Anda di halaman 1dari 28

PBL SKENARIO 3

BERCAK MERAH DAN GATAL DI SELANGKANGAN

BLOK PANCA INDERA

OLEH

KELOMPOK A-10

Ketua : Betha Nurvia (1102010048)

` Sekretaris : Chairunnisa Kurnia P.R. (1102010055)

Anggota : Asri Alifa Sholehah (11020100)

Dira Sari Puji (1102011082)

Dwi Putri Jayanti (1102011084)

Eka Budi Utami (1102011085)

Eli Yulianti (1102011086)

Erika Anggraini (1102011088)

Erina Imronikha (1102011089)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

2013-2014

1
SKENARIO 3

BERCAK MERAH DAN GATAL DI SELANGKANGAN

Seorang wanita berusia 28 tahun dating ke poliklinik dengan keluhan bercak merah dan gatal
terutama bila keringat di selangkangan sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan disertai dengan
beruntus dan kulit yang menebal berwarna gelap. Kelainan ini hilang timbul selama 6
bulan, hilang apabila diobati dan timbul saat menstruasi atau menggunakan celana berlapis.
Riwayat keputihan disangkal. Kelainan ini dirasakan setelah berat badan penderita bertambah.

Pada pemeriksaan generalis : dalam batas normal

Pada pemeriksaan dermatologis : Regioner, bilateral pada ke-2 sisi medial paha atas tampak
lesi multiple, berbatas tegas, bentuk beraturan, ukuran bervariasi dari diameter 0,03cm sampai
0,1cm, kering, permukaan halus dengan efloresensiberupa plak eritem, sebagian likhenifikasi
yang hiperpigmentasi, pada bagian tengah tampak central healing dengan ditutupi skuama
halus.

Setelah mendapatkan terapi, penderita diminta untuk control rutin dan menjaga serta
memelihara kesehatan kulit sesuai tuntunan ajaran Islam.

SASARAN BELAJAR

2
LI 1. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN ANATOMI MIKROSKOPIS KULIT

LI 2. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN

2.1. DEFINISI
2.2. ETIOLOGI
2.3. KLASIFIKASI
2.4. PATOFISIOLOGI
2.5. MANIFESTASI KLINIK
2.6. DIAGNOSIS
2.7. DIAGNOSIS BANDING
2.8. TATALAKSANA
2.9. KOMPLIKASI
2.10. PROGNOSIS
2.11. PENCEGAHAN

LI 3. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN KEBERSIHAN KULIT MENURUT ISLAM

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Mikroskopis Kulit

3
Epidermis
 Terletak di permukaan
 Merupakan epitel
 Berasal dari ektoderm

Stratum Germinativum
 Selapis sel torak sampai kubis
 Terletak pd L. Basalis
 Mempunyai tonjolan sitoplasma
yg pendek dan tipis yg tertanam
pd L. Basalis
 Sering terlihat mitosis
 Akan memperbaharui sel2
epidermis

Stratum Spinosum
 Makin ke permukaan sel2
makin gepeng
 Sel-sel mempunyai tonjolan2 sitoplasma seperti SPINA, bertemu dg tonjolan2
sitoplasma sel disebelahnya, membentuk jembatan interseluler
 Dengan M.E jembatan ini membentuk kontak dg desmosom

Stratum Genosum
 Tdd 3-5 lapis sel gepeng, sb panjang sejajar permukaan kulit
 Sitoplasma mengandung granula keratohialin

Stratum Lucidum
 Merupakan lpsn jernih translusen tdd 3-5 lapis sel gepeng yang tersusun sangat
rapat
 Batas2 sel tidak jelas
 Sitoplasma mengandung substansi semifluid  keratohialin, yg bersifat eosinofil.
Diduga dihasilkan oleh granula keratohialin

Stratum Korneum
 Tdd sel jernih , mati seperti sisik yg semakin menggepeng dan menyatu
 Inti sel tdk ada
 Sitoplasma diganti keratin
 Sel2 tersusun padat tanpa batas yg tegas
 Lpsn paling luar selalu mengelupas  STRATUM DISJUNCTUM

Dermis

4
 Terletak di bawah epidermis
 Jaringan penyambung padat yg vaskular
 Berasal dari mesoderm
 Tebal rata2 0,5-3 mm atau lebih
 Anyaman padat tersusun tak teratur
 Tdd 2 lpsn :
o str. Papilare
o Str. Retikulare

Dermis merupakan lapisan kedua dari kulit. Batas dengan epidermis dilapisi oleh membran
basalis dan di sebelah bawah berbatasan dengan subkutis tetapi batas ini tidak jelas hanya kita
ambil sebagai patokan adalah mulainya terdapat sel lemak.

Dermis terdiri dari dua lapisan yaitu bagian atas , pars papilaris (stratum papilar) dan bagian
bawah, retikularis (stratum retikularis). Batas antara pars papilaris dan pars retikularis adalah
bagian bawahnya sampai ke subkutis. Baik pars papilaris maupun pars retikularis terdiri dari
jaringan longgar yang tersusun dari serabut – serabut yaitu serabut kolagen, serabut elastis,
dan serabut retikulus.

Serabut ini saling beranyaman dan masing – masing mempunyai tugas yang berbeda. Serabut
kolagen, untuk memberikan kekuatan pada kulit, serabut elastis, memberikan kelenturan pada
kulit, dan retikulus, terdapat terutama di sekitar kelenjar dan folikel rambut dan memberikan
kekuatan pada alai tersebut.

5
Selain kedua stratum di atas, dermis juga mengandung beberapa turunan epidermis, yaitu
folikel rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebacea

 Rambut, merupakan struktur berkeratin panjang yang berasal dari invaginasi epitel
epidermis, yaitu folikel rambut. Pada folikel ini terdapat pelebaran terminal yang
berbentuk benjolan pada sebuah papilla dermis. Papila dermis tersebut mengandung
kapiler dan ditutupi oleh sel-sel yang akan membentuk korteks rambut, kutikula rambut,
dan sarung akar rambut.
 Kelenjar keringat, yang terdiri atas kelenjar keringat merokrin dan kelenjar keringat
apokrin

1. Kelenjar keringat merokrin, berupa kelenjar tubular sipleks bergelung dengan saluran
bermuara di permukaan kulit. Salurannya tidak bercabang dan memiliki diameter lebih
kecil dari bagian sekresinya 0,4 mm. Terdapat dua macam sel mioepitel yang
mengelilingi bagian sekresinya, yaitu sel gelap yang mengandung granula sekretoris
dan sel terang yang tidak mengandung granula sekretoris.
2. Kelenjar keringat apokrin, memiliki ukuran lebih besar (3-5 mm) dari kelenjar keringat
merokrin. Kelenjar ini terbenam di bagian dermis dan hipodermis, dan duktusnya
bermuara ke dalam folikel rambut. Terdapat di daerah ketiak dan anus.

Kelenjar keringat menghasilkan keringat. Banyaknya keringat yang dikeluarkan dapat


mencapai 2.000 ml setiap hari, tergantung pada kebutuhan tubuh dan pengaturan suhu.
Keringat mengandung air, garam, dan urea. Fungsi lain sebagai alat ekskresi adalah sebagai
organ penerima rangsangan, pelindung terhadap kerusakan fisik, penyinaran, dan bibit
penyakit, serta untuk pengaturan suhu tubuh.
Pada suhu lingkungan tinggi (panas), kelenjar keringat menjadi aktif dan pembuluh kapiler di
kulit melebar. Melebarnya pembuluh kapiler akan memudahkan proses pembuangan air dan
sisa metabolisme. Aktifnya kelenjar keringat mengakibatkan keluarnya keringat ke permukaan
kulit dengan cara penguapan. Penguapan mengakibatkan suhu di permukaan kulit turun
sehingga kita tidak merasakan panas lagi.

Sebaliknya, saat suhu lingkungan rendah, kelenjar keringat tidak aktid dan pembuluh kapiler
di kulit menyempit. Pada keadaan ini darah tidak membuang sisa metabolisme dan air,
akibatnya penguapan sangat berkurang, sehingga suhu tubuh tetap dan tubuh tidak mengalami
kendinginan. Keluarnya keringat dikontrol oleh hipotalamus

 Kelenjar sebacea, yang merupakan kelenjar holokrin, terbenam di bagian dermis


dengan jumlah bervariasi mulai dari seratus hingga sembilan ratus per centimeter
persegi. Sekret dari kelenjar sebacea adalah sebum, yang tersusun atas campuran lipid
meliputi trigliserida, lilin, squalene, dan kolesterol beserta esternya.

Subkutan

6
Subkutis terdiri dari kumpulan – kumpulan sel – sel lemak dan di antara gerombolan ini
berjalan serabut – serabut jaringan ikat dermis. Sel – sel lemak ini bentuknya bulat dengan
intinya terdesak di pinggir, sehingga membentuk seperti cincin. Lapisan lemak ini disebut
penikulus adiposus yang tebalnya tidak sama pada tiap – tiap tempat dan juga pembagian antara
laki – laki dan perempuan tidak sama (berlainan). Guna penikulus adiposus adalah sebagai
shock breaker atau pegas bila tekanan trauma mekanis yang menimpa pada kulit, isolator panas
atau untuk mempertahankan suhu, penimbunan kalori, dan tambahan untuk kecantikan tubuh.
Di bawah subkutis terdapat selaput otot kemudian baru terdapat otot.

Untuk mendukung fungsi kulit sebagai penerima stimulus, maka terdapat banyak ujung saraf,
antara lain di epidermis, folikel rambut, kelenjar kutan, jaringan dermis dan subkutis, serta
papila dermis. Ujung saraf ini tanggap terhadap stimulus seperti rabaan-tekanan, sensasi taktil,
suhu tinggi/rendah, nyeri, gatal, dan sensasi lainnya. Ujung saraf ini meliputi ujung Ruffini,
Vaterpacini, Meissner, dan Krause.

CIRI-CIRI KULIT
 Pembungkus yang elastis yang melindungi kulit dari pengaruh lingkungan.
 Alat tubuh yang terberat : 15 % dari berat badan.
 Luas : 1,50 – 1,75 m.
 Tebal rata – rata : 1,22mm.
 Daerah yang paling tebal (66 mm), pada telapak tangan dan telapak kaki dan paling
tipis (0,5 mm) pada daerah penis.

FUNGSI KULIT
Kulit memiliki beberapa fungsi:
 Sebagai alat pengeluaran berupa kelenjar keringat.
 Sebagai alat peraba.
 Sebagai pelindung organ dibawahnya.
 Tempat dibuatnya Vit D dengan bantuan sinar matahari.
 Pengatur suhu tubuh.
 Tempat menimbun lemak.

Selain itu turunan kulit yang lain adalah kuku. Kuku merupakan lempeng sel epitel berkeratin
pada permukaan dorsal setiap falang distal. Lempeng kuku terletak pada stratum korneum,
sedangkan dasar kuku terletak pada stratum basal dan spinosum.

LI 2. Memahami dan Menjelaskan Dermatifitosis

2.1. Definisi

Penyakit yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofit disebut “Dermatofitosis”.


Golongan jamur ini dapat mencerna keratin kulit oleh karena mempunyai daya Tarik kepada
7
keratin (keratinofilik) sehingga infeksi jamur ini dapat menyerang lapisan-lapisan kulit mulai
dari stratum korneum sampai dengan stratum basalis.

DERMATOFITOSIS adalah setiap infeksi fungal superfisial yang disebabkan oleh dermatofit
dan mengenai stratum korneum kulit, rambut dan kuku, termasuk onikomikosis dan berbagai
macam bentuk tinea. Disebut juga epidermomycosis dan epidermophytosis.

Jamur dermatofit dinamai sesuai dengan genusnya (mycrosporum, trichophyton, dan


epidermophyton) dan spesiesnya misalnya, microsporum canis, t. rubrum). Beberapanya
hanya menyerang manusia (antropofilik), dan yang lainya terutama menyerang hewan
(zoofilik), walau kadang bisa menyerang manusia. Apabila jamur hewan menimbulkan lesi
dikulit pada manusia, keberadaaan jamur tersebut sering menyebabkan suatu reaksi inflamasi
yang hebat (misalnya, cattle ringworm).

2.2. Etiologi

Dermatofitosis disebabkan jamur golongan dermatofita yang terdiri dari tiga genus yaitu
genus:
Mikrosporon, Trikofiton dan Epidermofiton.
Dari 41 spesies dermafito yang sudah dikenal hanya 23 spesies yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia dan binatang yang terdiri dari 15 spesies Trikofiton, 7 spesies
Mikrosporon dan 1 spesies Epidermafiton.

Cara penentuan dermatofitosis terlihat pada bagan dan garnbar (dibawah ini). Selain sifat
keratinofilik ini, setiap spesies dermatofita m empunyai afinitas terhadap hospes tertentu.
Dermatofita yang zoofilik terutama menyerang binatang, dan kadang-kadang menyerang
manusia. Misalnya : Mirosporon canis dan Trikofiton verukosum. Dermatofita yang geofilik
adalah jamur yang hidup di tanah dan dapat menimbulkan radang yang moderat pada
manusia, misalnya Mikrosporon gipsium.

Berdasarkan sifat makro dan mikro, dermatofita dibagi menjadi: microsporum, tricopyton, dan
epidermophyton. Yang paling terbanyak ditemukan di Indonesia adalah T.rubrum. dermatofita
lain adalah: E.floccosum, T.mentagrophytes, M. canis, M. gypseum, T.cocentricum,
T.schoeleini dan T. tonsurans.5

Microsporum
Kelompok dermatofita yang bersifat keratofilik, hidup pada tubuh manusia (antropofilik) atau
pada hewan (zoofilik). Merupakan bentuk aseksual dari jamur. Terdiri dari 17 spesies, dan yang
terbanyak adalah: 6

SPECIES CLASSIFICATION (NATURAL RESERVOIR)


Microsporum audouinii Anthropophilic

8
Microsporum canis Zoophilic (Cats and dogs)
Microsporum cooeki Geophilic (also isolated from furs of cats, dogs, and
rodents)
Microsporum ferrugineum Anthropophilic
Microsporum gallinae Zoophilic (fowl)
Microsporum gypseum Geophilic (also isolated from fur of rodents)
Microsporum nanum Geophilic and zoophilic (swine)
Microsporum persicolor Zoophilic (vole and field mouse)

Tabel Spesies Microsporum.

Koloni mikrosporum adalah glabrous, serbuk halus, seperti wool atau powder. Pertumbuhan
pada agar Sabouraud dextrose pada 25°C mungkin melambat atau sedikit cepat dan diameter
dari koloni bervariasi 1- 9 cm setelah 7 hari pengeraman. Warna dari koloni bervariasi
tergantung pada jenis itu. Mungkin saja putih seperti wol halus yang masih putih atau
menguning sampai cinamon.6

Epidermophyton
Jenis Epidermophyton terdiri dari dua jenis; Epidermophyton floccosum dan Epidermophyton
stockdaleae. E. stockdaleae dikenal sebagai non-patogenik, sedangkan E. floccosum satu-
satunya jenis yang menyebabkan infeksi pada manusia. E. floccosum adalah satu penyebab
tersering dermatofitosis pada individu tidak sehat. Menginfeksi kulit (tinea corporis, tinea
cruris, tinea pedis) dan kuku (onychomycosis). Infeksi terbatas kepada lapisan korneum kulit
luar.koloni E. floccosum tumbuh cepat dan matur dalam 10 hari. Diikuti inkubasi pada suhu 25
° C pada agar potato-dextrose, koloni kuning kecoklat-coklatan

Tricophyton

Trichophyton adalah suatu dermatofita yang hidup di tanah, binatang atau manusia.
Berdasarkan tempat tinggal terdiri atas anthropophilic, zoophilic, dan geophilic. Trichophyton
concentricum adalah endemic pulau Pacifik, Bagian tenggara Asia, dan Amerika Pusat.
Trichophyton adalah satu penyebab infeksi pada rambut, kulit, dan kuku pada manusia.

NATURAL HABITATS OF TRICHOPHYTON SPECIES


Species Natural Reservoir
Ajelloi Geophilic
Concentricum Anthropophilic
Equinum zoophilic (horse)
Erinacei zoophilic (hedgehog)
Flavescens geophilic (feathers)
Gloriae Geophilic
Interdigitale Anthropophilic
Megnini Anthropophilic
Mentagrophytes zoophilic (rodents, rabbit) /
anthropophilic
Phaseoliforme Geophilic

9
Rubrum Anthropophilic
Schoenleinii Anthropophilic
Simii zoophilic (monkey, fowl)
Soudanense Anthropophilic
Terrestre Geophilic
Tonsurans Anthropophilic
Vanbreuseghemii Geophilic
Verrucosum zoophilic (cattle, horse)
Violaceum Anthropophilic
Yaoundei anthropophilic

Tabel Spesies Trichophyton.

FAKTOR PENULARAN
Cara penularan jamur dapat secara langsung dan secara tidak langsung. Penularan langsung
dapat secara fomitis, epitel, rambut-rambut yang mengandung jamur baikdari manusia,
binatang atau dari tanah. Penularan tak langsung dapat melalui tanaman, kayu yang
dihinggapi jamur, barang-barang atau pakaian, debu atau air. Disamping cara penularan
tersebut diatas, untuk timbulnya kelainan-kelainan di kulit tergantung dari beberapa faktor :
1. Faktor virulensi dari dermatofita
Virulensi ini tergantung pada afinitas jamur itu, apakah jamur Antropofilik, Zoofilik
atau Geofilik. Selain afinitas ini masing-masing jenis jamur ini berbeda pula satu
dengan yang lain dalam afinitas terhadap manusia maupun bagian-bagian dari tubuh
Misalnya : Trikofiton rubrum jarang menyerang rambut, Epidermatofiton flokosum
paling sering menyerang lipat pada bagian dalam.
2. Faktor trauma
Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil, lebih susah untuk terserang jamur.
3. Faktor-suhu dan kelembaban
Kedua faktor ini sangat jelas berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak pada
lokalisasi atau lokal, di mana banyak keringat seperti lipat paha dan sela-sela jari
paling sering terserang penyakit jamur ini.
4. Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan
Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur di mana terlihat insiden
penyakit jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah, penyakit ini
lebih sering ditemukan dibanding golongan sosial dan ekonomi yang lebih baik.
5. Faktor umur dan jenis kelamin
Penyakit Tinea kapitis lebih sering ditemukan pada anak-anak dibandingkan orang
dewasa, dan pada wanita lebih sering ditemukan infeksi jamur di sela-sela jari
dibanding pria dan hal ini banyak berhubungan dengan pekerjaan. Di samping faktor-
faktor tadi masih ada faktor-faktor lain seperti faktor perlindungan tubuh (topi, sepatu
dan sebagainya) , faktor transpirasi serta pemakaian pakaian yang serba nilan, dapat
mempermudah penyakit jamur ini.

10
2.3. Klasifikasi

Secara etiologis dermatofitosis disebabkan oleh tiga genus dan penyakit yang ditimbulkan
sesuai dengan penyebabnya. Diagnosis etiologi ini sangat sukar oleh karena harus menunggu
hasil biakan jamur dan ini memerlukan waktu yang agak lama dan tidak praktis. Disamping
itu sering satu gambaran klinik dapat disebabkan oleh beberapa jenis spesies jamur, dan
kadang-kadang satu gambaran klinis dapat disebabkan oleh beberapa spesies dematofita
sesuai dengan lokalisasi tubuh yang diserang.

Klasifikasi tinea yaitu berdasarkan letak anatomis dari kelainan kulit yang muncul. untuk
timbulnya kelainan-kelainan di kulit tergantung dari beberapa factor, yaitu Faktor virulensi
dari dermatofita, Faktor trauma, Faktor-suhu dan kelembaban, Keadaan sosial serta
kurangnya kebersihan, Faktor umur dan jenis kelamin

Berdasarkan lokalisasi, dermatofitosis terdiri dari :

A. Tinea Kapitis (Scalp ring worm ;Tinea Tonsurans)

Biasanya penyakit ini banyak menyerang anak-anak dan sering ditularkan melalui binatang-
binatang peliharaan seperti kucing, anjing dan sebagainya.

Berdasarkan bentuk yang khas Tinea Kapitis dibagi dalam 4 bentuk :

1. Gray pacth ring worm

Penyakit ini dimulai dengan papel merah kecil yang melebar ke sekitarnya dan membentuk
bercak yang berwarna pucat dan bersisik. Warna rambut jadi abu-abu dan tidak mengkilat
lagi, serta mudah patah dan terlepas dari akarnya, sehingga menimbulkan alopesia setempat.
Dengan pemeriksaan sinar wood tampak flourisensi kekuning-kuningan pada rambut yang
sakit melalui batas “Grey pacth” tersebut. Jenis ini biasanya disebabkan spesies mikrosporon
dan trikofiton .

2. Black dot ring worm

Terutama disebabkan oleh Trikofiton Tonsurans, T. violaseum, mentagrofites. infeksi jamur


terjadi di dalam rambut (endotrik) atau luar rambut (ektotrik) yang menyebabkan rambut
putus tepat pada permukaan kulit kepala. Ujung rambut tampak sebagai titik-titik hitam diatas
permukaan kulit, yang berwarna kelabu sehingga tarnpak sebagai gambaran ” black dot”.
Biasanya bentuk ini terdapat pada orang dewasa dan lebih sering pada wanita. Rambut sekitar
lesi juga jadi tidak bercahaya lagi disebabkan kemungkinan sudah terkena infeksi penyebab
utama adalah Trikofiton tonsusurans dan T.violaseum.

3. Kerion
11
Bentuk ini adalah yang serius, karena disertai dengan radang yang hebat yang bersifat lokal,
sehingga pada kulit kepala tampak bisul-bisul kecil yang berkelompok dan kadang-kadang
ditutupi sisik-sisik tebal. Rambut di daerah ini putus-putus dan mudah dicabut. Bila kerion ini
pecah akan meninggalkan suatu daerah yang botak permanen oleh karena terjadi sikatrik.
Bentuk ini terutama disebabkan oleh Mikosporon kanis, M.gipseum , T.tonsurans dan T.
Violaseum.

4.Tinea favosa

Kelainan di kepala dimulai dengan bintik-bintik kecil di bawah kulit yang berwarna merah
kekuningan dan berkembang menjadi krusta yang berbentuk cawan (skutula), serta memberi
bau busuk seperti bau tikus “moussy odor”. Rambut di atas skutula putus-putus dan mudah
lepas dan tidak mengkilat lagi. Bila menyembuh akan meninggalkan jaringan parut dan
alopesia yang permanen. Penyebab utamanya adalah Trikofiton schoenleini, T. violasum dan
T. gipsum. Oleh karena Tinea kapitis ini sering menyerupai penyakit-penyakit kulit yang
menyerang daerah kepala, maka penyakit ini harus dibedakan dengan penyakitpenyakit
bukan oleh jamur seperti: Psoriasis vulgaris dan Dermatitis seboroika.

B. Tinea Korporis (Tinea circinata=Tinea glabrosa)

Penyakit ini banyak diderita oleh orang-orang yang kurang mengerti kebersihan dan banyak
bekerja ditempat panas, yang banyak berkeringat serta kelembaban kulit yang lebih tinggi.
Predileksi biasanya terdapat dimuka, anggota gerak atas, dada, punggung dan anggota gerak
bawah. Bentuk yang klasik dimulai dengan lesi-lesi yang bulat atau lonjong dengan tepi yang
aktif. Dengan perkembangan ke arah luar maka bercak-bercak bisa melebar dan akhirnya
dapat memberi gambaran yang polisiklis, arsiner, atau sinsiner. Pada bagian tepi tampak aktif
dengan tanda-tanda eritema, adanya papel-papel dan vesikel, sedangkan pada bagian tengah
lesi relatif lebih tenang. Bila tinea korporis ini menahun tanda-tanda aktif jadi menghilang
selanjutnya hanya meningggalkan daerah-daerah yang hiperpigmentasi saja. Kelainan-
kelainan ini dapat teIjadi bersama-sama dengan Tinea kruris. Penyebab utamanya adalah :
T.violaseum, T.rubrum, T.metagrofites. Mikrosporon gipseum, M.kanis, M.audolini.
Penyakit ini sering menyerupai :

C. Tinea Kruris (Eczema marginatum.”Dhobi itch”, “Jockey itch”)

Penyakit ini memberikan keluhan perasaan gatal yang menahun, bertambah hebat bila disertai
dengan keluarnya keringat. Kelainan yang timbul dapat bersifat akut atau menahun. Kelainan
yang akut memberikan gambaran yang berupa makula yang eritematous dengan erosi dan
kadang-kadang terjadi ekskoriasis. Pinggir kelainan kulit tampak tegas dan aktif. Apabila
kelainan menjadi menahun maka efloresensi yang nampak hanya makula yang
hiperpigmentasi disertai skuamasi dan likenifikasi. Gambaran yang khas adalah lokalisasi
kelainan, yakni daerah lipat paha sebelah dalam, daerah perineum dan sekitar anus. Kadang-
kadang dapat meluas sampai ke gluteus, perot bagian bawah dan bahkan dapat sampai ke
aksila.

12
D. Tinea Manus Dan Tinea Pedis

Tinea pedis disebut juga Athlete’s foot atau “Ring worm of the foot”. Penyakit ini sering
menyerang orang-orang dewasa yang banyak bekerja di tempat basah seperti tukang cuci,
pekerja-pekerja di sawah atau orang-orang yang setiap hari harus memakai sepatu yang
tertutup seperti anggota tentara. Keluhan subjektif bervariasi mulai dari tanpa keluhan sampai
rasa gatal yang hebat dan nyeri bila ada infeksi sekunder (1).

Ada 3 bentuk Tinea pedis

1. Bentuk intertriginosa

Keluhan yang tampak berupa maserasi, skuamasi serta erosi, di celah-celah jari terutama jari
IV dan jari V. Hal ini terjadi disebabkan kelembaban di celah-ceIah jari tersebut membuat
jamur-jamur hidup lebih subur. Bila menahun dapat terjadi fisura yang nyeri bila kena sentuh.
Bila terjadi infeksi dapat menimbulkan selulitis atau erisipelas disertai gejala-gejala umum
(1).

2. Bentuk hiperkeratosis

Disini lebih jelas tampak ialah terjadi penebalan kulit disertai sisik terutama ditelapak kaki,
tepi kaki dan punggung kaki. Bila hiperkeratosisnya hebat dapat terjadi fisurafisura yang
dalam pada bagian lateral telapak kaki (1).

3. Bentuk vesikuler subakut

Kelainan-kelainan yang timbul di mulai pada daerah sekitar antar jari, kemudian meluas ke
punggung kaki atau telapak kaki. Tampak ada vesikel dan bula yang terletak agak dalam di
bawah kulit, diserta perasaan gatal yang hebat. Bila vesikelvesikel ini memecah akan
meninggalkan skuama melingkar yang disebut Collorette. Bila terjadi infeksi akan
memperhebat dan memperberat keadaan sehingga dapat terjadi erisipelas. Semua bentuk
yang terdapat pada Tinea pedis, dapat terjadi pada Tinea manus, yaitu dermatofitosis yang
menyerang tangan. Penyebab utamanya ialah : T .rubrum, T .mentagrofites, dan
Epidermofiton flokosum .

E. Tinea Unguium (Onikomikosis = ring worm of the nails)

Penyakit ini dapat dibedakan dalam 3 bentuk tergantung jamur penyebab dan permulaan dari
dekstruksi kuku. Subinguinal proksimal bila dimulai dari pangkal kuku, Subinguinal distal
bila di mulai dari tepi ujung dan Leukonikia trikofita bila di mulai dari bawah kuku.
Permukaan kuku tampak suram tidak mengkilat lagi, rapuh dan disertai oleh subungual
hiperkeratosis. Dibawah kuku tampak adanya detritus yang banyak mengandung elemen
jamur. Onikomikosis ini merupakan penyakit jamur yang kronik sekali, penderita minta
pertolongan dokter setelah menderita penyakit ini setelah beberapa lama, karena penyakit ini
tidak memberikan keluhan subjektif, tidak gatal, dan tidak sakit. Kadang-kadang penderita
baru datang berobat setelah seluruh kukunya sudah terkena penyakit. Penyebab utama adalah
: T.rubrum, T.metagrofites.
13
F. Tinea Barbae

Penderita Tinea barbae ini biasanya mengeluh rasa gatal di daerah jenggot, jambang dan
kumis, disertai rambut-rambut di daerah itu menjadi putus. Ada 2 bentuk yaitu superfisialis
dan kerion.

Superfisialis

Kelainan-kelainan berupa gejala eritem, papel dan skuama yang mula-mula kecil selanjutnya
meluas ke arab luar dan memberi gambaran polisiklik, dengan bagian tepi yang aktif.
Biasanya gambaran seperti ini menyerupai tinea korporis (1).

Kerion

Bentuk ini membentuk lesi-lesi yang eritematous dengan ditutupi krusta atau abses kecil
dengan permukaan membasah oleh karena erosi.

G. Tinea Imbrikata

Penyakit ini adalah bentuk yang khas dari Tinea korporis yang disebabkan oleh Trikofiton
konsentrikum. Gambaran klinik berupa makula yang eritematous dengan skuama yang
melingkar. Apabila diraba terasa jelas skuamanya menghadap ke dalam. Pada umumnya pada
bagian tengah dari lesi tidak menunjukkan daerah yang lebih tenang, tetapi seluruh makula
ditutupi oleh skuama yang melingkar. Penyakit ini sering menyerang seluruh permukaan
tubuh sehingga menyerupai Tinea korporis.

2.4. Patofisiologi

Patogenesis dermatofita memiliki 3 step :


 Adherence/ pengikatan.
Fungi selalu mempunyai hambatan dalam proses infeksinya, fungi harus resisten terhadap
sinar UV, tahan terhadap berbagai temperature dan kelembaban, kompetisi dengan flora
normal kulit, spingosine yang di hasilkan oleh keratinosit. Asam lemak yg di produksi oleh
glandula sebasea bersifat fungistatik (menghambat pertumbuhan jamur). Mulainya di
produksi asam lemak pada anak anak post-pubertas mungkin menerangkan menurunnya
kejadian tinea kapitis secara drastis.
 Penetration setelah fase adherence
spora akan tumbuh dan memasuki stratum korneum dengan kecepatan yang lebih cepat dari
waktu deskuamasi epidermis. Penetrasi juga di dukung dengan keluarnya ensim proteinase,
lipase dan musinolitik yang juga membantu dalam pembuatan nutrisi fungi. Trauma dan

14
maserasi merupakan faktor penting dalam memudahkan penetrasi fungi terutama pada
kasus tinea pedis. Fungal mannans yang ada di dinding sel dermatofita juga dapat
menurunkan poliferasi sel keratinosit. Pertahanan terbaru pada lapisan epidermis yang
lebih dapat tercapai diantaranya berkompetisi dengan besi dan juga penghambatan
pertumbuhan jamur oleh progesteron.
 Development a host response/ respon host
Proses inflamasi yang terjadi sangat tergantung dari sistem imun host dan juga oleh jenis
organisme. Beberapa fungi dapat menghasilkan faktor kemotaktik dengan berat melekul
rendah seperti yang dihasilkan bakteri. Antibodi tidak terlihat pada infeksi dermatofita,
tetapi hanya menggunakan jalur reaksi hipersensitivitas tipe IV. Infeksi yang sangat ringan
sering hanya menimbulkan inflamasi yang ringan juga, pertama muncul berupa eritema dan
scale / skuama yang menandakan terjadinya peningkatan pergantian keratinosite
(keratinocyte turnover). Antigen dermatofit di proses oleh sel langerhans epidermis dan di
presentasikan di nodus limpa lokal menuju ke limfosit T. Kemudian limfosit T mengalami
poliferasi dan bermigrasi ke lokasi untuk membunuh jamur dan pada waktu ini lesi menjadi
mendadak inflamasi. Oleh sebab ini barier epidermal menjadi permeable terhadap
transferin dan migrasi sel.

Patofisiologi lain
Dermatofita hanya dapat hidup di stratum korneum manusia yang menyediakan
sumber nutrisi untuk jamur tersebut dan untuk miselia yang sedang tumbuh. Infeksi
dermatofita meliputi 3 langkah : perlekatan ke keratinosit, penetrasi melalui dan diantara sel,
perkembangan respon host.

Perlekatan : Jamur superfisial harus menghadapi beberapa hambatan agar artrokonidia


(elemen infeksiusnya) dapat melekat ke jaringan keratin. Mereka harus tahan terhadap
pengaruh sinar ultraviolet, berkompetisis dengan flora normal kulit, variasi suhu dan
kelembaban, dan sfingosisn yang diproduksi oleh keratinosit. Asam lemak yang dihasilkan
oleh glandula sebasea bersifat fungistatik, khususnya yang memiliki panjang rantainya 7, 9,
11, dan 13. Adanya asam lemak ini mungkin berperan dalam penurunan tinea kapitis yang
signifikan pada post-pubertas.

Penetrasi : Setelah melekat, spora harus menyerbuk dan berpenetrasi ke stratum korneum
dengan kecepatan yang lebih tinggi dari deskuamasi. Penetrasi selesai terlaksana dengan
adanya sekresi proteinase, lipase dan enzim mucinolitik yang juga menyediakan nutrisi untuk
jamur. Trauma dan maserasi membantu penetrasi jamur dan merupakan faktor penting dalam
patologi tinea pedis. Fungal mannans di dinding sel dermatofita juga dapat menurunkan
tingkat proliferasi keratinosit. Pertahanan baru muncul saat memasuki lapisan epidermis yang
lebih dalam, meliputi kompetisi terhadap besi dengan unsaturated transferin dan inhibisi
pertumbuhan jamur oleh progesteron.

15
Perkembangan Respon Host : Derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien dan
organisme yang terlibat. Deteksi imun dan kemotaksis sel-sel peradangan dapat terjadi
melalui beberapa mekanisme. Beberapa jamur menghasilkan faktor kemotaktik dengan berat
molekul rendah seperti yang dihasilkan oleh bakteri. Yang lainnya mengaktivasi komplemen
via jalur alternatif, menciptakan faktor kemotaktik yang berasal dari komplemen.
Pembentukan antibodi nampaknya tidak protektif dalam infeksi dermatofita ini karena
pasien dengan infeksi yang tersebar luas dapat memiliki titer antibodi yang meningkat.
Sebagai kemungkinan lain, reaksi hipersensitif tipe IV memainkan peran penting dalam
memerangi dermatofitosis. Penggerak imunitas seluler ini diperoleh dengan sekresi interferon
gamma dari limfosit T helper 1. Pada pasien yang belum pernah terpapar dermatofita
sebelumnya, infeksi primer menimbulkan peradangan minimal, dan trichophytin skin test
hasilnya negatif. Infeksi tersebut menimbulkan eritem ringan berskuama (hasil dari
peningkatan turnover keratinosite). Dihipotesiskan bahwa antigen dermatofita diproses oleh
sel langerhans epidermal dan dipresentasikan kelimfosit T yang ada di limfonodi lokal.
Limfosit T mengalami proliferasi klonal dan bermigrasi ke sisi yang terinfeksi untuk
menyerang jamur. Pada saat tersebut, lesi mendadak meradang, barrier epidermal menjadi
permeabel terhadap transferin dan sel-sel yang bermigrasi. Dengan segera jamur dibersihkan
dan lesi sembuh dengan spontan. Trichophytin skin test pada saat tersebut akan positif dan
pembersihan infeksi yang kedua akan terjadi lebih cepat.
Reaksi dermatifitid yang terjadi pada 4-5% pasien, merupakan reaksi kulit alergik,
eksematous dan meradang. Tidak seperti pada lesi primer, pemeriksaan KOH dan kultur pada
reaksi dermatofitid ini negatif. Reaksi ini akan membentuk papul folikuler, eritema nodusum,
id vesikuler pada tangan kaki, erysipelas-like, erythema annulare centrifugum, ataupun
urtikaria. Meskipun mekanisme yang tepat belum diketahui, reaksi ini berhubungan dengan
reaksi hipersensitif tipe IV terhadap trichophytin test dan mungkin melibatkan antigen jamur
yang diabsorbsi secara sistemik.

2.5. Manifestasi Klinis

Berdasarkan lokalisasi, dermatofitosis terdiri dari:


a. Tinea Kapitis (Scalp ring worm; Tinea Tonsurans)
Biasanya penyakit ini banyak menyerang anak-anak dan sering ditularkan melalui
binatang- binatang peliharaan seperti kucing, anjing dan sebagainya. Berdasarkan
bentuk yang khas Tinea Kapitis dibagi dalam 4 bentuk :
1. Gray pacth ring worm
Penyakit ini dimulai dengan papel merah kecil yang melebar ke sekitarnya dan
membentuk bercak yang berwarna pucat dan bersisik. Warna rambut jadi abu-abu
dan tidak mengkilat lagi, serta mudah patah dan terlepas dari akarnya, sehingga
menimbulkan alopesia setempat. Dengan pemeriksaan sinar wood tampak
flourisensi kekuning-kuningan pada rambut yang sakit melalui batas “Grey pacth”
tersebut. Jenis ini biasanya disebabkan spesies mikrosporon dan trikofiton (1).
2. Black dot ring worm

16
Terutama disebabkan oleh Trikofiton Tonsurans, T. violaseum, mentagrofites.
infeksi jamur terjadi di dalam rambut (endotrik) atau luar rambut (ektotrik) yang
menyebabkan rambut putus tepat pada permukaan kulit kepala. Ujung rambut
tampak sebagai titik-titik hitam diatas permukaan ulit, yang berwarna kelabu
sehingga tarnpak sebagai gambaran ” back dot”. Biasanya bentuk ini terdapat pada
orang dewasa dan lebih sering pada wanita. Rambut sekitar lesi juga jadi tidak
bercahaya lagi disebabkan kemungkinan sudah terkena infeksi penyebab utama
adalah Trikofiton tonsusurans dan T.violaseum.
3. Kerion
Bentuk ini adalah yang serius, karena disertai dengan radang yang hebat yang
bersifat lokal, sehingga pada kulit kepala tampak bisul-bisul kecil yang
berkelompok dan kadang-kadang ditutupi sisik-sisik tebal. Rambut di daerah ini
putus-putus dan mudah dicabut. Bila kerion ini pecah akan meninggalkan suatu
daerah yang botak permanen oleh karena terjadi sikatrik. Bentuk ini terutama
disebabkan oleh Mikosporon kanis, M.gipseum , T.tonsurans dan T. Violaseum.
4. .Tinea favosa
Kelainan di kepala dimulai dengan bintik-bintik kecil di bawah kulit yang
berwarna merah kekuningan dan berkembang menjadi krusta yang berbentuk
cawan (skutula), serta memberi bau busuk seperti bau tikus “moussy odor”.
Rambut di atas skutula putus-putus dan mudah lepas dan tidak mengkilat lagi.
Bila menyembuh akan meninggalkan jaringan parut dan alopesia yang permanen.
Penyebab utamanya adalah Trikofiton schoenleini, T. violasum dan T. gipsum.
Oleh karena Tinea kapitis ini sering menyerupai penyakit-penyakit kulit yang
menyerang daerah kepala, maka penyakit ini harus dibedakan dengan
penyakitpenyakit bukan oleh jamur seperti: Psoriasis vulgaris dan Dermatitis
seboroika

b. Tinea Korporis (Tinea circinata=Tinea glabrosa)


Penyakit ini banyak diderita oleh orang-orang yang kurang mengerti kebersihan dan
banyak bekerja ditempat panas, yang banyak berkeringat serta kelembaban kulit yang
lebih tinggi. Predileksi biasanya terdapat dimuka, anggota gerak atas, dada, punggung
dan anggota gerak bawah. Bentuk yang klasik dimulai dengan lesi-lesi yang bulat atau
lonjong dengan tepi yang aktif. Dengan perkembangan ke arah luar maka bercak-
bercak bisa melebar dan akhirnya dapat memberi gambaran yang polisiklis, arsiner,
atau sinsiner. Pada bagian tepi tampak aktif dengan tanda-tanda eritema, adanya
papel-papel dan vesikel, sedangkan pada bagian tengah lesi relatif lebih tenang. Bila
tinea korporis ini menahun tanda-tanda aktif jadi menghilang selanjutnya hanya
meningggalkan daerah-daerah yang hiperpigmentasi saja. Kelainan-kelainan ini dapat
teIjadi bersama-sama dengan Tinea kruris. Penyebab utamanya adalah : T.violaseum,
T.rubrum, T.metagrofites. Mikrosporon gipseum, M.kanis, M.audolini.

c. Tinea Kruris (Eczema marginatum.”Dhobi itch”, “Jockey itch”)

17
Penyakit ini memberikan keluhan perasaan gatal yang menahun, bertambah hebat bila
disertai dengan keluarnya keringat. Kelainan yang timbul dapat bersifat akut atau
menahun. Kelainan yang akut memberikan gambaran yang berupa makula yang
eritematous dengan erosi dan kadang-kadang terjadi ekskoriasis. Pinggir kelainan
kulit tampak tegas dan aktif. Apabila kelainan menjadi menahun maka efloresensi
yang nampak hanya makula yang hiperpigmentasi disertai skuamasi dan likenifikasi.
Gambaran yang khas adalah lokalisasi kelainan, yakni daerah lipat paha sebelah
dalam, daerah perineum dan sekitar anus. Kadang-kadang dapat meluas sampai ke
gluteus, perot bagian bawah dan bahkan dapat sampai ke aksila.

d. Tinea Manus Dan Tinea Pedis


Tinea pedis disebut juga Athlete’s foot atau “Ring worm of the foot”. Penyakit ini
sering menyerang orang-orang dewasa yang banyak bekerja di tempat basah seperti
tukang cuci, pekerja-pekerja di sawah atau orang-orang yang setiap hari harus
memakai sepatu yang tertutup seperti anggota tentara. Keluhan subjektif bervariasi
mulai dari tanpa keluhan sampai rasa gatal yang hebat dan nyeri bila ada infeksi
sekunder.

Ada 3 bentuk Tinea pedis:


 Bentuk intertriginosa
Keluhan yang tampak berupa maserasi, skuamasi serta erosi, di celah-celah
jari terutama jari IV dan jari V. Hal ini terjadi disebabkan kelembaban di
celah-ceIah jari tersebut membuat jamur-jamur hidup lebih subur. Bila
menahun dapat terjadi fisura yang nyeri bila kena sentuh. Bila terjadi infeksi
dapat menimbulkan selulitis atau erisipelas disertai gejala-gejala umum (1).
 Bentuk hiperkerato hiperkeratosissis
Disini lebih jelas tampak ialah terjadi penebalan kulit disertai sisik terutama
ditelapak kaki, tepi kaki dan punggung kaki. Bila hiperkeratosisnya hebat
dapat terjadi fisurafisura yang dalam pada bagian lateral telapak kaki.
 Bentuk vesikuler subakut
Kelainan-kelainan yang timbul di mulai pada daerah sekitar antar jari,
kemudian meluas ke punggung kaki atau telapak kaki. Tampak ada vesikel
dan bula yang terletak agak dalam di bawah kulit, diserta perasaan gatal yang
hebat. Bila vesikelvesikel ini memecah akan meninggalkan skuama melingkar
yang disebut Collorette. Bila terjadi infeksi akan memperhebat dan
memperberat keadaan sehingga dapat terjadi erisipelas. Semua bentuk yang
terdapat pada Tinea pedis, dapat terjadi pada Tinea manus, yaitu
dermatofitosis yang menyerang tangan. Penyebab utamanya ialah : T .rubrum,
T .mentagrofites, dan Epidermofiton flokosum.

e. Tinea Unguium (Onikomikosis = ring worm of the nails)


Penyakit ini dapat dibedakan dalam 3 bentuk tergantung jamur penyebab dan
permulaan dari dekstruksi kuku. Subinguinal proksimal bila dimulai dari pangkal
18
kuku, Subinguinal distal bila di mulai dari tepi ujung dan Leukonikia trikofita bila di
mulai dari bawah kuku. Permukaan kuku tampak suram tidak mengkilat lagi, rapuh
dan disertai oleh subungual hiperkeratosis. Dibawah kuku tampak adanya detritus
yang banyak mengandung elemen jamur. Onikomikosis ini merupakan penyakit jamur
yang kronik sekali, penderita minta pertolongan dokter setelah menderita penyakit ini
setelah beberapa lama, karena penyakit ini tidak memberikan keluhan subjektif, tidak
gatal, dan tidak sakit. Kadang-kadang penderita baru datang berobat setelah seluruh
kukunya sudah terkena penyakit. Penyebab utama adalah : T.rubrum, T.metagrofites.

f. Tinea Barbae
Penderita Tinea barbae ini biasanya mengeluh rasa gatal di daerah jenggot, jambang
dan kumis, disertai rambut-rambut di daerah itu menjadi putus. Ada 2 bentuk yaitu
superfisialis dan kerion:
 Superfisialis
Kelainan-kelainan berupa gejala eritem, papel dan skuama yang mula-mula
kecil selanjutnya meluas ke arab luar dan memberi gambaran polisiklik,
dengan bagian tepi yang aktif. Biasanya gambaran seperti ini menyerupai tinea
korporis
 Kerion
Bentuk ini membentuk lesi-lesi yang eritematous dengan ditutupi krusta atau
abses kecil dengan permukaan membasah oleh karena erosi.

g. Tinea Imbrikata
Penyakit ini adalah bentuk yang khas dari Tinea korporis yang disebabkan oleh
Trikofiton konsentrikum. Gambaran klinik berupa makula yang eritematous dengan
skuama yang melingkar. Apabila diraba terasa jelas skuamanya menghadap ke dalam.
Pada umumnya pada bagian tengah dari lesi tidak menunjukkan daerah yang lebih
tenang, tetapi seluruh makula ditutupi oleh skuama yang melingkar.

2.6. Diagnosis

Diagnosis klinis dermatofitosis dapat dipastikan dengan pemeriksaan mikroskopis atau


kultur. Pemeriksaan mikroskopis dapat memberikan bukti infeksi jamur dalam hitungan
menit, namun hal ini sering tidak diperbolehkan untuk spesiasi atau identifikasi profil
susceptibilitas dari agen infeksius. Evaluasi mikroskopis juga dapat menghasilkan negatif
palsu. Kultur jamur sebaiknya dilaksanakan saat curiga terdapat dermatofitosis secara klinis.

Pemeriksaan Mikroskopis
Rambut. Pemeriksaan lesi yang melibatkan scalp/jenggot dengan menggunakan lampu
wood’s dapat menimbulkan fluoresensi pteridin patogen tertentu. Jika demikian, rambut yang
berfluoresensi sebaiknya diseleksi untuk pemeriksaan lebih lanjut. Penting juga untuk

19
digarisbawahi bahwa meskipun M. Canis dan M. Audouinii berfluoresen pada pemeriksaan
lampu wood’s, organisme endotrix seperti T. Tonsurans tidak menghasilkan fluoresen. T.
Tonsurans yang sekarang merupakan penyebab tinea kapitis terbanyak di Amerika Serikat,
membatasi penggunaan lampu wood’s. Rmbut harus dicabut, bukan dipotong, letakkan pada
object glass, tetesi dengan 10-20% KOH (potassium hidroksida), tutup dengan deckglass dan
sedikit hangat. Mikroskopi berkekuatan rendah akan menunjukkan 2 kemungkinan infeksi:
 ektotrik---artrokonidia besar/kecil membentuk selubung di sekitar batang rambut
 endotrik---artrokonidia di dalam selubung rambut

Kulit dan kuku. Sampel kulit sebaiknya dimabil dengan mengeruk menggunakan tepi tumpul
scalpel ke arah luar dari tepi aktif lesi. Spesimen kuku harus meliputi potongan seluruh
ketebalan area kuku yang distrofik, sebisa mungkin dari proksimal sampai tepi distal. Dalam
preparat KOH 10-20%, dermatofita menunjukkan gambaran hifa yang bersekat dan
bercabang tanpa adanya konstriksi; namun kultur tetap diperlukan untuk identifikasi. Dengan
kultur, semua spesies dermatofita nampak identik.

PROSEDUR KULTUR
Spesiasi jamur superfisial didasarkan pada karakteristik makros, mikros dan
metabolik organisme tersebut. Saboraud’s dextrose agar (SDA) merupakan media isolasi
yang biasa digunakan dan memberikan dasar deskripsi yang paling morfologis. Namun
saproba kontaminan (oragnisme yang makannya dari material mati dan membusuk) tumbuh
cepat pada medium ini, menutupi patogen aslinya. Sehingga dibutuhkan adanya tambahan
sikloheksimid (0,5 g/L) dan kloramfenikol (0,05 g/L) agar mediumnya lebih selektif. Versi
komersial dari mediu agar ini telah tersedia sekarang. Medium tes dermatofita mengandung
phenol red sebagai indikator pH; tetap kuning kecoklatan dengan pertumbuhan sebagian
besar saprofit dan berubah merah jika aktivitas proteolitik dermaofita menaikkan pH hingga 8
atau lebih. Nondermatofita mengubah medium menjadi kuning karena produk asam yang
dihasilkannya. Identifikasi jamur yang diisolasi difasilitasi dengan penggunaan potato
dextrose agar yang merangsang pembentukan konidia dan pigmen. Spesiasi trichophyton
sering dibedakan dengan kebutuhan nutrisi mereka.
Kultur diinkubasi pada suhu kamar (26ºC [78,8ºF]) selama lebih dari 4 hari sebelum
diputuskan tidak adanya pertumbuhan. Dengan lebih dari 40 dermatofita yang sudah dikenal,
identifikasi yang benar membutuhkan sumber referensi yang sesuai.

2.7. Diagnosis Banding

Tinea pedis et manum harus dibedakan dengan dermatitis, yang biasanya batasnya tidak jelas,
bagian tepi lebih aktif dari pada bagian tengah. Adanya vesikel-vesikel steril pada jari-jari kaki
dan tangan (pomfoliks) dapat merupakan reaksi id, yaitu akibat setempat hasil reaksi antigen
dengan zat anti pada tempat tersebut.
Efek samping obat juga dapat memberi gambaran serupa yang menyerupai ekzem atau
dermatitis, pertama-tama harus dipikirkan adanya suatu dermatitis kontak. Pada hiperhidrosis
terlihat kulit yang mengelupas (maserasi). Kalau hanya terlihat vesikel-vesikel, biasanya

20
terletak sangat dalam dan terbatas pada telapak kaki dan tangan. Kelainan tidak meluas sampai
di sela-sela jari.
Penyakit lain yang harus mendapat perhatian adalah kandidiosis, membedakannya
dengan tinea pedis murni kadang-kadang sangat sulit. Pemeriksaan sediaan langsung dengan
KOH dan pembiakan dapat menolong. Infeksi sekunder dengan spesies candida atau bakteri
lain sering menyertai tinea pedis, sehingga pada kasus-kasus demikian diperlukan interpretasi
bijaksana terhadap hasil-hasil pemeriksaan laboraturium. Sifilis II dapat berupa kelainan kulit
di telapak tangan dan kaki. Lesi yang merah dan basah dapat merupakan petunjuk. Dalalm hal
ini tanda-tanda lain sifilis akan terdapat misalnya: kondiloma lata, pembesaran kelenjar getah
bening yang menyeluruh, anamnesa tentang afek primer dan pemeriksaan serologi serta
lapangan gelap dapat menolong.
Tinea unguium yang disebabkan oleh bermacam-macam dermatofita memberikan
gambaran akhir yang sama. Psoriasis yang menyerang kuku pun dapat berakhir dengan
kelainan yang sama. Lekukan-lekukan pada kuku (nail pits), yang terlihat pada psoriasis tidak
didapati pada tinea unguium. Lesi-lesi psoriasis pada bagian lain badan dapat menolong
membedakannya dengan tinea unguium. Banyak penyakit kulit yang menyerang bagian dorsal
jari-jari tangan dan kaki dapat menyebabkan kelainan yang berakhir dengan distrofi kuku,
misalnya: Paronikia, yang etiologinya bermacam-macam ekzem/dermatitis, akrodermatitis
perstans.
Tidak begitu sukar menentukan tinea korporis pada umumnya, namun ada beberapa
penyakit kulit yang dapat mericuhkan diagnosa itu, misalnya dermatitis seboroika, psoriasis,
dan pitiriasis rosea. Kelainan kulit pada dermatitis seboroika selain dapat menyerupai tinea
korporis, biasanya terlihat pada tempat-tempat predileksi, misalnya di kulit kepala (scalp),
lipatan-lipatan kulit , misalnya belakang telinga, daerah nasolabial, dan sebagainya. Psoriasis
dapat dikenal pada kelainan kulit pada tempat predileksinya, yaitu daerah ekstensor misalnya
lutut, siku dan punggung. Kulit kepala berambut juga sering terkena pada penyakit ini. Adanya
lekukan-lekukan pada kuku dapat pula menolong menentukan diagnosa. Ptiriasis rosea
distribusi kelainan kulitnya simetris dan terbatas pada bagian tubuh dan bagian proksimal
anggota badan, sukar dibedakan dengan tinea korporis. Pemeriksaan laboraturiumlah yang
dapat memastikan diagnosanya. Tinea korporis kadang sukar dibedakan dengan dermatitis
seboroik pada sela paha. Lesi-lesi ditempat predileksi sangat menolong dalm menentukan
diagnosa. Psoriasis pada sela paha dapat menyerupai tinea kruris. Lesi pada psoriasis lebih
merah, skuama lebih banyak dan lamelar. Adanya lesi psoriasis pada tempat lain dapat
membantu menentukan diagnosa.
Kandidosis pada daerah lipat paha mempunyai konfigurasi hen and chicken. Kelainan
ini biasanya basah dan berkrusta. Pada wanita ada tidaknya flour abus dapat membantu
pengarahan diagnosa. Pada penderita diabetes mellitus, kandidosis merupakan penyakit yang
sering dijumpai.
Eritrasma merupakan penyakit yang tersering berlokasi di sela paha. Efloresensi yang
sama yaitu eritema dan skuama, pada seluruh lesi merupakan tanda-tanda khas dari penyakit
ini. Pemeriksaan dengan lampu wood dapat menolong dengan adanya floresensi merah (coral
red).
Tinea barbe kadang sukar dibedakan dengan sikosis barbe, yang disebabkan oleh piokokus.
Pemeriksaan sediaan langsung dapat membedakan kedua penyakit ini.

2.8. Tatalaksana

21
Pengobatan dermatofitosis sering tergantung pada klinis. Sebagai contoh lesi tunggal pada kulit
dapat diterapi secara adekuat dengan antijamur topikal. walaupun pengobatan topikal pada
kulit kepala dan kuku sering tidak efektif dan biasanya membutuhkan terapi sistemik untuk
sembuh. Infeksi dermatofitosis yang kronik atau luas, tinea dengan implamasi akut dan tipe
"moccasin" atau tipe kering jenis t.rubrum termasuk tapak kaki dan dorsum kaki biasanya juga
membutuhkan terapi sistemik. Idealnya, konfirmasi diagnosis mikologi hendaknya diperoleh
sebelum terapi sistemik antijamur dimulai. Pengobatan oral, yang dipilih untuk dermatofitosis
adalah:2,11

Infeksi Rekomendasi Alternatif


Tinea unguium Terbinafine 250 mg/hr Itraconazole 200 mg/hr /3-5 bulan atau 400
(Onychomycosis) 6 minggu untuk kuku mg/hr seminggu per bulan selama 3-4 bulan
jari tangan, 12 minggu berturut-turut.
untuk kuku jari kaki Fluconazole 150-300 mg/ mgg s.d sembuh
(6-12 bln) Griseofulvin 500-1000 mg/hr s.d
sembuh (12-18 bulan)
Tinea capitis Griseofulvin Terbinafine 250 mg/hr/4 mgg
500mg/day Itraconazole 100 mg/hr/4mgg
(≥ 10mg/kgBB/hari) Fluconazole 100 mg/hr/4 mgg
sampai sembuh (6-8
minggu)
Tinea corporis Griseofulvin 500 Terbinafine 250 mg/hr selama 2-4 minggu
mg/hr sampai sembuh Itraconazole 100 mg/hr selama 15 hr atau
(4-6 minggu), sering 200mg/hr selama 1 mgg. Fluconazole 150-
dikombinasikan 300 mg/mggu selama 4 mgg.
dengan imidazol.
Tinea cruris Griseofulvin 500 Terbinafine 250 mg/hr selama 2-4 mgg
mg/hr sampai sembuh Itraconazole 100 mg/hr selama 15 hr atau
(4-6 minggu) 200 mg/hr selama 1 mgg. Fluconazole 150-
300 mg/hr selama 4 mgg.
Tinea pedis Griseofulvin Terbinafine 250 mg/hr selama 2-4 mgg
500mg/hr sampai Itraconazole 100 mg/hr selama 15 hr atau
sembuh (4-6 minggu) 200mg/hr selama 1 mgg. Fluconazole 150-
300 mg/mgg selama 4 mgg.
Chronic and/or Terbinafine 250 mg/hr Itraconazole 200 mg/hr selama 4-6 mgg.
widespread selama 4-6 minggu Griseofulvin 500-1000 mg/hr sampai
non-responsive sembuh (3-6 bulan).
tinea.

Tabel Pilihan terapi oral untuk infeksi jamur pada kulit

Pada pengobatan kerion stadium dini diberikan kortikosteroid sistemik sebagai antiinflamasi,
yakni prednisone 3x5 mg atau prednisolone 3x4 mg sehari selama dua minggu, bersamaaan
dengan pemberian grisiofulvine yang diberikan berlanjut 2 minggu setelah lesi hilang.
Terbinafine juga diberikan sebagai pengganti griseofulvine selama 2-3 minggu dosis 62,5-250
mg sehari tergantung berat badan.

22
Efek samping griseofulvine jarang dijumpai, yang merupakan keluhan utama ialah sefalgia
yang didapati pada 15% penderita. Efek samping lain berupa gangguan traktus digestifus yaitu:
nausea, vomitus, dan diare. Obat tersebut bersifat fotosensitif dan dapat mengganggu fungsi
hepar.

Efek samping terbinafine ditemukan kira-kira 10% penderita, yang tersering gangguan
gastrointestinal diantaranya nausea, vomitus, nyeri lambung, diarea, konstipasi, umumnya
ringan. Efek samping lain berupa ganguan pengecapan, persentasinya kecil. Rasa pengecapan
hilang sebagian atau keseluruhan setelah beberapa minggu minum obat dan hanya bersifat
sementara. Sefalgia ringan dilaporrkan pula 3,3%-7% kasus.

Pada kasus resisten terhadap griseofulvin dapat diberikan ketokonazol sebagai terapi sistemik
200 mg per hari selam 10 hari sampai 2 minggu pada pagi hari setelah makan. Ketokonazol
kontraindikasi untuk kelainan hepar.

Terapi lokal
Infeksi pada badan dan lipat paha dan lesi-lesi superfisialis, di daerah jenggot, telapak tangan
dan kaki, biasanya dapat diobati dengan pengobatan topikal saja.
 Lesi-lesi yang meradang akut yang acta vesikula dan acta eksudat harus dirawat dengan
kompres basah secara terbuka, dengan berselang-selang atau terus menerus. Vesikel
harus dikempeskan tetapi kulitnya harus tetap utuh.
 Toksilat, haloprogin, tolnaftate dan derivat imidazol seperti mikonasol, ekonasol,
bifonasol, kotrimasol dalam bentuk larutan atau krem dengan konsentrasi 1-2%
dioleskan 2 x sehari akan menghasilkan penyembuhan dalam waktu 1-3 minggu.
 Lesi hiperkeratosis yang tebal, seperti pada telapak tangan atau kaki memerlukan terapi
lokal dengan obat-obatan yang mengandung bahan keratolitik seperti asam salisilat 3-
6%. Obat ini akan menyebabkan kulit menjadi lunak dan mengelupas. Obat-obat
keratolotik dapat mengadakan sensitasi kulit sehingga perlu hati-hati kalau
menggunakannya.
 Pengobatan infeksi jamur pada kuku, jarang atau sukar untuk mencapai kesembuhan
total. Kuku yang menebal dapat ditipiskan secara mekanis misalnya dengan kertas
amplas, untuk mengurangi keluhan-keluhan kosmetika. Pemakaian haloprogin lokal
atau larutan derivat asol bisa menolong. Pencabutan kuku jari kaki dengan operasi,
bersamaan dengan terapi griseofulvin sistemik, merupakan satu-satunya pengobatan
yang bisa diandalkan terhadap onikomikosis jari kaki.

Terapi sistemik
Pengobatan sistemik pada umumnya mempergunakan griseofulvin. Griseofulvin adalah
suatu antibiotika fungisidal yang dibuat dari biakan spesies penisillium. Obat ini sangat
manjur terhadap segala jamur dermatofitosis. Griseofulvin diserap lebih cepat oleh saluran
pencernaan apabila diberi bersama-sama dengan makanan yang banyak mengandung lemak,
tetapi absorpsi total setelah 24 jam tetap dan tidak
dipengaruhi apakah griseofulvin diminum bersamaan waktu makan atau diantara waktu
makan. Dosis rata-rata orang dewasa 500 mg per hari. Pemberian pengobatan dilakukan 4 x
sehari , 2 x sehari atau sekali sehari. Untuk anak-anak dianjurkan 5 mg per kg berat badan
23
dan lamanya pemberian adalah 10 hari. Salep ketokonasol dapat diberikan 2 x sehari dalam
waktu 14 hari.

2.9. Komplikasi

1. Selulitis. Infeksi tinea pedis, terutama tipe interdigital dapat mengakibatkan selulitis.
Selulitis dapat terjadi pada daerah ektermitas bawah. Selulitis merupakan infeksi bakteri
pada daerah subkutaneus pada kulit sebagai akibat dari infeksi sekunder pada luka.
Faktor predisposisi selulitis adalah trauma, ulserasi dan penyakit pembuluh darah perifer.
Dalam keadaan lembab, kulit akan mudah terjadi maserasi dan fissura, akibatnya
pertahanan kulit menjadi menurun dan menjadi tempat masuknya bakteri pathogen
seperti β-hemolytic streptococci (group A, B C, F, and G), Staphylcoccus aureus,
Streptococcus pneumoniae, dan basil gram negatif.(4,12) Apabila telah terjadi selulitis
maka diindikasikan pemberian antibiotik. Jika terjadi gejala yang sifatnya sistemik
seperti demam dan menggigil, maka digunakan antibiotik secara intravena. Antibiotik
yang dapat digunakan berupa ampisillin, golongan beta laktam ataupun golongan
kuinolon.
2. Tinea Ungium. Tinea ungium merupakan infeksi jamur yang menyerang kuku dan
biasanya dihubungkan dengan tinea pedis. Seperti infeksi pada tinea pedis, T. rubrum
merupakan jamur penyebab tinea ungium. Kuku biasanya tampak menebal, pecah-pecah,
dan tidak berwarna yang merupakan dampak dari infeksi jamur tersebut.
3. Dermatofid. Dermatofid juga dikenal sebagai reaksi “id”, merupakan suatu penyakit
imunologik sekunder tinea pedis dan juga penyakit tinea lainnya. Hal ini dapat
menyebabkan vesikel atau erupsi pustular di daerah infeksi sekitar palmaris dan jari-jari
tangan. Reaksi dermatofid bisa saja timbul asimptomatis dari infeksi tinea pedis. Reaksi
ini akan berkurang setelah penggunaan terapi antifungal. (12,13) Komplikasi ini biasanya
terkena pada pasien dengan edema kronik, imunosupresi, hemiplegia dan paraplegia, dan
juga diabetes. Tanpa perawatan profilaksis penyakit ini dapat kambuh kembali.

2.10. Prognosis

Perkembangan penyakit dermatofitosis dipengaruhi oleh bentuk klinik dan penyebab


penyakitnya disamping faktor-faktor yang memperberat atau memperingan penyakit. Apabila
faktor-faktor yang memperberat penyakit dapat dihilangkan, umumnya penyakit ini dapat
hilang sempurna

2.11. Pencegahan

 Perkembangan infeksi jamur diperberat oleh panas, basah dan maserasi. Jika faktor-
faktor lingkungan ini tidak diobati, kemungkinan penyembuhan akan lambat. Daerah
intertrigo atau daerah antara jari-jari sesudah mandi harus dikeringkan betul dan
diberi bedak pengering atau bedak anti jamur.
 Alas kaki harus pas betul dan tidak terlalu ketat.

24
 Pasien dengan hiperhidrosis dianjurkan agar memakai kaos dari bahan katun yang
menyerap keringat, jangan memakai bahan yang terbuat dari wool atau bahan sintetis.
 Pakaian dan handuk agar sering diganti dan dicuci bersih-bersih dengan air panas.

3. Memahami dan Menjelaskan Kebersihan Kulit Menurut Islam

Islam adalah agama yang sangat memperhatikan kebersihan, tidak hanya kebersihan
batiniah, tetapi juga kebersihan lahiriah (fisik). Dalam Al Quran serta hadits Rasulullah saw.
bertebaran perintah, langsung maupun tidak langsung, yang memerintahkan seorang muslim
untuk senantiasa menjaga kebersihan.

Salah satu hadits yang terkait dengan hal itu adalah sebagai berikut.

“Bersihkanlah dirimu karena sesungguhnya Islam itu bersih.” (Riwayat Ibnu Hibban).

Kebersihan bahkan merupakan salah satu prasyarat dari hadirnya cinta Allah Swt. kepada
seorang hamba, ”Innallâha yuhibbul mutathahirîna; sesungguhnya Allah sangat mencintai
orang-orang yang membersihkan dirinya.”

Bagian tubuh manusia yang sangat diperhatian Islam untuk dibersihkan adalah kulit. Kulit
dapat diibaratkan sebagai kertas pembungkus ajaib yang memiliki kemampuan melindungi
tubuh dari mikroorganisme penyebab penyakit. Jika tubuh dianggap sebagai kastil yang
dikepung musuh, kita bisa menyebut kulit sebagai dinding kastil yang kuat.

Wudu merupakan salah satu mekanisme canggih yang Allah Swt. tetapkan atas orang
beriman untuk menjaga kebersihan kulit ini. Apabila ada najis atau kotoran yang menempel
pada kulit, ibadah shalat yang dilaksanakan bisa menjadi batal. Itulah mengapa Allah dan
Rasul-Nya memerintahkan kita untuk berwudu menjelang shalat. Penemuan-penemuan
ilmiah terbaru semakin menguatkan pandangan bahwa wudu sangat efektif untuk menjaga
kesehatan kulit manusia.

Kalau kita perhatikan, anggota badan yang dibasuh ketika berwudu adalah anggota badan kita
yang terbuka dan sangat rentan didatangi kuman, yaitu bagian kepala, muka, tangan, dan
kaki.

Menurut ilmu bacteria (mikrobakteriology), 1 cm persegi dari kulit kita yang terbuka bisa
dihinggapi lebih lima juta bakteri yang bermacam-macam. Bakteri ini perkembangannya
sangat cepat dan salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangannya adalah
keseimbangan asam-basa (pH). PH permukaan kulit sangat berperan dalam memproteksi
tubuh dan membatasi perkembangan kuman yang akan menimbulkan penyakit.

25
Pada kulit kita yang terdiri dari epidermis—lapisan terluar yang mengadakan kontak
langsung dengan lingkaran luar—itu terdapat sel tanduk (stratum korneum) yang selalu
mengalami penggantian dan pembuangan sel-sel kulit mati pada stratum korneum. Kadang-
kadang, sel-sel kulit yang mati mengelupas itu akan menyumbat pori-pori yang juga
bermuara pada lapisan epidermis. Hal inilah yang dapat menimbulkan penyakit pada kulit.
Ketika berwudu, sebagian air wudu akan diserap untuk kelembaban kulit, sebagian akan
terjebak di antara lapisan epidermis dan sel kulit mati, dan sebagian lagi akan terbuang.

Air yang terbuang akan membawa kotoran-kotoran yang menempel di kulit, sedangkan air
yang terjebak di lapisan epidermis akan menempel di sana untuk jangka waktu beberapa
menit, untuk kemudian terbuang sambil membawa sel-sel kulit yang mati. Dengan demikian,
wudu akan membantu membuang kotoran-kotoran, sisa-sisa sel kulit yang mati, dan
meminimalisasi jumlah kuman pada permukaan kulit sehingga keseimbangan pH dan
kelembaban akan terkoreksi kembali dan diharapkan kembali normal.

Memelihara Bakteri Baik di Kulit


Bakteri yang menempel di kulit kita ada beberapa jenisnya, yaitu bakteri yang bersifat
simbiotik mutualisme (keberadaannya membantu kulit, misalnya dalam sistem pertahanan
tubuh), bakteri simbiotik komensalisme (keberadaannya), dan yang patogen potensial
(opportunistic, kuman yang akan menimbulkan penyakit). Kuman-kuman inilah yang dikenal
dengan flora normal kulit.

Ada sebuah penelitian menarik yang dilakukan Dr. Martin Palzer dan dipublikasikan dalam
jurnal ilmiah Nature tahun 2006 tentang kehidupan bakteri-bakteri ini. Terungkap bahwa di
permukaan kulit kita, khususnya tangan, kaki, daerah muka, dan kepala yang biasa kita basuh
dengan air wudu, hidup dan berkembang biak sekitar 182 sampai 250 spesies bakteri.

Satu spesies bisa terbagi-bagi lagi menjadi puluhan, ratusan, bahkan ribuan jenis. Satu jenis
bisa beranggotakan puluhan juta bakteri. Jangan heran jika dalam tubuh kita terdapat
miliaran bakteri. Sebagian besar dari mereka adalah bakteri “baik” yang menjadi bagian
penting dari sistem pertahanan tubuh manusia. Tanpa kehadiran bakteri-bakteri tersebut,
manusia menjadi mudah sakit.

Oleh karena itu, Dr. Palzer menyarankan agar kita tidak mencuci tangan menggunakan sabun.
Terlalu banyak menggunakan sabun serta antiseptik yang tidak selektif bisa memusnahkan
koloni-koloni bakteri dalam tubuh. Hancurnya komunitas mereka sama artinya dengan
menghancurkan sebagian lapisan pertahanan tubuh kita.

Rasulullah saw. memerintahkan kita untuk membasuh tangan, kaki, muka, mulut, dan bagian
kepala ketika berwudu. Salah satu hikmahnya berwudu kita “menyirami” dan “memberi
makan” bakteri-bakteri baik agar tumbuh dan berkembang. Seperti halnya tanaman yang

26
perlu disiram, bakteri-bakteri itu pun membutuhkan air sebagai media untuk bisa menjaga
keberlangsungan hidupnya.

DAFTAR PUSTAKA

27
1. Rippon, JW : medical Mycoloy. The pathogenic fungi. (WB saunders company)
2. Budimulja, U. Penyelidik dermatofitosis RS Ciptomangunkusumo (thesis)
3. Boel, treklia. Mikosis superficialis 2003.
4. Arnold, odum : disease of the ski, 8th edition, WBSounders

28

Anda mungkin juga menyukai