Anda di halaman 1dari 15

SATUAN ACARA PENYULUHAN PERAWATAN ANAK

DENGAN HIV/AIDS
DI PUSKESMAS ALAI PADANG

Oleh :

Ega Ayen Jasri P, S.Kep


Ingga Afriona, S.Kep
Tri Guspita Sari, S, Kep
Elsy Sovianty, S.Kep
Ira Angraini, S.Kep
Suci Rahma Yuni, S.Kep
Riantika Ervina, S.Kep
Suci Meilisya, S.Kep
Irene Pradita, S.Kep
Mergana Satwika Arini, S.Kep
Zilla Hanifia, S.Kep
Annisa, S. Kep

PRAKTEK PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2019
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Topik : HIV/AIDS
Pokok Bahasan :HIV dalam kehamilan dan pencegahan penularannya
Sasaran : Pasien di Puskesmas Alai Padang
Tempat : Puskesmas Alai Padang
Waktu : Kamis, 28 Maret 2019
Alokasi waktu : 25 menit (10.00-10.25 WIB)
Metode : Ceramah dan Tanya jawab
Media : Power Point dan Leaflet

A. Latar Belakang
Sejumlah gangguan dapat menimbulkan perubahan yang sangat besar
dalam sistem kekebalan tubuh yang kerap kali bisa mengakibatkan kematian.
Gangguan paling serius adalah keadaan yang menekan imunitas secara total,
seperti penyakit imunodefisiensi campuran yang berat. Akan tetapi, penyakit
yang paling menimbulkan kekhawatiran di dalam keluarga maupun
masyarakat secara luas adalah infeksi HIV (human immunodeficiency virus)
atau penyakit AIDS (acquired immunodeficiency syndrome).
Infeksi HIV/AIDS pertama kali dilaporkan di Amerika pada tahun 1981
pada orang dewasa homoseksual, sedangkan pada anak tahum 1983. Enam
tahun kemudian (1989), AIDS sudah termasuk penyakit yang mengancam
anak di Amerika. Di seluruh dunia, AIDS menyebabkan kematian pada lebih
dari 8000 orang setiap hari saat ini, yang berarti 1 orang setiap 10 detik,
karena itu infeksi HIV dianggap sebagai penyebab kematian tertinggi akibat
satu agen infeksius.
AIDS (Aquired Immunodificiency Syndrom) merupakan kumpulan gejala
akibat melemahnya daya tahan tubuh sebagai akibat dari infeksi virus HIV.
Virus ini mempunyai sistem kerja menyerang jenis sel darah putih yang
menangkal infeksi. Sehingga pada orang yang HIV/AIDS akan mudah
terserang infeksi atau virus dari luar.

(Tambahkan data HIV/AIDS dan data penularan ibu ke anak)

B. Tujuan Instruksional
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhan,peserta diharapkan mampu memahami
tentang HIV/AIDSpada ibu dan anak
2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan tindakan penyuluhan, keluarga mampu untuk:
a. Peserta dapat menjelaskan pengertian HIV
b. Peserta dapat menjelaskan penyebab HIV
c. Peserta dapat menjelaskan tanda dan gejala HIV
d. Peserta dapat menjelaskan cara penularan HIV dari ibu ke anak
e. Peserta dapat menjelaskan penatalaksanaan HIV
f. Peserta dapat menjelaskan pencegahan HIV

C. Sub Pokok Bahasan


a. Pengertian HIV
b. Penyebab HIV
c. Tanda dan gejala HIV
d. Cara penularan HIV dari ibu ke anak
e. Penatalaksanaan HIV
f. Pencegahan HIV
D. Kegiatan Penyuluhan

NO Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta Waktu PJ

1 Fase Orientasi
• Memberikan salam dan • Menjawab salam 5 menit Moderator
memperkenalkan semua
anggota kelompok dan
pembimbing

• Menjelaskan topik • Mendengarkan dan


penyuluhan memperhatikan

• Menjelaskan tujuan • Mendengarkan dan


penyuluhan memperhatikan

• Menjelaskan tata tertib • Mendengarkan dan


selama penyuluhan memperhatikan

• Melakukan kontrak waktu • Menyetujui kontrak


dan kontrak bahasa waktu dan bahasa

2 Fase Kerja
 Melakukan evaluasi dan  Menjawab 15 menit Presentator
validasi terkait topik yang pertanyaan . & fasilitator
akan di berikan.

 Menyampaikan materi : • Mendengarkan dan


a. Menjelaskan memperhatikan
pengertian HIV
b. Menjelaskan
penyebab HIV
c. Menjelaskan tanda
dan gejala HIV
d. Menjelaskan cara
penularan HIV dari
ibu ke anak
e. Menjelaskan
Penatalaksanaan
HIV
g. Menjelaskan
pencegahan HIV
3 Penutup

• Memberi kesempatan 5 Menit Moderator &


• Bertanya Fasilitator
kepada peserta
penyuluhan untuk
Presentator
bertanya
• Mendengarkan dan
• Menjawab pertanyan
memperhatikan
peserta
Moderator
• Mengevaluasi kembali • Menyampaikan

materi yang sudah respon selama

diberikan kegiatan
Moderator
• Memberikan
• Menerima
reinforcement positif
reinforcement positif
kepada peserta
Moderator
• Menyimpulkan
• Mendengarkan dan
materi penyuluhan
memperhatikan
• Memberikan
kesempatan pada Moderator
pembimbing untuk • Mendengarkan dan

memberikan tambahan memperhatikan

materi terkait topik


penyuluhan Moderator
• Menjawab salam
• Menutup
pertemuan dan
memberi salam

D. SETTING TEMPAT PENYULUHAN

Keterangan :

: Moderator
: Fasilitator
: keluarga pasien
: Presentator
: Observer
: Pembimbing
F. PENGORGANISASIAN
a. Pembagian Tugas
1. Pembimbing : Ns. Hermalinda,Sp.kep.A
Ns.Pevita Pearce, S. Kep

2. Presentator : Mergana Satwika Arini

3. Moderator : Ega Ayen Jasri P

4. Fasilitator : Suci Rahma Yuni

Riantika Ervina

Tri Guspita Sari

Elsy Sovienty

Irene Pradita

Ira Angraini

Suci Meilisya

Ingga Afriona

Zilla Hanifia

5. Observer : Annisa

b. Rincian Tugas/Peran
1. Peran Moderator
a. Membuka acara.
b. Memperkenalkan diri.
c. Menyampaikan topik dan tujun penyuluhan.
d. Menetapkan tata tertib acara penyuluhan.
e. Kontrak waktu yang akan digunakan selama penyuluhan
f. Kontrak bahasa yang digunakan
g. Memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya
h. Mengevaluasi pengetahuan peserta tentang HIV/AIDS
i. Memberikan Memberikan reinforcemen positif kepada peserta
j. Memberikan kesempatan kepada pembimbing untuk menambahkan
materi terkait topik penyuluhan
k. Menutup acara.
2. Peran Presentator
a. Menggali pengetahuan pasien tentang topik penyuluhan yang akan di
berikan.
b. Menjelaskan materi penyuluhan
c. Menjalin interaksi dengan peserta penyuluhan
d. Memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya
e. Memberikan reinforcemen positif kepada peserta
f. Bersama fasilitator menjalin kerja sama dalam acara penyuluhan.

3. Peran Fasilitator
a. Mengajak peserta untuk berpatisipasi
b. Bersama leader menjalin kerja sama dalam pelaksanaan kegiatan
penyuluhan.
c. Memotivasi peserta kegiatan dalam penyuluhan.
4. Peran Observer
a. Mengamati jalannya kegiatan.
b. Mengevaluasi kegiatan.

E. Evaluasi
a. Evaluasi Struktur
1. Fasilitator mengajak peserta untuk mengikuti penyuluhan
2. Presentator mempersiapkan metode, media yang akan dipakai
3. Peserta dan presentator datang tepat waktu dan pada tempat yang telah
ditentukan
4. Acara dimulai dan berakhir tepat waktu
b. Evaluasi Proses
1. Peserta mengikuti penyuluhan dari awal hingga akhir
2. Presentator menguasai materi yang di berikan
3. Presentator menjalin interaksi dengan peserta
4. Fasilitator mampu memotivasi peserta untuk bertanya
5. Peserta mampu memahami dan menjelaskan kembali:
a. Pengertian HIV
b. Penyebab HIV
c. Tanda dan gejala HIV
d. Cara penularan HIV dari ibu ke anak
e. Penatalaksanaan HIV
f. Pencegahan HIV
6. Peserta mengajukan dan menjawab pertanyaan secara lengkap dan
benar
7. Peserta mengikuti acara dengan antusias.

c. Evaluasi Hasil
 Penyuluhan dikatakan berhasil jika lebih dari 70% peserta
menghadiri kegiatan penyuluhan
 Penyuluhan dikatakan berhasil jika lebih dari 70% peserta
mampu mengerti dan menjawab pertanyaan dari penyuluh.

E. Materi (terlampir)

F. Daftar Pustaka

Brunner and Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Bobak, et.all. 2005 Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC

Nursalam dan NInuk. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi


HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika

MATERI PENYULUHAN
1. Pengertian HIV
HIV atau Human Immunedeficiency Virus adalah virus yang
menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah putih sehingga dapat
merusak kekebalan tubuh manusia. HIV adalah adalah virus yang menyerang
kekebalan tubuh untuk melawan penyakit yang datang.
AIDS atau Acquired Immune Deficiency Sindrome merupakan
kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh
virus yang disebut HIV. Dalam bahasa Indonesia dapat dialih katakan
sebagai Sindrome Cacat Kekebalan Tubuh Dapatan.
Acquired: didapat, bukan penyakit keturunan
Immune : sistem kekebalan tubuh
Deficiency: kekurangan
Syndrome : kumpulan gejala-gejala penyakit.
AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus
yang berkaitan dengan infeksi Human Immunodefciency Virus (HIV)
(Suzane C. Smetzler dan Brenda G.Bare).
Sedangkan di dalam kamus kedokteran Dorlan (2002), menyebutkan
bahwa AIDS adalah suatu penyakit retrovirus epidemik menular, yang
disebabkan oleh infeksi HIV, yang pada kasus berat bermanifestasi sebagai
depresi berat imunitas seluler, dan mengenai kelompok risiko tertentu,
termasuk pria homoseksual atau biseksual, penyalahgunaan obat intravena,
penderita hemofilia, dan penerima transfusi darah lainnya, hubungan
seksual dari individu yang terinfeksi virus tersebut.

2. Penyebab HIV
Penularan virus HIV/AIDS terjadi karena beberapa hal, di antaranya ;
a. Penularan melalui darah, penularan melalui hubungan seks (pelecehan
seksual). (WHO,2003)
b. Hubungan seksual yang bergantiganti pasangan
c. Perempuan yang menggunakan obat bius injeksi dan bergantian memakai
alat suntik.
d. Individu yang terpajan ke semen atau cairan vagina sewaktu
berhubungan kelamin dengan orang yang terinfeksi HIV.
e. Orang yang melakukan transfusi darah dengan orang yang terinfeksi
HfV, berarti setiap orang yang terpajan darah yang tercemar melalui
transfusi atau jarum suntik yang terkontaminasi.

3. Tanda dan Gejala


Yang tampak dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Manifestasi klinis mayor:
1) demam berkepanjangan lebih dari tiga bulan
2) Diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus-menerus
3) Penurunan berat badan lebih dari l0% dalam 3 tiga bulan
4) TBC
b. Manifestasi Klinis Minor
1) Batuk kronis selama lebih dari satu bulan
2) Infeksi pada mulut dan jamur disebabkan karena jamur Candida
Albicans
3) Pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap di seluruh tubuh
4) Munculnya Herpes zoster berulang dan bercak-bercak gatal di seluruh
tubuh

1. Cara Penularan HIV/AIDS dari Ibu ke Anak


Penularan HIV dari ibu ke anak terjadi karena wanita yang menderita
HIV/AIDS sebagian besar masih berusia subur, sehingga terdapat resiko
penularan infeksi yang terjadi pada saat kehamilan (Richard, et al., 1997).
Selain itu juga karena terinfeksi dari suami atau pasangan yang sudah
terinfeksi HIV/AIDS karena sering berganti-ganti pasangan dan gaya hidup.
Berdasarkan CDC Amerika, prevalensi penularan HIV dari ibu ke bayi
adalah 0,01% sampai 0,7%. Apabila ibu baru terinfeksi HIV dan belum ada
gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20% sampai 35%,
sedangkan jika gejala AIDS sudah tampak jelas maka kemungkinannya akan
meningkat mencapai 50% (PELKESI, 1995). Penularan ini dapat terjadi
dalam 3 periode:
a. Periode kehamilan
Selama kehamilan, kemungkinan bayi tertular HIV sangat kecil. Hal ini
disebabkan karena terdapatnya plasenta yang tidak dapat ditembus oleh
virus itu sendiri. Oksigen, makanan, antibodi dan obat-obatan memang
dapat menembus plasenta, tetapi tidak oleh HIV. Plasenta justru
melindungi janin dari infeksi HIV. Perlindungan menjadi tidak efektif
apabila ibu:
1) Mengalami infeksi viral, bakterial, dan parasit (terutama malaria)
pada plasenta selama kehamilan.
2) Terinfeksi HIV selama kehamilan, membuat meningkatnya muatan
virus pada saat itu
3) Mempunyai daya tahan tubuh yang menurun
4) Mengalami malnutrisi selama kehamilan yang secara tidak
langsung berkontribusi untuk terjadinya penularan dari ibu ke anak.
b. Periode persalinan
Pada periode ini, resiko terjadinya penularan HIV lebih besar jika
dibandingkan periode kehamilan. Penularan terjadi melalui transfusi
fetomaternal alau kontak antara kulit atau membrane mukosa bayi dengan
darah atau sekresi maternal saat melahirkan. Semakin lama proses
persalinan, maka semakin besar pula resiko penularan terjadi. Oleh
karena itu, lamanya persalinan dapat dipersingkat dengan section caesaria.
Factor yang mempengaruhi tingginya resiko penularan dari ibu ke anak
selama proses persalinan adalah : lama robeknya membran
1) Chorioamnionitis akut (disebabkan tidak diterapinya IMS atau
infeksi lainnya)
2) Teknik invasif saat melahirkan yang meningkatkan kontak bayi
dengan darah ibu misalnya, episiotomi.
3) Anak pertama dalam kelahiran kembar
c. Periode Post Partum
Cara penularan yang dimaksud disini yaitu penularan melalui ASI.
Berdasarkan data penelitian De Cock, dkk (2000), diketahui bahwa ibu
yang menyusui bayinya mempunyai resiko menularkan HIV sebesar rc-
15% dibandingkan ibu yang tidak menyusui bayinya. Risiko penularan
melalui ASI tergantung dari:
1) Pola pemberian ASI, bayi yang mendapatkan ASI secara eksklusif
akan kurang berisiko dibanding dengan pemberian campuran
2) Patologi payudara: mastitis, robekan puting susu, perdarahan putting
susu dan infeksi payudara lainnya
3) Lamanya pemberian AS| makin lama makin besar kemungkinan
infeksi
4) Status gizi ibu yang buruk
Strategi pencegahan penularan HIV dari ibu hamil ke bayinya dikenal
dengan nama Prevention of Mother to Child HIV Transmission (PMTC)
antara lain :
1) Pelayanan kesehatan ibu yang komprehensif
2) Layanan konseling dan tes HIV secara sukarela
3) Pemberian obat antiretroviral
4) Konseling tentang HIV dan makanan bayi serta pemberian susu
formula sebagai pengganti ASI
5) Persalinan aman dengan section cesaria, sebelum ketuban pecah dan
sebelum kontraksi

5. Penatalaksanaan
The American College of Obstetricians and Gynaecologists (AGOG) dan
USPHS menganjurkan konseling, edukasi dan Uji saring HIV sebagai bagian
perawatan antepartum yang dilakukan secara rutin dan sukarela oleh ibu
hamil dengan risiko tinggi infeksi HIV dan ibu hamil dengan HIVIAIDS
(IHDHA). Dalam konseling dan edukasi, perlu dukungan psikososial ibu
supaya tidak takut dan percaya diri mengenai status HIV dan kehamilannya,
tentang perjalanan alami HIV, cara penularan dan pencegahan perinatal
serta keuntungan pemberian ARV bagi ibu dan janin/bayi.
Antiretrovirus (ARV)
Pemberian kombinasi ARV merupakan penatalaksanaan baku IHDHA tanpa
memandang status kehamilan, sama seperti pemberian ARV pada ODHA
karena telah dipertimbangkan farmakokinetiknya dan tidak terbukti
membberikan efek teratogenik pada janin dan bayi jika diberikan setelah
umur kehamilan 14 minggu. Pada pencegahan penularan HIV perinatal
(PHP), baik ACOG maupun WHO menganjurkan kombinasi ARV untuk
menekan replikasi virus secara cepat sampai batas yang tidak dapat
dideteksi; sehingga diharapkan PHP, tidak terjadi, mengurangi kejadian
resistensi dan memberi kesempatan perbaikan imunitas ibu.
Pemberian kombinasi ARV mulai diberikan pada IHDHA yang memiliki
CD4 < 500/mm atau kepadatan virus > 10.000/ml dengan atau tanpa gejala
klinis; sedangkan pemberian ZDV tunggal dapat dilakukan jika CD4>
500/mm dan kepadatan virus 4 000 - l0.000/ml dengan dosis 100 mg 5 kali
sehari yang dimulai setelah trimester I sampai masa persalinan. Pada saat
mulai persalinan (kala I), ZDV diberikan secara intravena 2 mg/kg BB
dalam I jam, dan diteruskan I ml/kg BB/jam sampai pengikatan tali pusat
bayi; kemudian diikuti dengan pemberian ZDV oral pada bayi setelah
berumur 12 jam dengan dosis 2 ml/kg BB/6 jam selama 6 minggu. Semua
ARV diberikan setelah trimester I (14 minggu umur kehamilan) untuk
menghindari beberapa efek teratogenik. Namun, jika ibu sedang menjalani
pengobatan ARV dan kemudian hamil, pengobatan tersebut dilanjutkan
sebab penghentian, ARV akan mengakibatkan rebound pheno-menon jumlah
virus. Pada beberapa penelitian berskala besar, ZDV terbukti menurunkan
PHP dari 22,6% menjadi 7,6% jlka diberikan selama antepartum,
intrapartum dan postpartum. Tidak didapatkan perbedaan yang bermakna
pada efek samping dan toksisitas ZDV dibandingkan plasebo, kecuali
anemia pada bayi yang hilang setelah ZDV dihentikan; sedangkan kelainan
kongenital tidak lebih tinggi dari populasi umum. Oleh sebab itu, ADV
sebaiknya ada pada setiap regimen kombinasi karena terbukti menurunkan
PHP. Sekarang sedang dilakukan penelitian penggunaan ZDV oral jangka
pendek untuk mencegah PHP. Jika berhasil dan dapat dijadikan protokol,
diharapkan akan menurunkan kejadian PHP lebih banyak lagi; mengingat
biaya lebih murah, kepatuhan lebih tinggi dan jangkauan lebih luas
dibandingkan dengan penggunaan ZDV jangka panj ang. Penelitian di
Afrika oleh Wiktor dkk dan Dabis dkk serta di Thailand oleh Shafter dkk,
pemberian ZDV jangka pendek memperlihatkan penurunan PHP 38-50%
walaupun air susu ibu masih tetap diberikan. Di sini, ZDV oral baru
diberikan pada umur kehamilan 36 minggu dengan dosis 300 mg 2 kali
sehari sampai masa persalinan (kala I), kemudian 300 mg 3 jam sekali dari
kala I sampai kala IV dan diteruskan dengan 300 mg 2 kali sehari selama 7
hari postpartum; sedangkan bayi diberikan ZDV oral setelah berumur 12
jam dengan dosis 2 ml/kg BB/6 jam selama 6 minggu
6. Pencegahan
Pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah melalui tiga
cara, dan bisa dilakukan mulai saat masa kehamilan, saat persalinan, dan
setelah persalinan. Cara tersebut yaitu:
a. Penggunaan obat Antiretroviral selama kehamilan, saat persalinan, dan
untuk bayi yang baru dilahirkan.
Pemberian antiretroviral bertujuan agar viral load menjadi lebih rendah
sehingga jumlah virus yang ada dalam darah dan cairan tubuh kurang
efektif untuk menularkan HIV. Resiko penularan akan sangat rendah (1-
2%) apabila terapi ARV ini dipakai. Namun jika ibu tidak memakai ARV
sebelum dia mulai sakit melahirkan, ada dua cara yang dapat mengurangi
separuh penularan ini. AZT dan 3TC dipakai selama waktu persalinan,
dan untuk ibu dan bayi selama satu minggu setelah lahir. Satu tablet
nevirapine pada waktu mulai sakit melahirkan, kemudian satu tablet lagi
diberi pada bayi 2-3 hari setelah lahir. Menggabungkan nevirapine dan
AZT selama persalinan mengurangi penularan menjadi hanya 2 persen.
Namun, resistensi terhadap nevirapine dapat muncul pada hingga 20
persen perempuan yang memakai satu tablet waktu hamil. Hal ini
mengurangi keberhasilan ARV yang dipakai kemudian oleh ibu.
Resistansi ini juga dapat disebarkan pada bayi waktu menyusui.
Walaupun begitu, terapi jangka pendek ini lebih terjangkau di negara
berkembang.
b. Penanganan obstetrik selama persalinan
Persalinan sebaiknya dipilih dengan menggunakan metode Sectio
caesaria karena metode ini terbukti mengurangi resiko penularan HIV
dari ibu ke bayi sampai 80%. Apabila pembedahan ini disertai dengan
penggunaan terapi antiretroviral, maka resiko dapat diturunkan sampai
87%. Walaupun demikian, pembedahan ini juga mempunyai resiko
karena kondisi imunitas ibu yang rendah yang bisa memperlambat
penyembuhan luka. Oleh karena itu, persalinan per vagina atau sectio
caesaria harus dipertimbangkan sesuai kondisi gizi, keuangan, dan faklor
lain.
c. Penatalaksanaan selama menyusui
Pemberian susu formula sebagai pengganti ASI sangat dianjurkan untuk
bayi dengan ibu yang positif HIV. Karena sesuai dengan hasil penelitian,
didapatkan bahwa + 14% bayi terinfeksi HIV melalui ASI yang
terinfeksi. Pencegahan yang dilakukan ditujukan kepada seseorang yang
mempunyai perilaku berisiko, sehingga diharapkan pasangan seksual
dapat melindungi dirinya sendiri maupun pasangannya. Adapun caranya
adalah :
A: Anda jauhi hubungan seks
B : Bersikap saling setia dengan pasangan
C: Cegah dengan memakai kondom setiap melakukan hubungan
D: Dihindari pemakaian jarum suntik bebas
E: Edukasi atau pelatihan (HIV/AIDS, NAPZA life skill, dll)
f

Anda mungkin juga menyukai