Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Dalam rangka proses penyidikan dan penegakan hukum untuk kepentingan peradilan,
ilmu kedokteran forensik dapat dimanfaatkan dalam membuat terangnya perkara pidana yang
menimbulkan korban manusia, baik korban hidup maupun korban mati. Pemeriksaan autopsi
umumnya diperlukan apabila korban dari tindak perkara pidana tersebut mati. Dokter
diharapkan dapat memberikan keterangan mengenai luka atau cedera, penyebab luka atau
cedera tersebut serta penyebab kematian dan mekanisme kematian dari korban. Dalam
beberapa kasus, dokter juga diharapkan dapat memperkirakan cara kematian dan faktor-
faktor lai yang mempunyai kontribusi terhadap kematiannya.
Autopsi merupakan pemeriksaan medis terhadap tubuh mayat dengan membuka rongga
kepala, leher dada, perut, dan panggul serta bagian tubuh lain bila diperlukan, dan disertai
dengan pemeriksaan jaringan dan organ tubuh didalamnya atas permintaan penyidik, baik
secara fisik maupun dengan dukungan pemeriksaan laboratorium. Pelaksanaan autopsi
seperti pengertian diatas disebut autopsi konvensional, dimana kelebihan dari autopsi
tersebut dapat memperjelas, mengklarifikasi, dan mengoreksi diagnosis antemortem.
Pemeriksaan penunjang khususnya pemeriksaan laboratorium sederhana menjadi sangat
dibutuhkan keberadaannya dalam membantu dokter untuk melakukan visum maupun autopsi
untuk memperjelas suatu kasus kejadian kejahatan. Dengan mengetahui secara pasti
pemeriksaan apa saja yang diperlukan dari pemeriksaan laboratorium sederhana, dapat
membantu terugkapnya kebenaran yang sesungguhnya akan suatu kasus kejahatan.
1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1. Tujuan Umum


Mengetahui pemeriksaan laboratorium forensik sederhana saat melakukan autopsi

1.2.2. Tujuan Khusus


a. Mengetahui definisi pemeriksaan laboratorium forensik sederhana
b. Mengetahui jenis pemeriksaan laboratorium forensik sederhana

1.3. Manfaat Penulisan


Peneliti berharap agar penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Bidang akademis
Peneliti berharap agar makalah pemeriksaan laboratorium forensik sederhana dapat
dijadikan sumber informasi bagi mahasiswa fakultas kedokteran, terutama
mahasiswa yang sedang menjalani Kepaniteraan Klinik Forensik untuk membantu
mengetahui penyebab kematian korban .

2. Bidang pelayanan masyarakat

Peneliti berharap agar penelitian ini dapat menjadi sumber informasi bagi masyarakat
tentang pemeriksaan laboratorium forensik sederhana saat melakukan autopsi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pemeriksaan Laboratorium Sederhana


Pemeriksaan laboratorium forensik sederhana, merupakan suatu pemeriksaan yang dikerjakan
di laboratorium kedokteran ilmu forensik dengan teknik yang mudah dilakukan, menggunakan
alat dan reagen yang mudah didapat, namun memberikan nila manfaat yang besar bagi
penegakan kasus. Pemeriksaan ini disebut juga sebagai "bedside test laboratorium" karena
dilakukan selama kegiatan autopsi berlangsung dan hasil yang didapat sebagai pemandu arah
autopsi menuju ke suatu sebab kematian.

2.2 Manfaat Pemeriksaan Laboratorium Sederhana


Laboratorium forensik berkaitan dengan pemeriksaan barang-barang berupa bukti fisik yang
berhubungan dengan tempat kejadian perkara, korban dan tersangka. Hasil dari laboratorium
forensik dalam pemeriksaan barang bukti ini digunakan untuk menunjang proses hukum.
Penggunaan barang bukti bermanfaat dalam :

1. Menentukan elemen kriminal, contohnya identifikasi adanya penggunaan obat atau


alkohol yang berkaitan dengan tindak kriminal tersebut.
2. Membantu investigasi untuk sebuah kasus, contohnya dalam penentuan tipe
kendaraan pada kasus kecelakaan lalu lintas.
3. Mencari kaitan antara tempat kejadian perkara atau korban terhadap tersangka
contohnya dalam investigasi pada sperma, cairan mani, darah, rambut atau sidik jari.
4. Mematahkan pernyataan seorang tersangka atau alibi.
5. Mengidentifikasi tersangka melalui pemeriksaan sidik jari atau DNA.
6. Memacu pengakuan tersangka melalui barang bukti yang diperiksa.
7. Menyelematkan / membebaskan seorang tertuduh yang tidak bersalah.
8. Memberi masukan data bagi keputusan hakim di pengadilan.
2.3 Pemeriksaan Sampel dan Intepretasi pada Otopsi
2.3.1 Darah
Pemeriksaan bercak darah merupakan salah satu pemeriksaan yang paling sering
dilakukan pada laboratorium forensik. Darah mudah sekali tercecer pada hampir semua
bentuk tindakan kekerasan, sehingga penyelidikan terhadap bercak darah ini sangat berguna
untuk mengungkap suatu tindakan kriminil. Pemeriksaan darah pada forensik sebenarnya
bertujuan untuk membantu identifikasi pemilik darah tersebut. Sebelum dilakukan
pemeriksaan darah yang lebih lengkap, terlebih dahulu kita harus dapat memastikan apakah
bercak berwarna merah itu darah, oleh sebab itu perlu dilakukan pemeriksaan guna
menjawab 3 pertanyaan berikut ini :
a. Apakah bercak tersebut benar darah?
b. Apakah darah tersebut berasal dari manusia atau hewan?
c. Apa golongan darahnya? bila darah tersebut benar dari manusia

Untuk menjawab ketiga pertanyaan tersebut di atas, maka perlu dilakukan


pemeriksaan yang runut, yaitu tahap penyaringan/skrining, konfirmasi, dan penentuan
golongan darah.

 Penyaringan/Skrining
Pada tahap ini, uji yang dilakukan hanyalah sebatas menentukan apakah bercak
merah yang ditemukan merupakan darah atau bukan. Terdapat 2 alternatif
pemeriksaan pada tahap penyaringan, yaitu tes Benzidine (tes Adler) dan tes
Fenolftalein (tes Kastle-Meyer). Pada tahap ini, hasil positif (+) berarti mungkin darah,
dan hasil negatif (-) dapat disimpulkan pasti bukan darah.

 Tes Benzidine / Tes Adler


Tes Benzidine atau tes Adler lebih sering digunakan dibandingkan dengan tes
tunggal pada identifikasi darah lainnya. Karena merupakan pemeriksaan yang
paling baik yang telah lama dilakukan. Pemeriksaan ini sederhana, sangat sensitif
dan cukup bermakna. Jika ternyata hasilnya negatif maka dianggap tidak perlu
untuk melakukan pemeriksaan lainnya.
Cara pemeriksaan reaksi Benzidine: sepotong kertas saring digosokkan
pada bercak yang dicurigai kemudian diteteskan 1 tetes H2O2 20% dan 1 tetes
reagen Benzidine.

Hasil: Hasil positif pada reaksi Benzidin adalah bila timbul warna biru gelap
pada kertas saring.

 Tes Fenolftalein / Tes Kastle-Meyer


Selain menggunakan tes Benzidine, skrining penentuan darah juga dapat
dilakukan dengan tes fenoftalein. Uji fenolftalein ini pertama kali dilakukan pada
tahun 1903, dengan menggunakan reagen fenolftalein, serta diperlukan pula etanol
dan hidrogen peroksida.
Cara pemeriksaan tes fenolftalein : setelah pengambilan sampel, kertas saring
ditetesi fenoftalein sejumlah satu tetes. Kemudian secara berurutan diteteskan setetes
etanol dan setetes hidrogen peroksida (H2O2).
Hasil : hasil positif akan muncul berupa merah muda keunguan dalam waktu
kurang dari 30 detik.
 Konfirmasi
Setelah dilakukan tahap penyaringan/skrining, dan terdapat hasil positif atau
bercak tersebut kemungkinan memang darah, maka dilakukan uji yang bersifat
konfirmatif untuk memastikan apakah bercak tersebut benar-benar darah. Tes yang
dapat dilakukan untuk konfirmasi antara lain tes Teichmann dan tes Takayama.

 Tes Teichmann

Pertama kali dilakukan oleh Teichmann (1853). Tes diawali dengan memanaskan
darah yang kering dengan asam asetat glacial dan klorida untuk membentuk derivat
hematin. Kristal yang terbentuk kemudian diamati di bawah mikroskop, biasanya
kristal muncul dalam bentuk belah-belah ketupat dan berwarna coklat.
Cara pemeriksaan: Seujung jarum bercak kering diletakkan pada kaca obyek,
tambahkan 1 butir kristal NaCl dan 1 tetes asam asetat glacial, tutup dengan kaca
penutup dan dipanaskan.
Hasil: Hasil positif dinyatakan dengan tampaknya kristal hemin HCL yang
berbentuk batang berwarna coklat yang terlihat dengan mikroskopik.
Kesulitan : Mengontrol panas dari sampel karena pemanasan yang terlalu panas
atau terlalu dingin dapat menyebabkan kerusakan pada sampel.
 Tes Takayama
Apabila heme sudah dipanaskan dengan seksama dengan menggunakan pyridine
dibawah kondisi basa dengan tambahan sedikit gula seperti glukosa, Kristal pyridine
ferroprotoporphyrin atau hemokromogen akan terbentuk.
Cara pemeriksaan : tes Takayama dilakukan dengan cara meletakkan seujung
jarum bercak pada gelas kaca objek, kemudian ditetesi dengan setetes reagen
takayama, tutup dengan gelas penutup kemudian dipanaskan. Selanjutnya dilihat di
bawah mikroskop.
Hasil : hasil pemerikaan positif bila ditemukan ditemukan kristal pyridine
hemochromogen yang berbentuk bulu berwarna jingga.
Kelebihan: Test dapat dilakukan dan efektif dilakukan pada sampel atau bercak
yang sudah lama dan juga dapat memunculkan noda darah yang menempel pada
baju. Selain itu test ini juga memunculkan hasil positif pada sampel yang mempunyai
hasil negative pada test Teichmann. Tes ini lebih spesifik tapi kurang sensitif
dibandingkan tes benzidine.
 Penentuan Spesies

Tujuan dari tahap ini adalah untuk menentukan apakah darah yang diperiksa
merupakan darah manusia atau milik spesies lain.

 Tes Presipitin Cincin


Test Presipitin Cincin menggunakan metode pemusingan sederhana antara dua
cairan didalam tube. Dua cairan tersebut adalah antiserum dan ekstrak dari
bercak darah yang diminta untuk diperiksa.
Cara pemeriksaan : Antiserum ditempatkan pada tabung kecil dan sebagian
kecil ekstrak bercak darah ditempatkan secara hati-hati pada bagian tepi
antiserum. Biarkan pada temperatur ruang kurang lebih 1,5 jam. Pemisahan
antara antigen dan antibody akan mulai berdifusi ke lapisan lain pada
perbatasan kedua cairan.
Hasil: Akan terdapat lapisan tipis endapan atau precipitate pada bagian antara
dua larutan. Pada kasus bercak darah yang bukan dari manusia maka tidak akan
muncul reaksi apapun.

 Reaksi Presipitasi dalam Agar


Cara pemeriksaan : Gelas obyek dibersihkan dengan spiritus sampai bebas
lemak, dilapisi dengan selapis tipis agar buffer. Setelah agak mengeras, dibuat
lubang pada agar dengan diameter kurang lebih 2 mm, yang dikelilingi oleh
lubang-lubang sejenis. Masukkan serum anti-globulin manusia ke lubang di
tengah dan 19 ekstrak darah dengan berbagai derajat pengenceran di lubang-
lubang sekitarnya. Letakkan gelas obyek ini dalam ruang lembab (moist
chamber) pada temperature ruang selama satu malam.
Hasil : Hasil positif memberikan presipitum jernih pada perbatasan lubang
tengah dan lubang tepi.
Pembuatan agar buffer : 1 gram agar; 50 ml larutan buffer Veronal pH 8.6; 50
ml aqua dest; 100 mg. Sodium Azide. Kesemuanya dimasukkan ke dalam labu
Erlenmeyer, tempatkan dalam penangas air mendidih sampai terbentuk agar
cair. Larutan ini disimpan dalam lemari es, yang bila akan digunakan dapat
dicairkan kembali dengan menempatkan labu di dalam air mendidih. Untuk
melapisi gelas obyek, diperlukan kurang lebih 3 ml agar cair yang dituangkan
ke atasnya dengan menggunakan pipet.

 Penentuan Golongan Darah


Setelah dipastikan bahwa bercak darah tersebut adalah milik manusia, maka
langkah selanjutnya adalah menentukan golongan darah bercak tersebut. Pada
pemeriksaan bercak darah yang belum kering maka dapat dengan mudah dilakukan
pemeriksaan golongan darah. Pemeriksaan golongan darah pada bercak darah yang
sudah kering dilakukan dengan metode Absorpsi-elusi.
Cara pemeriksaan : antiserum diteteskan pada bercak darah, biarkan beberapa saat
agar antibody bereaksi mengikat antigen. Kemudian serum yang tidak bereaksi
dicuci supaya antibodi dapat dihilangkan. Panaskan dalam temperatur 550 agar
ikatan antibodi dengan antigen terlepas (elusi). Terakhir, antibody yang terlepas
ditambahkan dengan sel darah merah yang telah diketahui golongan darahnya. Tes
ini sulit, tes ini dimungkinkan oleh karena antigen yang terdapat pada permukaan sel
tetap utuh walaupun sel-selnya telah hancur. Dengan demikian penentuan golongan
darah dalam tubuh ini dilakukan secara tidak langsung
2.3.2 Rambut

Rambut manusia berbeda dengan rambut hewan pada sifat-sifat lapisan sisik
(kutikula), gambaran korteks dan medula rambut. Kutikula merupakan lapisan paling luar
dari rambut, di bawahnya terletak korteks yang terdiri dari gabungan serabut-serabut
dengan pigmen. Di tempat yang paling dalam/ tengah, terdapat medula yang mengandung
pigmen dalam jumlah terbanyak. Rambut manusia memiliki diameter sekitar 50-150
mikron dengan bentuk kutikula yang pipih, sedangkan rambut hewan memiliki diameter
kurang dari 25 mikron atau lebih dari 300 mikron dengan kutikula yang kasar atau
menonjol. Pigmen pada rambut manusia sedikit dan terpisah-pisah sedangkan pada
hewan padat dan tidak terpisah.
Perbandingan diameter rambut hewan dengan diameter rambut manusia, indeks
medula rambut manusia adalah 1:3, sedangkan indeks medula rambut hewan adalah 1:2
atau lebih besar. Pemeriksaan indeks medula merupakan pemeriksaan terpenting untuk
membedakan rambut manusia dari rambut hewan. Berdasarkan asal tumbuhnya, rambut
manusia dibedakan atas rambut kepala; alis, bulu mata dan bulu hidung; kumis dan
jenggot; rambut badan; rambut ketiak dan rambut kemaluan.
Umumnya tidak terdapat perbedaan yang jelas antara jenis-jenis rambut tersebut di
atas. Rambut kepala umumnya kasar, lemas, lurus/ ikal/ keriting dan panjang dengan
penampang melintang yang berbentuk bulat (pada rambut yang lurus), oval atau elips
(pada rambut ikal/ keriting). Alis, bulu mata dan bulu hidung umumnya relatif kasar,
kadang-kadang kaku dan pendek. Rambut kemaluan dan rambut ketiak lebih kasar
sedangkan rambut badan halus dan pendek. Pemeriksaan mikroskopik rambut utuh akan
memperlihatkan akar, bagian tengah dan ujung yang lengkap. Pada rambut yang tercabut,
rambut akan terlihat utuh disertai dengan jaringan kulit. Sebaliknya rambut yang lepas
sendiri mempunyai akar yang mengerut tanpa jaringan kulit. Rambut yang terpotong
benda tajam, dengan mikroskop terlihat terpotong rata, sedangkan akibat benda tumpul
akan terlihat terputus tidak rata.
Panjang rambut kepala kadang-kadang dapat memberi petunjuk jenis kelamin.
Tetapi untuk menentukan jenis kelamin yang pasti, harus dilakukan pemeriksaan terhadap
sel-sel sarung akar rambut dengan larutan orcein. Pada rambut wanita dapat ditemukan
adanya kromatin seks pada inti sel-sel tersebut. Perkiraan umur berdasarkan pemeriksaan
keadaan pigmen pada rambut sukar sekali dilakukan. Umumnya dapat dikatakan, bahwa
bila usia bertambah maka rambut akan rontok. Rontoknya rambut pada pria umumnya
terjadi pada dekade kedua atau ketiga, sedangkan pada wanita sering terjadi rontoknya
rambut ketiak dan pertumbuhan rambut pada wajah pada saat menopouse. Rambut ketiak
dan rambut kemaluan akan tumbuh pada usia pubertas. Rambut, baik rambut kepala
ataupun kelamin, merupakan bagian tubuh manusia yang dapat memberikan banyak
informasi bagi kepentingan peradilan, antara lain tentang :
a. saat korban meninggal dunia
b. sebab kematian

c. jenis kejahatan

d. identitas korban

e. identitas pelaku

f. benda/ senjata yang digunakan

Informasi tersebut di atas diperoleh dengan meneliti sifat-sifat gambaran mikroskopik


serta perubahan-perubahan yang terjadi akibat trauma atau racun tertentu.

 Saat meninggal dunia

Sifat- sifat dari rambut dapat dipakai untuk menentukan saat kematian korban
antara lain : Tingkat pertumbuhannya, yaitu sekitar 0,4 mm per hari. Pertumbuhan
tersebut akan berhenti jika orang meninggal dunia. Atas sifat tersebut maka saat kematian
dapat diperhitungkan asalkan diketahui kapan korban terakhir kali mencukur rambutnya.
Memang ada pendapat yang menyatakan bahwa rambut orang yang baru saja meninggal
dunia masih dapat tumbuh menjadi lebih panjang, tetapi sebetulnya bertambah
panjangnya rambut tersebut disebabkan oleh menuyusutnya kulit.

Lepasnya rambut akibat pembusukan. Jika kematian sudah berlangsung 48 – 72


jam maka rambut kepala akan mudah lepas. Perubahan warna dapat dipakai untuk
memperkirakan saat kematian. Pada penguburan yang dangkal perubahan warna terjadi
sesudah 1 – 3 bulan, sedang pada penguburan yang dalam sesudah 6 – 12 bulan.

 Sebab kematian

Informasi tentang sebab kematian juga dapat diperoleh melalui rambut mengingat
beberapa racun tertentu, terutama racun metalik, disimpan di bagian tubuh tersebut.

 Jenis kejahatan

Mengenai jenis kejahatan yang terjadi dapat diperkirakan dengan melihat macam
rambut yang ditemukan. Adanya rambut pubis pada tubuh korban memberikan dugaan
adanya tindak pidana perkosaan atau tindak pidana seksual lainnya dan adanya rambut
binatang pada tubuh manusia atau sebaliknya juga dapat memberikan perkiraan adanya
bestialit. Identitas korban rambut mempunyai sifat tahan terhadap pembusukan dan
bahan-bahan kimia sehingga dapat dijadikan sarana identifikasi bagi mayat-mayat tidak
dikenal yang sudah membusuk. Meskipun tak dapat memberikan identitas personal tetapi
dari rambut paling tidak dapat ditemukan umur, jenis kelamin, ras, dan sebagainya.

 Identitas pelaku

Rambut juga dapat dipakai sebagai sarana identifikasi guna mengetahui identitas
pelakunya. Sebagaimana diketahui bahwa pada tindak pidana perkosaan dan
pembunuhan, sering ditemukan rambut pelaku tertinggal atau berhasil dijambak oleh
korban sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan identifikasi.

 Benda/ senjata

Benda/senjata yang digunakan kerusakan pada rambut kadang-kadang


menunjukkan ciri-ciri tertentu. Pukulan di kepala dapat meninggalkan kerusakan kortikal
pada rambut, sedangkan tembakan senjata api dapat menyebabkan kebakaran pada
rambut. Rambut yang terbakar tersebut akan terlihat, hitam, rapuh, terpilin atau menjadi
keriting dan menimbulkan bau yang khas. Keadaan pangkal rambut juga dapat dipakai
sebagai petunjuk bagaimana rambut itu lepas. Pada pangkal rambut yang lepas secara
alami akan terlihat atrofi, sedang pada rambut yang dicabut secara paksa akan mengalami
robekan pada sarung rambut dan pada bulbus akan terlihat tak teratur. Ditemukannya
rambut pada senjata juga dapat memberi petunjuk tentang adanya kaitan antara senjata itu
dengan kasus pembunuhan dan ditemukannya rambut pada kendaraan bermotor juga
dapat meberi petunjuk tentang keterlibatan kendaraan tersebut dalam peristiwa tabrakan.
Jika ditemukan rambut yang diduga ada kaitannya dengan kejahatan maka hendaknya
rambut tersebut diperiksa dengan teliti.

 Penentuan rambut manusia

Jika hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa serat itu rambut maka langkah
selanjutnya adalah menentukan apakah rambut tersebut berasal dari manusia atau hewan.
Ciri rambut manusia yaitu halus dan tipis, kutikula mempunyai sisik kecil dan bergerigi,
medula sempit atau kadang-kadang tak ada, kortek tebal, index medulla kurang dari 0,3
dan pigmennya lebih ke arah perifer. Sedangkan, ciri rambut binatang ialah kasar dan
tebal, kutikula mempunyai sisik lebar dan polihidral, medula lebar, kortek tipis, index
medulla lebih dari 0,5 dan pigmennya di perifer maupun di sentral. Dengan tes presipitasi
akan dapat dibedakan dengan tepat antara rambut manusia dan rambut binatang. 3.
Identifikasi Jika sudah dapat dipastikan rambut manusia maka pemeriksaan lanjutan perlu
dilakukan untuk menentukan siapa pemiliknya. Perlu diketahui bahwa rambut
mempunyai sifat tahan terhadap pembusukan dan bahan-bahan kimia sehingga dapat
dijadikan salah satu sarana identifikasi bagi mayatmayat yang sudah membusuk.
Meskipun tak dapat memberikan identitas personal seperti halnya sidik jari, tetapi dapat
memberikan identitas umum, antara lain :

a. Umur : umur dari pemilik rambut dapat ditentukan dengan memeriksa rambut
tersebut berdasarkan tempat tumbuh dan warnanya. Tumbuhnya rambut di
berbagai bagian tubuh berbeda-beda waktunya. Rambut pubis dan rambut ketiak
misalnya, tumbuh pada masa adolesen. Selain itu warna rambut juga dapat
dipakai sebagai petunjuk umur dari pemiliknya. Pada orang-orang tua warna
rambut akan berubah menjadi putih. Rambut lanugo pada bayi baru lahir
mempunyai sifat halus, tidak berpigmen, tak bermedula dengan pola sisik yang
lebih seragam.
b. Jenis kelamin : Melalui berbagai pemeriksaan yang teliti akan dapat ditentukan
jenis kelamin dari pemilik rambut. Rambut laki-laki pada umumnya lebih kaku,
lebih kasar dan lebih gelap. Sedang rambut wanita umumnya halus, panjang dan
meruncing ke arah ujung. Dari distribusinya juga dapat ditentukan jenis
kelaminnya. Rambut jenggot, rambut dada dan kumis adalah khas rambut laki-
laki. Penyebaran rambut pubis antara laki-laki dan wanita juga menunjukkan
gambaran yang berbeda.

c. Ras : untuk menentukan jenis rasnya dapat dilihat dari warna, panjang, bentuk
dan susunan rambut. Rambut orang Eropa misalnya, berwarna pirang, kecoklatan
atau kemerahan

2.3.3 Paru

 Mikroskopik Paru
Setelah paru-paru dikeluarkan dengan teknik tanpa sentuh, dilakukan fiksasi
dengan larutan formalin 10%. Sesudah 12 jam, dibuat irisan-irisan melintang untuk
memungkinkan cairan fiksatif meresap dengan baik ke dalam paru. Setelah difiksasi
selama 48 jam, kemudian dibuat sediaan histopatologi. Biasanya dibuat pewarnaan HE
dan bila paru telah membusuk digunakan pewarnaan Gomori atau Ladewig.
Tanda khas untuk paru bayi belum pernah bernafas adalah adanya tonjolan
(projection), yang berbentuk seperti bantal (cushion-like) yang kemudian akan
bertambah tinggi dengan dasar menipis sehingga tampak seperti gada (club-like). Pada
permukaan ujung bebas projection tampak kapiler yang berisi banyak darah. Tanda
khas untuk paru bayi yang belum bernafas yang sudah membusuk, dengan pewarnaan
Gomori atau Ladewig, tampak serabut-serabut retikuler pada permukaan dinding
alveoli berkelok-kelok seperti rambut keriting, sedangkan pada projection berjalan
dibawah kapiler sejajar dengan permukaan projection dan membentuk gelung-gelung
terbuka (open loops). Pada paru bayi baru lahir mati mungkin juga ditemukan tanda
inhalasi cairan amnion yang luas karena asfiksi intrauterin.
 Pemeriksaan Diatom
Alga (ganggang) bersel satu dengan dinding terdiri dari silikat (SiO2) yang tahan
panas dan asam kuat. Diatom ini dapat dijumpai dalam air tawar, air laut, sungai, air
sumur dan udara. Bila seseorang mati karena tenggelam, maka cairan bersama diatom
akan masuk ke dalam saluran pernapasan atau pencernaan, kemudian diatom akan
masuk ke dalam aliran darah melalui kerusakan dinding kapiler pada waktu korban
masih hidup dan tersebar ke seluruh jaringan.
Pemeriksaan diatom dilakukan pada jaringan paru segar. Bila mayat telah
membusuk, pemeriksaan diatom dilakukan dari jaringan ginjal, otot skelet atau
sumsum tulang paha. Pemeriksaan diatom pada hati dan limpa kurang bermakna sebab
berasal dari penyerapan abnormal dari saluran pencernaan terhadap air minum atau
makanan.

 Pemeriksaan Destruksi (Digesti Asam)


Pada Paru Ambil jaringan paru sebanyak 100 gram, masukkan ke dalam labu
Kjeldahl dan tambahkan asam sulfat pekat sampai jaringan paru terendam, diamkan
kurang lebih setengah hari agar jaringan hancur. Kemudian dipanaskan dalam lemari
asam sambil diteteskan asam nitrat pekat samapi terbentuk dan cairan dipusing dalam
centrifuge.
Sedimen yang terjadi ditambah dengan akuades, pusing kembali dan hasilnya
dilihat dengan mikroskop. Pemeriksaan diatom positif bila pada jaringan paru
ditemukan diatom cukup banyak, 4-5/LPB atau 10-20 per satu sediaan; atau pada
sumsum tulang cukup ditemukan hanya satu.

 Pemeriksaan Getah Paru


Permukaan paru disiram dengan air bersih, iris bagian perifer, ambil sedikit cairan
perasan dari jaringan perifer paru, taruh pada kaca objek, tutup dengan kaca penutup
dan lihat dengan mikroskop. Selain diatom dapat pula terlihat ganggang atau
tumbuhan jenis lainnya
 Pemeriksaan Kimia Darah
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kadar NaCl dalam darah sehingga
dapat diketahui apakah korban meninggal di air tawar atau air asin. Darah yang
diambil adalah darah dari jantung jenazah. Pada peristiwa tenggelam di air tawar
ditemukan tanda-tanda asfiksia, kadar NaCl jantung kanan lebih tinggi dari jantung
kiri dan adanya buih serta benda-benda air pada paru-paru. Tenggelam jenis ini disebut
tenggelam tipe II A. Sedangkan pada peristiwa tenggelam di air asin terjadi gangguan
elektrolit dan ditemukan adanya tandatanda asfiksia, kadar NaCl pada jantung kiri
lebih tinggi dari pada jantung kanan dan ditemukan buih serta benda-benda air pada
paru-paru. Tenggelam jenis ini disebut tenggelam tipe II B.

2.3.4 Mata

 Uji Nalorfin
Untuk mendeteksi seseorang apakah ia pecandu atau bukan, dapat diketahui
melalui Uji Nalorfin. Pemberian Nalorfin pada pecandu morfin akan memperlihatkan
midriasis dan gejala putus obat lainnya. Tetapi bila midriasis tidak terjadi, maka
belum tentu ia bukan pecandu.
Caranya : Ukur diameter pupil dengan pupilometer dan lakukan pemeriksaan ini
di dalam ruang khusus yang tidak dipengaruhi cahaya. Pemeriksaan dilakukan lagi
30 menit setelah diberikan 3 mg Nalorfin subkutan.

2.3.5 Lambung
Pada pemeriksaan lambung sampel yang diambil adalah cairan lambung. Pemeriksaan
cairan lambung dapat mendeteksi adanya keracunan contohnya akibat keracunan sianida.
Teknik yang dapat dilakukan antara lain :

 Reaksi Prussian Blue (Biru Berlin).


Isi lambung/ jaringan didestilasi dengan destilator. 5 ml destilat + 1 ml NaOH 50
% + 3 tetes FeSO4 10% rp + 3 tetes FeCl3 5%, Panaskan sampai hampir mendidih,
lalu dinginkan dan tambahkan HCl pekat tetes demi tetes sampai terbentuk endapan
Fe(OH)3, teruskan sampai endapan larut kembali dan terbentuk biru berlin.
 Cara Gettler Goldbaum.
Dengan menggunakan 2 buah flange (‘piringan’), dan diantara kedua flange
dijepitkan kertas saring Whatman No. 50 yang digunting sebesar flange. Kertas saring
dicelupkan ke dalam larutan FeSO4 10% rp selama 5 menit, keringkan lalu celupkan
ke dalam larutan NaOH 20% selama beberapa detik. Letakkan dan jepitkan kertas
saring di antara kedua flange. Panaskan bahan dan salurkan uap yang terbentuk hingga
melewati kertas saring ber-reagensia antara kedua flange. Hasil positif bila terjadi
perubahan warna pada kertas saring, menjadi biru.
BAB III

KESIMPULAN

Anda mungkin juga menyukai