Anda di halaman 1dari 10

EFEKTIVITAS TERAPI RELAKSASI NAFAS DALAM DAN TERTAWA DALAM

MENGONTROL PERILAKU KEKERASAN PADA PASIEN PERILAKU


KEKERASAN di RSJD Dr. Amino GondoHutomo Semarang

Dea Yuhanda W*), Ns. Hj. Dwi Heppy Rochmawati., M.Kep, Sp.Kep.J**), S. Eko
Purnomo, S.Kp.,M.Kes***)
*) Mahasiswa Program Sarjana Ilmu Keperawatan Stikes Telogorejo Semarang
**) Dosen Ilmu Keperawatan Unisula Semarang
***) Dosen Keperawatan dan Metodologi Poltekkes Semarang
ABSTRAK
Latar belakang Perkembangan kehidupan sekarang ini banyak mengalami perubahan dari
pola hidup, pola aktifitas , serta perilaku. Perilaku kekerasan salah satu yang terjadi di
kehidupan masyarakat dan mengakibatkan gangguan jiwa. Riset kesehatan dasar (Riskesdas)
tahun 2013 menunjukkan bahwa penderita gangguan jiwa berat dengan usia di atas 15 tahun
di Indonesia mencapai 76,1%. Salah satu cara mengontrol perilaku kekerasan yaitu dengan
cara memberikan terapi relaksasi nafas dalam dan tertawa. Tujuan penelitian ini bertujuan
untuk mengontrol perilaku kekerasan pada pasien perilaku kekerasan di RSJD. Amino
GondoHutomo Semarang. Metodologi desain penelitian ini menggunakan two group pre-post
design. Jumlah sampel 78 responden dengan teknik purposive sampling. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa selisih mean berbeda, relaksasi nafas dalam 0,94 dan tertawa 0,97.
Analisis dengan uji wilcoxon didapatkan Z hitung sebesar 7,682 > Z tabel 5,000 dan p value
0,000. Simpulan penelitian menunjukkan bahwa kemampuan mengontrol perilaku kekerasan
pada pasien yang diberikan terapi relaksasi dan tertawa di RSJD. Amino GondoHutomo
Semarang mengalami peningkatan dalam mengontrol perilaku kekerasan, serta diharapkan
bahwa penelitian ini bermanfaat bagi pelayanan kesehatan , bagi keluarga dan bagi pasien.
Kata Kunci : Relaksasi Nafas Dalam, Tertawa, Perilaku kekerasan.

ABSTRACT

Background The development of this life many changes of lifestyle, activity patterns, and
behavior. One of the violent behavior that occurred in the life of society and lead to mental
disorders. Basic health research (Riskesdas) in 2013 showed that people with severe mental
disorders over the age of 15 years in Indonesia reached 76.1%. One way to control the violent
behavior that is giving a deep breath of relaxation therapy and laugh. The objective of this
study aims to control violent behavior in patients with violent behavior in RSJD. Amino
GondoHutomo Semarang. This research design methodology using two group pre-post
design. Number of samples 78 respondents with a purposive sampling technique. The results
showed that the mean difference is different, deep breathing relaxation and laughs 0.94 0.97.
Analysis with the Wilcoxon test Z count obtained for 7.682> 5.000 and p Z table value 0.000.
Conclusion The study shows that the ability to control violent behavior in patients given
relaxation therapy and laugh at RSJD. Amino GondoHutomo Semarang has increased in
controlling violent behavior, and it is hoped that this research beneficial to the health service,
for family and for the patient.
Keywords: Relaxation Breath In, Laugh, Violent behavior.

1
PENDAHULUAN tinggi perkembangan jaman dan kerasnya
kehidupan.
Perkembangan kehidupan sekarang ini
banyak mengalami perubahan dari pola Departemen Kesehatan 2006 menyebutkan
hidup, pola aktifitas , perilaku hingga dari jumlah penderita gangguan jiwa berat
masalah keluarga dan masalah ekonomi sebesar 2,5 Juta jiwa, yang diambil dari
yang mengganggu kesehatan. Organisasi data Rumah Sakit Jiwa se-Indonesia.
Kesehatan Dunia ( WHO ) mendefinisikan Sementara itu 10% dari populasi
kesehatan sebagai “keadaan sehat fisik, mengalami masalah kesehatan jiwa maka
mental dan sosial, bukan semata-mata harus mendapatkan perhatian karena
keadaan tanpa penyakit atau kelemahan. termasuk rawan kesehatan jiwa. Di Jawa
Definisi ini menekankan kesehatan sebagai Tengah sendiri terdapat 3 orang perseribu
suatu keadaan sejahtera yang positif, penduduk yang mengalami gangguan jiwa
bukan sekadar keadaan tanpa penyakit. dan 50% adalah akibat dari kehilangan
Orang yang memiliki kesejahteraan dapat pekerjaan. Dengan demikian dari
memenuhi tanggung jawab kehidupan 32.952.040 penduduk Jawa Tengah
dengan efektif dalam kehidupan sehari- terdapat sekitar 98.856 orang yang
hari dan puas dengan hubungan mengalami gangguan jiwa
interpersonal dan diri mereka sendiri (Wahyuni,2007).
(Videbeck , 2008).
Salah satu gejala gangguan jiwa adalah
Sehat bukan hanya secara fisik yang munculnya perilaku yang tidak wajar dari
terlihat diluarnya melainkan sehat secara biasanya seperti perilaku kekerasan atau
rohani, mental, fisik, jiwa , dan psikologis. tindakan kekerasan yang tidak wajar.
Sehat membuat manusia berfikir positif “kekerasan" juga berkonotasi
terhadap diri sendiri, membuat manusia kecenderungan agresif untuk melakukan
mengembangkan potensi pada dirinya, perilaku yang merusak (wikipedia,¶) .
mampu mengendalikan emosional pada Tindak kekerasan dipandang sebagai
dirinya, mampu menyelesaikan masalah tindak kriminal yang dilakukan tanpa
kehidupan, mampu menerima kenyataan dikehendaki oleh korban yang
dan mampu beradaptasi dengan menimbulkan dampak fisik, psikologis,
lingkungan. Jika mekanisme koping sosial, serta spiritual bagi korban dan juga
individu tidak baik akan mengganggu mempengaruhi sistem keluarga serta
perkembangan jiwanya (Johnson , 1997). masyarkat menyeluruh ( Hamid, 2008 ).
Peristiwa-peristiwa yang mencerminkan
WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta tindakan kekerasan seperti pembunuhan,
orang di dunia mengalami gangguan kerusuhan, pembakaran, pemukulan dan
kesehatan jiwa. Pada masyarakat umum penyiksaan. Tindakan kekerasan
terdapat 0,2 – 0,8 % penderita skizofrenia menyebabkan penderita menyakiti orang
dan dari 120 juta penduduk di Negara lain. Tindakan kekerasan itu akan
Indonesia terdapat kira-kira 2.400.000 menimbulkan penderita cenderung
orang anak yang mengalami gangguan mempunyai sikap perusak , marah dan
jiwa (Maramis, 2004 dalam Carolina, mengakibatkan penderita muncul perilaku
2008). Riset kesehatan dasar (Riskesdas) kekerasan jika tidak bisa dikontrol.
tahun 2007 menunjukkan bahwa penderita
gangguan jiwa berat dengan usia di atas 15 Dari latar belakang diatas dirumuskan
tahun di Indonesia mencapai 0,46%. Hal sebagai berikut Perilaku kekerasan
ini berarti terdapat lebih dari 1 juta jiwa di mendapatkan berbagai macam terapi dari
Indonesia yang menderita gangguan jiwa terapi kelompok hingga individual, terapi
berat. Bahwa gangguan jiwa setiap tahun yang diberikan juga banyak manfaatnya
akan mengalami peningkatan semakin untuk gangguan jiwa. Terapi yang dapat

2
dilakukan meliputi: psikoterapi individual Melakukan langkah-langkah terapi
seperti terapi perilaku, psikoterapi relaksasi nafas dalam dan terapi tertawa
kelompok yaitu terapi seni kreatif, dan sesuai dengan SOP dan akan di evaluasi
terapi kerja serta ada juga psikoterapi dalam bentuk kuesioner.
analitis,. Salah satu bentuk terapi perilaku
adalah dengan teknik relaksasi, relaksasi HASIL PENELITIAN
merupakan upaya untuk mengendurkan
tegangan, pertama-tama jasmaniah, yang Distribusi Frekuensi Responden
pada akhirnya mengakibatkan Berdasarkan Jenis Kelamin di ruang rawat
mengendurnya ketegangan jiwa peneliti inap RSJD. Amino GondoHutomo
selain itu juga ada tertawa, tertawa adalah Semarang diuraikan pada tabel sebagai
salah satu cara memberdayakan diri yang berikut ;
orang banyak tidak tahu manfaatnya. Distribusi Frekuensi Responden
Tidak jarang orang yang tertawa juga Berdasarkan Jenis Kelamin di RSJD.
Amino GondoHutomo Semarang
mengeluarkan air mata. Reaksi fisik ini, Tahun 2014 ( n = 78 )
menjadi daya tarik meneliti efek tertawa
bagi kesehatan. Maka pertanyaan Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
Laki-laki 62 79,5
penelitian sebagai berikut “ Apakah Ada Perempuan 16 20,5
Perbedaan Efektivitas Terapi Relaksasi Total 78 100,0
Nafas Dalam dan Tertawa dalam
Mengontrol Perilaku Kekerasan pada Berdasarkan hasil data tabel 5.1 bahwa
Pasien Perilaku Kekerasan di Rumah Sakit responden laki-laki lebih banyak dari
Jiwa Daerah Aminogondo Hutomo responden perempuan, responden laki-laki
Semarang ?”. dengan jumlah 62 responden atau (79,5%).

METODE PENELITIAN
Rancangan penelitian ditetapkan dengan Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Responden
tujuan agar penelitian dapt dilakukan
Berdasarkan Usia
dengan efektif dan efisien. Penelitian ini di RSJD. Amino GondoHutomo Semarang
menggunakan metode penelitian two Tahun 2014 (n = 78 )
group pre-post design. Ciri tipe penelitian
Usia Responden Frekuensi Persentase
ini adalah mengungkapkan hubungan
17 – 27 tahun 42 53,8
sebab akibat dengan cara melibatkan satu
28 – 38 tahun 27 34.6
kelompok subjek. Kelompok subjek 39 - 50 tahun 9 11,5
diobservasi sebelum dilakukan intervensi Total 78 100,0
kemudian diobservasi lagi setelah
Menurut hasil yang diperoleh dari tabel
intervensi (Nursalam,2008).
diatas bahwa usia yang paling banyak
Dari data yang diperoleh didapatkan total mengalami gangguan jiwa perilaku
populasi pasien perilaku kekerasan yang kekerasan dapat diketahui usia 17-27 tahun
dirawat di RSJD. Amino Gondo Hutomo dengan jumlah 42 responden (53,8%)
Semarang pada tahun 2013 Selama 3 bulan paling banyak mengalaminya, yang paling
terakhir pada tahun 2013 yaitu September sedikit usia 59-50 tahun 9 responden
sebanyak 375 orang. Ruang Citro (11,5%).
Anggodo 13 pasien, ruang Dewa Ruci 13
pasien, Endro Tenoyo 13 pasien, Hudowo
5 pasien, Irawan Wibisono 21 pasien, dan
didapatkan jumlah responden 78 pasien
dalam penelitian.

3
Tabel 5.3 Pada tahap sebelum pemberian terapi
Distribusi Frekuensi Responden relaksasi nafas dalam responden perilaku
Berdasarkan Pekerjaan
di RSJD. Amino GondoHutomo Semarang kekerasan yang tidak mampu mengontrol
Tahun 2014 ( n = 78 ) perilaku kekerasan berjumlah 33
Pekerjaan Frekuensi Persentase responden (100%).
Buburuh 20 25,6 Tabel 5.6
Pe pedagang 14 17,9 Distribusi Frekuensi Mengontrol Perilaku
Pelpelajar 3 3,8 Kekerasan Sesudah Diberikan Terapi
Pe pengangguran 23 29,5 Relaksasi Nafas Dalam di RSJD.
Swswasta 12 15,4 Amino GondoHutomo
Semarang Tahun 2014 ( n = 39 )
Wi wiraswasta 6 7,7
Total 78 100,0
Mengontrol Frekuensi Persentase
Distribusi frekuensi tabel tersebut perilaku
menunjukkan bahwa pengangguran lebih kekerasan
banyak daripada pekerjaan yang lainnya Mampu 31 93,9
23 responden adalah pengangguran dengan Tidak mampu 2 6,1
presentase 29,5%, yang paling sedikit Total 33 100,0
pelajar 3 responden dengan presentase
3,8%.
Setelah pemberian terapi relaksasi nafas
Tabel 5.4 dalam pada tahap ini responden perilaku
Distribusi Frekuensi Responden kekerasan mampu mengontrol perilaku
Berdasarkan Pendidikan kekerasan sejumlah 31 responden (93,9%).
di RSJD. Amino GondoHutomo Semarang
Tahun 2014 ( n = 78 ) Tabel 5.7
Distribusi Frekuensi Mengontrol Perilaku
Pendidikan Frekuensi Persentase Kekerasan Sebelum
Diberikan Terapi Tertawa di RSJD.
S SD 40 51,3
Amino GondoHutomo
S SMP 28 35,9 Semarang Tahun 2014 ( n = 39 )
S SMA 10 12,8
Total 78 100,0
Mengontrol Perilaku Frekuensi Persentase
kekerasan

Tabel tersebut menunjukkan bahwa Tidak mampu 36 100,0


pendidikan responden lebih banyak ke SD Total 36 100,0
dengan jumlah 40 responden (51,3 %),
yang paling sedikit ke SMA 10 responden Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa
(12,8%). pasien perilaku kekerasan sebelum
diberikan terapi tertawa yang tidak mampu
Tabel 5.5 mengontrol perilaku kekerasan sejumlah
Distribusi Frekuensi Mengontrol Perilaku
Kekerasan Sebelum Diberikan Terapi 36 responden (100%).
Relaksasi Nafas Dalam di RSJD.
Amino GondoHutomo
Semarang Tahun 2014 ( n = 39 )
Mengontrol perilaku Frekuensi Persentase
kekerasan

Ti Tidak mampu 33 100,0


To Total 33 100,0

4
Tabel 5.8 sedangkan setelah diberikan tertawa
Distribusi Frekuensi Mengontrol Perilaku menjadi 0,167.
Kekerasan Sesudah
Diberikan Terapi Tertawa di RSJD. Tabel 5.10
Amino GondoHutomo Perbedaan Efektifitas Terapi Relaksasi Nafas
Semarang Tahun 2014 ( n = 39 ) Dalam dan Tertawa Dalam Mengontrol
Mengontrol Frekuensi Persentase Perilaku Kekerasan Pada Pasien Perilaku
Perilaku Kekerasan di RSJD. Amino GondoHutomo
kekerasan Semarang Tahun 2014
Mampu 35 97,2
Tidak mampu 1 2,8 Kelompok Selisih SD Z P p value
Total 36 100,0 Intervensi Mean
Relaksasi Nafas 0,94 0,242 7,682 0,000
Dalam
Diketahui tabel 5.6 bahwa responden Tertawa 0,97 0,167
perilaku kekerasan sesudah diberikan
terapi tertawa didapatkan frekuensi yang Berdasarkan hasil perbedaan tabel diatas
mampu mengontrol perilaku kekerasan menunjukkan bahwa responden yang
sejumlah 35 responden (97,2%). diberikan terapi relaksasi nafas dalam
lebih rendah dengan selisih mean 0,94
ANALISA BIVARIAT dibandingkan dengan terapi tertawa yang
diberikan pada responden dengan selisih
Berdasarkan hasil uji perbedaan efektifitas mean 0,97.
terapi relaksasi nafas dalam dan tertawa
mengontrol perilaku kekerasan di RSJD. Berdasarkan tabel 5.9 Uji statistik
Amino GondoHutomo Semarang Wilcoxon menguji efektifitas relaksasi
didapatkan hasil Sebagai Berikut ; nafas dalam dan tertawa dalam mengontrol
perilaku kekerasan pada pasien perilaku
Tabel 5.9 kekerasan didapatkan nilai p value sebesar
Hasil Efektifitas Terapi Relaksasi
Nafas Dalam dan Tertawa Dalam
0,000 dan nilai Z sebesar 7,682. Nilai p
Mengontrol Perilaku Kekerasan Pada value lebih kecil dari 0,05 dan nilai Z
Pasien Perilaku Kekerasan di hitung 7,682 > Z tabel 5,000 maka
RSJD. Amino GondoHutomo Semarang demikian tertawa mengalami perbedaan
Tahun 2014 peningkatan daripada relaksasi nafas
dalam.
Terapi Pre Post S Sd pre Sdpost
mean mean
Relaksasi 2,00 1,06 0,000 0,242 PEMBAHASAN
nafas dalam
Tertawa 2,00 1,03 0,000 0,167 1. Jenis Kelamin Responden
Berdasarkan hasil penelitian jenis kelamin,
menunjukkan bahwa responden dengan
Berdasarkan tabel 5.9 diatas dinyatakan jenis kelamin laki-laki lebih banyak
bahwa relaksasi nafas dalam sebelum daripada jenis kelamin perempuan. Jenis
dilakukan meannya 2,00 sesudah kelamin laki-laki yaitu 62 responden (
dilakukan menjadi 1,06. Sedangkan 79,5% ), sedangkan perempuan 16
tertawa sebelum dilakukan mean responden ( 20,5% ).
didapatkan 2,00 sesudah dilakukan 1,03.
Dengan standar deviasi yang berbeda, Berdasarkan teori Bowden dan Jonnes
relaksasi sebelum 0,000, sedangkan koping yang dilakukan laki-laki dalam
tertawa sebelum dilakukan 0,000. Setelah memecahlan masalah cenderung
diberikan relaksasi menjadi 0,242, menggunakan strategi yang lebih menarik
diri seperti mencoba menyimpan

5
perasaannya, dan mencoba menjaga orang semakin bertambah usia seseorang, maka
lain. Menurut Kaplan dan Sadock ( 1998, pengalaman yang diterimanya juga
dalam Sunarto, 2007 ) bahwa faktor resiko semakin banyak. Dengan demikian cara
untuk perilaku kekerasan adalah jenis menjalani kehidupannya juga semakin
kelamin laki-laki. Proses kognisi, emosi, matang (Hudak & Gallo, 1997).
perilaku dan ketidaksadaran dapat
berinteraksi menyebabkan seseorang 3. Pekerjaan
merasa jelek menilai dirinya sendiri atau Responden berdasarkan penelitian tersebut
menghasilkan hubungan yang negatif yang memiliki persentase lebih tinggi
dengan orang lain. Hasil personal dari daripada yang lain adalah responden yang
peran gender meliputi kecemasan, depresi, pengangguran dengan jumlah 23 orang
harga diri yang rendah atau stress. Bahwa (29,5%).
konflik peran gender individu terjadi dari
diri sendiri. Bahwa laki-laki lebih sering Pekerjaan merupakan hal yang sangat
atau mudah mengalami gangguan kejiwaan mempengaruhi konsep diri seseorang
perilaku kekerasan, sesuai dengan teori terutama pada peran individu. Seseorang
Soejono bahwa laki-laki cenderung sering yang tidak memiliki pekerjaan mungkin
mengalami perubahan peran dan akan mempengaruhi konsep dirinya yang
penurunan interaksi sosial serta mana dipengaruhi oleh ideal diri dan harga
kehilanagan pekerjaan. Hal ini yangs diri. Ideal diri merupakan persepsi individu
sering menjadi penyebab laki-laki yang tentang perilakunya, disesuaikan dengan
mengalami gangguan jiwa dikarenakan cita-cita, harapan, dan keinginan yang
gangguan psikologis dan emosional serta ingin dicapai. Namun ideal diri pada orang
kurang percaya pada kemampuan sendiri yang tidak bekerja akan berkurang karena
sehingga membuat laki-laki lebih banyak individu tersebut merasa bahwa dia tidak
mengalami gangguan jiwa. bisa memenuhi kebutuhan hidupnya, dan
merasa tidak berhasil, sehingga individu
2. Umur tersebut merasa cemas dan rendah diri,
Berdasarkan penelitian, peneliti individu akan merasa mempunyai harga
mendapatkan hasil bahwa umur 17-27 diri yang rendah, tidak diakui, merasa
paling banyak mengalami gangguan jiwa tidak mampu menghadapi kehidupan
perilaku kekerasan yaitu berjumlah dalam mengontrol dirinya. Individu
42orang (53,8%). tersebut menjadi berfikir negatif, sehingga
membuat hubungan sosial menjadi
Riset kesehatan dasar 2007 menyebutkan maladaptif (Sunaryo, 2004).
prevalensi gangguan mental emosional
berupa depresi dan cemas pada masyarakat 4. Pendidikan
berumur diatas 15 tahun mencapai 11,6% Data dalam hasil penelitian pendidikan
ini menunjukkan masyarakat hidup dalam respondenyang tertinggi adalah responden
emosi dan kondisi kejiwaan bermasalah. dengan tingkat pendidikan SD yaitu
Hal ini disebabkan pada usia ini masalah- berjumlah 40orang (51,3%).
masalah kepribadian sering bermunculan
begitu luas dan kompleks (Muchid dkk, Tingkat pendidikan rendah pada seseorang
2007). akan menyebabkan orang tersebut mudah
mengalami kecemasan. Kecemasan terjadi
Usia 17 tahun keatas disebabkan ini karena individu tersebut tidak bisa
masalah-masalah kepribadian sering memecahkan masalah dengan baik,
bermunculan begitu luas dan komplek semakin tingkat pendidikannya tinggi akan
(Kristiysrini 2008). Kondisi ini didukung berpengaruh terhadap kemampuan berfikir
oleh teori yang menyatakan bahwa (Stuart dan Sudeen. 200, dlm Rahma,

6
2010). Terbentuknya tindakan seseorang responden yang mampu mengontrol
didasari atas perilaku , perilaku yang perilaku kekerasan 4orang (10,3%),
didasari oleh pengetahuan akan lebih sedangkan yang tidak mampu ada 35orang
langgeng darpada perilaku yang tidak (89,7%). Sesudah diberikan terapi tertawa
didasari oleh pengetahuan (Notoatmojo, mengalami peningkatan yang mampu
2003). menjadi 38orang (97,4%), sedangkan yang
tidak mampu mengalami penurunan yaitu
5. Pengaruh Pemberian Terapi 1orang (2,6%).
Relaksasi Nafas Dalam Mengontrol
Perilaku Kekerasan Tawa adalah penangkal stress yang paling
baik, murah, dan mudah dilakukan. Tawa
Sebagian responden diberikan terapi adalah salah satu cara terbaik untuk
relaksasi nafas dalam, sebelum diberikan mengendurkan otot. Tawa memperlebar
terapi responden yang mampu mengontrol pembuluh darah dan mengirim lebih
perilaku kekerasan hanya 6orang (15,4%), banyak darah hingga ke ujung-ujung dan
sedangkan yang tidak mampu ada 33orang ke semua otot diseluruh tubuh. Satu
(84,6%). Sesudah diberikan terapi putaran tawa yang bagus juga mengurangi
responden mengalami penurunan pada tingkat hormon stress, epineprine dan
yang tidak mampu menjadi 3orang (7,7%), corsitol. Bisa dikatakan tawa adalah
sedangkan yang mampu mengalami sebentuk meditasi dinamis atau relaksasi (
peningkatan menjadi 36orang (92,3%). Setyawan Tony, 2012 ). Terapi tertawa
bermanfaat untuk menekan sekresi
Teknik relaksasi nafas dalam tidak saja ephineprin dan memperbanyak sekresi
menyebabkan efek yang menenangkan endorphin, sehingga perasaan menjadi
fisik tetapi juga menenangkan pikiran. tentram. Manfaat lain yang diperoleh
Oleh karena itu beberapa teknik relaksasi adalah kesegaran dan kenyamanan, karena
seperti nafas dalam dapat membantu untuk ketika tertawa otot-otot akan berelaksasi
meningkatkan kemampuan berkonsentrasi, dan sirkulasi darah lancar sehingga
kemampuan mengontrol diri, menurunkan kebutuhan oksigen tercukupi. Hal tersebut
emosi, dan depresi (Handoyo,2005). membuat keadaan emosional klien
membaik sehingga menekan keinginan
Penelitian yang dilakukan oleh kustamti untuk marah.
dan widodo (2008) juga menunjukkan
bahwa ada pengaruh teknik relaksasi yang Menurut penelitian Emawati Chasanah
berhubungan dengan pasien perilaku “Pengaruh Terapi Tertawa Terhadap
kekerasan salah satunya adalah relaksasi Tingkat Kemarahan Klien Skizofrenia
nafas dalam dan penelitian tersebutkan dengan Risiko Perilaku Kekerasan”
mendapatkan hasil bahwa ada didapatkan hasil penelitian tersebut
pengaruhnya. Begitu juga dengan hasil mendapatkan nilai Z -3,275 dan nilai p
penelitian Nanny Dyah Zelianti 0,001 (Table 3). Hal ini menunjukkan
mendapatkan hasil p value 0,000 bahwa bahwa terdapat pengaruh terapi tertawa
ada pengaruh sebelum dan sesudah terhadap tingkat kemarahan klien dengan
diberikan teknik relaksasi nafas dalam. risiko perilaku kekerasan.

6. Pengaruh Pemberian Terapi


Tertawa Dalam Mengontrol
Perilaku Kekerasan

Responden berikutnya yang mendapatkan


terapi tertawa, sebelum diberikan

7
7. Perbedaan Efektifitas Terapi 3. Responden sesudah diberikan terapi
Relaksasi Nafas Dalam dan Tetawa relaksasi nafas dalam ternyata mengalami
Dalam Mengontrol Perilaku penurunan menjadi mampu mengontrol
Kekerasan perilaku kekerasan sejumlah 31 responden
(93,9%).
Dari hasil penelitian antara terapi relaksasi
nafas dalam dan tertawa Berdasarkan hasil 4. Responden yangsebelum diberikan
perbedaan keduanya menunjukkan bahwa terapi tertawa dalam mengontrol perilaku
responden yang diberikan terapi relaksasi kekerasan yaitu yang tidak mampu
nafas dalam lebih rendah dengan selisih mengontrol perilaku kekerasan sejumlah
mean 10,00 dibandingkan dengan terapi 36 responden (100%).
tertawa yang diberikan pada responden
dengan selisih mean 12,51.
5. Responden sesudah diberikan terapi
Berdasarkan penelitian tersebut tertawa responden mengalami penurunan
sebelumnya dilakukan uji normalitas dengan presentase frekuensi yang mampu
menggunakan kolmogorov smirnov dan mengontrol perilaku kekerasan sejumlah
hasilnya 0.000 data tersebut tidak normal. 35 responden (97,2%).
Data berdistribusi normal jika hasilnya
lebih dari 0,05. Dengan menggunakan uji 6. Hasil penelitian dapat disimpulkan
statistik non parametrik dengan wilcoxon bahwa terapi tertawa mengalami
efektifitas relaksasi nafas dalam dan peningkatan dalam mengontrol perilaku
tertawa dalam mengontrol perilaku kekerasan sedangkan terapi relaksasi nafas
kekerasan pada pasien perilaku kekerasan dalam mengalami penurunan mengontrol
didapatkan nilai p value sebesar 0,000 dan perilaku kekerasan. Maka dari itu terapi
nilai Z sebesar 7,682. Nilai p value lebih tertawa lebih efektif daripada terapi
kecil dari 0,05 dan nilai Z hitung 7,682 > Z relaksasi nafas dalam.
tabel 5,0000 maka ada perbedaan antara
relaksasi nafas dalam dan tertawa. Bahwa SARAN
relaksasi nafas dalam lebih efektif
daripada terawa. 1. Bagi pelayanan kesehatan di Rumah
Sakit Jiwa
SIMPULAN DAN SARAN Dilakukan pelatihan untuk relaksasi nafas
dalam dan tertawa yang belum pernah
SIMPULAN mendapatkan pelatihan secara khusus.
1. Karakteristik klien yang paling banyak Terapi relaksasi dan terapi tertawa bisa
di kategori usia yaitu usia 17-27 tahun menjadi program di Rumah Sakit Jiwa dan
(53,8%), klien untuk jenis kelamin paling bisa dilakukan selama sehari 2 kali, karena
banyak laki-laki 62 klien (79,5%). Klien prosedur relaksasi nafas dalam dan
untuk kategori pekerjaan paling banyak prosedur terapi tertawa dalam penelitian
pengangguran 23 klien (29,5%), klien ini dapat mengontrol perilaku kekerasan
pendidikan paling banyak SD dengan klien pada pasien perilaku kekerasan.
40 (51,3%).
2. Bagi pasien dan keluarga
2. Responden yang sebelum diberikan Keluarga dapat melatih dan mendampingi
terapi relaksasi nafas dalam mengontrol pasien untuk mengontrol perilaku
perilaku kekerasan mendapatkan hasil kekerasannya dan pasien juga dapat
yang tidak mampu mengontrol perilaku berlatih sendiri dengan prosedur yang
kekerasan berjumlah 33 responden sudah ditentukan.
(100%).

8
3. Bagi peneliti selanjutnya Hidayat (2007). Metode Penelitian
Untuk peneliti selanjutnya lebih baik bisa Kebidanan dan Teknik Analisa
membandingkan terapi tertawa dengan Data. Jakarta : Salemba Medika
terapi yang lain selain relaksasi nafas
dalam, atau tentang terapi tertawa terhadap Keliat, B.A. (2009). Model Praktik
tingkat emosi pada perilaku kekerasan. Keperawatan Profesional Jiwa.
Jakarta : EGC
DAFTAR PUSTAKA
Kaplan & Saddock, (1998). Ilmu
Hamid, A.Y. (2008). Bunga Rampai Kedokteran Jiwa Darurat (edisi
Asuhan Keperawatan Kesehatan 3), Alih bahasa, WM. Roan,
Jiwa. Jakarta : EGC Jakarta : Widya Medika
Arikunto, S (2006). Prosedur Penelitian Kataria, M. (2004). Laugh for no reason
Suatu Pendekatan. Revisi IV. Jakarta :
(Terapi Tawa). Jakarta: PT
Rineka Cipta
Gramedia Pustaka Utama.
Agus, R. (2001). Aplikasi Metodologi
Penelitian Kesehatan. Yogyakarta Maramis, W.F. (1995). Catatan ilmu
: Nuha Medika kedokteran jiwa. Surabaya ;
Chasannah, E. Pengaruh Terapi Tertawa Airlangga UnivercityPress.
Terhadap Tingkat Kemarahan
klien Skizofrenia dengan Resiko Maramis, W.F. (2004). Catatan Ilmu
Perilaku Kekerasan. Kedokteran Jiwa. Surabaya:
http://publikasi.umy.ac.id/index.p Airlangga University Press.
hp/psik/article/view/5093.
Notoatmodjo,S (2005). Metodologi
Chandrawinata, J (2007), Tingkat Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka
Pendidikan Pengaruhi Daya Cipta
Tahan Stress. www.hupelita.com.
Emmawati, C. (2010). Terapi Tawa. Notoatmodjo (2010). Metodologi
Diunduh dari http://www.holistic- Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka
online. com/ Cipta
Humor_Therapy/humor_therapy_
introduction.htm. Nursalam (2008). Konsep dan Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu
Farida, K. (2010). Buku Ajar Keperawatan Pedoman Skripsi,
Keperawatan Jiwa. tesis, dan instrument penelitian
Jakarta : Salemba Medika keperawatan. Jakarta ; Salemba
Medika
Handoyo, A. (2005). Panduan Praktis
Aplikasi oleh Nafas 2. Jakarta : Nurhasan, D. Pengaruh Terapi Relaksasi
Elex Media Komputindo Nafas Dalam Terhadap Tingkat
Perilaku Kekerasan.
Hidayat, A.A (2007). Metode Penelitian http://pustaka.unpad.ac.id/archive
Kebidanan Teknik Analisis Data. s/124564.
Jakarta : Salemba Medika
Nita, F. (2009). Prinsip Dasar dan
Aplikasi Penulisan Laporan
Pendahuluan dan Strategi
9
Pelaksanaan. Jakarta : Salemba Wasis (2008). Pedoman Riset Praktis
Medika Untuk Profesi PerawatI. Jakarta :
EGC
Rahma, Janah (2010). Hubungan Antara
Tingkat Pengetahuan Remaja
tentang disminorhea dengan
tingkat kecemasan pada saat
mengalami disminorhea.
Unimus.ac.id

Setiawan, A.S (2011). Metodologi


Penelitian Kebidanan DIII, DIV,
S1 dan S2. Yogyakarta : Nuha
Medika

Setyawan, T. (2012). Terapi Sehat Dengan


Tertawa. Jakarta : Gramedia

Stuart, G.W, & S.J. sundean (1998). Buku


Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3
ke-3. Jakarta : EGC

Stuart, G.W. & Laraia, M.T. (2001).


Principles and Practice of
Psychiatric Nursing. (Ed ke-7).
St. Louis: Mosby, Inc.

Sugiyono (2005). Metode Penelitian


Administrasi. Bandung : Alfabeta

Sunarto (2007). Pengaruh Aktivitas


Kelompok Stimulasi Persepsi Terhadap
Kemampuan Mencegah Perilaku
Kekerasan Pada Pasien Perilaku
Kekerasan di RSJD. Amino Gondohutomo
Semarang. Skripsi Stikes Karya Husada
Semarang.

Sunaryo (2004). Psikologi Untuk


Keperawatan. Jakarta : EGC
Susana, A.S (2009). Terapi Modalitas
Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Jakarta ; EGC
Tomb, D.A. (2003). Buku Saku Psikiatri.
Jakarta : EGC

Videbeck, S. (2008). Buku Ajar


Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

10

Anda mungkin juga menyukai