delken kuswanto).
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hemoroid adalah
pelebaran pembuluh darah vena di daerah anus yang berasal dari plexus
hemorhoidalis yang disebabkan oleh adanya tekanan pada vena anorektal.
2. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi
Bagian utama usus besar yang terakhir disebut sebagai rektum dan
membentang dari kolon sigmoid hingga anus (muara ke bagian luar tubuh).
Satu inci terakhir dari rektum disebut sebagai kanalis ani dan dilindungi
oleh otot sfingter ani eksternus dan internus. Rektum panjangnya 15-20 cm
dan berbentuk huruf S. Mula-mula mengikuti cembungan tulang
kelangkang, fleksura sakralis, kemudian membelok kebelakang pada
ketinggian tulang ekor dan melintas melalui dasar panggul pada fleksura
perinealis. Akhirnya rektum menjadi kanalis analis dan berakhir jadi anus.
Rektum mempunyai sebuah proyeksi ke sisi kiri yang dibentuk oleh lipatan
kohlrausch. Fleksura sakralis terletak di belakang peritoneum dan bagian
anteriornya tertutup oleh paritoneum. Fleksura perinealis berjalan
ektraperitoneal. Haustra (kantong) dan tenia (pita) tidak terdapat pada
rektum, dan lapisan otot longitudinalnya berkesinambungan.
Pada sepertiga bagian atas rektum, terdapat bagian yang dapat cukup
banyak meluas yakni ampula rektum bila ini terisi maka timbulah perasaan
ingin buang air besar. Di bawah ampula, tiga buah lipatan proyeksi seperti
sayap ke dalam lumen rektum, dua yang lebih kecil pada sisi yang kiri dan
diantara keduanya terdapat satu lipatan yang lebih besar pada sisi kanan,
yakni lipatan kohlrausch, pada jarak 5-8cm dari anus. Melalui kontraksi
serabut otot sirkuler, lipatan tersebut saling mendekati, dan pada kontraksi
serabut otot longitudinal lipatan tersebut saling menjauhi.
Kanalis analis pada dua pertiga bagian bawahnya, ini berlapiskan kulit
tipis yang sedikit bertanduk yang mengandung persarafan sensoris yang
bergabung dengan kulit bagian luar, kulit ini mencapai ke dalam bagian
akhir kanalis analis dan mempunyai epidermis berpigmen yang bertanduk
rambut dengan kelenjar sebacea dan kelenjar keringat. Mukosa kolon
mencapai dua pertiga bagian atas kanalis analis. Pada daerah ini, 6-10
lipatan longitudinal berbentuk gulungan, kolumna analis melengkung
kedalam lumen. Lipatan ini terlontar keatas oleh simpul pembuluh dan
tertutup beberapa lapisan epitel gepeng yang tidak bertanduk. Pada ujung
bawahnya, kolumna analis saling bergabung dengan perantaraan lipatan
transversal. Alur-alur diantara lipatan longitudinal berakhir pada kantong
dangkal pada akhiran analnya dan tertutup selapis epitel thorax. Daerah
kolumna analis, yang panjangnya kira-kira 1 cm, di sebut daerah
hemoroidal, cabang arteri rectalis superior turun ke kolumna analis terletak
di bawah mukosa dan membentuk dasar hemorhoid interna.
Hemoroid dibedakan antara yang interna dan eksterna. Hemoroid interna
adalah pleksus vena hemoroidalis superior di atas linea dentata/garis
mukokutan dan ditutupi oleh mukosa. Hemoroid interna ini merupakan
bantalan vaskuler di dalam jaringan submukosa pada rektum sebelah bawah.
Sering hemoroid terdapat pada tiga posisi primer, yaitu kanan depan (jam
7), kanan belakang (jam 11), dan kiri lateral (jam 3). Hemoroid yang lebih
kecil terdapat di antara ketiga letak primer tesebut.
Hemoroid eksterna yang merupakan pelebaran dan penonjolan pleksus
hemoroid inferior terdapat di sebelah distal linea dentata/garis mukokutan di
dalam jaringan di bawah epitel anus. Kedua pleksus hemoroid, internus dan
eksternus berhubungan secara longgar dan merupakan awal aliran vena yang
kembali bermula dari rektum sebelah bawah dan anus. Pleksus hemoroid
interna mengalirkan darah ke vena hemoroidalis superior dan selanjutnya ke
vena porta. Pleksus hemoroid eksternus mengalirkan darah ke peredaran
sistemik melalui daerah perineum dan lipat paha ke vena iliaka.
Gambar : 1

b. Fisiologi
Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior adalah melalui vena
mesenterika superior, vena mesenterika inferior, dan vena hemoroidalis
superior (bagian sistem portal yang mengalirkan darah ke hati). Vena
hemoroidalis media dan inferior mengalirkan darah ke vena iliaka sehingga
bagian sirkulasi sistemik. Terdapat anastomosis antara vena hemoroidalis
superior, media, dan inverior, sehingga tekanan portal yang meningkat dapat
menyebabkan terjadinya aliran balik ke dalam vena dan mengakibatkan
hemoroid.
Gambar : 2

Terdapat dua jenis peristaltik propulsif : (1) kontraksi lamban dan tidak
teratur, berasal dari segmen proksimal dan bergerak ke depan, menyumbat
beberapa haustra; dan (2) peristaltik massa, merupakan kontraksi yang
melibatkan segmen kolon. Gerakan peristaltik ini menggerakkan massa
feses ke depan, akhirnya merangsang defekasi. Kejadian ini timbul dua
sampai tiga kali sehari dan dirangang oleh reflek gastrokolik setelah makan,
terutama setelah makan yang pertama kali dimakan pada hari itu. Propulasi
feses ke dalam rektum menyebabkan terjadinya distensi dinding rektum dan
merangsang refleks defekasi.
Defekasi dikendalikan oleh sfingter ani eksterna dan interna. Sfingter
interna dikendalikan oleh sistem saraf otonom, sedangkan sfingter eksterna
dikendalikan oleh sistem saraf voluntary. Refleks defekasi terintegrasi pada
medula spinalis segmen sakral kedua dan keempat.Serabut parasimpatis
mencapai rektum melalui saraf splangnikus panggul dan menyebabkan
terjadinya kontraksi rektum dan relaksasi sfingter interna. Pada waktu
rektum yang teregang berkontraksi, otot levator ani berelaksasi, sehingga
menyebabkan sudut dan anulus anorektal menghilang.
Otot sfingter interna dan eksterna berelaksasi pada waktu anus tertarik
keatas melebihi tinggi masa feses. Defekasi dipercepat dengan tekanan
intraabdomen yang meningkat akibat kontraksi voluntar otot dada dengan
glotis yang tertutup, dan kontraksi otot abdomen secara terus-menerus
(maneuver dan peregangan valsalva). Defekasi dapat dihambat oleh
kontraksi voluntar otot sfinfter eksterna dan levator. Dinding rektum secara
bertahap menjadi relaks, dan keinginan defekasi menghilang. Rektum dan
anus merupakan lokasi sebagian penyakit yang sering ditemukan pada
manusia.
Penyebab umum konstipasi adalah kegagalan pengosongan rektum saat
terjadi peristaltik masa. Bila defekasi tidak sempurna, rektum menjadi relaks
dan keinginan defekasi menghilang. Air tetap terus diabsorpsi dari massa
feses, sehingga feses menjadi keras, dan menyebabkan lebih sukarnya
defekasi selanjutnya. Bila massa feses yang keras ini terkumpul disatu
tempat dan tidak dapat dikeluarkan, maka disebut sebagai impaksi feses.
Tekanan pada feses yang berlebihan menyebabkan timbulnya kongesti vena
hemoroidalis interna dan eksterna, dan hal ini merupakan salah satu
penyebab hemoroid (vena varikosa rektum) (Price, 2010).

3. Etiologi
a. Faktor risiko
Faktor resiko terjadinya hemoroid antara lain faktor mengedan pada
buang air besar yang sulit, pola buang air besar yang salah (lebih banyak
memakai jamban duduk, terlalu lama duduk di jamban sambil membaca,
merokok), peningkatan tekanan intra abdomen, karena tumor (tumor usus,
tumor abdomen), kehamilan (disebabkan tekanan janin pada abdomen dan
perubahan hormonal), usia tua, konstipasi kronik, diare kronik atau diare
akut yang berlebihan, hubungan seks peranal, kurang minum air, kurang
makanmakanan berserat (sayur dan buah), kurang olahraga/imobilisasi
(Sudoyo, 2012).
Menurut Price dan Wilson (2006) Faktor resiko terjadinya hemoroid adalah
1. Keturunan
Dinding pembuluh darah yang lemah dan tipis.
2. Anatomi
Vena darah anorektal tidak mempunyai katup dan plexushemorhoidalis
kurang mendapat sokongan otot dan fasi sekitarnya.
3. Pekerjaan
Orang yang harus berdiri dan duduk lama atau harus mengangkat barang
berat, memounyai predisposisi untuk hemoroid.
4. Umur
Pada umur tua timbul digenerasi dari seluruh jaringan tubuh, juga otot
sfingter menjadi tipis dan atonis.
5. Endokrin
Misalnya pada wanita hamil ada dilatasi vena ekstermitas dan anus
(sekresi hormon kelaksin).
6. Mekanis
Semua keadaan yang mengakibatkan timbulnya tekanan yang meninggi
dalam rongga perut. Misalnya penderita hipertrofi prostat.
7. Fisiologis
Bendungan pada peredaran darah portal misalnya pada penderita
dekompensiasio hordis atau sikrosis hepatis.
8. Radang
Radang adalah faktor penting yang menyebabkan fitalitas jaringan di
daerah itu berkurang.
b. Faktor penyebab
Faktor penyebab hemoroid dapat terjadi karena kebiasaan buang air
besar tidak tentu dan setiap kali berak mengedan terlalu keras, terlalu lama
duduk sepanjang tahun, infeksi, kehamilan dapat merupakan faktor-faktor
penyebab hemoroid (Oswari, 2010).
c. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya hemoroid adalah herediter, anatomi,
makanan, pekerjaan, psikis, dan senilitas. Sedangkan sebagai faktor
presipitasi adalah faktor mekanis (kelainan sirkulasi parsial dan peningkatan
tekanan intraabdominal), fisiologis dan radang. Umumnya faktor etiologi
tersebut tidak berdiri sendiri tetapi saling berkaitan (Mansjoer, 2010).

4. Klasifikasi
Pada dasarnya hemoroid di bagi menjadi dua klasifikasi, yaitu :
a. Hemoroid interna
Merupakan varises vena hemoroidalis superior dan media. Terdapat
pembuluh darah pada anus yang ditutupi oleh selaput lendir yang basah.
Jika tidak ditangani bisa terlihat muncul menonjol ke luar seperti hemoroid
eksterna. Gejala-gejala dari hemoroid interna adalah pendarahan tanpa rasa
sakit karena tidak adanya serabut serabut rasa sakit di daerah ini. Jika sudah
parah bisa menonjol keluar dan terus membesar sebesar bola tenis sehingga
harus diambil tindakan operasi untuk membuang wasir.
Hemoroid interna terbagi menjadi 4 derajat :
1) Derajat I
Timbul pendarahan varises, prolapsi/tonjolan mokosa tidak melalui
anus dan hanya dapat di temukan dengan proktoskopi.
2) Derajat II
Terdapat trombus di dalam varises sehingga varises selalu keluar pada
saat defekasi, tapi setelah defekasi selesai, tonjolan tersebut dapat
masuk dengan sendirinya.
3) Derajat III
Keadaan dimana varises yang keluar tidak dapat masuk lagi dengan
sendirinya tetapi harus di dorong.
4) Derajat IV
Suatu saat ada timbul keadan akut dimana varises yang keluar pada saat
defekasi tidak dapat di masukan lagi. Biasanya pada derajat ini timbul
trombus yang di ikuti infeksidan kadang kadang timbul perlingkaran
anus, sering di sebut dengan Hemoral Inkaresata karena seakan - akan
ada yang menyempit hemoriod yang keluar itu, padahal pendapat ini
salah karena muskulus spingter ani eksternus mempunyai tonus yang
tidak berbeda banyak pada saat membuka dan menutup. Tapi bila benar
terjadi. Inkaserata maka setelah beberapa saat akan timbul nekrosis tapi
tidak demikiaan halnya, lebih tepat bila di sebut dengan perolaps
hemoroid.

b. Hemoroid eksterna
Merupakan varises vena hemoroidalis inferior yang umumnya berada di
bawah otot dan berhubungan dengan kulit. Biasanya wasir ini terlihat
tonjolan bengkak kebiruan pada pinggir anus yang terasa sakit dan gatal.
Hemoroid eksrterna jarang sekali berdiri sendiri, biasanya perluasan
hemoroid interna. Tapi hemoroid eksterna dapat di klasifikasikan menjadi 2
yaitu :
1. Akut
Bentuk akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan
sebenarnya adalah hematom, walaupun disebut sebagai trombus eksterna
akut. Tanda dan gejala yang sering timbul adalah sering rasa sakit dan
nyeri serta rasa gatal pada daerah hemorid. Kedua tanda dan gejala
tersebut disebabkan karena ujung-ujung saraf pada kulit merupakan
reseptor rasa sakit.
2. Kronik
Hemoroid eksterna kronik atau “Skin Tag” terdiri atas satu lipatan atau
lebih dari kulit anus yang berupa jaringan penyambung dan sedikit
pembuluh darah.

5. Patofisiologi
Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan oleh gangguan
aliran balik dari vena hemoroidalis. Ditensi vena awalnya merupakan struktur
yang normal pada daerah anus, karena vena ini berfungsi sebagai katup yang
dapat membantu menahan beban. Namun bila distensi terus menerus akan terjadi
gangguan vena berupa pelebaran-pelebaran pembuluh darah vena. Distensi
tersebut bisa disebabkan karena adanya sfingter anal akibat konstipasi, diare,
sering mengejan, kongesti pelvis pada kehamilan, pembesaran prostat, fibroid
uteri, dan tumor rektum. Penyakit hati kronis yang disertai hipertensi portal
sering mengakibatkan hemoroid, karena vena hemoroidalis superior
mengalirkan darah ke sistem portal. Selain itu sistem portal tidak mempunyai
katup, sehingga mudah terjadi aliran balik. Salah satu faktor predisposisi yang
dapat menimbulkan distensi vena adalah peningkatan tekanan intra abdominal.
Kondisi ini menyebabkan peningkatan tekanan vena porta dan tekanan vena
sistemik, yang kemudian akan ditransmisi ke daerah anorektal. Elevasi tekanan
yang berulang-ulang akan mendorong vena terpisah dari otot disekitarnya
sehingga vena mengalami prolaps. Keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya
elevasi yang berulang antara lain adalah obstipasi/ konstipasi, kehamilan dan
hipertensi portal.
Hemoroid dapat menjadi prolaps, berkembang menjadi thrombus atau
terjadi perdarahan. Hasil di atas menimbulkan gejala gatal atau priritus anus
akibat iritasi hemoroid dengan feses, perdarahan akibat tekanan yang terlalu kuat
dan feses yang keras menimbulkan perdarahan, dan peradangan akibat infeksi
yang terjadi saat ada luka akibat perdarahan. Distensi vena awalnya merupakan
struktur yang normal pada daerah anus, karena vena-vena ini berfungsi sebagai
katup yang dapat membantu menahan beban, namun bila distensi terjadi terus-
menerus akan timbul gangguan. Perdarahan biasanya berwarna merah segar
karena tempat perdarahan yang dekat. Hamorroid internal seringkali berdarah
waktu defekasi, sedangkan haemoroid external jarang berdarah. Perdarahan
rektal tidak boleh keliru dengan perdarahan menstruasi pada wanita.
Terjadinya perdarahan sewaktu defekasi mengakibatkan trombosis.
Strangulasi prolapsus terjadi karena adanya bendungan pada vena yang
mengakibatkan suplai darah terhalang. Hemoroid dapat dibedakan atas hemoroid
eksterna dan interna. Hemoroid eksterna di bedakan sebagai bentuk akut dan
kronis. Bentuk akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan
sebenarnya merupakan suatu hematoma, walaupun disebut sebagai hemoroid
trombosis eksternal akut. Bentuk ini sering terasa sangat nyeri dan gatal karena
ujung-ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri. Kadang-kadang perlu
membuang trombus dengan anestesi lokal, atau dapat diobati dengan “kompres
duduk” panas dan analgesik. Hemoroid eksterna kronis atau skin tag biasanya
merupakan sekuele dari hematom akut. Hemoroid ini berupa satu atau lebih
lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan ikat dan sedikit pembuluh darah
(Price, 2010).
Hemoroid interna dibagi berdasarkan gambaran klinis atas : derajat 1, bila
terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps keluar kanal anus, hanya dapat
dilihat dengan anorektoskop. Derajat 2, pembesaran hemoroid yang prolaps dan
menghilang atau masuk sendiri ke dalam anus secara spontan. Derajat 3,
pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi ke dalam anus dengan
bantuan dorongan jari. Derajat 4, prolaps hemoroid yang permanen. Rentan dan
cenderung untuk mengalami thrombosis dan infark (Sudoyo, 2010).
6. WOC
Tumor, obesitas, tidak danya Sering mengejan, berjalan
katup di sitem portal, penyakit berdiri, duduk lama, prostat Faktor kongenital
hati kronik, hipertensi portal, membesar, saluran kencing
diare, konstipasi menyempit
Tindakan
operasi Kongesti vena hemoroidalis

Menyumbat pembuluh darah Gangguan aliran balik


Port de
Merangsang Pembengkakan vena
entre ujung saraf kulit
hemoroidalis

MK : Nyeri HEMOROID

Tindakan Prolaps saat


Suplai cairan operasi defekasi Ruptur pembuluh darah
dan elektrolit
menurun
Kerusakan Mukus dan
kulit anal feses keluar Perdarahan
Peristaltik
menurun
Mk : Resti
Inkontinensia Anemia
Infeksi Suplai
anal
Fese keras Oksigen
menurun
Kelembaban
Konstipasi meningkat
Metabolisme
menurun
Mk : gangguan Pruritus
Pola Eliminasi Energi
Menurun
MK : Gangguan
integritas kulit
Kelemahan

MK : Intoleransi
Aktifitas
7. Manifestasi Klinis
Hemoroid menyebabkan rasa gatal dan nyeri, dan sering menyebabkan
perdarahan berwarna merah terang pada saat defekasi. Hemoroid eksternal
dihubungkan dengan nyeri hebat akibat inflamasi dan edema yang disebabkan
oleh thrombosis. Thrombosis adalah pembekuan darah dalam hemoroid. Ini
dapat menimbulkan iskemia pada area tersebut dan nekrosis. Hemoroid internal
tidak selalu menimbulkan nyeri sampai hemoroid ini membesar dan
menimbulkan perdarahan atau prolaps (Smeltzer, 2009).
Perdarahan umumnya merupakan tanda pertama dari hemoroid interna
akibat trauma oleh faeces yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar
dan tidak tercampur dengan feces, dapat hanya berupa garis pada feces atau
kertas pembersih sampai pada perdarahan yang terlihat menetes atau mewarnai
air toilet menjadi merah. Hemoroid yang membesar secara perlahan-lahan
akhirnya dapat menonjol keluar menyebabkan prolaps. Pada tahap awal,
penonjolan ini hanya terjadi pada waktu defekasi dan disusul reduksi spontan
setelah defekasi.Pada stadium yang lebih lanjut, hemoroid interna ini perlu
didorong kembali setelah defekasi agar masuk kembali ke dalam anus.
Pada akhirnya hemoroid dapat berlanjut menjadi bentuk yang mengalami
prolaps menetap dan tidak bisa didorong masuk lagi.Keluarnya mukus dan
terdapatnya faeces pada pakaian dalam merupakn ciri hemoroid yang mengalami
prolaps menetap. Iritasi kulit perianal dapat menimbulkan rasa gatal yang
dikenal sebagai pruritus anus dan ini disebabkan oleh kelembaban yang terus
menerus dan rangsangan mukus. Nyeri hanya timbul apabila terdapat trombosis
yang luas dengan udem dan radang (Smeltzer, 2009).

8. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan fisik yaitu inspeksi dan rektaltouche (colok dubur)
Pada pemeriksaan colok dubur, hemoroid interna stadium awal tidak dapat
diraba sebab tekanan vena di dalamnya tidak terlalu tinggi dan biasanya
tidak nyeri. Hemoroid dapat diraba apabila sangat besar. Apabila hemoroid
sering prolaps, selaput lendir akan menebal.
Trombosis dan fibrosis pada perabaan terasa padat dengan dasar yang lebar.
Pemeriksaan colok dubur ini untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma
rektum.
2. Pemeriksaan dengan teropong yaitu anoskopi atau rectoscopy
Dengan cara ini dapat dilihat hemoroid internus yang tidak menonjol keluar.
Anoskop dimasukkan untuk mengamati keempat kuadran. Penderita dalam
posisi litotomi. Anoskop dan penyumbatnya dimasukkan dalam anus
sedalam mungkin, penyumbat diangkat dan penderita disuruh bernafas
panjang. Hemoroid interna terlihat sebagai struktur vaskuler yang menonjol
ke dalam lumen. Apabila penderita diminta mengejan sedikit maka ukuran
hemoroid akan membesar dan penonjolan atau prolaps akan lebih nyata.
Banyaknya benjolan, derajatnya, letak ,besarnya dan keadaan lain dalam
anus seperti polip, fissura ani dan tumor ganas harus diperhatikan.
3. Pemeriksaan proktosigmoidoskopi
Proktosigmoidoskopi perlu dikerjakan untuk memastikan keluhan bukan
disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan di tingkat tinggi,
karena hemoroid merupakan keadaan fisiologik saja atau tanda yang
menyertai. Feses harus diperiksa terhadap adanya darah samar.
4. Rontgen (colon inloop) dan/atau kolonoskopi.
5. Pemeriksaan darah, urin, feses sebagai pemeriksaan penunjang

9. Penatalaksanaan
Gejala hemoroid dan ketidaknyamanan dapat dihilangkan dengan hygiene
personal yang baik dan menghindari mengejan berlebihan selama defekasi. Diet
tinggi serat yang mengandung buah dan sekam mungkin satu satunya tindakan
yang diperlukan, bila tindakan ini gagal, laksatif yang berfungsi mengabsorpsi
air saat melewati usus dapat membantu. Rendam duduk dengan salep, dan
supositoria yang mengandung anestesi, astringen (witch hazel) dan tirah baring
adalah tindakan yang memungkinkan pembesaran berkurang. Terdapat berbagai
tipe tindakan nonoperatif untuk hemoroid. Fotokoagulasi inframerah, diatermi
bipolar, dan terapi laser adalah teknik terbaru yang digunakan untuk melekatkan
mukosa ke otot yang mendasarinya.Injeksi larutan sklerosan juga efektif untuk
hemoroid berukuran kecil dan berdarah. Prosedur ini membantu mencegah
prolaps.
Hemoroidektomi kriosirurgi adalah metode untuk mengangkat hemoroid
dengan cara membekukan jaringan hemoroid selama waktu tertentu sampai
timbul nekrosis. Meskipun hal ini relatif kurang menimbulkan nyeri, prosedur
ini tidak digunakan dengan luas karena menyebabkan keluarnya rabas yang
berbau sangat menyengat dan luka yang ditimbulkan lama sembuhnya. Metode
pengobatan hemoroid tidak efektif untuk vena trombosis luas, yang harus diatasi
dengan bedah lebih luas. Hemoroidektomi atau eksisi bedah, dapat dilakukan
untuk mengangkat semua jaringan sisa yang terlibat dalam proses ini. Selama
pembedahan, sfingter rektal biasanya didilatasi secara digital dan hemoroid
diangkat dengan klem dan kauter atau dengan ligasi dan kemudian dieksisi.
Setelah prosedur operatif selesai, selang kecil dimasukkan melalui sfingter untuk
memungkinkan keluarnya flatus dan darah; penempatan Gelfoan atau kasa
Oxygel dapat diberikan diatas luka kanal (Smeltzer, 2009).

10. Komplikasi
Komplikasi hemoroid yang paling sering adalah perdarahan, thrombosis,
dan strangulasi. Hemoroid strangulasi adalah hemoroid yang prolaps dengan
suplai darah dihalangi oleh sfingter ani (Price, 2010).
Komplikasi hemoroid antara lain :
1. Luka dengan tanda rasa sakit yang hebat sehingga pasien takut mengejan dan
takut berak. Karena itu, tinja makin keras dan makin memperberat luka di
anus.
2. Infeksi pada daerah luka sampai terjadi nanah dan fistula (saluran tak
normal) dari selaput lendir usus/anus.
3. Perdarahan akibat luka, bahkan sampai terjadi anemia.
4. Jepitan, benjolan keluar dari anus dan terjepit oleh otot lingkar dubur
sehingga tidak bisa masuk lagi. Sehingga, tonjolan menjadi merah, makin
sakit, dan besar dan jika tidak cepat-cepat ditangani dapat busuk (Dermawan,
2010)
Menurut Smeltzer (2009) Komplikasi Hemoroid adalah sebagai berikut :
1. Terjadi trombosis
Karena hemoroid keluar sehinga lama - lama darah akan membeku dan
terjadi trombosis.
2. Peradangan
Jika terjadi lecet karena tekanan vena hemoroid dapat terjadi infeksi dan
meradang karena disana banyak kotoran yang ada kuman - kumannya.
3. Terjadinya perdarahan
Pada derajat satu darah keluar menetes dan memancar. Perdarahan akut pada
umumnya jarang, hanya terjadi apabila yang pecah adalah pembuluh darah
besar. Hemoroid dapat membentuk pintasan portal sistemik pada hipertensi
portal, dan apabila hemoroid semacam ini mengalami perdarahan maka
darah dapat sangat banyak. Yang lebih sering terjadi yaitu perdarahan kronis
dan apabila berulang dapat menyebabkan anemia karena jumlah eritrosit
yang diproduksi tidak bisa mengimbangi jumlah yang keluar. Anemia terjadi
secara kronis, sehingga sering tidak menimbulkan keluhan pada penderita
walaupun Hb sangat rendah karena adanya mekanisme adaptasi.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Identitas Klien
Melakukan pengkajian pada identitas klien, meliputi : nama, jenis kelamin,
umur, status perkawinan, agama, pekerjaaan, pendidikan terakhir, alamat,
tanggal pengkajian.
2. Riwayat Keperawatan
a. Keluhan utama
Biasanya klien dengan hemoroid mengalami keluhan perdarahan terus
menerus saat BAB, Ada benjolan pada anus atau nyeri pada saat defekasi.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien dengan hemoroid mengalami atau menampakkan gejala
seperti adanya benjolan yang keluar dan beberapa hari setelah BAB ada
darah yang keluar menetes, rasa nyeri pada area anal, gatal-gatal.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Yaitu apakah klien sebelumnya pernah menderita atau mengalami penyakit
hemoroid sebelumnya, sembuh/terulang kembali. Pada pasien dengan
hemoroid bila tidak di lakukan pembedahan akan kembali RPD, bisa juga
di hubungkan dengan penyakit lain seperti sirosis hepatis.
d. Riwayat kesehatan keluarga :
Apakah ada diantara anggota keluarga pasien mengalami penyakit yang
sama dengan pasien.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Keadaan umum lansia yang mengalami gangguan seperti hemoroid
biasanya lemah.
b. Kesadaran
Kesadaran klien biasanya Composmentis
c. Tanda-Tanda Vital
 Suhu normal atau meningkat (>370C)
 Nadi dalam batas normal (70-82x/i)
 Tekanan darah normal atau meningkat
 Pernapasan normal atau meningkat
d. Pola Fungsi kesehatan
 Aktivitas/Istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan
Tanda : Penurunan toleransi terhadap aktivitas, takikardi,
takipnea/hiperventilasi (respon terhadap aktivitas)
 Sirkulasi
Gejala : Kelemahan/nadi periver lemah
Tanda : Warna kulit pucat, sianosis (tergantung pada jumlah
kehilangan darah), membran kulit
 Eliminasi
Gejala : perubahan pola defekasi Perubahan Karakteristik
Tanda : nyeri tekan abdomen , distensi
Karakteristik feses : darah bewarna merah terang (darah segar)
konstipasi dapat terjadi
 Nutrisi
Gejala : Penurunan berat badan, anoreksia
Tanda : konjungtiva pucat, wajah pucat, terlihat lemah
 Pola tidur
Gejala : Perubahan pola tidur ,terasa nyeri pada anus saat tidur
Tanda : muka terlihat lelah, kantung mata terlihat gelap
 Mobilisasi
Gejala : membatasi dalam beraktifitas
Tanda : wajah terlihat gelisah, banyak berganti posisi duduk dan
berbaring
 Intergritas Ego
Gejala : Gelisah
 Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri area anal
Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit
e. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan fisik yaitu inspeksi dan rektaltouche (colok dubur)
Pada pemeriksaan ini, hemoroid interna stadium awal tidak dapat
diraba dan tidak nyeri. Hemoroid dapat diraba apabila sangat besar.
Pemeriksaan colok dubur ini untuk menyingkirkan kemungkinan
karsinoma rektum.
2) Pemeriksaan dengan teropong yaitu anoskopi atau rectoscopy
Dengan cara ini dapat dilihat hemoroid internus yang tidak menonjol
keluar. Anoskop dimasukkan untuk mengamati keempat kuadran.
Penderita dalam posisi litotomi. Anoskop dan penyumbatnya
dimasukkan dalam anus sedalam mungkin, penyumbat diangkat dan
penderita disuruh bernafas panjang.
3) Pemeriksaan proktosigmoidoskopi
Proktosigmoidoskopi perlu dikerjakan untuk memastikan keluhan
bukan disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan di
tingkat tinggi, karena hemoroid merupakan keadaan fisiologik saja
atau tanda yang menyertai. Feses harus diperiksa terhadap adanya
darah samar.
4) Rontgen (colon inloop) dan/atau kolonoskopi.
5) Pemeriksaan darah, urin, feses sebagai pemeriksaan penunjang

4. Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
a. Gangguan Rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya massa pada
anal atau anus, yang ditandai benjolan di daerah anus, terasa nyeri dan
gatal pada daerah anus
b. Gangguan pola eliminasi BAB (konstipasi) berhubungan dengan
pembesaran vena hemoroidalis
c. Resiko infeksi berhubungan dengan prolaps dan strangulasi di daerah
anus
d. Kerusakan integritas kulit behubungan dengan adanya oedema dan
pruritus pada daerah anus
Post Operasi
a. Gangguan Rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya luka operasi
b. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak
adekuat
5. NURSING CARE PLANNING (NCP)

No Diagnosa keperawatan Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional


1. Gangguan rasa nyaman nyeri Setelah dilakukan  Wajah klien tidak tampak Mandiri :
berhubungan dengan adanya intevensi selama 3x24  Kaji laporan nyeri catat  Perubahan pada
tidak meringis lagi
massa pada anal atau anus, jam diharapkan nyeri lokasi, lamanya intensitas karakteristik nyeri
 Skala nyeri berkurang atau
yang ditandai benjolan di berkurang/teratasi. (skala 0-10) selidikit dan dapat menunjukkan
rasa nyeri hilang
daerah anus, terasa nyeri dan laporkan perubahan terjadinya komplikasi
 Klien dapat istirahat
gatal pada daerah anus seperti perforasi, toksik
karakteristik nyeri
dengan tenang
 Berikan posisi yang nyaman  Posisi yang nyaman dapat
 Klien dapat tidur dengan
untuk klien meminimalkan
nyenyak
stimulasi/meningkatkan
 TTV DBN
relaksasi
TD : 110-140/70-90 mmHg
ND : 80-100 x/i  Berikan bantalan dibawah  Meminimalkan tekanan
bokong saat duduk dibawah
RR : 16-24 x/i
S : 36,5o-37oC bokong/meningkatkan

 Klien tampak rileks relaksasi


 Observasi tanda-tanda vital
 Skala nyeri 1-3  Untuk menentukan
intervensi selanjutnya yang
akan dilakukanb
 Catat petunjuk non verbal
 Bahasa tubuh/petunjuk
seperti gelisah menolak
untuk berhati-hati, selidikit nonverbal dapat secara
perbedaan petunjuk verbal psikologis dan fisiologik

dan non verbal dan dapat digunakan pada


hubungan petunjuk verbal
untuk mengidentifikasi
luas/beratnya masalah.
 Ajarkan klien teknik untuk
 Mengalihkan perhatian
mengurangi rasa nyeri seperti
melalui kegiatan–kegiatan
menarik napas dalam,
yang dapat mengalihkan
membaca, bercerita
rasa nyeri sehingga rasa
nyeri akan terasa berkurang
 Berikan kompres dingin pada  Untuk meningkatkan
daerah anal dilanjutkan dengan relaksasi
rendam duduk hangat

Kolaborasi :
 Kolaborasi dalam pemberian
obat analgesik dan pelunak feses  Mengurangi rasa nyeri dan
menurunkan rangsang saraf
simpatis agar dapat
melancarkan proses
defekasi
2. Gangguan pola eliminasi BAB Setelah dilakukan  Pola BAB normal yaitu 1  Anjurkan klien untuk  Mencegah dehidrasi secara
(konstipasi) berhubungan intervensi kali dalam sehari minum ± 2 liter/hari oral
dengan pembesaran vena keperawatan selama  Konsistensi feses lunak
hemoroidalis 3x24 jam diharapkan  Warna feses kuning  Berikan posisi semifowler  Meningkatkan usaha
konstipasi dapat  Tidak ada kesulitan evakuasi feses
teratasi Buang Air Besar
 TTV DBN  Anjurkan klien untuk  Makanan yang
TD : 110-140/70-90 mmHg mengkonsumsi makanan mengandung serat yang
ND : 80-100 x/i tinggi serat tinggi dapat melancarkan
RR : 16-24 x/i proses defekasi
S : 36,5o-37oC  Auskultasi bunyi usus  Bunyi usus secara umum
akan meningkat pada
orang yang mengalami
diare dan akan menurun
pada orang yang
mengalami konstipasi
 Hindari makan makanan
 Menurunkan distres
yang mengandung gas,
gastrik dan distensi
misalnya kol abdomen
 Kurangi/batasi makanan atau  Dapat memicu terjadinya
minuman seperti susu konstipasi
 Membantu melancarkan
 Kolaborasi
proses defekasi Buang Air
Kolaborasi dalam pemberian
Besar
laksatif

3. Resiko infeksi berhubungan Setelah dilakukan  Tidak ada tanda-tanda  Perhatikan adanya tanda-  Tanda-tanda infeksi
dengan prolaps dan strangulasi intervensi infeks (dolor, kalor, tanda infeksi menunjukkan terjadinya
rubor, tumor,
di daerah anus keperawatan selama proses infeksi
fungsilaesa)
3x24 jam diharapkan  TTV DBN  Melakukan  Menjaga kebersihan anus
TD : 110-140/70-90 mmHg perawatan/bersihkan bagian dan menghindari
infeksi tidak terjadi
ND : 80-100 x/i anus terjadinya infeksi pada
RR : 16-24 x/i hemoroid
S : 36,5o-37oC  Ajarkan klien dan anjurkan  Mencegah terjadinya
klien untuk melaporkan jika infeksi
ada tanda-tanda infeksi
 Anjurkan klien untuk  Untuk meningkatkan daya
meningkatkan asupan nutrisi tahan tubuh
 Kolaborasi dalam pemberian  Untuk mencegah
antibiotik terjadinya infeksi
4. Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan  Menunjukkan regenerasi  Observasi kemerahan,  Area ini meningkat
behubungan dengan adanya intervensi keperawatan jaringan
pucat, ekskoriasi dan risikonya untuk
oedema dan pruritus pada selama 3x24 jam pruritus kerusakan dan
daerah anus diharapkan kondisi
memerlukan pengobatan
kulit membaik
lebih intensif.
 Gunakan krim kulit/  Untuk meliarkan kulit
minyak sesuai yang dan menurunkan gatal
direkomendasikan oleh
dokter
 Diskusikan pentingnya  Meningkatkan sirkulasi
perubahan posisi yang dan perfusi kulit dengan
sering, perlu untuk mencegah tekanan lama
mempertahankan aktifitas pada jaringan hemoroid

5. Gangguan Rasa nyaman nyeri Setelah dilakukan  Tidak terdapat rasa  Beri posisi tidur yang  Dapat menurunkan
berhubungan dengan adanya tindakan nyeri pada luka operasi nyaman untuk pasien tegangan abdomen dan
luka operasi keperawatan selama  pasien dapat melakukan meningkatkan rasa
3x 24 jam, rasa nyeri aktivitas ringan. kontrol
 Skala nyeri 0-1  Ganti balutan setiap pagi
berkurang/hilang  Melindungi pasien dari
 Klien tampak rileks sesuai tehnik aseptik
kontaminasi silang
 TTV DBN
TD : 110-140/70-90 mmHg selama penggantian
ND : 80-100 x/i balutan. Balutan basah
RR : 16-24 x/i bertindak sebagai
o o
S : 36,5 -37 C
penyerap kontaminasi
eksternal dan
menimbulkan rasa tidak
 Latihan jalan sedini nyaman.
mungkun  Menurunkan masalah
yang terjadi karena
imobilisasi

 Observasi daerah rektal


 Perdarahan pada
apakah ada perdarahan
jaringan, imflamasi lokal
atau terjadinya infeksi
dapat meningkatkan rasa
nyeri
6. Resiko terjadinya infeksi Setelah dilakukan  Tidak terdapat tanda-  Observasi tanda vital tiap  Respon autonomik
berhubungan dengan tanda infeksi (dolor, meliputi TD, respirasi,
tindakan 4 jam
nadi yang berhubungan
pertahanan primer tidak adekuat keperawatan selama kalor, rubor, tumor,
denagan keluhan /
3x24 jam, infeksi fungsiolesa) penghilang nyeri .
Abnormalitas tanda vital
tidak terjadi  Radang luka mengerin perlu di observasi secara
lanjut

 Deteksi dini terjadinya
 Observasi balutan setiap 2
proses infeksi dan /
–4 jam, periksa terhadap pengawasan
perdarahan dan bau penyembuhan luka
oprasi yang ada
sebelumnya
 Mengurangi / mencegah
 Bersihkan area perianal kontaminasi daerah luka
setelah setiap depfikasi

 Berikan diet rendah serat/  Mengurangi ransangan


sisa dan minum yang pada anus dan mencegah
cukup mengedan pada waktu
defikasi
DAFTAR PUSTAKA

Aru W Sudoyo(2009). Ilmu Penyakit Dalam Jilid III.Jakarta :Internal Publishing

Mansjoer, Arif (2000). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1.Jakarta : EGC

Sylvia A. Price (2010). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta :

EGC

Doenges, M.E (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC


LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN GERONTIK
“HEMOROID”
DI PUSKESMAS RATU AGUNG KOTA BENGKULU

Disusun Oleh:
BARDAH WASALAMAH, S.Kep
1426050021

Perseptor Co. Perseptor

( Ns. Rafidaini Sazarni, S.Kep) (Iid Yulfitri, S.Kep)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
TRI MANDIRI SAKTI
BENGKULU
2015

Anda mungkin juga menyukai