Anda di halaman 1dari 21

ANALISIS DALAM COPTIS CHINENSIS FRANCH DENGAN EKSTRAKSI

PELARUT YANG DIPERCEPAT DIKOMBINASIKAN DENGAN ANALISIS ULTRA


PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY DENGAN FOTODIODA ARRAY
DAN DETEKSI SPEKTROMETRI MASSA

Makalah

Disusun oleh :

Kelompok VII

Maulida Eka Rista (091810301031)

Agita Raka P (101810301013)

Yuda Anggi Pradista (101810301025)

Putri Zakiah B (101810301035)

Andika Ade Kurniawan (101810301048)

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS JEMBER

2013
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengobatan tradisional Cina (TCM) telah menarik lebih dan lebih perhatian dalam
beberapa tahun terakhir karena efek terapinya yang dapat saling melengkapi dengan
pengobatan barat (western medicine) serta kemampuannya dalam menangani berbagai
masalah penting yang belum terpecahkan oleh obat konvensional. Huanglian (Rhizoma
Coptidis) adalah obat herbal yang sering digunakan dalam TCM, memiliki khasiat dapat
menekan demam, menghilangkan toxicocis dan detoxifikasi. Akar kering dari Coptis
chinensis Franch, Coptis deltoidea C.Y. Cheng et Hsiao and Coptis teeta Wall adalah sumber
utama dari Huanglian. Penyusun aktif dari C. chinensis Franch adalah sejumlah alkaloid
diantaranya yang utama yaitu alkaloid protoberberine dari berberin, palmatine, coptisine, dan
lain-lain dan sebuah aporphinoid alkaloid dari magnoflorine. Alkaloid ini menunjukkan
aktivitas antimikroba yang signifikan terhadap berbagai organisme termasuk bakteri, virus,
jamur, protozoa, helminthes, dan Chlamydia serta aktivitas anti kanker yang ditunjukkan
dengan sifat antineoplastiknya. Aplikasi utama dari berberine adalah untuk pengobatan diare,
infeksi parasitus usus, infeksi okular trakoma dan lain-lain. Dalam Official Chinese
Pharmacopoeia (edisi 2005), berberine sendiri ditetapkan sebagai spesies penanda untuk
evaluasi kualitas Huanglian. Namun, kita percaya bahwa praktek kontrol kualitas untuk
Huanglian harus mencakup uji dari serangkaian alkaloid utama daripada spesies tunggal.

Selama beberapa dekade terakhir, beberapa metode dapat digunakan untuk penentuan
alkaloid dalam ekstrak Rhizoma Coptidis diantaranya Kolorimetri, Thin Layer
Chromatography (TLC), Capilary Electrophoresis, Micellar Electrokinetic Chromatography
(MEC), High-Performance Liquid Chromatography (HPLC) dengan berbagai detertor yang
berbeda termasuk spektrometri massa. Metode Kolorimetri hanya menentukan total
kandungan alkaloid tapi nonspesifik terhadap alkaloid individu. Metode scanning Micellar
Thin Layer Chromatographic telah digunakan untuk kontrol kualitas dari Rhizoma coptidis,
tapi metode ini mampu menganalisis hanya tiga dari di alkaloid di atas. HPLC dengan sistem
deteksi yang berbeda adalah metode yang paling banyak dipraktekkan untuk analisis alkaloid.
Namun dengan metode KCKT, pemisahan alkaloid yang berbeda dalam Rhizoma Coptidis
masih memiliki peluang besar untuk dikembangkan. Laporan dalam analisis spectrometri
massa dari alkaloid dalam Rhizoma Coptidis telah langka, dengan hanya dua makalah yang
diterbitkan baru-baru ini pada penjabaran struktural dan identifikasi dari empat alkaloid
dalam Rhizoma Coptidis dengan electrospray ionization-tandem mass spectrometry.

Baru-baru ini, telah ada minat yang besar dalam penerapan sistem UPLC (Ultra
Performance Liquid Chromatography). Sistem ini memanfaatkan kecepatan linear tinggi
dengan kolom yang dikemas dengan partikel berpori 1.7 μm. Ketika digabungkan ke
spektrometer massa tandem, sistem ini menawarkan peningkatan resolusi puncak, kepekaan
dan kecepatan analisis. UPLC atau UPLC-MS/MS baru diterapkan untuk analisis komposisi
produk alam dan sistem metabolit dalam biologi, dan lain-lain, tetapi penerapannya pada
analisis alkaloid belum dilaporkan lebih jelas.

ASE umumnya beroperasi di bawah suhu tinggi, dan pada temperatur yang lebih
tinggi di atas titik didih dari ekstraksi pelarut. Suhu tinggi meningkatkan efisiensi ekstraksi
karena itu mengurangi viskositas dari pelarut, sehingga memungkinkan penetrasi yang lebih
baik dari molekul pelarut ke dalam matriks sampel. Penggunaan ASE mengurangi waktu total
ekstraksi dan meningkatkan efisiensi ekstraksi melalui manipulasi parameter seperti suhu,
waktu, siklus dan pelarut. Terbaru, ASE telah ditemukan hanya terbatas pada aplikasi dalam
analisis TCM, meskipun teknik ini telah banyak diterapkan untuk ekstraksi bahan alam.

Dalam makalah ini, metode UPLC-PDA dikombinasikan dengan ekstraksi ASE telah
dikembangkan untuk penentuan kuantitatif tiga alkaloid utama berberine, palmatine dan
jatrorrhizine dalam ekstrak kasar C. chinensis Franch. ESI-MS/MS dikombinasi dengan
UPLC juga telah diterapkan untuk quantifikasi tiga alkaloid utama dan identifikasi alkaloid
individu dalam ekstrak C. chinensis Franch. Selain itu, studi perbandingan telah dibuat
antara kinerja dari teknik UPLC–ESI-MS/MS and HPLC–ESI-TOF-MS. Akhirnya, UPLC
berbasis meetode fingerprinting memanfaatkan pola distribusi dari delapan alkaloid utama
dalam sampel telah dikembangkan untuk evaluasi kualitas C. chinensis Franch.

Abstrak

Sebuah metode baru berdasarkan akselerasi ekstraksi pelarut (ASE) dengan analisis
Ultra Performance Liquid Chromatography (UPLC) telah dikembangkan untuk identifikasi
dan kuantifikasi sebagian besar alkaloid dari ekstrak Coptis chinesis. sistem UPLC terdiri
dari sistem deteksi dual photodioda (PDA) dan spektrometri massa dengan tandem ion positif
elektrospray ionisasi dalam konfigurasi sekuen. Parameter operasional dari ASE adalah
pelarut ekstraksi, temperatur ekstraksi, waktu ekstraksi yang stabil, dan cara ekstraksi yang
optimum. Analisis UPLC yang digunakan adalah kolom ACQUITY UPLC BEC C18 yang
dielusi oleh fase gerak asetonitril dengan larutan buffer yang terdiri dari 0,50% asam asetat
dan 20 mmol/L amonium asetat. Sebuah tandem qudropole spektrometer beroperasi dalam
modus scan penuh baik dan mode MS/MS untuk multiple reaction monitoring (MRM)
digunakan untuk identifikasi dan analisis kuantitatif 8 alkaloid utama pada ekstrak C.
chinensis Franch. Sampel juga dianalisis dengan sistem HPLC-ESI-TOF-MS untuk
mengkonfirmasi hasil identifikasi.

Tiga dari delapan alkaloid utama yakni berberine, palmatine dan jatrorrhizine telah
terdeteksi oleh UPLC-PDA dan UPLC-MS/MS. Hasilnya mengindikasikan bahwa dari kedua
metode UPLC-PDA dan UPLC-MS/MS sensitif dan dapat diandalkan untuk penentuan
alkaloid dalam C. chinensis Franch. Tujuh sampel Huanglian dari lokasi yang berbeda
dianalisis menggunakan metode yang digunakan. Fingerprint UPLC berdasarkan distribusi 8
alkaloid utama dapat menyediakan metode yang cepat dan diandalkan untuk pembuktian dan
evaluasi kualitas dari obat herbal tradisional cina.

1.2 Tujuan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3. METODOLOGI PERCOBAAN

2.1 Material dan Reagen

Tujuh sampel C. chinesis franch dibeli dari toko obat yang berbeda di daerah
Qingdao, China. Standar dari Berberine Hidroklorida, Palmatine Hidroklorida dan
Jatrorhizhine Hidroklorida diperoleh dari National Institute for the Control of Pharmaceutical
and Biological Products of China.

Amonium asetat dan asam asetat didapat dari Fluka ( Buch, Swiss). Asetonitril untuk
HPLC berasal dari Fisher Chemicals (Pittsburg, PA, Amerika Serikat). Bahan kimia lainnya
seperti metanol, etanol dan lainya didapatkan dari Shanghai Chemical Factory ( Shanghai,
China). Air dimurnikan menggunakan sebuah sistem pemurnian air Milli-Q
(Milipore,Bedfore, MA, Amerika Serikat).

2.2. Preparasi Sampel


C. Chinensis Franch kering digiling menggunakan penumbuk dan mortar. Setelah
halus serbuk tersebut diayak dengan pengayak baja 0,3 mm sebelum ekstraksi.

2.2.1. Ekstraksi Refluks

Pemanasan Refluks Ekstraksi dilakukan dalam kondensor dingin dan labu alas bulat
100 mL. Etanol 80% dengan 0,5 % HCl digunakan sebagai pelarut. Satu gram sampel bubuk
ditambahkan dan 35 mL pelarut ditambahkan dalam labu alas bulat. Suspensi diekstraksi
selama 1 jam pada suhu 90 C dengan perendaman dan penyaringan. Ekstraksi diulangi
dengan penambahan waktu 2 kali dan ekstrak yang dihasilkan digabung. Ekstrak gabungan
tersebut disaring, dan dievaporasi hingga kering menggunakan rotary evaporator pada suhu
50 C. Residunya dilarutkan dalam 50 mL etanol dan disaring menggunakan filter membran
nilon 0,45 µm.

2.2.2. Ekstraksi Ultrasonik

Ekstraksi ultrasonik dilakukan dengan menyampurkan 1 g sampel bubuk dan 35 mL


larutan 80% ethanol dengan 0,5% HCl dalam labu alas, dimana ditempatkan pada ultrasonik
bath selama 30 menit. Ekstraksi diulangi dengan penambahan waktu 2 kali dan ekstrak yang
dihasilkan digabung. Residunya dilarutkan dalam 50 mL etanol dan disaring menggunakan
filter membran nilon 0,45 µm.

2.2.3. Percepatan Ekstrasksi Pelarut

Sebuah sistem ASE 100 (Dionex, Sunnyvale, CA, Amerika Serikat) dilengkapi bejana
baja berukuran 34 mL digunakan untuk ekstraksi cairan bertekanan. Sekitar 1 gram bubuk C.
Chinensis Franch dihomogenasi menggunakan diatomaceous earth pada berat yang sama dan
ditempatkan pada sebuah sel ekstraksi. Sel ekstraksi ditempatkan dalam korsel dan sampel
diekstraksi dalam kondisi tekanan rendah. Ekstrak dievaporasi hingga kering menggunakan
rotary evaporator pada suhu 50 C. Residu dilarutkan kembali dengan 50 metanol dan disaring
dengan filter membran nilon 0,45 µm sebelum diinjekkan ke sistem UPLC.

2.3. Preparasi Larutan Standar dan Kurva Kalibrasi

Stok larutan standar berberin hidroklorida, palmatin hidroklorida dan jatrorhisin


hidroklorida secara berurutan disiapkan dengan melarutkan kira-kira 10 mg setiap senyawa
murni dalam 10 mL metanol. Campuran larutan standar yang terdiri dari 1,29 mg/L Berberin
hidroklorida, 0,45 mg/L palmatin hidroklorida dan 0,30 mg/L jatrorrhisin hidroklorida
dipreparasi dengan cara melarutkan setiap senyawa murni (yang ditimbang secara akurat)
dalam 10 ml metanol. Larutan standar untuk kalibrasi dipreparasi dengan mengencerkan
larutan standar menggunakan metanol untuk konsentrasi yang diinginkan. Setiap kurva
kalibrasi dibentuk oleh larutan standar dengan enam konsentrasi berbeda dalam 3 kali
pengulangan.

2.4 Ultra performance liquid chromatography–tandem mass spectrometry


Analisis dilakukan pada sistem perairan ACQUITY UPLCTM (Milford, MA,
USA). Pemisahan ini dilakukan dengan menggunakan kolom ACQUITY UPLC BEH
C18 (1,7µm;2.1mm×50 mm). Pada 200C dan laju alir 0,2
Fase gerak mengandung pelarut A (0,5% asam asetat dan 20mmol/L NH4CH3COO)
dan B (asetonitril) dengan perbandingan 80% A dan 20% B. Sistem UPLC digabungkan
dengan Quattro premier XE tandem quadrupole mass spectrometer (Waters, Milford,
MA,USA) lengkap dengan sumber ESI Z-Spray. Sumber elektrospray dijalankan dalam
bentuk ion positif. Potensial kapiler di set pada 3,5kV. Pada analisis rutin, spektrometri
massa di scan pertama kali dari nilai m/z 100 hingga 500 dalam mode full scan untuk
menentukan informasi berat molekul alkaloid dalam C,Chinensis Franch. C,Chinensis
Franc ini dianalisis dalam multiple reaction monitoring (MRM) mode, cone voltages dan
energy tumbukan dioptimasi pada dua fragmentasi.
2.5 High-performance liquid chromatography-electrospray ionization-time of flight mass
spectrometry
Analisis HPLC telah dilakukan dengan sebuah alat 1100HPLC, sebuah kolom
(Alltima C18) yang dielusi secara isocratic dengan campuran biner dari Asetonitril dan
0,5% CH3COOH dengan 20mM NH4CH3COO (32:68) pada kecepatan laju alir 1.0
mL/min. Elusi dimonitor oleh detector sinar diode. Volume yang diisikan pada proses
injeksi berkisar 10 µL dan pemisahan dilakukan pada 25oC dalam ruang pemanasan
secara isothermal.
Spektroskopi massa yang digunakan ialah G1969A TOF . spektro ini digunakan untuk
menganalisis alkaloid dalam C ,Chinensis Franch. Software yang digunakan dalam
analisis ini ialah QS Software analysis. Kondisi spektrometer massa dioptimasi untuk
deteksi alkaloid, mengikuti beberapa ketentuan berikut : suhu 3300C, aliran gas 11 L/min,
tekanan gas 50 psi, fragmentor 100 V, potensial kapiler 4000V. Larutan standar (reff)
digunakan m/z 121.050873 untuk kalibrasi massa untuk menghilangkan sistem bias.
2.6 Metode validasi UPLC
Kurva kalibrasi dibangun dengan menjalankan enam campuran standar konsentrasi
yang berbeda dalam triplicate. Hubungan koefisien ditentukan menggunakan sebuah
model regresi linier. Batas deteksi diartikan sebagai tiga kali tingkat keramaian (Noisy)
yang diperoleh, dan batas quantifikasi (LOQ) diartikan sebagai sepuluh kali tingkat
keramaian (Noise) dari blank sampel matriks yang bekerja.
Ketepatan dari waktu retensi UPLC dan pengukuran area puncak untuk berberine,
palmatine and jatrorrhizine dihitung sebagai standar deviasi relative dari enam
pengulangan kerja. Reprodusibilitas dari metode ditinjau dengan menjalankan enam
replikasi sampel. Stabilitas sampel dipantau dalam analisis sampel selama 3 hari pada
interval setiap 12 jam. Standar deviasi relative dari pengukuran tiga alkaloid diambil
sebagai indicator untuk stabilitas system.
Penemuan alkaloid ditentukan dengan metode standar addisi. Tiga alkaloid dalam
campuran standar dimasukkan dalam sampel dan hasil penemuan dihitung dengan
perbedaan antara sampel yang dimasukkan dengan yang tidak.

3. Hasil dan Pembahasan

3.1. Optimasi UPLC-PDA-MS/kondisi MS

Kondisi kromatografi telah dioptimasi menggunakan larutan standard alkaloid dan


sampel real C.Chinensis Franch. Fasa terbalik (reversed phase) UPLC dengan gradien elusi
yang digunakan berdasarkan pada kondisi yang telah diberikan dalam literatur laporan.
Variasi pada rasio air untuk asetonitril pada fase gerak dapat meningkatkan pemisahan.
Namun peningkatan di puncak resolusi dan peak shape yang cukup besar dapat terpantau
(diamati) setelah penambahan asam trifluoroasetat atau asam fosfat ke dalam fase gerak.
Agar metode pemisahan dapat kompatible dengan menggunakan ESI-MS/MS, maka dalam
penelitian berikut digunakan asam asetat.

Co-elusi epiberine, jatrorhizine, dan columbamine telah menjadi permasalahan umum


yang telah dilaporkan dalam penelitian sebelumnya[3,5]. Dalam penelitian ini menggunakan
gradien elusi dan asam asetat-ammonium asetat additive,dan resolusi terbaik dari delapan
alkaloid telah didapatkan. Hal tersebut menunjukkan bahwa penambahan ammonium asetat
sangat mempengaruhi pemisahan dari jatrorhizine dan columbamine. Penambahan asam
asetat 0,5% dan 20 mm amonium asetat kedalam fase gerak memberikan resolusi dan sinyal
/noise rasio terbaik jika dibandingkan dengan sistem yang telah dilaporkan dalam laporan
sebelumnya [3,15,17]. Metode ini lebih kompatible dengan menggunakan ESI/MS dan
meningkatkan pemisahan alkaloid, terutama untuk jatrrorhizine dan columbanie. Juga supaya
optimasi kondisi deteksi UPLC- PDA tiga panjang gelombang yang berbeda yakni pada
panjang gelombang 230, 265, dan 350 telah diamati dan dibandingkan hasilnya. Noise
terendah untuk barberin telah diamati dengan menggunakan panjang gelombang 350 nm, dan
oleh sebab itu panjang gelombang tersebut digunakan untuk semua percobaan selanjutnya.

Gambar 2. Keterangan Kromatogram UPLC-PDA berberine, palmatine dan jatrorrhizine


standar (A); ekstrak dari Coptis chinensis Franch (B); (1) magnoflorine, (2)
tetrahidroscoulerine/tetradehydrocheilanthifolinium,(3) Columbamine; (4)Epiberberine, (5)
Jatrorrhizine, (6)Coptisine, (7) Palmatine, (8) berberine.

Gambar 2 menunjukkan bahwa kedelapan senyawa alkaloid telah dipisahkan dengan


baik dibawah kondisi optimal. Penggunaan metode UPLC-PDA menghasilkan peningkatan
kapasitas puncak yang signifikan. Lebih dari delapan puncak telah terdeteksi dalam 5 menit
pada kromatogram UPLC-PDA dari ekstrak etanol. Lebar puncak khas yang dihasilkan oleh
sistem UPLC berada di urutan 5 hingga 10 s, yang menghasilkan resolusi kromatografi dan
peningkatan rasio sinyal-to-noise. Selain itu waktu yang berlangsung antara –waktu
equlibrasi kolom sampel telah dipersingkat.

Dalam spektroskopi massa tandem, spektrum massa elektrospay dari alkaloid


bervariasi dengan cone volt dan tegangan energi tumbukan. Untuk analisis scan UPLC-MS
dari sampel real C.Chinensis Franch, kedelapan alkaloid dapat dihasilkan hanya dalam
muatan ion tunggal [M+] dengan mild cone volt. Dalam spektroskopi massa tandem, cone
volt selalu disetel untuk menghasilkan respon terkuat , sementara energi tumbukan telah
disetel untuk ion prekursor yang lebih sensitif dan produk ion stabil di kedua modus scan
massal. Dalam penelitian ini energi tumbukan yang berbeda ditentukan melalui percobaan
optimasi yang telah diterapkan kepada kedelapan alkaloid. Pemantauan beberapa reaksi
sering digunakan untuk kuantifikasi pada MS quadrupole tandem. Energi tumbukan dan cone
volt digunakan untuk akuisisi yang dievaluasi untuk respon terbaik dibawah modus positif
ESI dengan menambahkan larutan standar berberin dan palmatin.

Gambar 3. Keterangan: UPLC-ESI-MS/MS kromatogram total arus ion pada ekstrak


Coptis chinensis Franch dan MRM UPLC-MS/MS kromatogram dari berberine, palmatine dan
jatrorrhizine
Keterangan tabel (1) total ion kromatogram dan kromatogram MRM dari sampel
C.chinensis Franch yang ditunjukkan pada gambar 3.

3.4.2. Optimasi kondisi ekstraksi dengan desain ortogonal

Percobaan ortogonal dilakukan dalam rangka mengoptimalkan kondisi ekstraksi.


Adapun empat faktor yang terlibat dalam proses ini adalah : (A) temperatur ekstraksi (B)
waktu ekstraksi (C) Ekstraksi pelarut (D) jumlah sampel. Faktor eksperimental, tingkat yang
sesuai dengan desain ortogonal L9 (34) ditunjukkan pada tabel 5.

Jangkauan terbesar dari tiga faktor adalah 0,87 dari faktor A, sedangkan terkecil adalah 0,36
faktor D. Ini berarti bahwa faktor A adalah faktor utama dalam kondisi ekstraksi alkaloid di
C.Chinensis Franch. Tingkat ketiga faktor A memiliki nilai rata-rata sebesar (k3 adalah
8,73)dibandingkan dengan dua tingkat lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat ketiga
adalah kondisi terbaik dari faktor A dengan analogi tingkat kedua Faktor B, dan tingkat
ketiga adlah faktor C tingkat kedua faktor D merupakan kondisi terbaik, dan untuk kondisi
optimum ekstraksi ditetapkan sebagai berikut: 1 gram bubuk sampel kering di ekstrak dengan
etanol 80 5 ( dengan 0,50 % HCl), suhu ekstraksi 130 ◦C dan waktu ekstraksi selama 10
menit.

Pengaruh dari waktu ekstraksi ditentukan dengan tiga kali ekstraksi secara berturut-
turut pada sampel yang sama. seperti yang terlihat pada tabel 6, dua kali ekstraksi sudah
cukup untuk mengekstrak komponen target sepenuhnya dari Chinensis C. Franch. Untuk
mengevaluai pengulangan dari prosedur ekstraksi, dilakukan serangkaian pengulangan
sebanyak enam kali yang telah dilakukan pada hari yang sama dan hari yang berbeda. Hasil
yang diperoleh untuk semua senyawa target berada dalam

3.2 identifikasi alkaloid pada ekstrak sampel menggunakan UPLC-PDA-ESI-MS

Electrospray ionization-mass spectrometry (ESI-MS) adalah teknik ionisasi yag


menghasilkan puncak molekul ion yang menonjol tepat di bawah arus. Pada jurnal ini,
kedelapan alkaloid tersebut menghasilkan ion [M]+ dalam jenis ion positif. Pada deteksi
menggunakan photodiode, panjang gelombang serapan maksimum dari puncak target akan
teridentifikasi berdasarkan pada perbandingan dari informasi online UV dan MS dengan data
literature atau standar. Dalam hal ini untuk memperkuat unsur pokok dan penyelidikan pola
pemisahan, collision-induced dissociation (CID) MS/MS spectrum akan terekam. Proses
pengurangan struktur dari data MS/MS puncak 1, 2, 3, dan 5 diperlihatkan di bawah.

Spektrum UV pada puncak 1 menunjukkan tiga pita serapan kuat pada 225-235, 270-
280, dan 315-335, yang mencirikan jenis alkaloid aporphinoid. Untuk puncak 2-8, semua
spektrum menunjukkan serapan alkaloid protoberberine yang khas pada 225-245, 260-270,
dan 335-355. Pemeriksaan dari spektra UV dan data MS memungkinkan identifikasi
sementara dari 8 komponen yang disusun pada Tabel 2. Daftar tabel berisis waktu retensi
(Rt), panjang gelombang serapan maksimum (), dan MS ion molekul dll. Sifat pemecahan ion
dari semua alkaloid diperoleh dengan analisis MS2 yang tertera pada Tabel 2. Keterangan
tersebut memberikan informasi struktur lebih lanjut untuk identifikasi.
Puncak 1 dapat diamati pada Gambar 2 dan massa yang terdeteksi adalah 342.
Dengan perbandingan menggunakan data literatur dan massa molekul yang alkaloid yang
diketahui dalam Coptidis Rhizoma, puncak tersebut diidentifikasi sebagai Magnoflorin. Pada
spektra MS2, ions 342,5 ([M]+), 297,1 ([M--CH4--NHCH2]+), 281,8 ([M--CH4--NHCH2--
CH3]+), 265,0 ([M--CH4--NHCH2--CH3--OH]+, 237,0 ([M--CH4--NHCH2--CH3--OH--CO]+)
teramati, sesuai dengan struktur alkaloid aporphinoid. Oleh karena itu, puncak 1 diidentifikasi
sebagai Magnoflorin dengan karakteristik pola fragmentasi tersebut.

Berat molekul pada puncak 2 adalah 322 dan hal itu bisa diidentifikasi sementara
sebagai berberrubine, tetradehydroscoulerine or tetradehydrocheilanthifolinium berdasarkan
pada hasil literatur. Tidak ada laporan mengenai identifikasi berberrubine menggunakan ESI-
MS. Pada percobaan MS2, ion yang dominan muncul pada m/z 307,2 [M-15]+, 279,2 [M-15-
28]+, 277,8 [M-15-29]+, dan 250,2 [M-15-29-28]+. Ion dominan muncul pada m/z 307,2 dan
279,2 yang sesuai dengan penghapusan metil radikal diikuti dengan hilangnya fragmen netral
dengan massa molekul 28 Da (CO) dari ion molekular (m/z 322). Selanjutnya, dua ion
fragmen menarik terlihat pada m/z 277,8 dan 250,2. Ion dengan m/z 277,8 dihasilkan oleh
hilangnya radikal metil, radikal hidrogen, dan fragmen netral CO dengan massa molekul 44
Dadari ion molekular (m/z 322), sementara ion dengan m/z 250,2 dihasilkan oleh hilagnya
fragmen netral CO yang lain dari ion m/z 277,8. Dengan menggabungkan hasil spektrum
serapan UV dan karakterisasi pola fragmentasi MS dengan hasil lain pada referensi, puncak 2
sementara dapat diidentifikasi sebagai tetradehydroscoulerine or tetradehydro-
cheilanthifolinium.
Puncak 2 dan puncak 5 dengan waktu retensi berturut-turut 3,19 dan 3,45 menit
(Gambar 2b) memiliki massa molekul yang sama berdasarkan pada analisi MS. Dua senyawa
tersebut memiliki struktur isomer yang mirip dengan komposisi penyusun yang sama. Sifat
fragmentasi ion dari dua puncak dalam analisis yang MS2 tercantum pada Tabel 2 sangat
mirip. Fragmen ion yang teramati 322,2 ([M-CH3-H]+), 308,2 ([M-CH3-CH3]+), 294,2 ([M-
CH3-H-CO]+), and 279,7 ([M-CH3-CH3-CO]+). Dua puncak teridentifikasi sebagai
Columbamine dan Jatrorrhizine. Akhirnya puncak 5 dengan tegas teridentifikasi sebagai
Jatrorrhizine dengan menggabungkan waktu retensi dengan Jatrorrhizine standar, dan puncak
3 teridentifikasi sebagai Columbamine.
3.3 Perbandingan dengan LC-DAD-ESI-TOF-MS
Perbandingan pembelajaran dihasilkan antara teknik HPLC dengan UPLC.
Pemisahan HPLC isocratic membutukan sebuah kolom (250 mm x 4,6 mm) dan waktu
total 20 menit. Sebaliknya UPLC menghasilkan perbandingan puncak pemisahan tetapi
membutuhkan waktu kerja hanya 5 menit. Selain itu system UPLC memerlukan pelarut
yang sedikit karena digunakan dalam laju aliran yang lebih kecil (0,2 mL/menit).
Sampel dijalankan oleh HPLC-ESI-TOF-MS untuk mengidentifikasi spesies tujuan.
Tipe kromatogram massa (Total Ion Chromatography (TIC))dari ekstraksi Rhizoma
Coptidis dengan HPLC-ESI-TOF-MS yang ditunjukkan dalam gambar berikut :

Ionisasi permukaan electrospray dalam positif mode juga digunakan dan dari semua
sample menunjukkan kelimpahan ion [M+] seperti dalam table berikut :
Kesalahan keakuratan pengukuran masa kurang dari 2 ppm dalam semua kasus. Pada
analisis TOF-MS, ambang batas akurasi yang diterima secara luas untuk konfirmasi
komposisi unsur adalah 5 ppm. Dengan demikian keakuratan pengukuran massa
memungkinkan untuk puncak komposisi unsur.
Analisis Berberin dan homologinya, unsur C, H, O, N dipilih sebagai unsur yang
memungkinkan, selain pengukuran massa, distribusi massa isotropic juga
menginformasikan tentang komposisi unsur. Dibandingkan dengan perlakuan lainyang
mungkin , C20H18NO4 memiliki massa error yang lebih sedikit, terlebih lagi distribusi
massa isotropic secara teori cocok dengan pengukuran oleh TOF-MS pada kedua
intensitas dan posisi m/z yang ditunjukkan dalam gambar (B) :

Dengan mengkombinasikan informasi tersebut dengan Double Bond Equivalent (DBE), analit
dapat diidentifikasi dengan jelas sebagai berberin.
Kedelapan senyawa yang dideteksi dan diidentifikasi secara sukses dengan UPLC–ESI-
MS/MS begitu pula dengan HPLC–ESI-MS/MS.

3.4.1. Pengembangan Metode Ekstraksi

Kondisi ekstraksi seperti pelarut ekstraksi, temperatur, waktu ekstraksi statis, volume
pembilasan dan siklus ekstraksi adalah parameter yang penting untuk mengontrol hasil
ekstraksi. Parameter tersebut dapat dioptimasi dengan pendekatan univariate , yakni
menggunakan total hasil ekstraksi dan rasio relatif ekstraksi berberin, palmatin dan jathorisin
sebagai indikator hasil.
Efisiensi ekstraksi dari tiga pelarut yakni metanol, metanol terlarut dan etanol terlarut
adalah yang pertama kali ditaksir. Kondisi ASE yang digunakan antara lain : 100 C untuk
temperatur ekstraksi, 10 menit untuk waktu statis ekstraksi, 60% volume pembilasan dengan
dua siklus ekstraksi. Sistem dari enam komposisi pelarut dibandingkan dalam Table 4 :

Jumlah relatif dari berberin, palmatin dan jathorisin yang diekstrak dalam 60% (v/v) etanol
terlarut (dengan 0,50% HCl) adalah yang tertinggi diikuti dengan penurunan tingkatan yakni
80% etanol (v/v) terlarut (dengan 0,50% HCl) dan 60% metanol (v/v) terlarut (dengan 0,5%
HCl). Salah satu problem yang ditemukan dalam ASE adalah material yang berupa tanaman
mempunyai kecenderungan dalam menyerap air selama perlakuan ekstraksi. Saat 60% (v/v)
etanol terlarut (dengan 0,50% HCl) digunakan sebagai pelarut ekstraksi, ditemukan hambatan
dalam sistem ASE. Masalah dapat diatasi dengan menggunakan rasio pengurangan air dalam
sistem pelarut, e.g., 80% etanol terlarut (dengan 0,50% HCl).

Sejak temperatur sangat berpengaruh pada efisiensi ekstraksi, rangkaian eksperimen


pada temperatur yang berbeda (70-170 C) ditunjukkan untuk menentukan temperatur
ekstraksi yang paling baik. Eksperimen ekstraksi dilakukan menggunakan 80% etanol terlarut
(dengan 0,50% HCl) sebagai pelarut dengan 10 menit untuk waktu statis ekstraksi, 60%
volume pembilasan dengan dua siklus ekstraksi. Hasil ditunjukkan dengan Gambar 6.
Efisiensi ekstraksi dari semua tiga alkaloid utama tetap konstan hingga suhu 130 C dan
menurun pada temperatur yang lebih tinggi. Penurunan yang terjadi pada efisiensi ekstrasi
kemungkinan berkaitan dengan degradasi dari ketiga senyawa tersebut pada saat temperatur
diatas 130 C. Dengan demikian ,130 C ditentukan sebagai temperatur ekstraksi.

Untuk menentukan jika waktu statis ekstraksi dapat mempengaruhi efisiensi ekstraksi
alkaloid dalam C. Chinensis Franch, perbedaan waktu ekstraksi ( 5, 7, 10, 13, 15 menit )
ditunjukkan dengan mengikuti kondisi ASE : 130 C untuk temperatur ekstraksi, 60% untuk
volume pembilasan dengan dua siklus ekstraksi. Hasilnya ditunjukkan pada Gambar 7.
Kenaikan waktu statis ekstrasi dari 7 hingga 10 menit tidak mempengaruhi ekstraksi
senyawa target. Saat waktu statis ekstrasi diatas 10 menit, efisisensi ekstraksi dari ketiga
alkaloid utama menurun secara signifikan. Jadi waktu statis ekstraksi yang digunakan adalah
10 menit dalam satu kali siklus ekstraksi.

Volume pembilasan ( 20, 40, 60, 80% ) tidak memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap efisiensi ekstrasi senyawa target dalam C. Chinensis Franch. Jadi, volume
pembilasan yang dipakai adalah 60%.

3.5 Validasi dari UPLC-PDA-MS/MS

3.5.1. Linearitas dan Limit Deteksi

Hasil studi kalibrasi, LOQs dan LODs dengan UPLC-PDA-MS/MS untuk 3 alkaloid dari
berberine, palmatine dan jatrorrizine dirangkum dalam tabel 8. Linearitas dari kurva kalibrasi
telah diverifikasi dengan studi korelasi dan koefisien korelasi adalah semua lebih baik dari
0,9984. Rentang dinamis linear kurva kalibrasi untuk kedua penentuan UPLC-PDA dan
UPLC-MS/MS melebihi dua order besaran. Setiap deteksi batas dari teknik UPLC-PDA dan
UPLC-MS/MS adalah dalam rentang 60–75 and 1.2–1.5 μgL-1 untuk 3 alkaloid yang lebih
baik daripada yang dilaporkan menggunakan HPCE-UV. Kedua prosedur memungkinkan
kuantitasi dalam studi kisaran mempelajari meskipun batas kuantifikasi untuk UPLC-PDA
dan UPLC-MS/MS dibedakan. LOQs dan LODs diperoleh dengan UPLC-MS/MS lebih kecil
dengan UPLC-PDA untuk 3 alkaloid.

3.5.2. Presisi, Reprodusibilitas, dan Stabilitas

Presisi masing-masing daerah puncak pengukuran PDA dan MS/MS yang ditemukan lebik
baik dari 1,63 % (R.S.D., n=6) dan waktu retensi lebih baik dari 0,11 % dari semua alkaloid
target. Presisi (R.S.D) dari metoda yang diusulkan berdasarkan enam suntikan replikasi,
berada di kisaran dari 2,58-2,72 % untuk PDA dan 3,47-3,68 % untuk analisis MS/MS (tabel
9). Variasi dari waktu retensi dari semua puncak adalah kurang dari 0,14 % dari enam injeksi
replikasi. Stabilitas penyimpanan (R.S.D) dari pengukurang tiga alkaloid adalah 2,18-2,52 %
(n=6) untuk analisis PDA dan 2,94-3,11 % (n=6) untuk penentuan MS/MS.

Tabel 9 menunjukkan bahwa metode UPLC dengan masing-masing PDA (350 nm) dan
deteksi MS/MS menunjukkan presisi yang baik untuk ketiga alkaloid tetapi presisi yang
pertama tinggi. Rentang dinamis linear dari quantitasi dua teknik juga berbeda. MS/MS lebih
cocok untuk penentuan alkaloid pada rentang konsentrasi rendah karena sensitivitasnya lebih
dari 50 kali lipat.

3.5.3. Recovery

Perolehan kembali dari tiga alkaloid ditentukan dengan UPLC-MS/MS menggunakan metode
standart tambahan dimana tiga level analisis dari sampel yang berduri (tajam) dilakukan
dalam hari yang sama. Hasil ringkasan dalam tabel 10. Perolehan kembali berada dalam
rentang 94,2-103,0% dan nilai R.S.D dari ketiga alkaloid dari 3 injeksi replikasi adalah lebih
baik dari 5,0 %, menunjukkan metode recovery dan presisi yang baik.
3.5.4. Kuantifikasi MS dari alkaloid

Eningkatan metode UPLC-MS/MS diaplikasikan untuk penentuan tiga alkaloid dalam sampel
C. Chinensis Franch yang berbeda. Masing-masing sampel diekstraksi dan dianalisis tiga
rangkap. Kromatogram yang mewakili dari ekstrak C. Chinensis Franch ini ditunjukkan pada
gambar 2 dan hasil dari alkaloid individu dirangkum dalam tabel 11. Di antara tiga alkaloid,
berberin adalah alkaloid yang paling melimpah dalam C. Chinensis Franch, konsisten dengan
laporan sebelumnya. Hasil kita menunjukkan bahwa kandungan dari tiga alkaloid utama
dalam tujuh sampel C. Chinensis Franch terasa berbeda. Variasi bisa terjadi karena berbagai
faktor seperti sumber geografis, budidaya, panen, penyimpanan dan pemrosesan dari ramuan.
3.6 Fingerprint analysis of representative C. chinensis Franch samples using UPLC

Alkaloid – alkaloid yang berbeda diketahui memiliki perbedaan bioaktivitas yang luas.
Dengan demikian pola distribusi dari kedelapan alkaloid diharapkan menjadi representasi
yang lebih baik dari keseluruhan bioaktivitas dari C.Cjininsis Franch, karena Fingerprint
UPLC dari kedelapan senyawa alkaloid dihasilkan untuk pembuktian atau tujuan control
kualitas.
Pada Gambar berikut diungkapkan bahwa distribusi dari kedelapan puncak alkaloid
adalah mirip disekitar sample tersebut , tetapi variasi besar dari puncak intensitas relative
tampak jelas.

Jika dibandingkan waktu kerja dari UPLC memiliki waktu yang Sembilan kali lebih cepat
dibandingkan dengan HPLC (7 menit : 60 menit).
Penilaian kualitas obat – obatan herbal selalu menjadi tantangan karena keragaman
multi komponen matriks. Metode kromatografi fingerprint menjadi salah satu yang sering
diterapkan. Tidak hanya menyediakan profil senyawa yang ditandai tetapi juga komponen
aktif lainnya.
Hasil yang diperoleh dalam tulisan ini dan dua referensi lain menunjukkan bahwa
UPLC merupakan alat yang sangat berguna dalam aplikasi kromatografi fingerprint.

Anda mungkin juga menyukai