TUGAS KHUSUS
MENGHITUNG EFISIENSI THERMAL OIL BOILER DENGAN
METODE INDIRECT
4.1. Pendahuluan
4.1.1 Latar belakang
PT Argha Karya Prima Industry Tbk, atau lebih dikenal dengan Argha,
terbentuk pada tahun 1980, merupakan pelopor pada industri kemasan fleksibel di
Indonesia. Saat ini, Perseroan memiliki total kapasitas produksi terpasang yang
mencapai hampir 132.500 ton per tahun. Produk utama yang dihasilkan Perseroan
adalah kemasan fleksibel plastik film jenis BOPP (Biaxially Oriented
Polypropylene) dan BOPET (Biaxially Oriented Polyethylene Terepthalate) atau
Polyester. Semakin meningkatnya kapasitas produksi menyebabkan kebutuhan
sumber energi baik panas, listrik, dan air juga akan ikut meningkat, sehingga
diperlukan suatu metode untuk meningkatkan efisiensi penggunaan dari setiap alat
yang berfungsi sebagai sumber penghasil energi tersebut.
Berbagai jenis peralatan yang terintegrasi satu sama lain digunakan untuk
menunjang kebutuhan energi pada proses. Salat satu peralatan utama yang
digunakan sebagai sumber energi panas untuk menunjang proses produksi BOPP
dan BOPET adalah thermal oil boiler yang berada pada departemen utilitas di unit
boiler 1. Alat ini digunakan untuk menghasilkan energi panas dengan menggunakan
bahan bakar batubara dan pelumas (Gulf Thermal Oil) sebagai media transfer
panas. Sistem coal fired boiler terdiri dari hooper feeder, stoker, swing chute, FD
fan, ID fan, Secondary fan, Furnance, Coil, Dust Collector, Oven Pallet System,
dan Chimney.
Kinerja boiler akan berkurang seiring waktu karena adanya pengotor pada
furnance, pembakaran yang tidak sempurna, operasi dan maintenance yang kurang
baik, dan kualitas bahan bakar yang buruk sehingga menyebabkan proses
perpindahan panas tidak maksimal. Pengujian efisiensi membantu untuk
mengetahui sejauh mana efisiensi boiler, sehingga dapat dilakukan evaluasi
terhadap kinerja dari boiler tersebut. Oleh karena penulis tertarik untuk mengangkat
judul “Menghitung Efisiensi Thermal Oil Boiler dengan Metode Indirect” sebagai
judul tugas khusus pada kerja praktek ini.
1. Apa saja peralatan yang terintegrasi pada sistem Thermal Oil Boiler?
2. Bagaimana prinsip kerja Thermal Oil Boiler?
3. Apa saja komposisi bahan bakar yang digunakan pada Thermal Oil Boiler?
4. Bagaimana perhitungan efisiensi Thermal Oil Boiler dengan metode
Indirect?
4.1.3. Tujuan
1. Mengetahui peralatan apa saja yang terintegrasi pada sistem Thermal Oil
Boiler.
2. Mengetahui prinsip kerja dari Thermal Oil Boiler.
3. Mengetahui komposisi bahan bakar yang digunakan pada Thermal Oil
Boiler.
4. Mengetahui perhitungan efisiensi Thermal Oil Boiler dengan metode
Indirect.
4.1.4. Manfaat
1. Sebagai bahan evaluasi kinerja sistem Thermal Oil Boiler.
2. Sebagai literatur mengenai deskripsi kerja pabrik flexible packaging
terkhusus pada sistem utilitas di unit Boiler.
British Standard BS845: 1987 dan USA Standard ASME PTC 4.1.
menjelaskan metode dan kondisi di mana boiler harus diuji untuk menentukan
efisiensinya. Agar pengujian dapat dilakukan, boiler harus dioperasikan di
bawah kondisi beban tetap (umumnya muatan penuh) untuk periode satu jam
setelah itu pembacaan akan diambil selama jam berikutnya dari operasi stabil
(steady state) untuk memungkinkan efisiensi dihitung. Pada dasarnya efisiensi
Boiler dapat diuji dengan metode berikut:
1. Metode Langsung
Membandingkan secara langsung energi panas yang diserap oleh
fluida kerja sehingga berubah fase menjadi uap air atau mangalami
kenaikan suhu pada hot thermal oil (energi output), dengan energi panas
yang dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar di dalam ruang bakar boiler
(energi input).
Gambar 4.2. Blok Diagram Efisiensi Boiler Metode Direct
(Sumber : Energy Performance Assessment of Boilers )
Rumusan sederhana dari perhitungan metode langsung adalah sebagai
berikut:
4.3. Metodologi
4.3.1. Pelaksaan Tugas Khusus
Secara keseluruhan tahap-tahap yang dilakukan selama melakukan tugas
khusus adalah sebagai berikut:
Komponen %
C 63,73%
H2 2,14%
N2 1,26%
O2 14,08%
S 0,7%
H2O 10,05%
Ash 8,04%
Total 100,00%
= 0,2080
0,6373
Mol C =
12
= 0,0531
0,0531
(% CO2)t = 100 %
0,2080 + 0,0531
= 20,33 %
Tahap 3: Menghitung persen udara berlebih yang dipasok (EA)
CO2 aktual di dalam flue gas = 13.5%
7900 × [ (𝐶𝑂2%)𝑡 − (𝐶𝑂2%)𝑎
𝐸𝑥𝑐𝑒𝑠𝑠 𝑎𝑖𝑟 𝑠𝑢𝑝𝑝𝑙𝑖𝑒𝑑 (𝐸𝐴) =
(𝐶𝑂2%)𝑎 × [100 − (𝐶𝑂2%)𝑡
7900 × [20,33 − 13,5]
=
13,5 × [100 − 20,33]
= 𝟓𝟎, 𝟏𝟔 %
Tahap 4: Menghitung massa udara sebenarnya yang dipasok/kg fuel (AAS)
AAS/kg bahan bakar = [1 + EA/100] × Udara Teoritis (AAS)
50,16
= [1 + ] 7,55 kg udara/kg coal
100
Flue gas pada temperature 328,81 °C terdiri atas CO2, SO2, N2, dan O2 sehingga
masing-masing specific heat dihitung sebagai berikut :
328,81 − 300
𝐶𝑝 𝐶𝑂2 = 11,23 + (11,78 − 11,23) (𝐻𝑜𝑢𝑔𝑒𝑛, 1959)
400 − 300
𝑘𝑐𝑎𝑙
= 0,166
𝑘𝑔 °𝐶
328,81 − 300
𝐶𝑝 𝑁2 = 7,04 + (7,09 − 7,04)
400 − 300
𝑘𝑐𝑎𝑙⁄
𝑐𝑎𝑙 1 𝑔𝑚𝑜𝑙 1 𝑘𝑔 °𝐶
= 7,05 × ×
𝑔𝑚𝑜𝑙 °𝐶 28 𝑔𝑟 1 𝑐𝑎𝑙⁄𝑔𝑟 °𝐶
𝑘𝑐𝑎𝑙
= 0,251
𝑘𝑔 °𝐶
328,81 − 300
𝐶𝑝 𝑂2 = 7,28 + (7,4 − 7,28)
400 − 300
𝑘𝑐𝑎𝑙⁄
𝑐𝑎𝑙 1 𝑔𝑚𝑜𝑙 1 𝑘𝑔 °𝐶
= 7,31 × ×
𝑔𝑚𝑜𝑙 °𝐶 32 𝑔𝑟 1 𝑐𝑎𝑙⁄𝑔𝑟 °𝐶
𝑘𝑐𝑎𝑙
= 0,228
𝑘𝑔 °𝐶
[(Cp CO2 ×m CO2)+(Cp SO2 ×m SO2)+(Cp N2 ×m N2)+(Cp O2 ×m O2)]×[Tf−Ta]
𝐿1 = × 100%
GCV coal
[(2,3367×0,258)+(0,166×0,014)+(0,288×0,8694)+(0,251×8,7367)] ×[328,81−31]
= × 100%
6010
= 𝟎, 𝟓𝟏 %
3. Persentase kehilangan panas akibat kandungan air di bahan bakar (L3)
𝑀 × [584 + 𝐶𝑝 × (𝑇𝑓 − 𝑇𝑎)]
𝐿3 = × 100%
𝐺𝐶𝑉 𝑏𝑎𝑡𝑢𝑏𝑎𝑟𝑎
0,1005 × [584 + 0,45 𝑘𝑐𝑎𝑙⁄𝑘𝑔 ℃ × (328,81 − 31)℃]
= × 100%
6010 𝑘𝑐𝑎𝑙⁄𝑘𝑔 𝑏𝑎𝑡𝑢𝑏𝑎𝑟𝑎
= 𝟏, 𝟐 %
4. Persentase kehilangan panas karena sebagian C menjadi CO2 (L4)
%𝐶𝑂 × 𝐶 5744
𝐿4 = × × 100%
%𝐶𝑂 + (%𝐶𝑂2 )𝑎 𝐺𝐶𝑉 𝑏𝑎𝑡𝑢𝑏𝑎𝑟𝑎
0,5 + 0,6373 5744
= × × 100%
0,5 + 13,5 6010
= 𝟐, 𝟏𝟕 %
5. Persentase kehilangan panas akibat konveksi dan radiasi (L5)
𝑇𝑠 4 𝑇𝑎 4
𝐿6 = 0,548 × [( ) −( ) ] + 1,957 × (𝑇𝑠 − 𝑇𝑎)1,25 × 𝑠𝑞. 𝑟𝑡
55,55 55,55
𝑜𝑓 [(196,85𝑉𝑚 + 68,9 )/68,9]
330,34 4 304 4
= 0,548 × [( ) −( ) ] + 1,957 × (330,34 − 304)1,25
55,55 55,55
× 𝑠𝑞. 𝑟𝑡 [((196,85 × 2,7) + 68,9)/68,9]
= 538,5 𝑤/𝑚²
𝑘𝑐𝑎𝑙
𝑤 0,86 𝑗𝑎𝑚
= 538,5 ×
𝑚² 1𝑤
𝑘𝑐𝑎𝑙
= 463,11
𝑚² 𝑗𝑎𝑚
𝑘𝑐𝑎𝑙
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑟𝑎𝑑𝑖𝑎𝑠𝑖 𝑑𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑛𝑣𝑒𝑘𝑠𝑖 = 463,11 × 12,56 𝑚2
𝑚2 𝑗𝑎𝑚
𝑘𝑐𝑎𝑙
= 5816,6616
𝑗𝑎𝑚
= 𝟎, 𝟐𝟑 %
6. Persentase kehilangan panas akibat fly ash yang tak terbakar (L6)
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑏𝑢 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑘𝑢𝑚𝑝𝑢𝑙
⁄𝑘𝑔 𝑏𝑎𝑡𝑢𝑏𝑎𝑟𝑎 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐺𝐶𝑉 𝑓𝑙𝑦 𝑎𝑠ℎ
𝐿6 =
𝐺𝐶𝑉 𝑏𝑎𝑡𝑢𝑏𝑎𝑟𝑎
𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝑏𝑜𝑡𝑡𝑜𝑚 𝑎𝑠ℎ 𝑑𝑎𝑛 𝑓𝑙𝑦 𝑎𝑠ℎ = 93 ∶ 7
𝐴𝑠ℎ 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑒𝑛𝑡 𝑏𝑎𝑡𝑢𝑏𝑎𝑟𝑎 = 8,04 %
𝐺𝐶𝑉 𝑓𝑙𝑦 𝑎𝑠ℎ = 150 𝑘𝑐𝑎𝑙/𝑘𝑔
𝑓𝑙𝑦 𝑎𝑠ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑒𝑛𝑡𝑢𝑘 = 0,07 × 0,0804
𝑘𝑔
= 0,005628
𝑘𝑔 𝑏𝑎𝑡𝑢𝑏𝑎𝑟𝑎
𝑘𝑔 𝑘𝑐𝑎𝑙
𝐾𝑒ℎ𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑛𝑎𝑠 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑓𝑙𝑦 𝑎𝑠ℎ = 0,00568 × 150
𝑘𝑔 𝑏𝑎𝑡𝑢𝑏𝑎𝑟𝑎 𝑘𝑔
𝑘𝑐𝑎𝑙
= 0,8442
𝑘𝑔 𝑏𝑎𝑡𝑢𝑏𝑎𝑟𝑎
𝑘𝑐𝑎𝑙 1
𝐿6 = 0,8442 × × 100%
𝑘𝑔 𝑏𝑎𝑡𝑢𝑏𝑎𝑟𝑎 6010 𝑘𝑐𝑎𝑙
𝑘𝑔 𝑏𝑎𝑡𝑢𝑏𝑎𝑟𝑎
= 𝟎, 𝟎𝟏𝟒 %
7. Persentase kehilangan panas akibat bottom ash yang tak terbakar (L7)
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑏𝑢 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑘𝑢𝑚𝑝𝑢𝑙
⁄𝑘𝑔 𝑏𝑎𝑡𝑢𝑏𝑎𝑟𝑎 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑎𝑘𝑎𝑟 × 𝐺𝐶𝑉 𝑏𝑜𝑡𝑡𝑜𝑚 𝑎𝑠ℎ
𝐿7 =
𝐺𝐶𝑉 𝑏𝑎𝑡𝑢𝑏𝑎𝑟𝑎
𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝑏𝑜𝑡𝑡𝑜𝑚 𝑎𝑠ℎ 𝑑𝑎𝑛 𝑓𝑙𝑦 𝑎𝑠ℎ = 93 ∶ 7
𝐴𝑠ℎ 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑒𝑛𝑡 𝑏𝑎𝑡𝑢𝑏𝑎𝑟𝑎 = 8,04 %
𝐺𝐶𝑉 𝑓𝑙𝑦 𝑎𝑠ℎ = 700 𝑘𝑐𝑎𝑙/𝑘𝑔
𝑓𝑙𝑦 𝑎𝑠ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑒𝑛𝑡𝑢𝑘 = 0,93 × 0,0804
𝑘𝑔
= 0,074772
𝑘𝑔 𝑏𝑎𝑡𝑢𝑏𝑎𝑟𝑎
𝑘𝑔 𝑘𝑐𝑎𝑙
𝐾𝑒ℎ𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑛𝑎𝑠 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑓𝑙𝑦 𝑎𝑠ℎ = 0,074772 × 700
𝑘𝑔 𝑏𝑎𝑡𝑢𝑏𝑎𝑟𝑎 𝑘𝑔
𝑘𝑐𝑎𝑙
= 52,3404
𝑘𝑔 𝑏𝑎𝑡𝑢𝑏𝑎𝑟𝑎
𝑘𝑐𝑎𝑙 1
𝐿7 = 52,3404 × × 100%
𝑘𝑔 𝑏𝑎𝑡𝑢𝑏𝑎𝑟𝑎 6010 𝑘𝑐𝑎𝑙
𝑘𝑔 𝑏𝑎𝑡𝑢𝑏𝑎𝑟𝑎
= 𝟎, 𝟖𝟕 %