PRESENTASI KASUS
Pembimbing:
dr. Endang Prasetyowati, Sp.A
Disusun Oleh:
Nuri Anggraeny
1710211084
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
Penyakit HIV pada Anak
Disusun Oleh:
Nuri Anggraeny
1710211084
ii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Kehadirat Tuhan YME karena atas rahmat dan ridhoNya penulis dapat
menyelesaikan presentasi kasus yang berjudul “OBSERVASI FEBRIS+ DIARE”.
Makalah ini dibuat dengan maksud dan tujuan untuk memenuhi penilaian pada kepaniteraan
klinik di bagian Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa. Terima kasih penulis
sampaikan kepada dr. Endang Prasetyowati, Sp.A, selaku dokter pembimbing yang banyak
memberikan masukan dan saran. Serta teman-teman sejawat yang telah membantu dalam
penyelesaian presentasi kasus ini.
Penulis menyadari bahwa presentasi kasus ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik
dan saran sangat penulis harapkan demi perbaikan penulisan berikutnya. Akhir kata, semoga
presentasi kasus ini dapat bermanfaat dan menambah ilmu pengetahuan bagi penulis maupun
pembaca.
Penulis
BAB I
STATUS PASIEN
1.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis kepada ibu pasien di Ruang Anggrek tanggal 24
April 2018 jam 15:00
Keluhan Utama
BAB cair lebih dari 5x
Riwayat Penyakit Sekarang
3 hari SMRS ibu pasien mengatakan bahwa pasien BAB > 5x, dengan konsistensi yang
lembek, tidak ada lender, tidak ada darah, dan tidak berbusa. Keluhan BAB > 5x disertai
keluhan muntah. Pasien muntah bila diberi makanan, muntah berisi susu dan sedikit sisa
makanan, muntah >2x. Ibu pasien mengaku bahwa pasien demam namun tidak terlalu
tinggi sekitar 37 derajat celcius dan hanya diberi obat penurun panas. Nafsu makan pasien
berkurang Tidak ada keluhan nyeri perut, batuk, pilek, dan sesak nafas.
Keesokan harinya pasien langsung dibawa ke klinik di daerah Ungaran untuk berobat,
di klinik tersebut pasien mendapat obat anti muntah dan mual, obat diare, obat penurun
panas, dan vitamin makan
1 hari SMRS ibu pasien mengatakan BAB dengan konsistensi lembek kini menjadi cair.
BAB cair > 5x, air lebih banyak dibandingkan ampas. Tidak ada lendir, darah dan busa.
Keluhan diserti muntah yang kini lebih dari 5x, muntah berisi susu. Ibu pasien
mengatakan pasien terlihat lemas dan rewel. Nafsu makan menurun, tidak mau makan
hanya mau minum susu sedikit-sedikit. Keluhan tidak disertai demam, tidak ada keluhan
batuk, dan pilek.
Pasien langsung dibawa ke IGD RSUD Ambarawa karena bab cair yang sering dan
muntah yang belum juga membaik, Pasien ditangani di IGD dengan pemberian cairan
infus untuk rehidrasi dan juga diberikan obat injeksi obat antimuntah. Pasien masuk ke
ruang perawatan anggrek untuk perawatan lebih lanjut dengan diagnosis masuk Diare
Cair Akut Dehidrasi Ringan Sedang dari IGD.
Ibu pasien
Riwayat Pengobatan
Obat antimuntah, obat penurun panas, obat diare, dan vitamin makan
Perawatan Antenatal
ANC rutin dilakukan >3x, pemeriksaan USG 2x, vaksin Tetanus Toxoid dilakukan 1x
o BAHASA
0-3 bulan : Mengoceh spontan/merespon dengan mengoceh namun belum
terbentuk kata-kata
3-6 bulan : tertawa dan menjerit jika diajak bermain
6-12 bulan : mengeluarkan kata-kata tanpa arti, menirukan suara
1 tahun : belum mampu menyusun kalimat singkat namun sudah dapat
membentuk kata-kata dengan arti
o SOSIAL
1 tahun : berpartisipasi permainan tepuk tangan, sembunyi-sembunyian,
mampu mengenali keluarganya
o Mental/intelegensia
Sesuai anak seusianya
o Emosi
Sesuai anak seusianya
Riwayat Imunisasi
Saat lahir (0-7 hari) Hb0, BCG, Polio 0
2 bulan DPT/HB1, Polio 1
3 bulan DPT/HB2, Polio 2
4 bulan DPT/HB3, Polio 3
9 bulan Campak 1
Diagnosis sementara
Diare akut ec rotavirus dd bakteri
Dehidrasi ringan sedang
1.3 Pemeriksaan Fisik
Dilakukan di Bangsal Anggrek pada tanggal 24 April 2018 pukul 15:00
- Kesadaran : Compos mentis
- Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Tanda – tanda vital :
- Frekuensi Nadi : 140 kali/menit
- Frekuensi Nafas : 26 kali/menit, teratur
- Suhu : 36,4oC (axilla)
Data Antopometri :
- Berat Badan : 10 Kg
- Panjang Badan : 75 cm
- BB/U = z-score 0 s.d 2
Indikator pertumbuhan = normal
- TB/U = z-score 0
Indikator pertumbuhan = normal
Status Gizi :
Berdasarkan kurva WHO gender laki-laki usia 0 – 2 tahun :
Berdasarkan BB/TB = z-score 0 s.d 1
Indikator pertumbuhan = normoweight
Kepala : normocephal, rambut berwarna hitam, distribusi rambut merata, rambut tidak mudah
dicabut
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, cekung +/+ minimal
Telinga : bentuk simetris, sekret tidak ada, membran timpani sulit dinilai
Hidung : bentuk normal, nafas cuping hidung tidak ada, sekret -/-
Mulut : mukosa bibir lembab, tidak sianosis, lidah bersih
Tenggorokan : Tonsil T1-T1, faring tidak hiperemis, uvula di tengah
Leher : tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
Toraks :
Paru
Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)
Palpasi : Focal fremitus kanan = kiri
Perkusi : Batas paru jantung normal
Auskultasi : suara napas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung paru normal
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-) dan gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : cembung, jejas (-)
Auskultasi : bising usus + normal
Palpasi : perabaan supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen
Anus dan Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas :
Atas : akral dingin -/-, odema -/-, crt < 2 detik, pembengkakan sendi (-)
Bawah : akral dingin -/-, odema -/-, crt < 2 detik, pembengkakan sendi (-)
Kulit : Turgor kulit normal dan sianosis (-)
FESES RUTIN
Makroskopik
Warna Kuning
Konsistensi Lembek
Lendir Negatif Negatif
Darah Negatif Negatif
Mikroskopis
Lekosit Negatif Negatif
Eritrosit Negatif Negatif
Amoeba Negatif Negatif
Telur cacing Negatif
Sisa makanan Positif
Lain-lain Negatif
1.5 Diagnosis Akhir
Diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang
Status gizi normal
1.6 Penatalaksanaan
Infus KAEN 3B 10 tpm makro
Inj ondancentron 3 x 1,5 amp
L- bio 1 x 1 sach
Zinc pro 1 x 1 cth
1.7 Follow Up
Hari/tanggal S O A P
Selasa BAB cair 8x KU: sakit sedang Diare Infus KAEN 3b 10
24 April 2018 dari semalam T: 37˚C tpm makro
Muntah 1x isi HR : 132 x/menit Inj ondancentron 3 x
susu RR : 36 x/mnt 1,5mg
Lemas, nafsu BB : 9 kg Inj ondancentron 3 x
makan belum Mata = cekung (-) 3 mg
mau Bising usus = L-Bio 1 x 1
meningkat + Zink pro 1 x 1 cth
Cek darah rutin
Cek feses rutin
Rabu BAB cair KU: sakit sedang, T: Diare
25 April 2018 agak lembek 36,8˚C
malam 2x HR :128 x/menit Infus KAEN 3b 10
pagi 6x RR : 30 x/mnt tpm makro
Muntah (-) BB : 9 kg Inj ondancentron 3 x
Bising usus = 1,5mg
normal Inj ondancentron 3 x
Lab : 3 mg
- Ht : 37 L-Bio 1 x 1
- trombosit : 95.2 Zink pro 1 x 1 cth
Anti Salmonella Sequest 2 x 1/2
IgM = 0
II.2. EPIDEMIOLOGI
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang, termasuk di
Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan tertinggi pada anak,
terutama usia di bawah 5 tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal tiap tahunnya karena
diare dan sebagian besar kejadian tersebut terjadi di negara berkembang. Berdasarkan Riskesdas
2007, sebanyak 42% kematian bayi disebabkan oleh diare, untuk golongan 1-4 tahun, kematian
akibat diare mencapai 25.5%.1
II.4. ETIOLOGI
Penyebab infeksi utama pada diare adalah sebagai berikut :
1. Infeksi : Virus, Bakteri dan Parasit :
Golongan virus : Astrovirus, Enteric Adenovirus, Coronavirus, Rotavirus, Norwalk virus
Golongan bakteri : Aeromonas, Bacillus cereus, Campylobacter jejuni, Clostridium
perfringens, Clostidium defficile, Eschericia coli, Salmonella, Shigella, Staphylococcus
aureus, Vibrio cholera, Yersinia enterocolitica
Golongan parasit : Balantidium coli, Entamoeba histolitica, Giardia lamblia,
Strongyloides Stercoralis, Trichuris trichiura
2. Malabsorbsi : Karbohidrat (intoleransi laktosa). Lemak terutama trigliserida rantai panjang,
atau protein seperti beta - laktoglobbulin
3. Makanan : makanan basi, makanan beracun. Diare karena keracunan makanan terjadi akibat
dua hal yaitu mengandung zat kimia beracun atau makanan mengandung mikrorganisme yang
mengeluarkan toksin, antara lain Clostridiun perfringens, Staphylococcus
4. Alergi terhadap makanan : terutama disebabkan oleh Cow’s Milk protein sentitice enteropathy
(CMPSE) dan juga dapat disebabkan oleh makanan lainnya
5. Imunodefisiensi : diare akibat imunodefisiensi ini sering terjadi pada penderita HIV.
6. Psikologis : rasa takut dan cemas
Namun, telah diketahui bahwa penyebab utama diare pada anak adalah rotavirus. Rotavirus
diperkirakan sebagai penyebab diare akut pada 20-80% anak di dunia. Juga merupakan penyebab
kematian pada 440.000 anak dengan diare per tahunnya di seluruh dunia. Penelitian yang
dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 55% kasus diare akut pada balita disebabkan
oleh rotavirus.1
II.5. PATOGENESIS
Patogenesis diare yang diakibatkan oleh virus diawali oleh hancurnya sel-sel ujung-ujung
villus pada usus halus. Kerusakan pada villus ini akan menyebabkan terjadinya gangguan absorpsi
usus halus. Villus mengalami atrofi dan tidak dapat mengabsorbsi cairan dan makanan dengan
baik. Selanjutnya, cairan dan makanan yang tidak terserap/tercerna akan meningkatkan tekanan
koloid osmotik usus halus dan terjadi hiperperistaltik usus sehingga cairan beserta makanan yang
tidak terserap terdorong keluar usus melalui anus, menimbulkan diare osmotik dari penyerapan air
dan nutrien yang tidak sempurna. Enterosit villus bagian atas juga berfungsi untuk menghidrolisis
disakarida. Dengan rusaknya villus tersebut akibat virus, maka akan terjadi juga malabsorbsi
karbohidrat kompleks, terutama laktosa.1,5
Rotavirus adalah penyebab terpenting diare terlebih karena sering terjadi pada anak kurang
dari 2 tahun. Rotavirus sendiri memiliki 4 serotipe pada manusia. Infeksi dengan 1 jenis serotipe
menyebabkan imunitas yang tinggi terhadap serotipe tersebut dan memberikan perlindungan
sebagian terhadap serotipe yang lain. Hampir semua anak terinfeksi paling tidak sekali sebelum
berumur 2 tahun, dan infeksi ulangan sering terjadi.
II.6. PATOFISIOLOGI
Secara umum, diare disebabkan 2 hal yaitu gangguan pada proses absorbsi atau sekresi.
Terdapat beberapa pembagian diare:
1. Pembagian diare menurut etiologi
2. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan absorbsi dan gangguan sekresi.
3. Pembagian diare menurut lamanya diare
a. Diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari
b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non-infeksi
c. Diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi
Secara umum, diare disebabkan karena 2 hal, yaitu gangguan proses absorbsi atau proses
sekresi. Diare akibat gangguan absorpsi yaitu volume cairan yang berada di kolon lebih besar
daripada kapasitas absorbsi. Terdapat gangguan pada usus halus atau kolon yang mengakibatkan
terjadinya penurunan pada proses absorpsi atau peningkatan proses sekresi. Diare juga dapat
terjadi akibat gangguan motilitas, inflamasi dan imunologi.1,6
Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilewati air dan elektrolit dengan cepat
untuk mempertahankan tekanan osmotik antara isi usus dengan cairan ekstraseluler. Diare akan
terjadi jika terdapat suatu bahan yang aktif secara osmotik dan sulit diserap. Diare akibat gangguan
absorpsi atau diare osmotik dapat disebabkan karena : a) Konsumsi magnesium hidroksida,
sehingga menurunkan fungsi absorpsi usus; b) Defisiensi sukrase-isomaltase; c) Adanya bahan
yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal pada usus halus bagian proksimal akan
bersifat hipertonis dan menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat adanya perbedaan tekanan osmotik
antara lumen usus dan darah, maka pada segmen jejunum yang bersifat permeabel, air akan
mengalir ke arah lumen jejunum, dan air akan terkumpul di dalam lumen usus. Na akan mengikuti
masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan
kadar Na yang normal.1
Diare akibat malabsorpsi umum biasanya disebabkan akibat kerusakan sel (yang secara
normal akan menyerap Na dan air) dapat disebabkan oleh infeksi virus atau kuman, seperti
Salmonella, Shigella atau Campylobacter. Dapat juga disebabkan akibat inflamatory bowel disease
idiopatik, toksin, atau obat-obatan tertentu. Gambaran karakteristik penyakit yang menyebabkan
malabsorpsi usus halus adalah atrofi villi.1
Diare akibat gangguan sekresi atau diare sekretorik dapat terjadi karena sekresi air dan
elektrolit ke dalam usus halus. Hal ini terjadi bila absorpsi natrium oleh villi gagal sedangkan
sekresi klorida di sel epitel berlangsung terus atau meningkat. Hasil akhirnya adalah sekresi cairan
yang menyebabkan dehidrasi. Penyebab lainnya adalah hiperplasia kripta, luminal secretagogues,
dan blood-borne secretagogeus. Hiperplasia kripta umumnya akan menyebabkan atrofi villi.
Pada luminal secretagogues, sekresi lumen dipengaruhi oleh enterotoksin bakteri dan
bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu bentuk dihidroxyl, serta
asam lemak rantai panjang. Pada blood-borne secretagogeus, diare umumnya disebabkan karena
enterotoksin E. coli atau V. cholera.1
Diare akibat gangguan peristaltik disebabkan karena adanya perubahan motilitas usus yang
akan berpengaruh terhadap absorpsi. Baik peningkatan ataupun penurunan motilitas, keduanya
dapat menyebabkan diare. Penurunan motilitas dapat mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan
yang pada akhirnya dapat menyebabkan diare. Diare akibat hiperperistaltik pada anak jarang
terjadi. Watery diarrhea dapat disebabkan karena hipermotilitas pada kasus kolon iritable pada
bayi.1
Diare akibat inflamasi dapat terjadi akibat hilangnya sel-sel epitel dan kerusakan tight
junction, sehingga menyebabkan air, elektrolit, mukus dan protein menumpuk di dalam lumen.
Biasanya diare akibat inflamasi berkaitan dengan tipe diare lain seperti diare osmotik dan diare
sekretorik. Bakteri enteral patogen akan mempengaruhi struktur dan fungsi tight junction,
menginduksi sekresi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktifkan kaskade inflamasi. Efek infeksi
bakterial pada tight junction akan mempengaruhi susunan anatomis dan fungsi absorpsi dan
perubahan susunan protein. Penelitian oleh Berkes J dkk. 2003 menunjukkan bahwa peranan
bakteri enteral patogen pada diare terlerak pada perubahan barrier tight junction oleh toksin atau
produk kuman yaitu perubahan pada cellular cytoskeleton dan spesifik tight junction. Pengaruh
dari salah satu atau kedua hal tersebut akan menyebabkan terjadinya hipersekresi klorida yang
akan diikuti oleh natrium dan air.1,7
Diare yang terkait imunologi dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe I, III dan
IV. Reaksi tipe I yaitu terjadi reaksi antara sel mast dengan IgE dan alergen makanan. Reaksi tipe
III misalnya pada penyakit gastroenteropati, sedangkan reaksi tipe IV terdapat pada Coeliac
disease dan protein loss enteropaties. Mediator-mediator kimia hasil dari respon imun akan
menyebabkan luas permukaan mukosa berkurang akibat kerusakan jaringan, merangsang sekresi
klorida diikuti oleh natrium dan air.1
Umur Dosis
Zink termasuk mikronutrien yang mutlak dibutuhkan untuk memelihara kehidupan yang optimal.
Meski dalam jumlah yang sangat kecil, dari segi fisiologis, zink berperan untuk pertumbuhan dan
pembelahan sel, anti oksidan, perkembangan seksual, kekebalan seluler, pengecapan, serta nafsu
makan. Zink juga berperan dalam system kekebalan tubuh dan merupakan mediator potensial
pertahanan tubuh terhadap infeksi.1
Efek pemberian zink terhadap diare adalah dengan menjaga integritas usus melalui
pengaktivan enzim superoxide dismutase (SOD) Zink juga berperan sebagai antioksidan yang
merupakan stabilisator intramolekular, mencegah pembentukan ikatan disulfida, dan berkompetisi
dengan Cu dan Fe. Selain itu, Zink juga mampu untuk menghambat sintesis Nitric Oxide (NO).
Zink juga berperan dalam penguatan sistem imun, yaitu dalam modulasi sel T dan sel B. Peranan
zink juga terlihat dalam aktivasi limfosit T dan menjaga keutuhan epitel. Semua kegunaan inilah
yang mendukung dilakukannya pemberian zink dalam tata laksana diare akut.1,2,4
4. Antibiotik selektif
Antibiotik tidak diberikan pada kasus diare cair akut, karena sebagian besar diare infeksi
disebabkan oleh rotavirus yang bersifat self limited dan tidak dapat dibunuh oleh antibiotik.1,2
Pemberian antibiotik dilakukan atas indikasi yaitu pada diare berdarah dan kolera.1,2,4
Indikasi rawat inap pada penderita diare akut berdarah adalah malnutrisi, usia kurang
dari satu tahun, menderita campak pada 6 bulan terakhir, adanya dehidrasi dan disentri yang datang
sudah dengan komplikasi.
b. Jika anak memperoleh ASI eksklusif, beri oralit atau air matang sebagai tambahan.
c. Jika anak tidak memperoleh ASI eksklusif, beri 1 atau lebih cairan berikut ini: oralit, cairan
makanan (kuah sayur, air tajin) atau air matang
- Ajari ibu cara mencampur oralit dan memberikan oralit. Beri ibu 6 bungkus oralit (200ml) untuk
digunakan di rumah
- Tunjukkan kepada ibu berapa banyak cairan termasuk oralit yang harus diberikan sebagai
tambahan bagi kebutuhan cairannya sehari – hari :
< 2 tahun 50 – 100 ml setiap kali BAB, ≥ 2 tahun 100 – 200 ml setiap kali BAB
Nasihati ibu untuk membawa anaknya kembali jika anaknya bertambah parah, atau tidak bisa
minum atau menyusu, atau malas minum, atau timbul demam, atau ada darah dalam tinja.
II.12. PENCEGAHAN
Upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara mencegah penyebaran kuman
patogen penyebab diare, dengan cara : pemberian ASI yang benar, memperbaiki penyiapan dan
penyimpanan makanan pendamping ASI, penggunaan air bersih yang cukup, membudayakan
kebiasaan mecuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar dan sebelum makan, penggunaan
jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga, dan membuang tinja bayi yang
benar.1,10
Selain itu, upaya pencegahan diare juga dapat dilakukan dengan meningkatkan daya tahan
tubuh dengan cara pemberian ASI paling tidak sampai 2 tahun, meningkatkan nilai gizi makanan
pendamping ASI dan memberi makan dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status gizi
anak, dan dilakukannya imunisasi campak.1,10
BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus ini diagnosis diare akut dengan dehidrasi ringan sedang ditegakkan berdasarkan:
A. Anamnesis
BAB cair lebih dari 5 kali sehari sejak 3 hari SMRS. BAB dengan cairan lebih banyak
dari ampasnya tanpa disertai dengan lendir dan darah. Pasien terlihat rewel, menangis kuat,
dan masih bergerak cukup aktif. Pasien masih mau minum susu formula dan air putih
B. Pemeriksaan Fisik
1. Kesadaran: sakit sedang, kompos mentis, status gizi normal
2. Tanda vital penderita didapatkan nadi 140 kali permenit, reguler, isi dan tegangan kurang;
frekuensi pernafasan 26 kali permenit; suhu tubuh pada saat itu adalah 36,4°C per aksila.
3. UUB cekung (-), mata cekung (+/+), air mata (+/+) sedikit menurun, bising usus (+)
sedikit meningkat, turgor kulit kembali normal, CRT <2 detik
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan feses rutin
a) Makroskopis:
- Konsistensi lembek
- Warna kuning
b) Lendir (-)
c) Pus (-)
d) Darah (-)
e) Bakteri (-)
f) Leukosit (-)
Kesimpulan: Tinja warna kuning, lendir darah (-), bakteri (-) leukosit (-).
DAFTAR PUSTAKA
1. Subagyo B. Nurtjahjo NB. Diare Akut. Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H, Arief S,
Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku ajar Gastroentero-hepatologi. Jilid 1. Jakarta: UKK
Gastroenterohepatologi IDAI; 2011. p. 87-120.
4. Pickering LK, Snyder JD. Gastroenteritis. In Behrman, Kliegman, Jenson. eds. Nelson textbook
of Pediatrics. 17th ed. St. Louis: Saunders Elsevier; 2004. p. 1272-6.
5. Diare. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit: Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan
Tingkat Pertama di Kabupaten/ Kota. Jilid 1. Jakarta: WHO; 2009. p. 131-156.
6. King CK, Glass R, Bresee JS, Duggan C. Managing acute gastroenteritis among children: oral
rehydration, maintenance, and nutritional therapy. MMWR Recomm Rep. 2003; 52:1-16.
7. Atia AN, Buchman AL. Oral rehydration solutions in non-cholera diarrhea: a review. Am J
Gastroenterol. 2009; 104(10): 2596-604.
8. Barclay L. Zink supplements reduce diarrhea in children. Medscape Medical News. 2014;
102(2): 132-135.
9. Field M. Intestinal ion transport and the pathophysiology of diarrhea. J. Clin Invest. 2003;
111(7): 931-943.
10.Gorelick MH, Shaw KN, Murphy KO. Validity and reliability of clinical signs in the diagnosis
of dehydration in children. Pediatrics. 1997; 99(5): 66-69.
11.Dennehy PH. Acute diarrheal disease in children: epidemiology, prevention, and treatment.
Infect Dis Clin North Am. 2005; 12(3):585-602.