Anda di halaman 1dari 10

...................................................................

Generasi muda Hindu adalah kelompok angkatan usia produktif, terpelajar, dan terdidik
yang mempunyai kepribadian kokoh sebagai tempaan bangku sekolah dan pengalaman sehingga
ia mandiri, dewasa, serta bijaksana dalam bersikap.
Dalam menghadapi persaingan global, di samping unggul dalam kualitas, generasi muda
Hindu mesti unggul pula dalam moral dan etika. Dengan demikian, diharapkan generasi muda
Hindu mampu menjadi subjek, bukan hanya penonton. Dalam meningkatkan kualitas diri,
penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan menjadi sesuatu yang penting. Tanpa itu sulit
memenangkan persaingan.
Manusia di abad ini mengetahui bahwa kesehatan adalah hal pokok yang sangat penting
untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Ia tidaklah hanya mencakup aspek physical saja, tetapi
juga mencakup aspek-aspek non-physical, yaitu: spiritual, emosional, dan intelektual. Kesehatan
jasmani memang menjadi landasan yang utama, tetapi segera setelah itu terpenuhi, kesehatan
spiritual, emosional, dan intelektual tidak dapat ditunda, apa lagi diabaikan.
Manusia memerlukan tuntunan spiritual dalam kehidupannya agar dapat melakukan aktivitas
tidak hanya berlandaskan keberadaan tubuh (on the bodily platform of existence). Agama Hindu
dengan Kitab Suci-nya: Veda, menyediakan berbagai petunjuk dan perintah Tuhan yang
memperkuat aspek spiritual, yang pada gilirannya membentuk emosi yang terkendali, baik dalam
berpikir, berkata-kata, maupun berbuat sesuatu. Dalam kesadaran emosi yang positif, tumbuh, dan
berkembanglah keinginan untuk selalu meningkatkan inteligensi melalui proses pendidikan dan
pembelajaran. Potensi-potensi yang berguna bagi meningkatkan mutu Sumber Daya Manusia
bertumpuk pada generasi muda, sehingga sangat disayangkan bila potensi demikian tidak
didayagunakan. Pertumbuhan kecerdasan, kesehatan spiritual, dan nalar berjalan serentak melalui
pendidikan formal, pendidikan informal, pendidikan non-formal, pengajaran, kerajinan mendalami
ajaran agama, dan kemampuan menghimpun pengalaman-pengalaman positif diri sendiri maupun
orang lain melalui komunikasi langsung atau tidak langsung, misalnya dengan membaca buku-
buku hasil karya tokoh terkemuka.
Selain itu kecerdasan, kesehatan spiritual, dan nalar akan tumbuh dengan subur bila disertai
disiplin tertentu dalam jalan kehidupan spiritual.
Dalam ajaran agama Hindu pada dasarnya memberi tuntunan kepada pemeluknya tentang tiga hal
yaitu :
1. Mengenai hakikat kehidupan dalam agama Hindu disebut Tattwa.
2. Tuntunan prilaku social dalam kehidupan, dalam agama Hindu disebut Susila.
3. Tata cara pelaksanaan ibadah, dalam Hindu disebut bhakti yang menjadi bagian
pelaksanaan upacara yadnya dalam kehidupan beragama.

Didalam agama Hindu ketiga tuntunan tersebut dirumuskan menjadi Tri Kerangka Dasar Agama
Hindu. Atau dengan kata lain Tri Kerangka dasar Agama Hindu adalah :
1. Tattwa berkaitan dengan keyakinan atau Sradha.
2. Susila berkaitan dengan tata hubungan dan prilaku baik dan buruk, benar dan salah, boleh
dan tidak boleh.
3. Upacara menyangkut berbagai bentuk bhakti dalam berbagai upacara yadnya.

Ketiga tuntunan dalam Tri Kerangka dasar Agama Hindu tersebut patut dan harus dimengerti,
dipahami, diyakini, selalu dilatihkan, diterapkan, dirasakan hasilnya dan akhirnya dijadikan sikap
yang membudaya pada diri seseorang agar hidup ini menjadi senang, bebas dari rasa takut,
berprilaku baik dan benar, sejahtera ,harmonis dan damai. Jika ketiga tuntunan ini dapat dipahami
dan dilaksanakan dengan baik dan benar merupakan indikator keberhasilan dalam mencapai tujuan
hidup beragama.
Sebagaimana telah diketahui bahwa tujuan hidup beragama didalam agama Hindu adalah
Moksartham jagadhita ya ca iti Dharma atmanam (dapat mencapai kesejahteraan duniawi dan
kebahagiaan rohani, atma/jiwa). Kesejahteraan duniawi subjeknya adalah manusia itu sendiri
secara lahiriah, sedangkan kebahagiaan rohani subjeknya adalah jiwa/ atma.
Guna dapat melaksanakan ajaran agama yang diyakini dan agar tujuan hidup beragama
dapat dicapai, ditetapkan adanya empat jalan yang disebut Catur Marga yaitu : 1). Karma marga
jalan karma/ berbuat yang baik dan benar berdasarkan dharma, 2). Bhakti marga ( jalan bhakti
penyerahan diri pada Tuhan berdasarkan keyakinan agama ). 3). Jnana marga ( jalan pengabdian
ilmu pengetahuan / Jnana/ olah pikir ) dan 4). Raja Marga (jalan yoga atau jalan yang dilandasi
tiga jalan terdahulu ditambah dengan pelaksanaan yoga yang sudah mapan )
Dari keempat jalan dimaksud dilihat dari sisi pelaksanaannya dapat dikelompokan menjadi
dua saja yang disebut : 1). Prawerti Marga dan 2). Niwerti Marga. Bagi umat Hindu pelaksanaan
jalan dalam kehidupan didunia ini dapat dipilih sesuai dengan tingkat umur, kemampuan ( fisik,
pendidikan, sosial, sikap dan adaptasi budaya ) kondisi setempat dan kesepakatan bersama (
Atmanastuti ).

PENGERTIAN SRADHA DAN BHAKTI


Sradha berarti keyakian/ kepercayaan sebagai cikal bakal dari penguatan beragama,
bayangkan kalau sebagai umat beragama tidak mempunyai ,keyakinan atau kepercayaan akan
agama yang dianut maka akan terjadi kerapuhan akan inti sari dari ajaran agama yang dianut untuk
itu pentingnya menjaga kemurnian ajaran agama. Maka dalam agama Hindu bentuk keyakinan
disebut Panca Sradha yaitu Lima bentuk keyakinan/ kepercayan terhadap Ida Sang Hyang Widhi.
1. Percaya dengan adanya Ida Sang Hyang Widhi
Ida Sanghyang Widhi Wasa memiliki Cadu sakti (empat kemahakuasaan ), beliau tunggal tetapi
berfungsi banyak, beliau anandi ananta , tidak berawal dan tidak berakhir, sumber dari segala
yang ada ( janma dyasya yatah), beliau dapat menunjukkan wujudnya kedunia ( Awatara)
2. Percaya dengan adanya Atman
Percikan sinar suci Tuhan pada setiap tubuh makhluk, utamanya manusia. Atma bersifat suci,
purusa berasal dari Tuhan ( Brahman Atman Aikyam), dari keyakinan ini pula timbul kesadaran
bahwa sesungguhnya manusia itu adalah bersaudara (wasudewa kutumbakam), dengan kesadaran
ini orang dapat bertoleransi, bersahabat, saling menghargai dan menghormati dalam perbedaan
sosial ( Tat Twam Asi)
3. Percaya dengan adanya hukum karma phala
Yakin adanya hasil perbuatan/ buah karma sesuai dengan perbuatan itu sendiri. Keyakinan ini
melahirkan pelaksanaan bhakti dalam bentuk prilaku yang baik dan benar. Kalau setiap orang
berbuat baik, mereka akan meneriama kebaikan sebagai hasilnya, dan secara keseluruhan manusia
akan menjadi orang baik-baik. Orang baik-baik akan membawa kemajuan, kesejahteraan,
kedamaian dan keharmonisan. Dasar prilaku yang ditekankan disini adalah Tri Kaya Parisudha.
4. Percaya dengan adanaya Punarbhawa
Yakin adanya penjelmaan kembali yang dialami oleh atma itu sendiri. Keyakinan ini memberi
dorongan agar umat manusia selalu berbuat baik, agar dapat mencapai kesempurnaan. Jika
manusia karmanya belum sempurna dia akan diberi kesempatan menjelma kembali untuk
memperbaiki karmanya yang masih kurang. Atma bisa mengalami penjelmaan berulang-ulang
dalam keadaan yang berbeda-beda sesuai sari karma yang menjadi dasar/ bekal penjelmaannya itu.
Maka penjelmaan merupakan kesempatan memperbaiki karma terdahulu agar memperoleh
kesempatan yang lebih baik atau sempurna untuk kehidupan berikutnya.
5. Percaya dengan adanya Moksa
Yakin adanya kebebasan yang kekal abadi ( Sat Cit Ananda, sukha tanpawali duhkha, amor ring
acintya) atau atma bisa bersatu kembali kepada asalnya yaitu Brahman. Oleh karena itu, moksa
bukan hanya dicapai oleh atma ketika sudah kembali keasalnya, akan tetapi moksa juga bisa
dicapai ketika atma masih menjiwai tubuh manusia yang disebut dengan Jiwan Mukti.
Bhakti dalam kehidupan sehari-hari sering kita dengar dan sering memakainya sesuai
dengan tujuannya. Secara etimologi kata bhakti dalam kamus besar bahasa Indonesia (1997 : 82)
diartikan tunduk dan hormat atau perbuatan yang menyatakan setia ( kasih, hormat dan tunduk ).
Karena bhakti berarti tunduk, hormat dan setia, maka dalam berbagai aspek kehidupan dipakai
sebuah pernyataan penyampaian rasa bhakti itu sendiri, seperti : bhakti kepada Tuhan Yang Maha
Esa dan para leluhur (tanda penyampaian rasa hormat dan tunduk ), bhakti kepada Nusa dan
Bangsa, bhakti kepada orang tua, bhakti pada guru, bhakti kepada Raja atau pemimpin. Kata bhakti
dengan tulisan “Bhakti” bahasa sanskerta berarti bagian, pembagian, penghormatan, bhakti,
kesetiaan (im penyusun, 1986 :269). Sedangkan dalam kamus istilah Agama Hindu (2002 :18)
dinyatakan bhakti dari urat kata bhaj = horamt, sujud, bhakti. Bhakti marga = jalan bhakti :
melaksanakan agama dengan jalan sembahyang mempersembahkan upakara dan sebagainya.
Pengertian bhakti disini analog dengan takwa, sedangkan sradha analog dengan iman, sehingga
istilah iman dan takwa ( imtag ) dalam bahasa yang sudah popular dalam agama Hindu disebut
Sradha –Bhakti.
Keyakinan Hindu terhadap Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Ynag Maha Esa tentu
berbeda dengan ajaran diluar agama Hindu. Agama Hindu mengajarkan bahwa Tuhan itu tunggal,
tetapi memiliki banyak sebutan nama (Ekam Sat Wiprah Bahuda Wadanti). Tuhan itu bersifat
Nirguna dan Saguna, dapat berwujud/ bermanifestasi kedunia disebut Awatara. Tuhan memiliki
ribuan sifat kemahakuasaanNya. Tuhan penggerak dharma dengan tiga fungsi utama ( Tri Murti :
Brahma, Wisnu, Siwa ), Tuhan sebagai pencipta, pemelihara, pelebur kembali sesuai putaran
dharma. Oleh karena itu, jika umat Hindu melaksanakan Bhakti/sembahyang ataupun
persembahan dapat dilakukan berkali-kali, walaupun Ida Sang Hyang Widhi tunggal, namun
memiliki berbagai kemahakuasaan.Sembahyang atau bhakti dapat dilakukan dimana saja, asalkan
tempat yang telah disucikan atau dianggap suci dan layak sebagai tempat sembahyang/ mebhakti.
Dengan berkembangnya zaman dari masa kemasa banyak perubahan-perubahan pada
remaja-remaja zaman sekarang ini. Seperti yang kita ketahui bahwa para remaja sekarang hanya
beberapa persen yang mempunyai minat untuk mempelajari dan mendalami ilmu agama tersebut.
Karena sebagian orang lainnya lebih mementingkan pendidikan yang mereka anggap itu bagus,
bisa meninggikan derajatnya atau mengharumkan namanya karena dianggap mudah mendapatkan
kemewahan duniawi. Akibat yang mereka tidak sadari adalah sradha mereka telah mengalami
pemudaran. Mereka yang menyepelekan pendidikan agama tersebut secara tidak sengaja maupun
disengaja mereka akan berubah dan terpengaruh oleh budaya luar dan melupakan pendidikan
agama yang memang harus dipelajari tetapi sekarang hanya sebagian persen saja yang mempelajari
dan mendalami pendidikan agama.
Kini kita bisa melihat dan mengajari bahwa kini zaman semakin rusak karena kurangnya
pemahaman akan agama, seperti akibatnya menurunya moral remaja banyaknya pemerkosaan,
banyaknya beredar video porno, pencurian, korupsi dan kita seringkali menyaksikan di banyak
media elektronik dan cetak, fenomena tingkah laku amoral remaja yang semakin hari semakin
meningkat, dari tindakan amoral yang paling ringan, seperti: membohong, menipu, perilaku
menyontek di sekolah, tidak menaati peraturan, mélanggar norma, mencaci maki, dll., sampai pada
tingkat yang paling menghawatirkan, mencemaskan dan meresahkan orang tua dan masyarakat,
bahkan mengganggu ketertiban umum, kenyamanan, ketenteraman, dan kesejahteraan, serta
merusak fasilitas umum, seperti: mencuri, menodong/merampok, menjambret, memukul, tawuran
pelajar, tindak kekerasan, criminal, demonstrasi yang anargis, mabuk, dan bahkan sampai
membunuh, serta mutilasi. Pendek kata perilaku amoral ini mengancam keselamatan fisik dan jiwa
diri mereka dan orang lain. Pada tataran akademi di jenjang SMP seringkali terjadi tawuran antar
pelajar, pada jenjang SMA tawuran pelajar frekuensinya meningkat, dari saling mengejek dan
mencaci, saling lempar batu, saling memukul, dan bahkan menggunakan senjata tajam sehingga
seringkali terjadi saling bunuh. Pada jenjang ini mereka mendapatkan julukan SMA tawuran. Pada
gilirannya di tingkat perguruan tinggi mereka bertambah agresif dan pemberani, mereka menjadi
pendemo yang tangguh, tidak hanya lawan sebaya sesama mahasiswa yang dijadikan musuh, tetapi
aparat pun dilawan, bahkan berani mencaci maki para pejabat, dan pemimpin Negara walaupun
nyawa menjadi taruhannya, mereka nyaris tidak pernah takut. Padahal lawan mereka adalah orang-
orang yang seharusnya mereka tolong, hormati, hargai, dan segani. Dari berbagai contoh tersebut
kita dapat melihat bahwasanya remaja sekarang moralnya telah rusak karena kurangnya
pemahaman pendidikan agama.

Penguatan kembali pemudaran sradha pada generasi hindu dapat dilakukan dengan
beberapa cara seperti :

Mengadakan kegiatan pasraman.

Pasraman merupakan lembaga pendidikan khusus bidang agama Hindu. Lembaga ini merupakan
alternatif, karena pendidikan agama Hindu yang diajarkan di sekolah formal dari tingkat sekolah
dasar sampai dengan di sekolah Tinggi dapat menjangkau pilar-pilar dalam mensosialisasikan
pendidikan karakter. Keunggulan Pasraman yaitu siswa lebih terfokus dalam mendalami
pendidikan karakter bangsa, selain itu kegiatan ini juga dapat digunakan sebagai penguat sradha.
Pada jalur pendidikan formal, agama Hindu diajarkan sebagai ilmu pengetahuan, sedangkan di
Pasraman tidak sebatas ilmu pengetahuan, melainkan sebagai bentuk latihan disiplin spiritual dan
latihan menata hidup yang baik. Model pembelajaran yang digunakan oleh guru-guru di Pasraman
antara lain dengan menggunakan metode pembinaan agama Hindu yang dikenal dengan Sad
Dharma, yaitu:

1) Dharma Tula, yaitu bertimbang wirasa atau berdiskusi. Dengan harapan para siswa
nantinya mampu dan memiliki keberanian untuk mengemukakan pendapat serta dalam rangka
melatih siswa untuk berargumentasi dan berbicara tentang keberadaan Hindu..

2) Dharma Wacana, adalah metode pembelajaran agama Hindu yang dapat digunakan
untuk mendeskripsikan materi pembelajaran agama Hindu kepada siswa.

3) Dharma Gita, adalah nyanyian tentang dharma atau sebagai dharma, maksudnya ajaran
agama Hindu yang dikemas dalam bentuk nyanyian spiritual yang bernilai ritus sehingga yang
menyanyikan dan yang mendengarkannya sama-sama dapat belajar menghayati serta
memperdalam ajaran dharma.

4) Dharma Yatra, yaitu usaha meningkatkan pemahaman dan pengalaman pembelajaran


agama Hindu melalui persembahyangan langsung ke tempat-tempat suci.
5) Dharma Sadhana, adalah realisasi ajaran dharma yang harus ditanamkan kepada siswa
dalam rangka meningkatkan kualitas diri untuk selalu taat dan mantap dalam menjalankan ajaran
agama Hindu

6) Dharma Santi, yaitu kebiasaan saling memaafkan diantara sesama umat, bahkan diantara
umat beragama.

Sebagai contoh pembentukan Pasraman Dharma Widya dimotori oleh sekelompok


generasi muda Hindu Desa Jedong yang independent dan mempunyai kepedulian terhadap
perkembangan dan peningkatan kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) Hindu serta keinginan
untuk berbuat yang nyata dan bermanfaat bagi sesama.

Akhirnya generasi muda Hindu Desa Jedong ini membentuk sebuah wadah yang bisa
mewadahi lembaga pendidikan Hindu nonformal dalam bentuk perkumpulan Dharma Siddhi
Group. Lembaga yang dimaksud adalah lembaga yang memberikan layanan pembinaan
pendidikan Hindu berupa Pasraman. Setelah melakukan rapat koordinasi dan sosialisasi akhirnya
disepakati sebuah nama untuk pasraman yang ada di Desa Jedong. Nama pasraman tersebut adalah
Pasraman Dharma Widya.

Adapun makna dari Pasraman Dharma Widya adalah kata “Pasraman “ berasal dari kata
“Asrama” (sering ditulis dan dibaca ashram) yang artinya tempat berlangsungnya proses belajar
mengajar atau pendidikan. Kata Asrama mendapat awalan “pa” dan akhiran “an”, di dalam bahasa
Jawa Kuno dan Bali berarti tempat berlangsungnya pendidikan, yang maknanya sama dengan kata
Ashram di atas. Pendidikan Pasraman menekankan pada disiplin diri, pengembangan pemikiran
mulia dan sifat – sifat rajin, suka bekerja keras, pengekangan hawa nafsu dan gemar menolong
orang lain

Konsep Pasraman diadopsi dari sistem pendidikan Hindu jaman dahulu di India
sebagaimana disuratkan dalam kitap suci Veda. Sistem ashram menggambarkan hubungan yang
akrab antara para guru (acarya) dengan para siswanya (sisyanya), bagaikan dalam keluarga, oleh
karena itu sistem ini dikenal pula dengan nama sistem pendidikan “gurukula”. Proses pendidikan
Pasraman itu masih tetap berlangsung sampai saat ini dikenal pula dengan istilah lainnya yakni
Sampradaya atau Parampara, yang di Jawa dan Bali dikenal dengan istilah Padepokan atau Aguron
– guron. Kata Dharma mempunyai arti kebenaran dan kewajiban. Sedangkan kata Widya
mempunyai arti ilmu pengetahuan suci. Jadi Pasraman Dharma Widya mempunyai makna tempat
mendidik dan mendapatkan ilmu pengetahuan suci berdasarkan Dharma.

Pasraman Dharma Widya diresmikan oleh Bapak Sujud Pribadi selaku Bupati Malang,
Bapak Agus Supriyono selaku Pembimas Hindu Propinsi Jawa Timur dan Bapak Ida Bagus
Suardika selaku Ketua PHDI Kabupaten Malang pada tanggal 25 Oktober 2007.

Untuk tingkat mahasiswa, dapat diadakan kegiatan Dharma Bhakti.

Pimpinan Cabang KMHDI Malang, selaku organisasi masyarakat yang mewadahi mahasiswa
Hindu se-Malang, mengadakan kegiatan Dharma Bhakti yang melibatkan mahasiswa Hindu
seluruh Universitas di Malang. Diharapkan kegiatan ini mampu untuk turut berpartisipasi dalam
membina, mendidik, dan mempersiapkan mental serta spiritual mahasiswa Hindu khususnya yang
ada di Malang untuk menjadi pemimpin Hindu di masa akan datang. Aktivititas yang dilakukan
selama 3 hari pelaksanaan kegiatan ini, seperti pada hari pertama diadakan Dharma tula, yaitu
kegiatan diskusi agama yang diikuti peserta. Pada hari kedua dilangsungkan kegiatan
Upanayana berupa upacara yang ditujukan bagi peserta, yang bertujuan untuk mengukuhkan
peserta yang dianggap sudah memasuki masa dewasa secara simbolik dan diharapkan mereka
memiliki rasa tanggung jawab sebagai orang dewasa serta dilanjutkan dengan kegiatan Dharma
Wacana. Pada sore hari berlanjut ke acara game dan hiburan guna meningkatkan kerja sama tim
antara mahasiswa Hindu. Puncak acara dari kegiatan ini adalah Malam Keakraban yang diisi
dengan penampilan drama, tari, dance dan music. Lalu pada hari ke tiga diadakan kegiatan untuk
menyalurkan rasa peduli terhadap sesama, maka diadakan acara pengabdian masyarakat yang
dilakukan dengan cara pengobatan gratis dan bersih desa. Dan diakhir acara, diisi dengan ramah
tamah panitia bersama peserta sekaligus pengenalan KMHDI dan UKM Hindu yang ada di
Malang. Dengan adanya acara ini diharapkan memberikan kenangan bagi peserta dan
meningkatkan rasa kebersamaan dan kepedulian dengan sesama.

Umat Hindu Malang Raya Maknai Arti Nyepi Secara Mendalam .

Kegiatan lainnya adalah pemaknaan Hari Raya Nyepi yang dimaknai sangat mendalam bagi Umat
Hindu di Malang Raya. Salah satunya dengan melakukan pawai ogoh-ogoh yang digelar untuk
menyambut Nyepi. Ogoh-ogoh merupakan cerminan sifat-sifat negatif pada diri manusia. Selain
itu, ogoh-ogoh diarak keliling desa bertujuan agar kekuatan negatif yang ada di sekitar desa agar
ikut bersama ogoh-ogoh yang nanti dibakar itu. Umat Hindu sedianya melakukan Nyepi selama
24 jam, dari matahari terbit (jam 6 pagi) sampai jam 6 pagi besoknya. Seluruh rangkaian Nyepi
merupakan sebuah dialog spiritual yang dilakukan umat Hindu agar kehidupan ini selalu seimbang
dan harmonis sehingga ketenangan dan kedamaian hidup bisa terwujud.

Saat Nyepi sendiri, umat Hindu melakukan empat catur brata yang menjadi larangan dan harus
dijalankan yakni, Amati Geni (Tidak menyalakan api serta tidak mengobarkan hawa nafsu), Amati
Karya (Tidak melakukan kegiatan kerja jasmani, melainkan meningkatkan kegiatan menyucikan
rohani). Kemudian Amati Lelungan (Tidak berpergian melainkan mawas diri,sejenak merenung
diri tentang segala sesuatu yang kita lakukan saat kemarin, hari ini dan akan datang), Amati
Lelanguan (Tidak mengobarkan kesenangan melainkan melakukan pemusat)

Kegiatan kegiatan seperti ini dapat menguatkan kembali sradha yang sudah memudar pada
generasi hindu. Diharapkan kegiatan ini terus berjalan agar umat Hindu tetap dapat
mempertahankan eksistensinya dan dapat terus eksis meskipun sebagai minoritas di Malang secara
khusus dan di luar Bali secara umunya
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai