Pembimbing:
dr. Lopo Triyanto, Sp.B (K)Onk
Disusun Oleh :
Muhammad Fahman Alghifari
1710221020
Disusun Oleh :
Muhammad Fahman Alghifari
1710221020
Diajukan untuk memenuhi syarat ujian kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit
Bedah RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
Telah disetujui,
Pada tanggal Februari 2019
Mengetahui,
Dokter Pembimbing
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas nikmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan penyusunan referat ini. Penulis berharap agar referat ini dapat dimanfaatkan oleh tenaga
kesehatan dan instansi.
Penulis
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. Rongga Mulut
Regio Cavum Oris Cavum oris dapat dibagi menjadi beberapa regio yang penting pada
pemeriksaan sistematik rongga mulut, misalnya untuk prosedur diagnosa penyakit dan
penentuan desain geligi tiruan. Regio yang paling penting adalah: 1
a. Vestibulum oris, dikelilingi oleh pipi dan labium oris di bagian luar dan gingiva
serta gigi geligi di bagian dalam.
b. Lingua adalah organ otot yang dapat bergerak dan berperan penting dalam proses
pengunyahan, menelan, mengisap dan bicara. Pada keadaan istirahat dan ketika
cavum oris tertutup, lingua akan mengisi cavum oris, terletak bersandar terhadap
permukaan lingua gigi geligi di balik permukaan inferior palatum molle dan
palatum durum.
c. Dasar mulut
d. Regio retromolar, merupakan daerah penting yang meluas dan bagian belakang
molar terakhir rahang bawah kebawah menuju bagian belakang molar terakhir
rahang atas.
e. Atap cavum oris, terbentuk dari palatum durum dan molle
f. Gigi geligi atas dan bawah
g. Glandula Cavum Oris Glandula-glandula yang membuka ke cavum oris terdiri
dari tiga glandulae salivaniae majores, yaitu parotidean, submandibularis dan
sublingualis.
h. Otot-otot Cavum Oris terdiri dari: 1) Otot labium oris dan pipi 2) Otot lingua 3)
Otot dasar mulut (otot mylohyoideus dan geniohyoideus) 4) Otot palatum molle
5) Otot pengunyahan
Epidemiologi
Kanker rongga mulut lebih sering dijumpai di Negara berkembang
dibandingkan di Negara maju. Angka insiden di Indonesi tidak diketahui dengan
pasti, karena tidak adanya communitybased cancer registry. Kanker rongga mulut
lebih banyak dijumpai pada laki-laki dengan perbandingan 3/2: 2/1, mekipun pada
laki-laki cenderung menurun pada 2 dekade terakhir, sedangkan pada wanita
menetap. Usia median penderita kanker rongga mulut adalah 60 tahun, tetapi
angka insiden pada penderita muda cenderung menurun, sedangkan pada wanita
menetap.
Stadium Klinis
Std T N M TNM Keterangan
0 Tis N0 M0 T0 Tidak ditemukan tumor
Tis Tumor in situ
I T1 N0 M0 T1 Tumor ≤ 2cm
II T2 N0 M0 T2 Tumor > 2cm - ≤ 4cm
T3 Tumor > 4cm
T4a Tumor bibir -> infiltrasi tulang alveolaris
inferior dasar mulut, kulit
T4b Infiltrasi masticator space, pterygoid plate skull
base encasement a.carotis
III T3 N0 M0
T1 N1 M0 N0 Tidak ada metastase pada KG
T2 N1 M0 N1 Meta ipsilateral 1 KGB ≤ 3cm
IVa T4 N0,N1 M0 N2a Meta ipsilateral 1 KGB > 3cm - =6cm
Any T N1 M0 N2b Meta multiple ≤ 6cm
N2 M0 N2c Meta bilateral/kontralateral ≤ 6cm
N3 Meta KGB >6cm
IVb Any T N3 M0
M0 Tidak ditemukan metastasis jauh
IVc AnyT AnyN M1 M1 Metastasis jauh
Pemeriksaan klinis
1. Anamnesis
Anamnesis dtujukkan pada hal-hal dibawah ini:
a. Keluhan utama (spesifik untuk kanker rongga mulut: nyeri, kesulitan makan,
menelan dan berbicara)
b. Perjalanan penyakit, onset dan progresivitas
c. Faktor risiko
d. Pengobatan yang pernah didapatkan (bedah, kemoterapi radioterapi)
e. Hasil pengobatan
f. Keterlambatan dan pengobatan alternatif
2. Pemeriksaan fisik
Status lokalis pasien meliputi inspeksi, palpasi dan palpasi bimanual:
a. Melihat lokasi tumor dalam rongga mulut
b. Diperiksa dengan alat bantu yang cukup, seperti lampu kepala dan spaltel lidah
c. Seluruh rongga mulut diperiksa secara teliti
d. Bentuk tumor
e. Untuk inspeksi orofaring, lidah haruus dijulurkan keluar sejauh mungkin, atau
dibantu dengan ditarik sejauh mungkin keluar oleh pemeriksa
f. Palpasi tumor rongga mulut harus dilakukan dengan halus atau gentle, harus tidak
nyeri
g. Palpasi bimanual, dengan memeriksa satu/dua jari di dalam mulut dan jari-jari
tangan lain memeriksa dari luar. Hal ini membantu menemukan asal tumor,
indurasi sekitar ulkus, tumor dasar mulut, ada tidaknya sealithiasid sealoadenitis
yang kadang menyerupai tumor dasar mulut.
h. Palpasi bimanual perlu dikerjakan dengan general aestesi ntuk memudahkan
menentukan stadium T nya approach pembedahan ataupun operabiilitasnya
Status regional
a. Inspeksi dan palpasi untuk memeriksa ada tidaknya pembesaran KGB leher
b. Lokasi dan level pembesaran KGB
c. Mobilitas KGB tersebut
d. Jumlah dan ukuran KGB terbesar
Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan foto polos
Foto polos manidbula, Foto thoraks untuk kepentingan melihat stadium
b. USG
Untuk evaluasi KGB leher dan USG liver untuk evaluasi metastasis
c. CT scan/MRI
Untuk melihat ekstensi tumor
d. PET Scan (FloruoDeoxyGlucose PET)
Memberikan informasi akurat akan adanya tumor primer yang kecil, bahkan
sebesar <4mm.
Pemeriksaan laboratorium
Untuk pemeriksaan dasar, untuk melihat ada tidaknya komorbiditas dan
sebagai persiapan terapi, baik terapi bedah, kemoterapi maupun radioterapi.
Pemeriksaan Patologi
Pemeriksaan histopatologi untuk melihat tipe histopatologi, diferensiasi
atau grading, adanya invasi sel kanker pada pembuluh darah dan limfe.
Pemeriksaan patologi dilakukan dari sel atau jaringan didapatkan dari FNA,
biopsy terbuka dan specimen bedah.
Terapi
Penatalaksanaan kanker rongga mulut harus bersifat multidisipliner yang akan
melibatkan beberapa disiplin dalam onkologi, yaitu antara lain.
1. Surgical oncologist
2. Oncoplasty surgeon
3. Radiatin oncologist
4. Medical oncologist
5. Oral/maxilla-facial surgeon
6. Rehabilitation specialist (speech therapist, physical therapist)
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penanganan kanker rongga mulut
ialah dengan eradikasi dari tumor, pengembalian fungsi dari rongga mulut serta aspek
kosmetik/penampilan penderita. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam
penentuan macam terapi adalah:
1. Umur penderita
2. Keadaan umum penderita
3. Fasilitas yang tersedia
4. Kemampuan dokternya
5. Pilihan penderita
Untuk lesi kecil (T1-T2), tindakan operasi atau radiasi saja dapat memberikan
angka kesembuhan yang tinggi. Dengan catatan bahwa radioterapi saja pada T2
memberikan angka kekambuhan yang cukup tinggi daripada tindakan operasi.
Untuk T3-T4 terapi kombinasi operasi dan radioterapi memberikan hasil yang
paling baik. Pemberian neo-adjuvant radioterapi dan atau kemoterapi sebelum tindakan
operatif dapat diberikan pada kanker rongga locally advanced (T3-T4). Radioterapi
dapat diberikan secara interstitial atau eksternal, tumor yang eksofitik dengan ukuran
kecil akan lebih banyak berhasil daripada tumor yang endofitik dengan ukuran besar.
Peran kemoterapi pada penanganan kanker rongga mulut masih belum banyak,
dalam tahap penelitan, kemoterapi hanya dipakai sebagai neo-adjuvant preoperatif atau
adjuvant post operative untuk sterilisasi kemungkinan adanya mikrometastase. Kanker
rongga mulut terutama jenis SCC, memeberikan respons yang cukup baik terhadap
pemberian kemoterapi. Kemoterapi dipergunakan sebagai terapi neo adjuvant, terutama
pada operable local advanced oral SCC dengan hasil yang sama, dibandingkan dnegan
modalitas bedah dan radioterapi pasca bedah/adjuvant. Pemberian kemoterpi adjuvant
belum menjadi modalitas terapi yang established, terutama ditunjukan pada
mikrometastasis. Sebagai pedoman terapi untuk kanker rongga mulut:
Std TNM Operasi Radioterapi Kemoterapi
I T1N0M0 Eksisi radikal Atau Keratif, 50-70 Gy Tidak
dianjurkan
II T2N0M0 Eksisi radikal Atau Kuratif, 50-70 Gy Tidak
dianjurkan
III T3N0M0 Eksisi radikal Dan Post op 30-40Gy Dan CT
T1,2,3N1M0
IVA T4N0,1M0 Eksisi radikal Dan Post op 30-40 Gy
TiapTN2M0 kecuali T4b
IVB TiapTN3M0 Dan Post op 30-40 Gy Dan CT
Operable Eksisi radikal Paliatif,
kecuali T4b 50-70 Gy
Inoperable
IVC TiapT Paliatif Paliatif Paliatif
TiapNM1
Residif Operasi untuk RT untuk residif Dan CT
local residif post RT post op
Metastase Tidak dianjurkan Tidak dianjurkan CT
1. Karsinoma bibir
T1: eksisi luas atau radioterapi
T2: eksisi luas bila mengenai komisura, radioterapi akan memberikan kesembuhan
dengan fungsi dan kosmetik lebih baik
T3: eksisi luas +deseksi suprahioid+radioterpi pasca bedah
2. Karsinoma dasar mulut
T1: eksisi luas atau radioterapi
T2: tidak lekat dengan periosteum → eksisi luas Lekat dengan periosteum → eksisi luas
dengan mandibulektomi marginal
T3,4: eksisi luas dengan mandibulektomi marginal + diseksi supraomohioid+ radioterapi
pasca bedah
3. Karsinoma lidah
T1,2: eksisi luas dan radioterapi
T3,4: eksisi luas + diseksi supraomohioid+ radioterapi pasca bedah
4. Karsinoma bukal
T1,2: eksisi luas bila mengenai komisura, radioterapi akan memberikan kesembuhan
dengan fungsi dan kosmetik lebih baik
T3,4: eksisi luas + diseksi supraomohioid+ radioterapi pasca bedah
5. Karsinoma gingiva
T1,2: eksisi luas dengan mandibulektomi marginal
T3: eksisi luas dengan mandibulektomi marginal + diseksi supraomohioid+ radioterapi
pasca bedah
T4(Infiltrasi tulang/ cabut gigi setelah ada tumor): eksisi luas dengan mandibulektomi
marginal + diseksi supraomohioid+ radioterapi pasca bedah
6. Karsinoma palatum
T1: eksisi luas sampai periosteum
T2: eksisi luas sampai tulang dibawahnya
T3: eksisi luas sampai tulang dibawahnya + diseksi supraomohioid+ radioterapi pasca
bedah
T4 (infiltrasi tulang): maksilektomi infrastruktural parsial/total tergantung luas lesi +
diseksi supraomohioid+ radioterapi pasca bedah
Terapi Paliatif
Terapi paliatif adalah untuk memperbaiki kualitas hidup penderita dan mengurangi
keluhannya terutama untuk penderita yang tidak dapat disembuhkan lagi. Terapi paliatif
diberikan pada penderita kanker rongga mulut yang:
a. stadium IV yang telah menunjukkan metastase jauh
b. terdapat komordibitas yang berat dengan haprapan hidup yang pendek
c. terpi kuratif yang gagal
d. usia sangat lanjut
Keluhan yang harus dipaliasi antara lain:
a. Loko regional: ulkus di mulut atau di leher, nyeri, sukar makan, minum, menelan
mulut berbau, anoreksia, dan fistula oro-kutan
b. Sistemik: nyeri, batuk, sesak nafas, berat badan menurun, sukar berbicara, dan
badan lemah
d. Trauma
Trauma oromaksilofasial berhubungan dengan cedera pada wajah atau rahang yang
disebabkan oleh kekuatan, benda asing atau luka bakar, termasuk cedera pada salah satu
struktur tulang, kulit dan jaringan lunak pada wajah. Setiap bagian dari wajah mungkin
dapat terpengaruh, mata dengan otot-ototnya, saraf dan pembuluh darahnya mungkin
mengalami cedera sehingga dapat menyebabkan gangguan penglihatan, diplopia,
pergeseran posisi dari bola mata dan tulang rongga mata dapat retak akibat pukulan yang
kuat. Sementara di rongga mulut dapat menyebabkan gigi geligi goyang atau terlepas,
kerusakan jaringan lunak seperti edema, kontusio, abrasi, laserasi dan avulsi. 6,7
e. Lain-lain
Kelainan lain pada rongga mulut dapat disebabkan karena defisiensi hormonal alergi/
kelainan sistem imun rongga mulut.
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2017, Histologi dan Anatomi Fisiologi Manusia
bahan ajar keperawatan gigi, Jakarta: Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM
Kesehatan.
Effendi. Buku Ajar Neonatologi, Edisi Pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2008
Saifuddin, Abdul Bari. Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka. 2009.
Kemkes RI. Buku saku pelayanan kesehatan essensial. Jakarta: Kemkes RI. 2010
Graham JM, Shancez PA. Smith Recognizable Patter Of Human Deformation. Edisi 4.
Philadelpia: Elsevier. 2016.
Raymond J. Fonseca. Oral and maxillofacial trauma. 4th edition. St. Louis, Missouri. Saunders.
2013. part II. chap 4.
Engin DA, Alper GS, Erdal K, Cemil K, Fevzi Y, Evvah K, Tamer D, Muge S. Assessment of
maxillofacial trauma in emergency department. WJES. Turkey. 2014; 9: 13