Anda di halaman 1dari 31

KEJANG DEMAM SEDERHANA

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Perceptoran Kepaniteraan


Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Disusun oleh:

Khoirunnisa 4151141406
Suci Amanda Maharani 4151141413
Endang Intan Susanti 4151141415
Shavira Widyaningrum 4151141426
Rilda Citra Janiari 4151141448
Dias Pratama 4151141451
Euis Nuraeni 4151141453
Mirantie Darmaniar 4151141465
Manoviska Dewi 4151141492
Marlina Wijayanthy 4151141499
Adhitya Pranajati 4151151009
Shahdan Taufik Maulana 4151141520

Preceptor:
Yasmar Alfa,dr.,Sp.A(K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RS DUSTIRA/FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2015
STATUS KO-ASISTEN

Rumah Sakit : Dustira

STATUS PRESEPTORAN

I. ANAMNESIS (Hetero anamnesis tanggal 11 November 2015)

A. KETERANGAN UMUM

Nama Pasien : An. GMS

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/TanggalLahir : Cimahi, 4 Maret 2014 (1 tahun 8 bulan)

Alamat : Jl. Vyati Raya RT 03/17 Cimahi

Kiriman Dari : UGD RS Dustira

Dengan Diagnosnis : Kejang Demam Sederhana

Tanggal Masuk : 10 November 2015

Tanggal Pemeriksaan : 11 November 2015

AYAH : Nama : Tn. H

Umur : 35 tahun

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : TNI AD

Penghasilan : Rp.4.500.000

Alamat : Jl. Vyati Raya RT 03/17 Cimahi


IBU : Nama : Ny. A

Umur : 30 tahun

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Penghasilan : Rp.-

Alamat : Jl. Vyati Raya RT 03/17 Cimahi

B. KELUHAN UTAMA :

Kejang

C. ANAMNESIS KHUSUS

Ibu pasien mengatakan pasien kejang 1 jam sebelum masuk rumah

sakit saat pasien sedang bermain dirumah. Kejang berlangsung satu kali

selama kurang dari 5 menit. Ibu mengatakan pasien menghentak-hentakan

kaki dan tangannya, dan mata pasien mendelik ke atas. Setelah kejang pasien

tetap sadar, menangis, dan menjadi lemas. Kejang tidak berulang dalam 24

jam. Keluhan kejang baru pertama kali.

Sebelum timbul kejang ibu pasien mengatakan bahwa pasien sedang

demam sejak 1 hari yang lalu. Panas badan dirasakan mendadak tinggi dan

terasa terus-menerus, suhu badan pasien mencapai 38,5˚C. Pasien juga

mengalami batuk dan pilek sejak 1 hari yang lalu bersamaan dengan keluhan

demamnya. Ibu pasien mengatakan batuk berdahak, namun pasien sulit untuk

mengeluarkan dahaknya.
D. ANAMNESIS UMUM

Keluhan demam disertai keluar kotoran dari telinga pasien tidak ada.

Keluhan muntah, gangguan pada BAB dan BAK sebelumnya tidak ada.

Keluhan sulit makan, minum atau membuka mulut tidak ada. Sebelumnya

kepala pasien terbentur atau riwayat trauma kepala tidak ada. Adanya luka

yang tidak terawat atau tertusuk paku tidak ada.

Ibu Pasien mengatakan bahwa pasien lahir spontan di Rumah Sakit

ditolong oleh bidan dan dikatakan normal tanpa ada gangguan.

Perkembangan anak menurut ibu pasien normal, sesuai dengan anak

seusiannya. Pasien mendapatkan imunisasi dasar lengkap.

Pasien anak kedua dari 2 bersaudara, riwayat kejang demam pada

kakak pasien atau keluarga tidak ada. Riwayat epilepsi atau kejang tanpa

demam pada keluarga ada yaitu tante pasien.

E. ANAMNESIS TAMBAHAN :

1. RIWAYAT IMUNISASI (Tulis tanggal/umur imunisasi)

NAMA DASAR ULANGAN

BCG 2 bulan -

POLIO 0 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan - -

DPT 2 bulan 4 bulan 6 bulan - -

CAMPAK 9 bulan - -

HEPATITIS B 0 bulan 1 bulan 6 bulan - -


2. KEADAAN KESEHATAN

Ayah : Sehat

Ibu : Sehat

Saudara : Sehat

Orang yang serumah : Sehat

3. PERKEMBANGAN

Berbalik : 3 bulan Bicara 1 kata : 10 Bulan

Duduk tanpa bantuan : 7 bulan Bicara 1 kalimat : 12 bulan

Duduk tanpa pegangan : 7 bulan Membaca :-

Berjalan 1 tangan dipegang : 11 bulan Menulis :-

Berjalan tanpa dipegang : 12 bulan Sekolah :-

Lain-lain :-

4. MAKANAN

UMUR JENIS MAKANAN KUANTITAS KUALITAS

0 – 4 Bulan ASI On demand Baik

4 – 6 Bulan ASI On demand Baik

6 – 10 Bulan ASI On demand Baik

10 – 12 Bulan ASI + Makanan On demand 3x/ Baik

Tambahan hari

12 Bulan – Nasi biasa + cemilan + 3-5x/hari Baik

Sekarang ASI
5. PENYAKIT YANG SUDAH DIALAMI (Beritanda V pada yang

dialami)

Campak Diare Bengek (Asma)


Batuk Rejan DemamTifoid Eksim
TBC Kuning Kaligata
Difteri Cacing SakitTenggorokan
Tetanus Kejang ISPA Atas

II. PEMERIKSAAN FISIS

1. PENGUKURAN

Umur : 1 tahun 8 bulan

Berat Badan : 11 kg

Panjang/Tinggi Badan : 89 cm

Lingkar Kepala : 47 cm

Status Gizi : TB/U 2 (normal)

BB/U 1 S/D 0(normal)

BB/ TB -1 s/d 0 (normal)

LK/U 0 s/d 1 (normal)

TANDA VITAL

Laju Napas : 25x/ menit. Tipe: Abdominotorakal

Suhu : 37,7o C

Laju Nadi : 125x/ menit. Kualitas : Equal

Regular/irregular : Regular

Isi : Cukup
KEADAAN UMUM

Keadaan sakit : sakit sedang

Kesadaran : Kuantitatif : 15 (E 4 V 5 M 6)

Kualitatif : Compos mentis

Sesak : Retraksi epigastrium(-), suprasternal (-), interkostal (-)

Sianosis : Sentral/perifer (-)

Ikterus : (-)

Edema : Pitting edema (-) Anasarka (-)

Dehidrasi : Tanpa dehidrasi

Anemi : (-)

Kejang : Lokal/umum (-) Tonik/klonik (-)

2. PEMERIKSAAN KHUSUS

1. Rambut: tak ada kelainan

Kuku : tak ada kelainan

Kulit : tak ada kelainan

Kelenjar Getah Bening : tidak teraba

2. Kepala : Simetris

Mata : Konjungtiva anemis (-), Edema Palpebra (-),Sklera ikterik (-)

Pupil : Bulat Isokor

Hidung: PCH (-/-), Rhinorrhae(+)

Telinga: Otorrhae -/-

Tenggorokan :
Tonsil : T1-T1 hiperemsi (+)

Faring : hiperemis (+)

Bibir : Sianosis (-)

Mulut : Tak ada kelainan

Gusi : Tak ada kelainan

Gigi : Tak ada kelainan

Langit-langit : Tak ada kelainan

Lidah : Tak ada kelainan

3. Leher

Kaku Kuduk : (-)

Kelenjar Getah Bening : tidak teraba

Lain-lain : tak ada kelainan

4. Dada

a. Dinding Dada/Paru

Depan

1. Inspeksi : Bentuk dan gerak simetris, retraksi

interkostal (-/-)

2. Palpasi : Bentuk dan gerak simetris

3. Perkusi : Tidak diperiksa

4. Auskultasi : VBS kanan=kiri, Wheezing-/-,

Rhonki -/-
Belakang :

1. Inspeksi :Bentuk dan gerak simetris

2. Palpasi :Bentuk dan gerak simetris

3. Perkusi : Tidak diperiksa

4. Auskultasi: VBS kanan=kiri, Wheezing -/-,

Rhonki -/-

d. Jantung

1. Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

2. Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

3. Perkusi : Tidak diperiksa

4. Auskultasi: Bunyi Jantung I dan II murni

regular, suara tambahan (-), bising jantung (-)

c. Perut

1. Inspeksi :bentuk datar supel, retraksi

epigastrium (-)

2. Palpasi : Lembut, Nyeri tekan(-)

Hepar : tidak teraba

Lien : tidak teraba

Ginjal : tidak teraba , CVA (-)

3. Perkusi : timpani

4. Auskultasi: Bising usus (+) normal


d. Genitalia

Jenis Kelamin : Perempuan

e. Anggota Gerak

 Atas : Tak ada kelainan

Sendi : Tak ada kelainan

Otot : Tak ada kelainan

 Bawah : Tak ada kelainan

Sendi : Tak ada kelainan

Otot : Tak ada kelainan

f. Susunan Saraf

 Refleks : Refleks cahaya (pupil) : +/+

Refleks okulosefalik: tidak diperiksa

Refleks kornea : +/+

 Rangsang Meningen : Kaku Kuduk : (-)

Bruzkinsky I/II/III : (-)

Kernig : (-)

Laseque : (-)

 Saraf Otak : Tidak ada kelainan

 Motorik : Tidak ada kelainan

 Sensorik : Tidak ada kelainan

 Vegetatif :Tak ada kelainan

 Refleks Fisiologis : APR : +/+

KPR : +/+
 Refleks Patologis : Babinsky : -/-

Chaddock : -/-

Gordon : -/-

Oppenheim : -/-

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Laboratorium Rutin tanggal 10 November 2015

 DARAH :

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN


(02/12/15)
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12.1 gr/dL 10.8 – 12.8
Eritrosit 4.7 1012/L 4.0 – 5.5
Leukosit 17.1 109/L 5.5 – 15.5
Hematokrit 36.4 % 35 – 43
Trombosit 306 109/L 150 – 450
MCV,MCH,
MHCH
MCV 76.8 U/3 74.0 – 102.0
MCH 25.5 Pq 23.0 –31.0
MCHC 33.2 % 26.0 –34.0
RDW 12.9 % 10.0 –16.0
Hitung Jenis
Segmen 74,9 % 50.0 – 80.0
Limfosit 20.8 % 25.0 – 50.0
Monosit 4,3 % 4.0 – 8.0

 URINE :

Tidak dilakukan pemeriksaan

 FESES:

Tidak dilakukan pemeriksaan


C. Rontgen

Tidak dilakukan pemeriksaan

IV. RESUME

Pasien perempuan berusia 1 tahun 8 bulan datang diantar Ibunya ke UGD

RS Dustira dengan keluhan kejang. Ibu pasien mengatakan pasien kejang 1 jam

sebelum masuk rumah sakit saat pasien sedang bermain dirumah. Kejang

berlangsung satu kali selama kurang dari 5 menit. Ibu mengatakan pasien

menghentak-hentakan kaki dan tangannya, dan mata pasien mendelik ke atas.

Setelah kejang pasien tetap sadar, menangis, dan menjadi lemas. Kejang tidak

berulang dalam 24 jam. Keluhan kejang baru pertama kali.

Sebelum timbul kejang ibu pasien mengatakan bahwa pasien sedang demam

sejak 1 hari yang lalu. Panas badan dirasakan mendadak tinggi dan terasa terus-

menerus, suhu badan pasien mencapai 38,5˚C. Pasien juga mengalami batuk dan

pilek sejak 1 hari yang lalu bersamaan dengan keluhan demamnya. Ibu pasien

mengatakan batuk berdahak, namun pasien sulit untuk mengeluarkan dahaknya.

Keluhan demam disertai keluar kotoran dari telinga pasien tidak ada.

Keluhan muntah, gangguan pada BAB dan BAK sebelumnya tidak ada. Keluhan

sulit makan, minum atau membuka mulut tidak ada. Sebelumnya kepala pasien

terbentur atau riwayat trauma kepala tidak ada. Adanya luka yang tidak terawat

atau tertusuk paku tidak ada.


Ibu Pasien mengatakan bahwa pasien lahir spontan di Rumah Sakit ditolong

oleh bidan dan dikatakan normal tanpa ada gangguan. Perkembangan anak

menurut ibu pasien normal, sesuai dengan anak seusiannya. Pasien mendapatkan

imunisasi dasar lengkap.

Pasien anak kedua dari 2 bersaudara, riwayat kejang demam pada kakak

pasien atau keluarga tidak ada. Riwayat epilepsi atau kejang tanpa demam pada

keluarga ada yaitu tante pasien.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan

Keadaan Umum

Kesadaran : compos mentis

Kesan sakit : tampak sakit sedang

Pengukuran

Umur : 1 tahun 8 bulan

Berat badan : 11 kg

Tinggi badan : 89 cm

Status gizi : TB/U 2 (normal)

BB/U 1 S/D 0 (normal)

BB/ TB -1 s/d 0 (normal)

LK/U 0 s/d 1 (normal)

Tanda Vital

Respirasi : 25x/ menit, tipe abdominotorakal

Nadi : 125x/ menit regular, equal, isi cukup

Suhu : 37,7° C
Pemeriksaan Khusus

Hidung : Rhinorea +/+ kuning

Mulut : Faring hiperemis (+), Tonsil T1-T1 hiperemis (+)

Telinga : Otore -/-

Leher : KGB tidak teraba

Thorax : Ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen : Nyeri tekan -, Bising usus +

Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, Petechie –

Dari pemeriksaan laboratorium

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN


(02/12/15)
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12.1 gr/dL 10.8 – 12.8
Eritrosit 4.7 1012/L 4.0 – 5.5
Leukosit 17.1 109/L 5.5 – 15.5
Hematokrit 36.4 % 35 – 43
Trombosit 306 109/L 150 – 450
MCV,MCH,
MHCH
MCV 76.8 U/3 74.0 – 102.0
MCH 25.5 Pq 23.0 –31.0
MCHC 33.2 % 26.0 –34.0
RDW 12.9 % 10.0 –16.0
Hitung Jenis
Segmen 74,9 % 50.0 – 80.0
Limfosit 20.8 % 25.0 – 50.0
Monosit 4,3 % 4.0 – 8.0

V. DIAGNOSIS

Diagnosis Banding:

- Rhinotonsilofaringitis et causa Streptococcus + Kejang Demam Sederhana


- Rhinotonsilofaringitis et causa Staphilococcus aureus + Kejang Demam

Sederhana

- Rhinotonsilofaringitis et causa Haemophillus influenza + Kejang Demam

Sederhana

Diagnosis Kerja:

Rhinotonsilofaringitis et causa Streptococcus + Kejang Demam Sederhana

VI. TATA LAKSANA

 Non Farmakologi

Saat kejang :

1. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher

2. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.

3. Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan

lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut.

4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.

5. Tetap bersama pasien selama kejang

6. Tirah Baring

 Farmakologi :

 Paracetamol 3 x 120 mg diberikan bila anak demam

 Diazepam 10mg bila kejang (Per-Rektal)

 Amoxicillin 3 x 250 mg peroral


VII. USUL PEMERIKSAAN

- Kultur apus tenggorokan

- Lumbal pungsi

VIII. PROGNOSIS

 Quo Ad Vitam : ad bonam

 Quo Ad Functionam : dubia ad bonam


DISKUSI

DEFINISI

Menurut definisi yang dipublikasikan oleh ILAE pada tahun 1983, kejang

demam merupakan kejang pada anak usia lebih dari 1 bulan berhubungan dengan

demam, yang tidak disebabkan oleh infeksi SSP atau proses intrakranial lainnya,

melainkan oleh proses ekstrakranium, tanpa ada kejang neonatus sebelumnya.1

EPIDEMIOLOGI

Kejang demam terjadi pada 2-5% kasus rawat inap anak. Sering terjadi

pada usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun dengan puncak 18 bulan, dan jarang

pada usia kurang dari 1 bulan dan lebih dari 7 tahun. Sebagian besar dari kasus

kejang demam merupakan kejang demam sederhana, dan sisanya merupakan

kejang demam kompleks sebanyak 35%. Lama kejang yang mencapai lebih dari

15 menit hanya 9% dari total kasus, dan hanya 5% yang mengalami status

epileptikus.1

ETIOLOGI

Hingga kini belum diketahui dengan pasti penyebab kejang demam.

Demam sering disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, radang telinga tengah,

infeksi saluran cerna dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada

suhu yang tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat

menyebabkan kejang.1
FAKTOR RISIKO

1. Faktor Demam

Demam merupakan faktor utama timbul bangkitan kejang demam.

Perubahan kenaikan temperatur tubuh berpengaruh terhadap nilai ambang kejang

dan eksitabilitas neural, karena kenaikan suhu tubuh berpengaruh pada kanal ion

dan metabolisme seluler serta produksi ATP. Setiap kenaikan suhu tubuh satu

derajat celsius akan meningkatkan metabolisme karbohidrat 10%-15%, sehingga

dengan adanya peningkatan suhu akan mengakibatkan peningkatan kebutuhan

glukosa dan oksigen. Pada demam tinggi akan mengakibatkan hipoksia jaringan

termasuk jaringan otak. Pada keadaan metabolisme di siklus Kreb normal, satu

molekul glukosa akan menghasilkan 38 ATP. Sedangkan pada keadaan hipoksi

jaringan metabolisme berjalan anaerob, satu molukul glukosa hanya akan

menghasilkan 2 ATP, sehingga pada keadaan hipoksi akan kekurangan energi dan

mengganggu fungsi normal pompa Na+ dan reuptake asam glutamat oleh sel g1ia.

Kedua hal tersebut mengakibatkan masuknya Na+ ke dalam sel meningkat dan

timbunan asam glutamat ekstrasel. Timbunan asam glutamat ekstrasel akan

mengakibatkan peningkatan permeabilitas membran sel terhadap ion Na+

sehingga semakin meningkatkan ion Na+ masuk ke dalam sel. Ion Na+ ke dalam

sel dipermudah pada keadaan demam, sebab demam akan meningkatkan mobilitas

dan benturan ion terhadap membran sel. Perubahan konsentrasi ion Na+ intrasel

dan ekstrasel tersebut akan mengakibatkan perubahan potensial membran sel

neuron sehingga membran sel dalam keadaan depolarisasi. Disamping itu demam

dapat merusak neuron GABA-ergik sehingga fungsi inhibisi terganggu.


Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa demam tinggi dapat

mempengaruhi perubahan konsentrasi ion natrium intraselular akibat Na+ influx

sehingga menimbulkan keadaan depolarisasi, disamping itu demam tinggi dapat

menurunkan kemampuan inhibisi akibat kerusakan neuron GABA-nergik.

2. Faktor Usia

Usia pertama kali kejang pada kelompok kasus diketahui sebagian besar

adalah kurang dari dua tahun. Pada keadaan otak belum matang reseptor untuk

asam glutamat baik ionotropik maupun metabotropik sebagai reseptor eksitator

padat dan aktif, sebaliknya reseptor GABA sebagai inhibitor kurang aktif,

sehingga otak belum matang eksitasi lebih dominan dibanding inhibisi

Corticotropin Releasing Hormon (CRH) merupakan neuropeptid eksitator,

berpotensi sebagai prokonvulsan. Pada otak belum matang kadar CRH di

hipokampus tinggi, berpotensi untuk terjadi bangkitan kejang apabila terpicu oleh

demam. Mekanisme homeostasis pada otak belum matang masih lemah, akan

berubah sejalan dengan perkembangan otak dan pertambahan umur, oleh karena

pada otak belum matang neural Na+/K+ATP ase masih kurang. Pada otak yang

belum matang regulasi ion Na+ , K+ , dan Ca++ belum sempurna, sehingga

mengakibatkan gangguan repolarisasi pasca depolarisasi dan meningkatkan

eksitabilitas neuron. Oleh karena itu, pada masa otak belum matang mempunyai

eksitabilitas neural lebih tinggi dibandingkan otak yang sudah matang. Pada masa

ini disebut sebagai developmental window dan rentan terhadap bangkitan kejang.

Eksitator lebih dominan dibanding inhibitor, sehingga tidak ada keseimbangan


antara eksitator dan inhibitor. Anak mendapat serangan bangkitan kejang demam

pada umur awal masa developmental window mempunyai waktu lebih lama fase

eksitabilitas neural dibanding anak yang mendapat serangan kejang demam pada

umur akhir masa developmental window. Apabila anak mengalami stimulasi

berupa demam pada otak fase eksitabilitas akan mudah terjadi bangkitan kejang.

Developmental window merupakan masa perkembangan otak fase organisasi

yaitu pada waktu anak berumur kurang dari dua tahun Sehingga anak yang

mengalami serangan kejang demam pada umur di bawah dua tahun mempunyai

risiko terjadi bangkitan kejang demam berulang.

3. Faktor Riwayat Kejang Dalam Keluarga

Riwayat keluarga dengan kejang demam adalah salah satu faktor risiko

yang dilaporkan untuk terjadi bangkitan kejang demam.Keluarga dengan riwayat

pernah menderita kejang demam sebagai faktor risiko untuk terjadi kejang demam

pertama adalah kedua orang tua ataupun saudara kandung (first degree relative).

Belum dapat dipastikan cara pewarisan sifat genetik terkait dengan kejang

demam, apakah autosomal resesif atau autosomal dominan. Penetrasi autosomal

dominan diperkirakan sekitar 60%-80%. Bila kedua orangnya tidak mempunyai

riwayat pernah menderita kejang demam maka risiko terjadi kejang demam hanya

9%. Apabila salah satu orang tua penderita dengan riwayat pernah menderita

kejang demam mempunyai risiko untuk terjadi bangkitan kejang demam 20%-

22%. Apabila ke dua orang tua penderita tersebut mempunyai riwayat pernah

menderita kejang demam maka risiko untuk terjadi bangkitan kejang demam
meningkat menjadi 59%-64%. Kejang demam diwariskan lebih banyak oleh ibu

dibandingkan ayah, 27% berbanding 7%.

PATOFISIOLOGI

Kejang adalah manifestasi klinis khas yang berlangsung secara intermitten

dapat berupa gangguan kesadaran, tingkah laku, emosi, motorik, sensorik, dan

atau otonom yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang berlebihan di

neuron otak. Mekanisme dasar terjadinya kejang adalah peningkatan aktifitas

listrik yang berlebihan pada neuron-neuron dan mampu secara berurutan

merangsang sel neuron lain secara bersama-sama melepaskan muatan listriknya.

Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam

adalah lipid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran

sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit

dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-).

Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,

sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis

dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan yang

disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan

potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang

terdapat pada permukaan sel.

Keseimbangan potensial membrane ini dapat dirubah oleh adanya:

1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.


2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau

aliran listrik dari sekitarnya.

3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau

keturunan.

Pada keadaan demam kenaikan suhu 100C akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada

seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,

dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu

tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membrane sel neuron

dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion Natrium

melalui membrane tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik.

Lepas muatan ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel

maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut

neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang

yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak

menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang

yang rendah, kejang terjadi pada suhu 38 0C sedangkan pada anak dengan ambang

kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 0C atau lebih.

Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang

demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam

penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan

tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama ( lebih
dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan

oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,

hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerob, hipotensi

arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin

meningkat disebabkan meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan

metabolisme otak meningkat

Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya

kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting

adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga

meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan

kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah

mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” di

kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang

demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak

hingga terjadi epilepsi.

KLASIFIKASI

Karakteristik Kejang Demam Kejang Demam

Kompleks Sederhana

Durasi ≥ 15 menit < 15 menit

Bentuk bangkitan Fokal/kejang umum Umum

didahului fokal
Rekurensi dalam 24 jam Ada Tidak ada

Gejala fokal pascaiktal Ada Tidak ada

MANIFESTASI KLINIS

1. Kejang Parsial ( fokal, lokal )

a. Kejang parsial sederhana :

Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini :

Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi.

Tanda atau gejalaotonomik: muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil.

Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik, merasa seakan

jatuh dari udara, parestesia.

- Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.

-Kejang tubuh: umumnya gerakan setipa kejang sama.

b. Kejang parsial kompleks :

Terdapat gangguankesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang

parsialsimpleks.

Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap-ngecapkan

bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang – ulang pada tangan

dangerakan tangan lainnya.

Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku

2. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )

 Kejang absens
1) Gangguan kewaspadaan dan responsivitas

2) Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15

detik

3) Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan konsentrasi penuh

 Kejang mioklonik

1)Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi

secaramendadak.

2) Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik berupa

kedutan-kedutan sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan kaki.

3) Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok

4) Kehilangan kesadaran hanya sesaat.

 Kejang tonik klonik

1) Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada

ototekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit

2) Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih

3) Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah.

4) Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal

 Kejang atonik

1) Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak

mataturun, kepala menunduk,atau jatuh ke tanah.

2) Singkat dan terjadi tanpa peringatan1

KOMPLIKASI
Pada penderita kejang demam yang mengalami kejang lama biasanya

terjadi hemiparesis. Kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang terjadi.

Mula mula kelumpuhan bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu timbul spastisitas.

Kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di

otak sehingga terjadi epilepsy. Ada beberapa komplikasi kejang demam :

a. Pneumonia aspirasi

b. Asfiksia

c. Retardasi Mental1

PENATALAKSANAAN

Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien

datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang

paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara

intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan

kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20

mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah

adalahorang tua atau di rumah adalah diazepam rectal. Dosis diazepam rektal

adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan

kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam

rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg

untuk anak di atas usia 3 tahun.


Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat

diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila

setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah

sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5

mg/kg. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena

dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang

dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari,

dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti

maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif.

EDUKASI PADA ORANG TUA


Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat

kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal.

Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya:

1. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.

2. Memberitahukan cara penanganan kejang

3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali

4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat

adanya efek samping

Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang

1. Tetap tenang dan tidak panik

2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher

3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.

Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan

lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut.

4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.

5. Tetap bersama pasien selama kejang

6. Berikan diazepam rectal, dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.

7. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih

Beberapa hal dalam upaya mencegah dan menghadapi kejang demam:

• Orang tua atau pengasuh anak harus diberi cukup informasi mengenai

penanganan demam dan kejang.


• Profilaksis intermittent dilakukan dengan memberikan diazepam dosis 0,5 mg/kg

BB perhari, per oral pada saat anak menderita demam. Sebagai alternatif dapat

diberikan profilaksis terus menerus dengan fenobarbital.

• Memberikan diazepam per rektal bila terjadi kejang.

PROGNOSIS

Risiko berulangnya kejang demam

Sekitar 1⁄3 anak dapat mengalami kejang demam berulang, 10% dapat terjadi

>3x

 Faktor risiko yang tetap:

 Riwayat kejang demam di keluarga

 Usia saat kejang demam pertama <18 bulan

 Tingginya suhu tubuh saat kejang

 Lamanya demam hingga terjadi kejang

 Faktor risiko yang possible :

 Riwayat keluarga yang mengalami epilepsi

 Bukan Faktor risiko :

 Abnormalitas neurodevelopmental

 Kejang demam kompleks

 Lebih dari satu bangkitan kejang

 Jenis kelamin

 Etnik

 Rekurensi kejang demam :

 50% dalam 6 bulan pertama


 75% dalam tahun pertama

 90 dalam tahun kedua

 KD pertama <1 tahun : 50%

 KD pertama >1 tahun : 28%

 Lebih banyak faktor risiko yang didapatkan, lebih besar juga

kemungkinan terjadi rekurensi

Risiko terjadi epilepsi di kemudian hari. Sebesar 2 – 10% penderita kejang

demam mengalami epilepsi di kemudian hari

 Gangguan perkembangan saraf

 Kejang demam kompleks

 riwayat epilepsi dalam keluarga

 Lamanya demam hingga terjadinya demam

1 faktor (+) : risiko 3 – 5%

2 – 3 faktor (+) : risiko 13 – 15%

Jenis epilepsi  beragam (absens, tonik, klonik, tonik-klonik, parsial

kompleks). Pada epilepsi mesial temporal, 40% penah mengalami kejang demam

kompleks.

Risiko mengalami kecacatan atau kematian

Kejadian kecacatan dan kematian sebagai penyulit kejang demam tidak

pernah dilaporkan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismael S. Konsensus Penatalaksaan Kejang

2. Demam. Badan Penerbit IDAI;2006. Hal 1-15.

3. Garna H. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Ed 5.2015. Hal 9

Anda mungkin juga menyukai