KEWARGANEGARAAN
Oleh:
Muhammad Abi Prasetyo
912016017
3 TM 1
HAM di Indonesia bersumber dan bermuara pada Pancasila, yang artinya bahwa HAM
adalah menjadi jaminan filsafat yang kuat dari filsafat bangsa. Beberapa instrument HAM yang
ada di Indonesia antara lain yaitu Undang - Undang Dasar 1945, Ketetapan MPR Nomor
XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia dan instrumennya yaitu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas
HAM . HAM dapat meliputi Hak – hak asasi pribadi (personal rights) yang meliputi kebebasan
menyatakan pendapat, kebebasan memeluk agama, dan kebebasan bergerak. Hak – hak asasi
ekonomi (property rights) yang meliputi hak untuk memiliki sesuatu, hak untuk membeli dan
menjual serta memanfaatkannya. Hak – hak asasi politik (political rights) yaitu hak untuk ikut
serta dalam pemerintahan, hak pilih (dipilih dan memilih dalam pemilu) dan hak untuk
mendirikan partai politik. Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan
pemerintahan ( rights of legal equality). Hak – hak asasi sosial dan kebudayaan ( social and
culture rights). Misalnya hak untuk memilih pendidikan dan hak untuk mengembangkan
kebudayaan. Dan hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan
(procedural rights). Misalnya peraturan dalam hal penahanan, penangkapan, penggeledahan, dan
peradilan.
Namun dalam penegakan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia banyak terdapat
masalah atau problematika yang terjadi di masyarakat, baik dari segi hak individual, hak
ekonomi, hak bersosial politik ataupun hak yang berhubungan dengan pengelolaan lingkungan,
izin usaha/industri, hingga keinginan untuk mendapatkan kehidupan yang layak. Disini penulis
ingin menjabarkan beberapa permasalahan yang terjadi di masyarakat yang berhubungan dengan
penegakan HAM itu sendiri. Adapun permasalahan yang penulis ambil bersumber dari
kehidupan bermasyarakat di Kota Balikpapan atau daerah Kalimantan Timur, walaupun penulis
tau bahwa permasalahan HAM di Indonesia sudah semenjak dulu atau dari awal kemerdekaan
sering kali menemui masalah dalam penegakkannya. Namun disini penulis ingin mengambil
Problematika yang pertama ialah masalah yang terjadi di masyarakat Balikpapan yang
mana muncul aksi protes atau penolakan dari warga penghuni Lokalisasi KM 17. Jika menurut
penegakan HAM sebenarnya warga lokalisasi berhak untuk tinggal dengan nyaman di daerahnya
tersebut. Tapi dalam hal ini pemerintah mengambil langkah untuk menggusur tempat lokalisasi
tersebut untuk memberantas virus-virus perusak watak generasi muda Indonesia atau bahkan
sebagai gudang timbulnya penyakit HIV/AIDS. Namun menurut saya tugas pemerintah tidak
cukup hanya menggusur atau menertibkan saja, justru pemerintah sangat berperan penting untuk
memberikan bantuan berupa pelatihan pekerjaan bagi para pelaku dilokalisasi tersebut sehingga
mereka memiliki keterampilan yang dapat dipakainya untuk mencari uang agar bisa memenuhi
kebutuhan sehari-hari mereka dengan cara yang lebih baik. Kemudian diberikan sanksi tegas
kepada para mucikari yang telah melakukan aktivitas prostitusi di daarah tersebut, sehingga para
Problematika yang kedua ialah terjadinya tumpahan minyak yang terjadi di kota
masalah ini tidak hanya merugikan ekosistem laut tapi juga sangat berpengaruh terhadap mata
pencaharian warga daerah pesisir. Para nelayan tidak bisa mencari ikan dilaut karena kondisi air
laut yang tercemar dan tak ayal banyak ikan-ikan dan organisme laut lainnya yang mati. Alhasil
para nelayan kebingungan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Selain itu juga timbul
permasalahan disektor wisata karena kurang lebih sekitar 2 minggu wisata pantai ditutup untuk
masyarakat. Karena dikhawatirkan air laut masih mengandung bahan beracun atau kandungan
minyak yang dapat mengganggu kesehatan, sehingga secara tidak langsung mengurangi
pendapatan pemerintah dan swasta dari sektor wisata. Kemudian para penjual makanan atau
jajanan pantai juga mengalami penurunan pendapatan atau bahkan tidak mendapatkan
pendapatan sama sekali. Tak hanya itu saja, peristiwa ini juga membuat laut terbakar dan
Oleh karena itu pemerintah berhak mengusut masalah ini. Terlebih masalah ini juga
menyangkut unsur kepentingan bisnis. Dalam hal ini tersangka Zhang Deyi yang merupakan
Nahkoda Kapal MV Ever Judger divonis 10 tahun penjara dan denda 15 miliar karena terdakwa
bertanggung jawab atas jangkar kapal yang mengakibatkan pipa Pertamina bocor hingga terjadi
tindak pidana dan pencemaran lingkungan sebagaimana dalam pasal 98 ayat 1, 2 dan 3 ; pasal 99
ayat 1, 2 dan 3 Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup. Namun ada beberapa aliansi masyarakat kecewa dengan keputusan pengadilan
negeri Balikpapan tersebut karena tidak setimpal dengan kerugian yang ditimbulkan. Kemudian
aliansi pun juga meminta untuk melakukan penindakkan terhadap pihak Pertamina karena juga
ikut terlibat secara tidak langsung terhadap peristiwa ini. Tidak adanya system peringatan dini
posisi Balikpapan coal terminal yang ada diteluk Balikpapan tersebut yang notabene nya cukup
rawan. Sehingga harapannya pertamina bisa lebih komitmen untuk memperbaiki system yang
Problematika yang ketiga ialah kasus lubang bekas tambang diwilayah Kalimantan
Timur. Peristiwa ini sempat menghebohkan Indonesia karena menewaskan puluhan warga
Indonesia khususnya anak-anak. Sebagai salah satu contoh yaitu Penelusuran Jatam Kaltim, pada
Senin, (22/10/18), lubang tambang Trias Patriot Sejahtera dibiarkan terbuka sekitar satu hektar,
kedalaman antara 7-8 meter. Di lokasi kejadian tak menemukan ada rambu-rambu tanda
peringatan bahaya. Bahkan, anak-anak sangat mudah mengakses menuju kolam ataupun bermain
di kolam. Tak terdapat larangan maupun pagar pelindung serta pos sekuriti yang menandakan
kawasan ini berbahaya. Pantauan Jatam Kaltim, jarak antara pemukiman dengan lubang hanya 50
meter, jelas melanggar Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 4/2012 tentang indikator ramah
lingkungan untuk usaha atau kegiatan penambangan terbuka batubara minimal 500 meter. Dari
keterangan warga, katanya, lubang tambang itu terpaksa dimanfaatkan warga sebagai sumber air
mandi, cuci serta irigasi persawahan sejak 10 tahun terakhir. Warga sekitar lubang memakai air
ini terutama saat kemarau panjang. Dengan dalih itu, perusahaan leluasa meninggalkan tanggung
jawab penutupan lubang tambang mereka. Pangkal masalah ini, katanya, Pemerintah Kutai
Kartanegara masa lalu mudah menerbitkan izin tanpa mengukur daya tampung dan dukungan
lingkungan.
Oleh karena itu dalam penyelesaian masalah ini banyak aliansi masyarakat yang meminta
pemerintah untuk lebih bersikap tegas terhadap para penambang dalam mengelola lahan bekas
tambangannya. Serta lebih mengecilkan izin untuk usaha pertambangan agar tidak terlalu banyak
lahan yang dipakai untuk pertambangan. Jikalaupun ingin mengeluarkan izin tambang maka
benar-benar harus memastikan kondisi dilapangan baik itu fasilitas yang dipunya penambang,
konsep dan metode penanganan terhadap lingkungan ataupun dampak yang nantinya akan
dirasakan oleh masyarakat sekitar. Jangan sampai pertambangan yang diberi izin justru
Problematika yang keempat ialah kasus pabrik semen di wilayah karst. Kasus ini
merupakan kasus yang sebenernya cukup lama dikumandangkan oleh beberapa aliansi
lingkungan dan memang banyak warga sekitar pabrik yang tidak terima atau tidak suka dengan
kehadiran pabrik semen tersebut diwilayah mereka. Parahnya, salah urus Negara dalam
pengeloalaan dan pemanfaatan Kawasan Karst seperti ini juga nyaris merata terjadi di kawasan
Karst lain di Indonesia. Padahal jika belajar dari pengalaman masyarakat yang tinggal di dalam
dan sekitar kawasan Karst, kehidupan dan keselamatan masyarakat tidak bisa dipisakan dari
kelestarian dan penyelamatan Kawasan Bentang Alam Karst itu sendiri. Masyarakat menyadari
bahwa fungsi kawasan karst jauh sangat penting bagi penghidupan selama ini. Kawasan karst
merupakan generator alam bagi keberlangsungan makhluk hidup, khususnya penyedia sumber
pegunungan karst bukan sekedar sumber air tanpa batas namun juga telah lama menjadi pangkal
sungai-sungai besar Kalimantan, menjadi rumah bagi banyak satwa endemik dan bagian
kehidupan masyarakat adat seperti warga Dayak Basap. Namun saat ini kawasan Karst
Sangkulirang-Mangkalihat harus menghadapi ancaman dari pabrik semen milik PT. Bosowa,
Kobexindo Cement dan PT. Bengalon Limestone. Perjuangan mempertahankan Kawasan Karst
adalah bagian dari perjuangan banyak rakyat Indonesia. Di Sulawesi selatan, warga Maros,
Pangkep dan Barru sedang menghadapi serbuan tambang dan pabrik semen PT. Semen Indonesia
(sebelumnya bernama PT. Semen Tonasa) dan PT. Semen Bosowa. Padahal Kawasan Karst
Maros juga merupakan situs sejarah purbakala yang seharusnya dilindungi Pemerintah.
Begitu juga di Kalimantan Selatan yang harus berhadapan dengan PT. Semen Conch asal
China. Disusul juga pegunungan Karst di Kabupaten Karawang yang kini ditambang oleh Semen
Garuda milik PT. Jui Shin Indonesia. Padahal sumber-sumber air yang ada di kawasan karst
Karawang menjadi penyupali air yang utama untuk pertanian. Rusaknya kawasan Karst di
Karawang secara langsung akan mengancam pemenuhan kebutuhan pangan Nasional. Kualitas
air yang semakin buruk, polusi udara yang terjadi setiap hari, hingga hancurnya tatanan sosial
masyarakat. Kawasan Karst Indonesia saat ini benar-benar dalam kondisi darurat. Seluruhnya
tercatat 55 izin tambang batu gamping operasi produksi dan 177 izin tambang batu gamping
sedang mengantre dari tahap eksplorasi ke operasi produksi, yang akan makin mengancam
keselamatan dan ruang hidup masyarakat. Di sisi lain, klaim bahwa Indonesia masih
membutuhkan tambahan pasokan semen untuk pembangunan tidak sepenuhnya benar. Data dari
Asosiasi Semen Indonesia (ASI) menunjukkan bahwa indonesia mengalami surplus produksi
semen sejak 2015. Senada dengan hal itu, Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto
dalam perayaan ulang tahun ke-4 PT. Semen Indonesia menyebutkan, hingga 2017 kapasitas
produksi pabrik semen di Indonesia mencapai 102 juta ton per tahun, namun konsumsi semen
semen sangat tidak masuk akal. Perusakan ruang hidup rakyat atas ekspansi industri semen lebih
jauh kini disetir oleh korporasi dan pasar finansial, bukan lagi atas nama kebutuhan rakyat. Di
sisi lain, hasrat PT. Semen Indonesia untuk membangun banyak pabrik semen tidak didasari
pada pemenuhan pasokan semen dalam Negeri, namun lebih dalam rangka menguasai pasar
semen di Asia Tenggara. Jika pertimbangannya adalah pemenuhan pasokan kebutuhan semen
dalam Negeri, seharusnya pemerintah berpikir logis dan tidak membongkar lagi kawasan karst
yang ada. Namun kenyataannya dengan sikap pemerintah saat ini, nampak jelas bahwa
Pemerintah abai dalam mengurusi keselamatan dan ruang hidup rakyatnya. Pemerintah, dalam
hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), harus lebih serius dalam
menetapkan Kawasan Karst sebagai kawasan esensial. Kawasan karst merupakan wilayah yang
rentan terhadap bencana krisis air dan krisis karbon akibat pertambangan. Memaksakan
penambangan di wilayah karst, sama halnya dengan mengingkari komitmen dalam memerangi
masih banyak permasalahan-permasalahan HAM yang belum bisa ditegakkan dengan benar oleh
pemerintah ini. Oleh karena itu harapannya kita bisa sama-sama mengawal pemerintahan
kedepannya untuk bisa lebih tegas dalam menegakkan peraturan perundang-undangan khususnya
yang mengenai Hak Asasi Manusia. Sehingga masyarakat Indonesia nantinya dapat hidup damai
tentram dan nyaman sesuai dengan Hak nya masing-masing namun tetap dengan tidak melanggar
peraturan yang telah dibuat oleh pemerintah serta adat istiadat yang berlaku di masyarakat
sekitar.
Sekian yang bisa penulis sampaikan, kurang dan lebihnya penulis mengucapkan banyak-