Anda di halaman 1dari 18

TEXT BOOK REVIEW

Current Concepts In The Treatment Of Fibromyalgia

Disusun oleh:
Vici Muhammad Akbar

G4A014098

Pembimbing:
dr. Untung Goenarto, Sp.S

SMF ILMU PENYAKIT SARAF


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
PURWOKERTO
2016

LEMBAR PENGESAHAN
TEXT BOOK REVIEW
Current Concepts In The Treatment Of Fibromyalgia

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepanitraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit
Saraf RSUD Prof. Margono Soekardjo Purwokerto

Telah disetujui dan dipresentasikan


Tanggal

Maret 2016

Disusun Oleh:
Vici Muhammad Akbar

Purwokerto,

G4A014098

Maret 2016

Mengetahui Pembimbing

dr. Untung Goenarto, Sp.S

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Fibromyalgia adalah kelainan yang sering ditemui, ditandai oleh adanya nyeri
muskuloskeletal yang menyebar dengan penyebaran simetris, kekakuan dan mudah lelah,
parestesi dan gangguan tidur. Fibromyalgia ini dikarakteristikkan dengan keluhan nyeri yang
menyebar yang sudah berlangsung 3 bulan dan pada sisi bilateral pada titik tender. Pada
sebagian besar pasien, fibromyalgia ini berhubungan dengan fatigue atau kelelahan,
gangguan tidur, kekakuan, depresi, kecemasan, gangguan kognitif atau intoleransi latihan
(Mahmoud, 2013).
Fibromyalgia ini dilaporkan sering ditemukan pada perempuan daripada laki-laki
dengan rasio 9:1 dan berhubungan dengan kondisi reumatologi. Prevalensi fibromyalgia pada
perempuan di Amerika Serikat yaitu sekitar 3,4%, sedangkan untuk laki- laki 0,5%, dengan
beban biaya kesehatan akibat fibromyalgia mencapai 9 milyar dolar pertahunnya. Di
Indonesia, lebih dari 50% pasien fibromyalgia mengalami salah diagnosis dan menjalani
operasi yang tidak perlu. Hal tersebut menyebabkan tingkat kecacatan akibat fibromyalgia
relatif tinggi, yaitu 44% (Winfield, 2007).
Sampai sekarang, etiologi dan patofisiologi fibromyalgia ini masih belum begitu jelas.
Beberapa hipotesis yang telah dikemukakan, mengacu pada proses sentral dan atipikal
sensorik pada sistem saraf pusat dan disfungsi nosiseptif otot skeletal dan aksis hipotalamushipofisis-adrenal. Bersama dengan penyakit nyeri dan kelelahan kronik lainnya, fibromialgia
dapat dikatakan sebagai beban kesehatan yang besar yang belum dapat diatasi secara efektif
oleh ilmu kedokteran barat konvensional. Pasien rata-rata sudah berobat selama 5 tahun
sebelum diagnosis yang tepat ditegakkan. Lebih dari 50% pasien fibromialgia mengalami
salah diagnosis dan menjalani operasi yang tidak perlu (Winfield, 2007).
Setelah tatalaksana selama 7 tahun, 50% pasien fibromyalgia belum merasa puas
dengan kesehatan mereka, 59% menilai kesehatan mereka tidak membaik atau bahkan
memburuk. Dengan kata lain tatalaksana medis saat ini belum menghasilkan perbaikan pada
status kesehatan maupun keparahan penyakit (Gilligand, 2007).
Dalam beberapa penelitian banyak mencari tahu terapi yang tepat untuk fibromyalgia.
Pada penelitian sebelumnya terapi pada fibromyalgia dapat dengan obat analgetik saja, atau
antidepressant saja. Akan tetapi, penelitian terbaru menunjukkan bahwa multimodal

treatment atau kombinasi terapi dari terapi farmakologi dan terapi non-farmakologi adalah
terapi yang paling baik untung menangani kejadian fibromyalgia (Mahmoud, 2013).

B. TUJUAN
Tujuan pembuatan text book reading ini, yaitu:
1. Mengetahui terapi terbaru untuk penanganan kejadian fibromyalgia
C. MANFAAT
1. Bagi mahasiswa
Meningkatkan pengetahuan mengenai terapi terbaru pada penangan kejadian
fibromyalgia.
2.

Bagi Kepaniteraan SMF Saraf


Menambah referensi dan informasi mengenai terapi terbaru pada kejadian
fibromyalgia dalam praktik klinisi ataupun pembuatan karya ilmiah yang tentunya
akan sangat bermanfaat di kemudian hari.

II. PEMBAHASAN
Journal of Symptoms and Signs, 2013, Volume 2, Number 4. mengenai Konsep Terbaru
Dalam Pengobatan Fibromyalgia oleh Instituto de Neurociencias, Universidad de
Granada, Spain.

Deskripsi pertama dari fibromyalgia ditemukan pada abad ke-18 didefinisikan dengan
ekspresi nyeri muskuler rematik tanpa adanya deformitas dan kelainan musculoskeletal. Pada
abad ke-20 Sir William Gowers mendefinisikan fibromyalgia adalah fibrositis yang
ditandai dengan nyeri yang mendadak dan sering, yang mengganggu tidur dan adanya
kelelahan pada tubuh. Menurut American College of Rheumatology (ACR) fibromyalgia
adalah sindrom yang ditandai dengan gejala seperti kelelahan, gangguan tidur dan rasa tidak
segar saat bangun tidur, dan nyeri yang berkaitan pada tubuh.
Kriteria diagnosis dari fibromyalgia sendiri menurut ACR dapat ditegakkan apabila
pasien mengalami nyeri yang meluas selama minimal dalam waktu 3 bulan, dan skor tender
pain 11 dari 18 poin tender pain. Skor tender poin sendiri dinilai dari evaluasi indeks nyeri
yang meluas atau Widespread Pain Index (WPI) dan skala beratnya gejala atau disebut
Symptom Severity Scale (SS) yang ditandai dengan kelalahan, bangun tidur yang tidak segar,
gangguan tidur, gangguan kognitif, dan gejala somatic lainnya. Dan keluhan tersebut terjadi
secara bersamaan.
Gejala cardinal dari fibromyalgia adalah nyeri kronik pada muskuloskeletak tanpa
penyebab lain yang mendasari, disertai gangguan tidur, dan juga kelalahan dalam waktu yang
lama. Banyak pasien yang mengeluhkan gangguan kognitif, gangguan mood, kekauan,
gangguan keseimbangan, dan hiperensitivitas terhadap rangsangan. Selain itu, pasien dengan
fibromyalgia sering berkaitan dengan kondisi kejiwaan yang sangat mempengaruhi
penurunan kualitas hidup. Nyeri pada fibromyalgia tidak berkaitan dengan inflamasi ataupun
berasal

dari gangguan neuropatik, fibromyalgia ini dianggap dengan sentral sensitisasi

sindrom, dan merupakan sensasi nyeri yang abnormal. Mekanisme patofisiologinya masih
belum difahami sepenuhnya, diketahui bahwa faktor faktor genetic dan lingkungan yang
menyebabkan perkembangan penyakit ini.
Pasien dengan fibromyalgia didapatkan banyak gejala yang sering terjadi seperti hal
diatas berkaitan dengan penurunan kualitas hidup, dan mempengaruhi stress psikologi. Stress
psikologi ini disebabkan karena adanya keterbatasan dari fungsi fisik yang diakibatkan nyeri
dan kelelahan, yang disertai dengan kecemasan, dan sindrom depresi. Gejala gejala

gangguan kejiwaan tersebut sangat berkaitan dengan kualitas hidup dari pasien fibromyalgia.
Dalam klinisnya, perawatan untuk pasien fibromyalgia ini tidaklah mudah. Tidak hanya satu
jenis terapi telah yang menunjukkan efektifitasnya dalam mengobati fibromyalgia.
Terapi Farmakologi
Dalam praktiknya sekarang fibromyalgia penanganan terapifibromyalgia terbatas
karena banyaknya gejala dari penyakit. Ini ditunjukkan dari kurangnya obat tunggal yang
dapat mengatasi gajala gejala dari fibromyalgia, dan terbatasnya obat yang dapat digunakan
dari penanangan penyakit ini. Hanya beberapa obat saja yang diakui oleh US Food and Drug
Administration (FDA) , yaitu pregabalin pada tahun 2007, duloxetin pada tahun 2008, dan
milnacipran pada tahun 2009, sedangkan dari European Medicines Agency (EMA) sejauh ini
tidak secara keseluruhan menyetujui untuk menggunakan banyak obat untuk terapi.
1. Antidepresan
Penanganan dari depresi dan gangguan kecemasan terbukti dapat menggunakan onat
obatan antidepresan dan efektif untuk menangani nyeri kronik. Dengan mengenai sensor
nyeri perifer, dan penjalaran transmisi juga persepsi rasa nyeri. Beberapa studi menunjukkan
agen- agen obat antidepresan yang dapat digunakan yaitu tricyclic antidepressant (TCA),
serotonin and norepinephrine reuptake inhibitors (SNRI), dan selective serotonin reuptake
inhibitors (SSRI).
a. Tricyclic Antidepressants (TCA)
Tricyclic antidepressants (TCA) merupakan golongan terlama dari kelas
antidepressant. Digunakan tidak hanya untuk menangani depresi namun juga dapat
digunakan untuk mengatasi kondisi nyeri kronik termasuk nyeri neuropatik, nyeri
punggung, dan fibromyalgia. Dalam meta-analisis yang terbaru telah dievaluasi
keefektifan dan keaman penggunaan antidepressant ini dalam mengatasi fibromyalgia.
Obat ini dapat digunakan untuk mengatasi nyeri, gangguan kelalahan saat tidur, depresi,
dan berhubungan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. TCA ini mempunyai efek
yang besar untuk mengurangi rasa nyeri dan gangguan tidur. Dalam penelitian metaanalisis membandingkan antara amitriptilin dengan duloxetin dan milnacipran, dan
diapatkan hasil bahwa amitriptilin lebih baik untuk mengurangi rasa nyeri, gangguan
tidur, kelelahan, dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Namu, penetilit masih belum
bias menetapkan bahawa amitriplin dapat digunakan sebagai gold standard dalam terapi
fibromyalgia. Hal ini dikarenakan harus dilakukan penelitian lebih lanjut, dan dalam

jangka waktu yang lama untuk mengevaluasi efek dari pengobatan menggunakan
amitriptilin pada pasien fibromyalgia.
b. Selective Serotonin Norepinephrine Reuptake Inhibitors
Untuk saat ini ada tiga jenis obat golongan SNRI yang telah diuji dalam terapi
fibromyalgia yaitu venlafaxine, dulocetine, dan milnacipran. Golongan SNRI ini
menunjukkan bahwa duloxetin ini menunjukkan 10 kali lipat selektifitas sedangkan
venlafaxine menunjukkan 30 kali lipat selektifitas terhadap serotonin. Meskipun dalam
kenyataannya venlafaxine adalah golongan SNRI yang pertama kali dikaji pada terapi
fibromyalgia, hal ini belum sepenuhnya terbukti efektif dapat mengurangi rasa nyeri
dan mengatasi gejala depresi berat, karena hanya dilakuakn pada penelitian dengan
kontrol yang sedikit. Duloxetin 60-120 mg/ hari dan milnacipran 100-200 mg/ hari
terbukti signifikan dapat mengurangi rasa nyeri, gejala depresif dan memperbaiki
kualitas hidup. Pada terapi duloxetin dapat mengatasi gangguan tidur, namun tidak
signifikan dalam memperbaiki kelalahan yang terjadi saat tidur tersebut, hal ini
ditunjukkan dari milnacipran yang lebih signifikan untuk mengatasi kelelahan tersebut.
Duloxetine mampu mengurangi rasa nyeri dengan atau tidak adanya gangguan depresi
yang berat. Dalam penelitian yang dilakuakn terbukti bahwa duloxetine dan milncipran
sudah diteliti selama 1 tahun, dan menunjukan efektifitasnya sebagai antidepresan yang
baik dan aman untuk digunakan.
c. Antidepressan lainnya
Dalam meta-analisis lainnya dari Hauser dkk menilai efek dari SSRI untuk nyeri,
ganggaun tidur, kelalahan, depresi dan peningkatan kualitas hidup lebih rendah
keefektifannya dibandingan dengan TCA utnuk mengatasi kondisi penyakit
fibromyalgia tersebut. SSRI ini lebih efektif diberikan pada pasien dengan fibromyalgia
yang bersama dengan adanya ganggaun depresi yang berat. Trazodone adalah obat
antidepressant golongan kedua yang siginifikan mempunya efek sedatif, dan banyak
digunakan. Obat ini digunakan untuk terapi insomnia di beberapa negara. Trazodone
direkomendasikan dari American Pain Society untuk digunakan dalam terapi
fibromyalgia dengan gangguan tidur yang menonjol. Peniilitian kecil yang dikajujan
dengan studi crossover menunjukkan bahwa trazodone dapat digunakan untuk
fibromyalgia dengan gangguan tidur, namun tidak terlalu signifikan efeknya untuk
mengurangi gejala klinis fibromyalgia. Penelitian pertama menunjukkan bahwa
trazodone 300 mg/ hari dapat meningkatkan kualitas tidur pasien, gangguan kecemasan,
dan depersi, namun tidak pada nyeri yang dirasakan pasien. Penelitian kedua

menunjukkan bahwa trazodone yang dikombinasikan dengan pregabalin dapat


menunjukan efektifitas yg lebih baik dalam mengurangi rasa nyeri.
Tabel 1. Efek Farmakologi Obat Antidepressant Terhadap Nyeri
Mechanism of Action

Site of action

TCA

SNRI

SRI

Reuptake inhibition of Monoamine

Serotonin

Noradrenaline

Receptor Antagonism

-Adrenergic

NMDA

(+) milnacipran

Sodium channel blocker

(+)
venlafaxine
duloxetine

(+) fluoxetine

Calcium channel blocker

(+) citalopram
fluoxetine

Potassium channel activator

Increase of receptor function

+ amitriptyline
desipramine

+ fluoxetine

- and -Opioid receptor

(+)

(+) venlafaxine

(+) paroxetine

Blocker or activator of ion


channels

GABAB receptor

Opioid
receptor
binding/opioid-mediated effect

SNRI= serotonin and norepinephrine reuptake inhibitor; SRI= selective serotonin


reuptake inhibitor; TCA= tricyclic antidepressant
Tabel 2. Besarnya Efek Antidepresan Terhadap Gejala Fibromyalgia
Outcome

Effect Size (95% CI)**


TCA

SSRI

SNRI

Pain
Fatigue

-1.12 (-1.87 to -0.38)

-0.17 (-0.47 to 0.12)

-0.08 (-0.20 to 0.05)

Sleep

-1.84 (-2.62 to -1.06)

-0.23 (-0.56 to 0.10)

-0.31 (-0.47 to -0.14)

Depressed mood

-0.60 (-4.53 to 3.33)

-0.37 (-0.66 to -0.07)

-0.26 (-0.42 to -0.10)

HRQOL

-0.31 (-0.60 to -0.01)

-0.41 (-0.78 to -0.05)

-0.31 (-0.44 to -0.17)

CI= Confidence Interval; TCA= Tricyclic antidepressant; SSRI= Selective serotonin


reuptake inhibitor; SNRI= Selective serotonin norepinephrine reuptake inhibitor;
HRQOL= Health-related quality of life.
rendah = 0.2-0.49; sedang = 0.5-0.79; tinggi = 0.8

2. Antiepileptik
Obat obatan antiepilektik telah terbukti bermanfaat dalam pengelolaan fibromyalgia.
Pregabalin dan gabapentin dapat mengurangi rasa nyeri dengan memodulasi voltasi alfa-2deta kanal kalsium untuk menghambat sinaps dalam pengeluaran glutamate, substansi P, dan
neurotransmitter lainnya yang berespon pada rangsang nyeri. Secara luas dapat digunakan
untuk nyeri yang bersifat kronik. Pregabalin adalah obat yang diterima FDA dalam mengatasi
neuropati diabetic, neuralgia post herpetic, spinal cord injury, dan fibromyalgia, sedangkan
dari EMA prebagalin sendii dapat digunakan untuk mengatasi nyeri neuropatik perifer.
Pregabalin menunjukan farmakokinetik dan farmakodinamik yang lebih baik dari gabapentin.
Penggunaan pada pasien fibromyalgia didukung oleh dua penilitan meta-analisis. Kedua obat
tersebut dapat mengurangi rasa nyeri dan gangguan tidur yang berhubungan terhadap
kesehatan dan kualitas hidup pasien.
3. Analgesik
a. Non- steroidal Anti-inflamatory Drugs
Walaupun nyeri adalah tanda kardinal dari fibromyalgia, obat NSAID ini tidak
terlalu signifikan dalam penanganan nyeri akibat inflamasi. Meskipun bukti mengenai
efektifitas NSAID dalam pengobatan fibromyalgia terbatas, obat golongan ini dapat
menunjukan keberhasilan yang baik bila dikombinasikan dengan obat lain seperti
amitriptilin atau obat golongan benzodiazepine. Golongan obat obatan NSAID ini
masih digunakan secara luas, walaupun bukan termasuk obat yang paling efektif.
b. Opioids
Uji klinik mengevaluasi keefektifan opioid dalam fibromyalgia, menunjukan
bahwa morfin intravena tidak menunjukan efektifitas dan toleransi yang rendah.
Walaupun demikian, opioid banyak digunakan dibanyak negara untuk terapi
fibromyalgia. penggunaan opioid ini masih menjadi permasalahan dalam penanganan
fibromyalgia karena efek samping yang terjadi dan efek ketergantungan obat obatan.
Obat ini juga dapat menimbulkan efek samping lainnya yaitu konstipasi, dan iritasi
saluran pencernaan pada pasien fibromyalgia. Demikian juga opioid sedasi yang
digunakan dapat memperburuk fungsi kognitif yang dialamo oleh banyak pasien.
c. Analgetik lainnya
Tramadol adalah obat yang bekerja sebagai agonis pada reseptor opioid, dan
sebagai inhibitor serotonin dan noradrenalin reuptake. Tramadol telah terbukti efektif
dalam pengelolaan nyeri fibromyalgia yang dapat dikombinasikan dengan paracetamol.

Penggunaan tramadol atau kombinasi tramadol dengan paracetamol untuk tatalaksana


nyeri dapat dikategorikan sebagai obat yang diperlukan dalam nyeri yang akut, bukan
untuk penggunaan jangka panjang.
Tapentadol, adalah obat analgetik yang bekerja pada sentral , dan mirip dengan
tramadol dengan afinitas yang lebih tinggi dari tramadol dan meningkatkan uptake dari
noradrenalid tapi tidak untuk serotonin. Tapentadol menunjukkan efektifitasnya dalam
nyeri kronik bukan karena kanker dengan toleransi yang lebih baik. Walaupun obat
oabatan ini menjanjikan dalam penatalaksaan fibromyalgia, namun harus dilakukan
penelitian lebih lanjut kedepannya.
4. Obat lainnya
a. Cyclobenzaprine
Cyclobenzaprine adalah golongan obat muscle relaxant yang strukturnya mirip
dengan TCA. Dalam meta-analisis yang dilakukan dengan kontrol placebo,
cyclobenzapine menunjukkan efektifitas kerjanya untuk meningkatkan kualitas tidur,
dan mengurangi rasa nyeri pada tahap awal pengobatan, tetapi tidak mengurangi
kelalahan atau mengurangi tender poin pasien. Hasil dari cyclobenzapine dosis rendah
(1-4mg) telah dicapai dalam 8 minggu, dimana dapat mengurangi rasa nyeri,
meningkatkan kualitas tidur, mengurangi gejala depresi.
b. Sodium Oxybate
Sodium oxybate adalah obat yang digunakan untuk penanganan kataleptik dan
rasa mengantuk pada siang hari dengan. Obat ini menunjukkan efektifitasnya untuk
tatalaksana fibromyalgia namun tidak mendapatkan izin dan tidak diterima oleh FDA
karena kekhawatiran penyalahgunaan dalam penggunaan. Hasil dari penggunaaan obat
ini adalah mengurangi rasa nyeri, kelelahan, dan gangguan tidur.
c. Sedative-hypnotics
Peranan obat sedative hipnotik pada fibromyalgia digunakan untuk mengurangi
gangguan tidur yang terjadi pada pasien. Diperkirakan pada pasien fibromyalgia
ganguan tidur dapat membaik juga gejala fibromyalgia lainnya. Namun, beberapa obat
golongan sedative seperti benzodiazepine, temazepan, alprazolan, dan bromezepam
hanya sedikit berefek dalam pengobatan fibromyalgia. Adapun efek yang dihasilkan
yaitu hanya meningkatkan kualitas tidur, tetapi tidak pada gangguan mood dan nyeri.

d. Dopamin agonis
Bukti dari penggunaan D2 dopaminergik agonis dalam tatalaksana fibromyalgia
masih dalam perdebatan. Penelitian yang dilakukan dengan pramipexole ditemukan
bahwa obat tersebut mengurangi rasa nyeri, kelelahan, dan terjadi perbaikan secara
menyeluruh. Namun, pada penelitian berikutnya yang evaluasi ropinirole pada pasien
fibromyalgia gagal dalam pengobatan.
e. 5 HT3 Antagonis
Beberapa uji telah dilakuakn dengan pemberian intravena dan oral dari dolasteron
untuk tatalaksana fibromyalgia dan terbukti dapat mengurangi rasa nyeri. Obat ini
digunakan terutama untuk pasien dengan nyeri yang hebat namun tidak dapat
menunjukkan perbaikan stress psikologis.
Terapi Menggunakan Satu Obat Atau Kombinasi?
Mengingat tidak terdapat obat untuk menanggulangi semua gejala dari penyakit ini,
maka penggunaan kombinasi obat merupakan suatu hal yang mungkin dilakukan oleh para
klinisi. Keadaan ini juga terbukti dalam beberapa penelitian yang menyatakan bahwa pada
praktik umum, para dokter akan meresepkan sekitar 2-3 obat kepada pasien dengan keadaan
ini. Sampai sekarang ini belum terdapat banyak informasi mengenai uji klinis dari
penggunaan satu obat, dan uji klinis mengenai daya toleransi individu serta efektivitas
terhadap penggunaan kombinasi obat. Para klinisi perlu memperhatikan beberapa hal ketika
akan menggunakan kombinasi obat sebagai pilihan terapi, seperti: profil farmakologis dari
obat-obat yang digunakan, hasil dari penggunaan satu obat dalam menanggulangi kasus
seperti ini, dan sebagainya. Hal ini ditujukan agat kombinasi dati tiap obat dapat
menyembuhkan gejala-gejala yang dirasakan oleh pasien, serta mencegah terjadinya efek
yang tumpang-tindih dari tiap obat.
Terapi Non-Farmakologis
Beberapa pilihan terapi non farmakologis telah menunjukan efektivitas yang baik
dalam bagian dati terapi fibromialgia, dan hal ini merupakan salah satu komponen dasar
dalam rencana terapi untuk pasien fibromialgia.
1. Edukasi
Edukasi dianggap sebagai salah satu komponen utama dalam perencanaan terapi
pasien dengan keadaan fibromialgia. Komponen edukasi ini dapat dicapai dengan cara

memberikan suatu pengetahuan kepada pasien mengenai pathogenesis dari penyakit dan
hubungannya dengan gejala-gejala yang dialami, peran dari obat-obat yang diberikan dan
keuntungan yang akan didapat dari obat tersebut, serta kemungkinan penyebab keadaan
fibromialgia dari faktor gaya hidup dan aktivitas. Beberapa uji klinis yang dilakukan
terkait efektivitas dari edukasi ini menilai bahwa edukasi ini hanya sebagai tambahan dari
terapi non farmakologis yang lain. Hal ini sangat berketerbalikan dengan empat penelitian
yang lain, dimana penelitian-penelitian ini menunjukan bahwa terdapat suatu peran
penting dan keuntungan yang lebih dari edukasi apabila dibandingkan dengan terapi nonfarmakologis yang lainnya.
Penelitian yang dilakukan Burck-hardt, et al., dimana mereka membandingkan
antara pemberian edukasi saja dengan pemberian edukasi ditambah dengan latihan fisik
dan mereka menyatakan bahwa terdapat suatu peningkatan dalam kualitas hidup dan
tingkat penyembuhan pada kelompok yang diberikan kombinasi terapi apabila
dibandingkan dengan kelompok kontrol (edukasi saja). Penelitian yang dilakukan Bosch,
et al., dimana mereka membandingkan antara kelompok yang diberikan edukasi dengan
kelompok yang tidak diberikan intervensi apapun menyatakan bahwa kelompok yang
diberikan edukasi hanya mendapatkan suatu perbaikan pada sisi persepsi dari nyeri yang
dirasakan.
Penelitian yang dilakukan Rooks, et al., dimana mereka membandinkan antara
edukasi, dua jenis latihan fisik, dan kombinasi dari edukasi serta latihan fisik, menunjukan
bahwa terdapat peningkatan kesembuhan dari 4 kelompok tersebut namun tingkat
penyembuhan tertinggi terdapat pada kelompok yang diberikan kombinasi tersebut.
penelitian yang dilakukan oleh Stuifbergen, et al., dimana mereka membandingkan
kelomopok yang diberikan edukasi dengan kelompok yang diberikan edukasi serta
perubahan gaya hidup, menunjukan bahwa kedua kelompok menunjukan adanya
peningkatan penyembuhan, namun pada kelompok yang diberikan edukasi dan perubahan
gaya hidup menunjukan adanya peningkatan yang lebih dalam manajemen stress dan
kemampuan aktivitas fisik.
Hasil dari penelitian-penelitian ini menujukan bahwa terdapat suatu peran penting
dari edukasi itu sendiri dalam penyembuhan pasien, dan apabila ditambahkan dengan
intervensi non farmakologis lainnya maka tingkat penyembuhan pasien akan lebih tinggi.
Edukasi juga cenderung akan diberikan kepada pasien yang akan dilakukan terapi
multimodal (penggunaan obat lebih dari satu jenis).

2. Latihan Fisik
Penelitian mengenai peran latihan fisik dan potensinya terhadap keadaan
fibromialgia telah banyak dilakukan sekaran ini. Jenis dari latihan fisik yang telah diteliti
meliputi aerobik, latihan kekuatan otot, latihan fleksibilitas, dan beberapa kombinasi dari
latihan-latihan. Dari latihan-latihan diatas, aerobik meurpkan suatu perlakuan terhadap
fibromialgia yang paling sering diteliti. Tindakan berupa latihan fisik ini telah terbukti
dapat menurunkan intensitas nyeri, menurunkan sensasi gejala yang dirasakan, dan
meningkatkan kesehatan emosional serta mental. Kombinasi dari latihan-latihan otot dan
aerobik menunjukan bahwa kombinasi ini memberikan suatu keuntungan yang besar bagi
pasien dengan fibromialgia. Sebuah meta-analisis yang mengevaluasi mengenai efek dari
berbagai latihan aerobik (water-based dan land-based) menunjukan bahwa kedua tipe
secara signifikan memberikan rasa nyeri, mood depresif, kelelahan, peningkatan kualitas
hidup dan kebugaran jasmani namun tidak menyebabkan gangguan tidur. Sebuah ulasan
yang bertujuan untuk mencari latihan fisik yang terbaik bagi pasien fibromialgia
menunjukan bahwa tidak terdapat suatu perbedaan yang signifikan antara semua latihan
fisik, meskipun keseluruhan latihan fisik ini memberikan suatu penurunan nyeri spontan
dan perbaikan mood. Efek samping dari latihan fisik (nyeri, kaku, dan kelelahan) haruslah
dipertimbangkan dan dievaluasi, meskipun belum banyak penelitian atau laporan
mengenai hal ini. Berdasarkan pertimbangan diatas, sangatlah perlu pada klinisi memilih
rencana latihan fisik yang tepat (sesuai dengan aksesibilitas dan pilihan pasien).
3. Psikoterapi
Pendekatan psikoterapi untuk fibromyalgia menggunakan terapi perilaku - kognitif
(Cognitive behavioral Therapy/CBT). Terapi ini menggabungkan terapi kognitif dan terapi
perilaku yang bertujuan untuk membantu pasien membentuk kemampuan dalam
menghadapi emosi, pikiran maupun perilaku yang tidak normal. Nyeri katastropik
diartikan sebagai nyeri yang hebat, mengerikan dan tak tertahankan, sehingga rentan
menyebabkan gangguan psikologis dan dapat menyebabkan depresi serta pengalaman
nyeri yang hebat. Bila dibandingkan dengan pasien rheumatoid arthritis, pasien
fibromyalgia menunjukkan gejala yang lebih katastrofik secara sinifikan sehingga
disarankan untuk dilakukan terapi kognitif serta kemampuan koping masalah.
Pada sebuah meta-analisis dari 23 penelitian yang membandingkan efektifitas
berbagai terapi psikologis berbeda untuk pasien fibromyalgia, didapatkan hasil terapi
psikoterapi secara efektif mengurangi gangguan tidur, depresi, status fungsi tubuh dan
terapi kognitif-perilaku ini lebih berhasil dibanding terapi psikoterapi lain ( relaksasi,

edukasi, perilaku, mindfulness-based trearment serta terapi eye movement desensitization


and reprocessing/EMDR).
Pada penelitian meta-analisis lainnya yang mengikutsertakan 14 RCT untuk meneliti
efikasi dari terapi kognitif dan perilaku pada pasien fibromyalgia, hasilnya menunjukan
bahwa terapi ini menunjukan penurunan yang signifikan terhadap gejala depresi, mampu
mengatasi nyeri serta mengurangi jumlah kunjungan dokter terhadap pasien. Namun
begitu, efek lain menunjukan hasil yang tidak signifikan terhadap sensasi nyeri, tidur
kelelahan dan kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan. Sehingga dapat
disimpulkan intervensi psikoterapi merupakan komponen penting dalam terapi
fibromyalgia karena efeknya terhadap pasien secara psikologis.
4. CAM (Complementary and Alternative Medicine)
Pengobatan fibromyalgia tidak memberikan efektifitas yang optimal, sehingga
pasien sering beralih ke Pengobatan Alternatif dan Komplementer (complementary and
alternative medicine / CAM). Cakupan CAM sangat luas yang tidak termasuk dalam
metode pengobatan konvensional, yang dapat digunakan bersamaan dengan pengobatan
konvensional maupun sebagai penggantinya. Di National Institutes of Health, CAM
diklasifikasikan menjadi 4 kategori.
1. Produk natural seperti pengobatan herbal, vitamin, mineral, suplemen diet dan
probiotik.
2. Pengobatan Jiwa dan raga seperti akupuntur, teknik relaksasi, qi gong, tai chi maupun
hipnoterapi.
3. Latihan manipulative dan badan seperti manipulasi spinal dan terapi pijat.
4. Lain-lain seperti terapi gerak, praktik penyembuhan tradisional, medan energy dan
sistem kesehatan secara menyeluruh.
Banyak terapi CAM yang tidak pernah diinvestigasi secara adekuat untuk melihat
efikasinya. Namun dari beberapa yang telah diteliti, biasanya sudah dilakukan penelitian
dengan jumlah sampel yang kecil. Sebuah meta analisis dari pengobatan CAM untuk
terapi fibromyalgia menemukan bahwa balneoterapi dapat mengurangi gejala nyeri dari
fibromyalgia. Terapi pijar akupuntur dan suplemen nutrisi tidak menunjukan efikasi yang
signifikan. Terapi Manipulatif, getaran, magnetic, homeopathy, terapi gerak dan
pengobatan energy memiliki jumlah penelitian masing-masing kurang dari 3, sehingga
tidak dapat dianalisis. Sehingga perlu penelitian yang lebih dalam untuk melihat
perbedaan efikasi dari masing-masing terapi CAM untuk penanganan fibromyalgia.

5. Multi-component Treatment
Kerumitan proses penyakit fibromyalgia dan tumpang tindih pada mekanisme
patofisiologinya, menyebabkan sulit untuk mengontrol dan mengatasi berbagai gejala dari
penyakit. Semua terapi termasuk terapi farmakologi dan non farmakologi sebelumnya
disebutkan bahwa memiliki keterbatasan dalam perbaikan untuk mengurangi gejala, serta
tidak berefek apapun ketika diberikan secara terpisah. Sehingga para klinisi professional
setuju bila pengobatannya membutuhkan terapi yang khusus untuk setiap pasien dan
mencakup banyak komponen (Patient specific multi component) termasuk terapi
farmakologis dan non farmakologis untuk mencapai hasil klinis yang diharapkan.
Mengingat mekanisme kerja untuk setiap intervensi berbeda, sehingga memerlukan
kombinasi pengobatan untuk mendapatkan perbaikan gejala yang paling optimal.
Pada sebuah meta analisis yang mencakup 9 RCT dengan 1119 subjek penelitian,
menunjukan bahwa terapi multi component ditambah minimal 2 terapi non farmakologis
lain (minimal 1 terapi edukasi atau terapi piskologi lain dan 1 terapi gerakan) berhubungan
dengan bukti yang signifikan dalam mengurangi nyeri, kelelahan gejala depresi,
kebugaran tubuh serta keterbatasan kualitas hidup. Pada sebuah RCT, penilaian efikasi
dari pengobatan multidisiplin (conventional pharmacologic treatment, CBT, and physical
therapy) dibandingkan grup kontrol yang hanya menerima terapi farmakologi saja pada
wanita berpendidikan rendah, menunjukan perbaikan pada fungsionalitas, seperti
gangguan tidur, katastropik serta distress psikologi saat dipantau selama 12 bulan secara
penuh.
Penelitian yang menunjukan bukti adaptasi multidisiplin dalam menghadapi
fibromyalgia menunjukan hasil yang kuat. Namun sampai saat ini belum diketahui
kombinasi mana yang memberikan hasil terbaik. Banyak kombinasi yang tersedia dan
pemilihan berdasarkan kebutuhan pasien secara spesifik. Seminimal mungkin kombinasi
dari terapi farmakologi dan olahraga seharusnya diwajibkan, selain itu edukasi pasien
dengan/tanpa CBT harus diberikan kapanpun dibutuhkan.

III. KESIMPULAN
1. Fibromyalgia merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan adanya nyeri
muskuloskeletal yang menyebar dengan penyebaran simetris, kekakuan dan mudah
lelah, parestesi dan gangguan tidur.gejala kondisi yang sulit diatasi.
2. Terapi pada fibromyalgia dapat menggunakan terapi farmakologi dan nonfarmakologi.
3. Terapi terbaru farmakologi untuk fibromyalgia dengan menggunakan obat obatan
antidepresan, anti-epilektik, analgesik, dan obat golongan lain. Ataupun dengan
kombinasi antara beberapa golongan obat tersebut.
4. Terapi non-farmakologi pada fibromyalgia ini dengan cara edukasi, latihan fisik,
pendekatan psikoterapi, pengobatan alternatif.
5. Meskipun beberapa obat dan dan modalitas terapi lain telah dievaluasi menggunakan
RCT, hanya sedikit dari terapi tersebut yang terbukti signifikan secara statistik namun
memberikan efek yang memuaskan. Hal ini telah diterima secara umum bahwa
pendekatan patient-centered multi-component perlu diterapkan dalam terapi
farmakologi dan non farmakologi, agar membutuhkan hasil pengobatan yang lebih
baik. Sebagai tambahan, sangat dibutuhkan penelitian lagi, baik terapi yang spesifik
secara individu maupun terapi kombinasi yang efektif.

DAFTAR PUSTAKA
Arnold LM, Clauw DJ, McCarberg DH, et al. 2011. Improving The Recognition And
Diagnosis Of Fibromyalgia. Mayo Clin Proc.; 86(5): 457-464.
Berger A, Dukes E, Martin S, et al. 2007. Characteristics And Healthcare Costs Of
Patients With Fibromyalgia Syndrome. Int J Clin Pract. 61(9): 1498-1508.
Bockbrader HN, Wesche D, Miller R, Chapel S, Janiczek N, Burger P. 2010. A
Comparison Of The Pharmacokinetics And Pharma- Codynamics Of Pregabalin
And Gabapentin. Clin Pharmacokinet. 2010; 49(10): 661-669.
Branco JC, Cherin P, Montagne A, et al. 2011. Longterm Therapeutic Response To
Milnacipran Treatment For Fibromyalgia. A European 1-year extension study
following a 3-month study. J Rheumatol.; 38(7): 1403-1412.
Campos RP, Vzquez Rodrguez MI. 2012. Health-Related Quality Of Life In Women
With Fibromyalgia: Clinical And Psychological Factors Associated. Clin
Rheumatol.; 31(2): 347-355.
Huser W, Wolfe F, Tlle T, eyler N, Sommer C. 2012. The Role Of Antidepressants
In The Management Of Fibromyalgia Syndrome. CNS Drugs. ; 26(4): 297-307.
Huser W, Petzke F, eyler N, Sommer C. 2011. Comparative Efficacy And
Acceptability Of Amitriptyline, Duloxetine And Milnacipran In Fibromyalgia
Syndrome: A Systemic Review With Meta-Analysis. Rheumatology.; 50(3): 532543.
Morillas-Arques P, Rodriguez-Lopez CM, Molina-Barea Rocio, et al. 2010. For The
Treat- Ment Of Fibromyalgia: An Open-Label, 12-Week Study. BMC Musculoskelet
Disord. 2010; 10: 204.
Ngian GS, Guyimer EK, Littlejohn GO. 2011. The Use Of Opioids In Fibromyalgia. Int J
Rheum Dis.; 14(a): 6-11.

Pergolizzi J, Alegre C, Blake D, et al. 2012. Current Considerations For The Treatment
Of Severe Chronic Pain: The Potential For Tapentadol. Pain Practice.; 12(4): 290306
Raffa RB, Buschmann H, Christoph T, et al. 2012. Mechanistic And Functional
Differentiation Of Tapentadol And Tramadol. Expert Opin Pharmacother. ; 13(10):
1437-1449.
Smith HS, Barkin RL. 2010. Fibromyalgia Syndrome: A Discussion Of The Syndrome
And Its Pharmacotherapy. Am J Ther.; 17(4): 418-439.
Staud R. 2011. Sodium Oxybate For The Treatment Of Fibromyalgia. Expert Opini
Pharmacother. ; 12(11): 1789-1798.
Swick TJ. 2011. Sodium Oxybate: A Potential New Pharmacological Option For The
Treatment Of Fibromyalgia Syndrome. Ther Adv Musculoskeletal Dis.; 3(4): 167178
Tuchman M, Barret JA, Donevan S, Hedberg TG, Taylor CP. 2010. Central
Sensitization And Cav2 Ligands In Chronic Pain SynDromes: Pathologic
Processes And Pharmacologic Effect. J Pain.; 11(12): 1241-1249.
Tzellos TG, Toulis KA, Goulis DG, et al. 2010. Gabapentin And Pregabalin In The
Treatment Of Fibromyalgia: A Systemic Review And A Meta-Analysis. J Clin
Pharm Ther. ; 35(6): 639-656.
Wolfe F, Claw DJ, Fitzcharles MA, et al. 2010. The American College Of Rheumatology
Preliminary Diagnostic Criteria For Fibromyalgia And Measurement Of Symptom
Severity. Arthritis Care Res. 2010; 62(5): 600-610.

Anda mungkin juga menyukai