PENGOBATAN Lepra
PENGOBATAN Lepra
Tujuan
MDT atau Multidrug Therapy adalah kombinasi dua atau lebih obat anti kusta, yang salah satunya
harus terdiri atas Rifampisin sebagai antikusta yang sifatnya bakterisid kuat dengan obat antikusta
lain yang bisa bersifat bakteriostatik.
1. Kasus baru : mereka dengan tanda kusta yang belum pernah mendapat pengobatan MDT
2. Ulangan :
a. Relaps (kambuh) diobati dengan regimen pengobatan baik PB ataupun MB
b. Masuk kembali setelah default adalah penderita yang datang kembali setelah
dinyatakan default (baik PB ataupun MB)
c. Pindahan (Pidah Masuk) : harus dilengkapi dengan surat rujukan berisi catatan
pengobatan yang telah diterima hingga saat tersebut. Kasus ini hanya membutuhkan
sisa pengobatan yang belum lengkap
d. Ganti tipe, penderita dengan perubahan klasifikasi
Tipe PB
Jenis obat <5 tahun 5-9 tahun 10-14 tahun >15 tahun Keterangan
Rifampisin Berdasarkan 300 mg/bln 450 mg/bln 600 mg/bln Minum di depan petugas
DDS berat badan 25 mg/hari 50 mg/hari 100 mg/hari Minum di depan petugas
25 mg/hari 50 mg/hari 100 mg/hari Minum di rumah
Tipe MB
Jenis obat <5 tahun 5-9 tahun 10-14 tahun >15 tahun Keterangan
Rifampisin Berdasarkan 300 mg/bln 450 mg/bln 600 mg/bln Minum di depan petugas
DDS berat badan 25 mg/hari 50 mg/hari 100 mg/hari Minum di depan petugas
25 mg/hari 50 mg/hari 100 mg/hari Minum di rumah
Clofazimin 100 mg/hari 150 mg/hari 300 mg/hari Minum di depan petugas
50 mg 2 kali 50 mg 50 mg/hari Minum di rumah
seminggu setiap 2hari
Efek Samping
Ringan :
Air seni berwarna merah
o Obat : Rifampisin
o Penanganan : menenangkan penderita dengan penjelasan yang benar
Perubahan warna kulit menjadi coklat
o Obat : Clofazimin
o Penanganan : konseling
Masalah gastro intestinal
o Obat : semua obat (3 obat dalam MDT)
o Obat diminum bersama dengan makanan (atau setelah makan)
Anemia
o Obat : Dapson
o Penanganan : berikan tablet Fe dan asam folat
Serius :
Ruam kulit yang gatal
o Obat : Dapson
o Penanganan : hentikan Dapson, rujuk
Alergi, Urtikaria
o Obat : Dapson atau Rifampisin
o Penanganan : hentikan keduanya, Rujuk
Ikterus
o Obat : Rifampisin
o Penanganan : hentikan Rifampisin, Rujuk
Shock, purpura, gagal ginjal
o Obat : Rifampisin
o Penanganan : hentikan Rifampisin, Rujuk
b. Tidak ada tanda-tanda aktif maka penderita tidak perlu diobati lagi.
Ada kalanya jika penderita yang setelah dinyatakan default kemudian diobati
kembali tetap belum memahami tujuan pengobatan sehingga ia berhenti atau
tidak lagi mengambil obatnya sampai lebih dari 3 bulan maka dinyatakan default
kedua. Namun untuk default kedua tidak dikeluarkan dari register dan hanya
dilanjutkan pengobatan yang tersisa hingga lengkap. Untuk penderita dengan
kebiasaan default diperlukan tindakan dan penanganan khusus.
Tindakan dalam program nasional bagi penderita default yang kemudian kembali lagi:
8. Relaps/Kambuh
Penderita dinyatakan relaps bila setelah dinyatakan RFT timbul lesi baru pada kulit maka
untuk menyatakan relaps harus dikonfirmasikan ke dokter kusta yang memiliki kemampuan
klinis dalam mendiagnosisrelaps. Untuk relaps MB, jika ternyata pada pemeriksaan ulang
BTA setelah RFT terjadi peningkatan Index Bakteriologi 2 (atau lebih) dibanding dengan saat
diagnosis maka penderita dinyatakan Relaps. Rujukan dalam kasus relaps memungkinkan
karena kasus relaps bukan termasuk kedaruratan.
Bila hasil relaps telah dikonfirmasikan, maka penderita diobati MDT sesuai hasil pemeriksaan
pada saat itu
Catatan:
Untuk mereka yang pernah mendapat pengobatan Dapson monoterapi (sebelum
diperkenalkannya MDT) namun kemudian muncul kembali dengan tanda kusta aktif yang
membutuhkan MDT, maka penderita tersebut dimasukkan dalam kategori Relaps.
9. Indikasi pengeluaran penderita dari register adalah RFT, meninggal, pindah, salah diagnosis,
ganti klasifikasi, default
10. Pada keadaan-keadaan khusus (misalnya akses yang sulit ke pelayanan kesehatan) dapat
diberikan sekaligus beberapa blister disertai dengan pesan penyuluhan lengkap mengenai
efek samping dan indikasi untuk kembali ke palayanan kesehatan.
Cacat kusta terjadi akibat gangguan fungsi syaraf pada mata, tangan, atau kaki. Semakin panjang
waktu penundaan pengobatan saat pertama kali ditemukan tanda dini hingga dimulainya
pengobatan, makin besar resiko timbulnya kecacatan akibat terjadinya kerusakan saraf yang
progresif.
Penting disadari bahwa kerusakan saraf juga dapat terjadi selama pengobatan, bahkan setelah RFT,
resiko ini menurun bertahap setelah 3 tahun berikutnya. Kasus-kasus MB yang pada saat didetekasi
sudah mengalami gangguan fungsi saraf akan berpeluang lebih besar mengalami kerusakan saraf
dibanding penderita lain, oleh karena itu harus dimonitor lebih seksama.
Pada reaksi kusta terjadi proses inflamasi akut yang menyebabkan kerusakan saraf (neuritis).
Kerusakan saraf yang terjadi kurang dari 6 bulan, bila diobati prednison dengan tepat, tidak akan
terjadi kerusakan saraf yang permanen (fungsi saraf masih reversibel).
Reaksi Kusta
Reaksi kusta atau reaksi lepra adalah suatu episode dalam perjalanan kronis penyakit kusta yang
merupakan suatu reaqksi kekebalan (cellulair respons) atau reaksi antigen-antibodi (humoral
respons) dengan akibat merugikan penderita, terutama jika mengenai saraf tepi karena
menyebabkan gangguan fungsi (cacat).
Reaksi kusta dapat terjadi sebelum pengobatan tetapi terutama terjadi selama atau setelah
pengobatan. Gambaran klinisnya sangat khas berupa merah, panas, bengkak, nyeri, dan dapat
disertai gangguan fungsi saraf. Namun tidak semua gejala reaksi serupa. Penyebab pasti terjadinya
rekasi masih belum jelas. Diperkirakan bahwa sejumlah faktor pencetus memegang peranan
penting:
Untuk mengurangi faktor resiko dan mengantisipasi jangan sampai terjadi reaksi, maka setiap
penderita kusta sebaiknya diberikan obat cacing dan vitamin dosis tinggi serta dilakukan
pemeriksaan menyeluruh terhadap kondisi penderita, misalnya pemeriksaan gigi, dll.
Ditinjau dari proses terjadinya, reaksi kusta dibagi menjadi 2 tipe, reaksi tipe 1 atau reaksi
reversal, dan reaksi tipe 2 atau erythema nodosum leprosum (ENL)
1. Reaksi Tipe 1
Reaksi ini lebih banyak terjadi pada penderita-penderita yang berada di spektrum Borderline
(borderline lepromatous, borderline-borderline, dan borderline tuberculoid). Borderline
merupakan tipe yang tidak stabil. Reaksi ini terutama terjadi selama pengobatan dan terjadi
karena peningkatan hebat respon imun seluler secara tiba-tiba, mengakibatkan terjadinya
respon radang pada daerah kulit dan saraf yang terkena penyakit ini. Dari sudut pandang
pembasmian bakteri, respon upgrading mungkin bisa menguntungkan. Tetapi, inflamasi
pada jaringan syaraf bisa mengakibatkan kerusakan dan kecacatan yang timbulnya dalam
hitungan hari, jika tidak ditangani dengan adekuat.
Gejala-gejala reaksi tipe I ini dapat dilihat berupa perubahan pada kulit, maupun syaraf
dalam bentuk peradangan. Kulit merah, bengkak, nyeri, dan panas. Pada syaraf, manifestasi
yang terjadi berupa nyeri atau gangguan fungsi syaraf. Kadang-kadang dapat terjadi
gangguan keadaan umum penderita (konstitusi), seperti demam, dll.
Reaksi kusta tipe I dapat dibedakan atas reaksi ringan dan reaksi berat dengan pemeriksaan
POD.
2. Reaksi Tipe 2
Terjadi pada penderita tipe MB dan merupakan reaksi humoral karena tingginya respon
imun humoral pada penderita borderline lepromatous dan lepromatous lepromatous,
dimana tubuh membentuk antibodi karena salah satu protein M. leprae tersebut bersifat
antigenik. Banyaknya antibodi yang terbentuk disebabkan oleh banyaknya antigen (protein
kuman). Antigen yang ada akan bereaksi dengan antibodi dan akan mengaktifkan sistem
komplemen membentuk kompleks imun : Antigen + Antibodi – Komplemen. Kompleks imun
tersebut akan menimbulkan respon inflamasi dan akan terdegradasi dalam beberapa hari.
Oleh karena reaksi yang terjadi (pada kulit) nampak sebagai kumpulan nodul merah, maka
disebut sebagai ENL (Erythema Nodosum Leprosum) dengan konsistensi lunak dan nyeri.
Kompleks imun tersebut umumnya terjadi ekstravaskuler, juga beredar dalam sirkulasi darah
sehingga dapat mengendap ke berbagai organ, terutama pada lokasi dimana M. leprae
berada dalam konsentrasi tinggi yaitu pada kulit, saraf, limfonodus, dan testis. Umumntya
menghilang dalam 10 hari atau lebih, dan bekasnya kadang menimbulkan hiperpigmentasi.
Perjalanan reaksi dapat berlangsung selama 3 minggu atau lebih.