Anda di halaman 1dari 4

LATIHAN EX-TEXT

Pedoman Wawancara

Nama Informan : ___________________________


Umur : ____ tahun
Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan
Pendidikan : 1. Tidak sekolah 4. SMA
2. SD 5. PT
3. SMP
Pekerjaan : 1. Tidak bekerja 5. Pedagang
2. PNS/TNI/Polri 6. Wiraswasta
3. Karyawan Swasta 7. Buruh
4. Petani/Nelayan 8. Lainnya
Alamat : ___________________________
RT ____ RW ____
Desa _______________________
Kecamatan __________________
Kota _______________________
Tanggal Wawancara : __-__-____

Pertanyaan :

1. Menurut Bapak/Ibu, apa yang dimaksud dengan pornografi ?

2. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi


yang sedang disusun DPR ?
Transkrip hasil wawancara

Responden 1

Anto, 29 tahun, laki-laki, pendidikan SMA, pekerjaan karyawan swasta, beralamat di


Jalan Kebon Rambutan XII/25 RT 12 RW 6 Desa Buah Kecamatan Kebun Besar Kota
Subur Maju.
Tanggal Wawancara 25-01-2006

Jawaban pertanyaan 1.

Menurut saya, pornografi adalah segala bentuk tulisan atau gambar yang tidak sopan dan
dapat membuat orang terangsang syahwatnya. Selain itu pornografi dapat juga dalam
bentuk omongan, gerakan, dan lain-lain. Pornografi tidak sesuai dengan budaya kita
karena tidak sesuai dengan kehidupan bangsa kita yang bisa dibilang agamis. Jadi selain
melanggar kesopanan, juga melanggar aturan agama. Saya tidak setuju dengan segala
bentuk pornografi, baik itu dalam bentuk majalah, film, bahkan seni. Memang budaya
kita sangat kaya dengan berbagai kesenian, ada tari-tarian, seni pahat, seni lukis dan
sebagainya. Memang budaya kita harus dilestarikan, tapi kalau itu pornografi, harusnya
dihilangkan. Saya ambil contoh goyang Inul, lukisan-lukisan orang telanjang, tar-tarian
yang dalam berpakaian menonjolkan bagian-bagian tubuh yang sensitif, itu kan bisa
merangsang syahwat. Jadi berbahaya buat yang lihat, apalagi bagi generasi muda kita.

Jawaban pertanyaan 2.

Saya sangat setuju dengan dibuatnya undang-undang anti pornografi dan pornoaksi.
Selama ini aparat kita kurang tegas melarang berbagai bentuk pornografi yang marak di
negara kita dan meracuni generasi muda kita. Dengan adanya undang-undang ini pasti
aparat akan lebih tegas untuk bertindak. Tidak ragu-ragu lagi. Kalau perlu dalam undang-
undang ini ditulis hukuman yang seberat-beratnya buat pelaku pornografi dan pornoaksi.
Biar kapok.
Responden 2

Santi, 35 tahun, perempuan, pendidikan SMP, pekerjaan karyawan swasta, beralamat di


Jalan Ranjau III/34 RT 1 RW 1 Desa Peledakan Kecamatan Pengungsian Kota Rawan
Bencana.
Tanggal Wawancara 01-02-2006

Jawaban pertanyaan 1.

Pornografi pada dasarnya adalah segala hal yang dapat merangsang syahwat. Misalnya
orang telanjang. Tapi tidak selalu telanjang itu porno. Coba kalau orang mandi tidak
telanjang, bagaimana ? Jadi orang mandi tidak termasuk pornografi. Pornografi dapat
dalam bentuk tulisan, gambar atau film yang diedarkan di tempat-tempat umum. Kalau
dipakai sendiri ya nggak porno. Tapi bingung juga, ya. Batasnya pornografi itu sejauh
mana saya nggak tahu. Masalahnya banyak seni atau budaya bangsa kita yang
kelihatannya porno, misalnya mandi bersama di sungai, tari-tarian yang gerakannya buat
satu orang sih biasa, tapi buat orang lain bisa merangsang. Juga ada lukisan orang
telanjang, patung orang telanjang, bahkan di peninggalan-peninggalan jaman dulu seperti
candi, banyak juga gambar atau lukisan yang menggambarkan orang berhubungan seks
atau menonjolkan alat kelamin. Kalau itu termasuk pornografi, apa harus dimusnahkan ?

Jawaban pertanyaan 2.

Saya sih setuju-setuju saja dengan dibuatnya RUU anti pornografi dan pornoaksi. Tapi,
ya itu tadi, harus jelas batasannya dong. Kalau pornografi saja nggak jelas batasnya,
bagaimana buat aturannya. Boleh dibuat undang-undangnya, tapi jangan sampai
menghilangkan kekayaan budaya kita. Juga sebagian besar bangsa kita kan masih berada
di bawah garis kemiskinan, bisa jadi tinggal di pinggir sungai, mandi di sungai. Kalau itu
tidak boleh, harus diberikan cara biar mereka tidak mandi di sungai. Saya curiga jangan-
jangan RUU ini dipaksakan oleh pihak-pihak tertentu yang pikirannya sempit.
Responden 3

Budi, 55 tahun, laki-laki, pendidikan PT, pekerjaan purnawirawan, beralamat di Jalan


Rujak no 1 RT 17 RW 8 Desa Gado-gado Kecamatan Sari Rasa Kota Budaya.
Tanggal Wawancara 05-04-2006

Jawaban pertanyaan 1.

Batasan pornografi tidak mudah ditetapkan. Susah untuk menarik garis hitam tegas batas
porno dan tidak porno, susah menentukan hitam putihnya. Memang secara umum dapat
dikatakan kalau pornografi itu berbagai bentuk gambar, tulisan, film atau apapun yang
dapat merangsang syahwat, bahkan mendorong orang untuk melakukan perbuatan yang
melanggar kesusilaan. Tapi sekali lagi, tidak mudah menentukan kapan porno, kapan
tidak. Apalagi kalau dilihat dari sudut pandang yang berbeda, sesuatu bisa porno, bisa
tidak. Foto atau lukisan orang telanjang dari sudut seni bukan pornografi, tapi dari agama
bisa pornografi. Orang mandi di sungai, pakaian adat tertentu yang menampakkan bagian
tubuh tertentu bisa dianggap porno oleh satu orang, tapi tidak oleh orang yang lain. Jadi
susah menentukan batasan yang tegas. Kalau dikatakan porno itu kalau merangsang
syahwat, orang lihat gambar porno bisa terangsang, tapi ada juga yang tidak.

Jawaban pertanyaan 2.

Bukannya saya tidak setuju dengan RUU anti pornografi dan pornoaksi, tapi rasanya
upaya membuat RUU itu hanya membuang energi, waktu dan biaya. Sebenarnya kita kan
sudah punya aturan atau perundangan yang mengatur masalah itu, hanya masalahnya
pelaksanaannya yang kurang baik. Pembuatan UU APP seperti membuat undang-undang
untuk melaksanakan undang-undang yang sudah ada. Jadi menurut saya nggak perlu lagi
dibuat undang-undang semacam itu. Apalagi kalau dalam prakteknya, menentukan
batasan pornografi atau pornoaksi tidak mudah. Masih banyak masalah bangsa ini yang
jauh lebih penting untuk dipikirkan dan diatasi, misalnya masalah kemiskinan,
pengangguran, pendidikan. Pembuatan undang-undang itu sepertinya menunjukkan
bahwa pendidikan kita terutama pendidikan agama kurang intensif dan mengenai sasaran.

Anda mungkin juga menyukai