Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI

A. PENGERTIAN
Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg
dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg. Pada populasi manula, hipertensi didefinisikan
sebagai tekanan sistolik 160 mmhg dan tekanan diastolic 90 mmHg ( Smeltzer, 2001).
Menurut Price (2005) Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi
peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang mempunyai
sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang melebihi 140/90 mmHg saat istirahat
diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi.
Hipertensi berasal dari dua kata yaitu hiper yang berarti tinggi dan tensi yang artinya
tekanan darah. Menurut American Society of Hypertension (ASH), pengertian hipertensi adalah
suatu sindrom atau kumpulan gejala kardiovaskuler yang progresif, sebagai akibat dari kondisi
lain yang kompleks dan saling berhubungan (Sani, 2008).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan, hipertensi adalah peningkatan tekanan darah secara
kronis dan persisten dimana tekanan sistolik diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas
90 mmHg.
B. ETIOLOGI
Sekitar 20% populasi dewasa mengalami hipertensi, lebih dari 90% diantara mereka
menderita hipertensi essensial (primer), dimana tidak dapat ditentukan penyebab medisnya.
Sisanya mengalami kenaikan tekanan darah dengan penyebab tertentu (hipertensi sekunder). (
Smeltzer, 2001).
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis :
1. Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak / belum diketahui
penyebabnya (terdapat pada kurang lebih 90 % dari seluruh hipertensi).
2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan/ sebagai akibat dari adanya
penyakit lain. ( Smeltzer, 2001).
Hipertensi primer kemungkinan memiliki banyak penyebab, seperti; beberapa perubahan
pada jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersama-sama menyebabkan
meningkatnya tekanan darah. (Price, 2005)
Jika penyebabnya diketahui, maka disebut hipertensi sekunder. Pada sekitar 5-10%
penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%,
penyebabnya adalah kelainan hormonalatau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB). (
Smeltzer, 2001)
Penyebab hipertensi lainnya yang jarang adalah feokromositoma, yaitu tumor pada
kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin (adrenalin) atau norepinefrin
(noradrenalin). (Price, 2005)
Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder :
1. Penyakit Ginjal
a) Stenosis arteri renalis
b) Pielonefritis
c) Glomerulonefritis
d) Tumor-tumor ginjal
e) Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)
f) Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)
g) Terapi penyinaran yang mengenai ginjal.
2. Kelainan Hormonal
h) Hiperaldosteronism
i) Sindroma Cushing
j) Feokromositoma
3. Obat-obatan
a) Pil KB
b) Kortikosteroid
c) Siklosporin
d) Eritropoietin
e) Kokain
f) Penyalahgunaan alkohol
g) Kayu manis (dalam jumlah sangat besar)
4. Penyebab Lainnya
a) Koartasio aorta
b) Preeklamsi pada kehamilan
c) Porfiria intermiten akut
d) Keracunan timbal akut
Adapun penyebab lain dari hipertensi yaitu :
a) Peningkatan kecepatan denyut jantung
b) Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama
c) Peningkatan TPR yang berlangsung lama
D. Faktor predisposisi
Berdasarkan faktor pemicu, Hipertensi dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti umur,
jenis kelamin, dan keturunan. Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita kembar
monozigot (satu telur), apabila salah satunya menderita Hipertensi. Dugaan ini menyokong
bahwa faktor genetik mempunyai peran didalam terjadinya Hipertensi. (Smeltzer, 2001).
Sedangkan yang dapat dikontrol seperti kegemukan/obesitas, stress, kurang olahraga, merokok,
serta konsumsi alkohol dan garam. Faktor lingkungan ini juga berpengaruh terhadap timbulnya
hipertensi esensial. Hubungan antara stress dengan Hipertensi, diduga melalui aktivasi saraf
simpatis. Saraf simpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas, saraf parasimpatis
adalah saraf yang bekerja pada saat kita tidak beraktivitas. (Price, 2005). Peningkatan aktivitas
saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah secara intermitten (tidak menentu). Apabila
stress berkepanjangan, dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini
belum terbukti, akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan
dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok
masyarakat yang tinggal di kota. (Price, 2005)
Berdasarkan penyelidikan, kegemukan merupakan ciri khas dari populasi Hipertensi dan
dibuktikan bahwa faktor ini mempunyai kaitan yang erat dengan terjadinya Hipertensi
dikemudian hari. Walaupun belum dapat dijelaskan hubungan antara obesitas dan hipertensi
esensial, tetapi penyelidikan membuktikan bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume
darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingan dengan penderita yang
mempunyai berat badan normal. ( Smeltzer, 2001).
E. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat
vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang
berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia
simpatis di torak dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh
darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah
terhadap rangsangan vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap
norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. (Smeltzer,
2001).
Pada saat bersamaan dimana system simpatis merangsang pembuluh darah sebagai
respon rangsang emosi. Kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi.
Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke
ginjal, mengakibatnkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang
kemudian diubah menjadi angiotensin II, saat vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormone ini menyebabkan retensi natrium
dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor
tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi. (Price, 2005)
F. Manefestasi Klinis
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun secara
tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan
darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala,
perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada
penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal. (Price, 2005)
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut:
1. Sakit kepala
2. Kelelahan
3. Mual
4. Muntah
5. Sesak nafas
6. Gelisah
G. Klasifikasi
The Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood
Pressure membuat suatu klasifikasi baru yaitu :
Klasifikasi Tekanan Darah untuk Dewasa Usia 18 Tahun atau Lebih *
Kategori Sistolik (mmhg) Diastolik (mmhg)
Normal < 130 <85
Normal tinggi 130-139 85-89
Hipertensi
Tingkat 1 (ringan) 140-159 90-99
Tingkat 2 (sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (berat) ≥180 ≥110

Tidak minum obat antihipertensi dan tidak sakit akut. Apabila tekanan sistolik dan
diastolik turun dalam kategori yang berbeda, maka yang dipilih adalah kategori yang lebih
tinggi. berdasarkan pada rata-rata dari dua kali pembacaan atau lebih yang dilakukan pada setiap
dua kali kunjungan atau lebih setelah skrining awal. (Smeltzer, 2001).
Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih tinggi diperoleh
pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah diperoleh pada saat jantung
berelaksasi (diastolik). Tekanan darah kurang dari 120/80 mmHg didefinisikan sebagai "normal".
Pada tekanan darah tinggi, biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik. Hipertensi
biasanya terjadi pada tekanan darah 140/90 mmHg atau ke atas, diukur di kedua lengan tiga kali
dalam jangka beberapa minggu. (Price, 2005).
Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, tetapi tekanan
diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran normal. Hipertensi ini
sering ditemukan pada usia lanjut. Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang
mengalami kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan
tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan
atau bahkan menurun drastis. (Price, 2005)
Disamping itu juga terdapat hipertensi pada kehamilan (pregnancy-induced
hypertension/PIH) PIH adalah jenis hipertensi sekunder karena hipertensinya reversible setelah
bayi lahir. PIH tampaknya terjadi akibat dari kombinasi peningkatan curah jantung dan TPR.
Selama kehamilan normal volume darah meningkat secara drastis. Pada wanita sehat,
peningkatan volume darah diakomodasikan oleh penurunan responsifitas vascular terhadap
hormon-hormon vasoaktif, misalnya angiotensin II. Hal ini menyebabkan TPR berkurang pada
kehamilan normal dan tekanan darah rendah. Pada wanita dengan PIH, tidak terjadi penurunan
sensitivitas terhadap vasopeptida-vasopeptida tersebut, sehingga peningkatan besar volume darah
secara langsung meningkatkan curah jantung dan tekanan darah. PIH dapat timbul sebagai akibat
dari gangguan imunologik yang mengganggu perkembangan plasenta. PIH sangat berbahaya
bagi wanita dan dapat menyebabkan kejang, koma, dan kematian. (Smeltzer, 2001).
I. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit hipertensi menurut TIM POKJA RS
Harapan Kita (2003:64) dan Dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007) adalah diantaranya :
1. Penyakit pembuluh darah otak seperti stroke, perdarahan otak, transient ischemic
attack (TIA).
2. Penyakit jantung seperti gagal jantung, angina pectoris, infark miocard acut
(IMA).
3. Penyakit ginjal seperti gagal ginjal.
4. Penyakit mata seperti perdarahan retina, penebalan retina, oedema pupil.
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut FKUI (2003:64) dan Dosen Fakultas kedokteran USU,
Abdul Madjid (2004), meliputi :
1. Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi bertujuan
menentukan adanya kerusakan organ dan factor resiko lain atau mencari penyebab
hipertensi. Biasanya diperiksa urin analisa, darah perifer lengkap, kimia darah
(kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total, HDL, LDL
2. Pemeriksaan EKG. EKG (pembesaran jantung, gangguan konduksi), IVP (dapat
mengidentifikasi hipertensi, sebagai tambahan dapat dilakukan pemerisaan lain,
seperti klirens kreatinin, protein, asam urat, TSH dan ekordiografi.
3. Pemeriksaan diagnostik meliputi BUN /creatinin (fungsi ginjal), glucose (DM)
kalium serum (meningkat menunjukkan aldosteron yang meningkat), kalsium
serum (peningkatan dapat menyebabkan hipertensi: kolesterol dan tri gliserit
(indikasi pencetus hipertensi), pemeriksaan tiroid (menyebabkan vasokonstrisi),
urinanalisa protein, gula (menunjukkan disfungsi ginjal), asam urat (factor
penyebab hipertensi).
4. Pemeriksaan radiologi : Foto dada dan CT scan
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta : EGC
Chung, E.K. 1995. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskuler, Edisi III, diterjemahkan oleh
Petrus Andryanto, Jakarta : EGC
Gunawan, Lany. 2001. Hipertensi: Tekanan Darah Tinggi , Yogyakarta, Penerbit Kanisius
Marvyn, Leonard. 1995. Hipertensi : Pengendalian lewat vitamin, gizi dan diet, Jakarta :
Penerbit Arcan
Price, S, A. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 volume 1.
Jakarta ; EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah edisi 8 volume 2. Jakarta :EGC
Sobel, Barry J, et all.1999. Hipertensi : Pedoman Klinis Diagnosis dan Terapi, Jakarta :
Penerbit Hipokrates
Tom, S. 1995. Tekanan darah Tinggi : Mengapa terjadi, Bagaimana mengatasinya ?, Jakarta :
Arcan

Anda mungkin juga menyukai