Proposal Zahira New
Proposal Zahira New
PENDAHULUAN
1
yaitu pada bulan November mencapai 473 mm. Angka curah hujan yang
tinggi juga berbanding lurus dengan angka kelembaban di Kota Mataram
yang mencapai 86 %. Martens (1997) menyatakan bahwa peningkatan
kelembaban dan curah hujan berbanding lurus dengan peningkatan kepadatan
nyamuk. Hal ini dapat mempengaruhi penyebaran penyakit menular,
termasuk penyakit tular vektor.
Nyamuk merupakan vektor yang berperan dalam penularan penyakit
yang disebabkan oleh parasit dan virus. Beberapa penyakit berbahaya seperti
malaria, demam berdarah, dan filariasis ditularkan oleh nyamuk dari genus
Anopheles, Aedes, dan Culex. Malaria merupakan satu di antara penyakit
yang dikategorikan berbahaya di dunia yang ditularkan oleh nyamuk
Anopheles betina. Indonesia merupakan negara terbanyak penderita malaria
setelah India di Asia bagian Selatan (World Health Organization, 2012).
Anopheles spp. yang dilaporkan ditemukan di Indonesia sebanyak 81 spesies,
16 spesies di antaranya telah dikonfirmasi sebagai vektor. Pulau Lombok
sendiri merupakan daerah endemis Malaria (Departemen Kesehatan RI,
2007).
Selain malaria, penyakit demam berdarah (DBD) sebagai salah satu
penyakit menular, sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat di Provinsi NTB karena penyebarannya yang cepat, berpotensi
kematian dan semua kabupaten/kota sudah pernah terjangkit DBD. Pada
tahun 2015, jumlah kasus DBD yang ditemukan adalah 1.340 kasus,
meningkat sangat signifikan menjadi 3.385 kasus atau mengalami
peningkatan sebesar 152,61 % di tahun 2016. Kasus terbanyak dilaporkan
terjadi di Kabupaten Sumbawa, Lombok Timur dan Kota Mataram (Dinas
Kesehatan Provinsi NTB, 2016). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota
Mataram tahun 2015, jumlah penderita demam berdarah di Kota Mataram
tahun 2015 mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, yaitu sebanyak
215 penderita pada tahun 2014, meningkat menjadi 481 penderita. Oleh
karena itu, pengendalian penyakit Demam Berdarah di Kota Mataram
menjadi salah satu skala prioritas Dinas Kesehatan Kota Mataram.
2
Selain nyamuk Anopheles dan Aedes, nyamuk Culex spp.juga menjadi
ancaman bagi kesehatan masyarakat. Penyebaran Culex spp. hampir merata di
seluruh daerah di Indonesia termasuk Pulau Lombok. Ada beberapa spesies
nyamuk Culex yang diketahui sebagai vektor penyakit, yaitu Culex
tritaeniorhynchus, yang menjadi vektor utama dari Japanese ensephalitis di
daerah Asia Tenggara, Culex pipiens juga banyak dilaporkan sebagai vektor
penyakit West Nile and St. Louis encephalitis viruses, dan vektor cacing
Wuchereria brancrofti yang menyebabkan filariasis. Selain itu, Culex
quinquefasciatus sekarang ini diteliti sebagai vektor filariasis yang
disebabkan oleh cacing Wuchereria brancrofti (Diaz et al., 2011). Muturi et
al. (2016) melaporkan bahwa dalam beberapa penelitian di tahun 2015–2016,
nyamuk ini diduga sebagai vektor virus Zika, karena kemampuannya
mencerna partikel virus.
Berdasarkan uraian di atas, maka diperlukan adanya pemahaman
tentang bioekologi nyamuk sebagai upaya untuk meningkatkan kewaspadaan
terhadap penyebaran penyakit tular vektor. Salah satu upaya yang telah
ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI adalah pengendalian habitat
nyamuk untuk menekan penyebaran penyakit tular vektor. Hal tersebut dapat
dilakukan melalui analisis ekologi nyamuk yang bertindak sebagai vektor di
Kelurahan Pejarakan Karya, Kota Mataram.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang muncul dari uraian di atas, di antaranya:
a. Spesies nyamuk apa saja yang dapat ditemukan di Kelurahan Pejarakan
Karya Kota Mataram?
b. Bagaimana karakteristik habitat nyamuk yang dijumpai di Kelurahan
Pejarakan Karya Kota Mataram?
c. Bagaimana keanekaragaman nyamuk di Kelurahan Pejarakan Karya Kota
Mataram?
1.3 Tujuan
a. Mengidentifikasi nyamuk yang ditemukan di Kelurahan Pejarakan Karya
Kota Mataram?
3
b. Mendeskripsikan karakter habitat nyamuk di Kelurahan Pejarakan Karya
Kota Mataram.
c. Menganalisis keanekaragaman nyamuk di Kelurahan Pejarakan Karya
Kota Mataram.
1.4 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat di antaranya:
a. Dapat menjadi data awal guna memberikan informasi kepada masyarakat
mengenai daerah persebaran dan karakteristik habitat nyamuk di
Kelurahan Pejarakan Karya Kota Mataram.
b. Dapat mengetahui keanekaragaman nyamuk yang ditemukan di Kelurahan
Pejarakan Karya Kota Mataram.
c. Dapat menjadi langkah awal penanggulangan vektor nyamuk bagi dinas
kesehatan terkait.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2.1 Telur
Setelah melakukan perkawinan, nyamuk betina memerlukan makanan
berupa darah yang berasal dari hewan berdarah panas ataupun manusia untuk
perkembangan dan pematangan telurnya. Lebih kurang 48 jam setelah
mendapatkan darah tersebut, nyamuk akan meletakkan telur di tempat yang
berair, tempat yang kering akan menyebabkan telur rusak dan mati.
Kebiasaan meletakkan telur dari nyamuk berbeda-beda tergantung dari
jenisnya (Borror et al, 1996). Nyamuk Culex akan meletakkan beberapa
telurnya diatas permukaan air dengan membentuk kumpulan telur tersebut
menyerupai rakit sehingga mampu untuk mengapung (Gambar 2.1),
sedangkan nyamuk Mansonia meletakkan telurnya dengan menempelkannya
pada tumbuh-tumbuhan air dengan bergerombol. Telur yang diletakkan di
5
dalam maupun di sekitar genangan air ini akan menetas setelah satu atau dua
hari kemudian (Nurmaini, 2003). Berdasarkan jenis kelaminnya, nyamuk
jantan akan menetas lebih cepat dibanding nyamuk betina, serta lebih cepat
menjadi dewasa. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya tetas telur adalah
suhu, pH air perindukan, cahaya, serta kelembaban di samping fertilitas telur
itu sendiri (Soedarto, 1992).
6
Gambar 2.2 Morfologi Telur Anopheles spp.
(Sumber : Connelly, 2015)
7
2.2.2 Larva
Larva nyamuk memiliki tubuh yang terbagi atas kepala, mulut yang
digunakan untuk mencari makan, toraks, dan abdomen. Larva belum
memiliki kaki (Natadisastra, 2009). Dalam pertumbuhan dan
perkembangannya, larva nyamuk mengalami empat tahap stadium (instar).
Tahapan stadium tersebut didasarkan atas proses pergantian kulitnya
(molting). Larva instar I selama ± 1 hari, instar II selama ± 1-2 hari, instar III
selama ± 2 hari dan instar IV selama ± 2-3 hari. Masing-masing stadium atau
instar mempunyai ukuran tubuh yang berbeda. Daur hidup rata-rata nyamuk
mulai menetas dari telur sampai menjadi kepompong berkisar 8 – 14 hari.
Instar pertama sangat kecil, hampir tidak kasat mata dan berukuran panjang
0,75 – 1 mm, sedangkan instar kedua, ketiga dan keempat dapat terlihat jelas.
Instar kedua dan ketiga berukuran 1 – 2 mm, sedangkan pada instar keempat
berukuran 3 – 6 mm, namun ukuran tersebut sangat bervariasi sesuai jenisnya
(Rao, 1981).
Larva nyamuk Aedes menggantungkan tubuhnya dengan membentuk
sudut terhadap permukaan air. Larva Aedes memiliki ciri – ciri yaitu memiliki
2-3 deret comb scale, mempunyai siphon dengan panjang 4x lebar basal
(Breeland dan Loyless, 1982). Pada tahap instar I, larva nyamuk Aedes
memiliki panjang 1-2 mm, tubuh transparan, siphon masih transparan,
tumbuh menjadi larva instar II dalam 1 hari. Larva intar II memiliki panjang
2,5 – 3,9 mm, siphon agak kecoklatan, tumbuh menjadi larva instar III selama
1-2 hari. Larva instar III berukuran panjang 4-5 mm, siphon sudah berwarna
coklat, tumbuh menjadi larva instar IV selama 2 hari. Larva instar IV
berukuran 5-7 mm, dan sudah terlihat sepasang mata dan sepasang antena,
tumbuh menjadi pupa dalam 2-3 hari. Umur rata-rata pertumbuhan larva
hingga pupa berkisar 5-8 hari. Posisi istirahat pada larva ini adalah
membentuk sudut 450 terhadap bidang permukaan air (Departemen Kesehatan
RI, 2007). Larva Aedes spp.dapat dilihat pada gambar 2.4.
Salah satu ciri dari larva nyamuk Culex adalah memiliki siphon.
Siphon dengan beberapa kumpulan rambut membentuk sudut dengan
permukaan air. Nyamuk Culex mempunyai empat tingkatan atau instar sesuai
8
dengan pertumbuhan larva tersebut. Larva instar I berukuran paling kecil,
yaitu 1 – 2 mm atau 1 – 2 hari setelah menetas. Duri-duri (spinae) pada dada
belum jelas dan corong pernafasan pada siphon belum jelas. Larva instar II,
berukuran 2,5 – 3,5 mm atau 2 – 3 hari setelah telur menetas. Duri-duri belum
jelas, corong kepala mulai menghitam. Larva instar III, berukuran 4 – 5 mm
atau 3 – 4 hari setelah telur menetas. Duri-duri dada mulai jelas dan corong
pernafasan berwarna coklat kehitaman. Larva IV, berukuran paling besar
yaitu 5 – 6 mm atau 4 – 6 hari setelah telur menetas (Matsumura, 1985).
Larva Culex spp. dapat dilihat pada gambar 2.5.
Larva nyamuk Anopheles memiliki perbedaan dengan larva nyamuk
lainnya, yaitu tidak memiliki saluran pernapasan dan posisi badannya sejajar
di permukaan air (Arsin, 2012). Larva Anopheles spp. dapat dilihat pada
gambar 2.6. Larva memiliki spirakel pada bagian posterior abdomen,
lempeng tergit (tergal plate) pada bagian tengah sebelah dorsal abdomen dan
bulu pulma pada kedua sisi abdomen (Natadisastra, 2009).
Dalam perkembangan hidupnya, larva nyamuk memerlukan kondisi
lingkungan yang dapat memberikan kehidupan bagi perkembangannya.
Berbagai faktor yang berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan larva
nyamuk seperti faktor fisik dan kimiawi antara lain pH, suhu dan salinitas.
Selain itu, fauna dan flora juga mempengaruhi larva nyamuk, yaitu sebagai
tempat perlindungan, sumber makanan ataupun sebagai musuh alaminya
(Clements, 1963). Larva pada umumnya memerlukan makan berupa alga,
bakteri dan mikroorganisme lainnya yang berada di permukaan. Larva hanya
menyelam di bawah permukaan ketika terganggu (Arsin, 2012).
9
Gambar 2.5 Larva Culex spp.
(Sumber : Bryant, 2008)
2.2.3 Pupa
Pada stadium pupa tubuh terdiri dari dua bagian, yaitu
cephalothorax yang lebih besar dan abdomen. Bentuk tubuh
membengkok. (Departemen Kesehatan RI, 2007). Stadium pupa
memiliki corong pernapasan (respiratory trumper) berbentuk lebar
dan pendek, yang digunakan untuk pengambilan oksigen dari udara
(Natadisastra, 2009). Pupa terdapat di dalam air dan tidak memerlukan
makanan tetapi memerlukan udara. Pada stadium ini terjadi proses
pembentukan alat-alat tubuh nyamuk seperti alat kelamin, sayap dan
kaki. Pupa akan berubah menjadi nyamuk dewasa setelah 1-2 hari
(Arsin, 2012). Lama stadium pupa pada nyamuk jantan antara 1
sampai dua jam lebih pendek dari pupa nyamuk betina, karenanya
10
nyamuk jantan akan muncul kira-kira satu hari lebih awal daripada
nyamuk betina yang berasal dari satu kelompok telur. Stadium pupa
ini memakan waktu lebih kurang 2 - 4 hari (Rinidar, 2010). Morfologi
pupa nyamuk disajikan dalam gambar 2.7 berikut.
11
Proboscis merupakan bentuk mulut modifikasi untuk menusuk. Nyamuk
betina mempunyai proboscis yang lebih panjang dan tajam (Brown, 1979)
Bagian thorak terdiri dari tiga segmen yaitu prothorak, mesothorak,
dan metathorak. Masing-masing segmen menjadi bagian melekatnya kaki
depan (foreleg), kaki tengah (midleg), dan kaki belakang (hindleg).
Mesothorak selain terdapat midleg, juga terdapat sepasang sayap. Bagian
thorak terdapat mesonotum yang diliputi rambut halus, scutum yaitu bagian
thorak yang terbesar, dan scutellum yaitu bagian posterior mesonotum
(Gambar 2.2). Metathorak nyamuk dewasa ukurannya lebih kecil
dibandingkan dengan prothorak dan mesothorak serta terdapat sepasang
sayap yang mengalami modifikasi menjadi halter (Rueda, 2004).
12
sedangkan dari genus Aedes dan Culex memiliki scutellum trilobus
(Rattanarithikul et al., 2010).
Sayap nyamuk mempunyai bentuk yang panjang, transparan yang
mempunyai percabangan vena yang ditutupi oleh sisik. Pada pinggir sayap
terdapat deretan rambut yang disebut fringe. Nyamuk mempunyai tiga pasang
kaki (hexapoda) yang melekat pada thorak dan tiap kaki terdiri dari satu ruas
femur, satu ruas tibia dan lima ruas tarsus (Lane & Crosskey, 1993)
Sisik sayapnya ada yang lebar dan asimetris (Mansonia) dan ada pula
yang sempit, panjang, dan simetris (Aedes, Culex). Pada beberapa jenis
nyamuk, sisik sayap membentuk bercak-bercak berwarna putih dan kuning,
putih dan cokelat, serta putih dan hitam (speckled) (Montgomery, 1974). Pada
bagian pinggir (kosta dan vena 1) sayap nyamuk Anopheles, terdapat sisik-
sisik yang berkelompok membentuk gambaran belang-belang hitam dan
putih. Selain itu, bagian ujung sisik sayap membentuk garis lengkung
(Natadisastra, 2009).
Abdomen nyamuk terdiri dari delapan ruas. Pada ujung atau ruas
terakhir terdapat alat kopulasi berupa cerci pada nyamuk betina dan
hypogeum pada nyamuk jantan. Abdomen pada nyamuk Aedes memiliki
bercak putih keperakan pada masing-masing ruas (Depkes RI, 2007). Bagian
abdomen berbentuk silinder dengan ujung abdomen dapat berbentuk lancip
(pointed) pada Aedes sedangkan ujung abdomen Mansonia, Culex, Anopheles
berbentuk tumpul (Montgomery, 1974).
Waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan sejak telur diletakkan
sampai menjadi dewasa bervariasi antara 2-5 minggu, tergantung kepada
spesies, makanan yang tersedia, suhu udara dan kelembaban (Natadisastra,
2009).
13
(Munif, 2009). Suatu spesies dikatakan sebagai vektor apabila jumlahnya
cukup banyak dan berada pada daerah tempat hospes tinggal (manusia).
Jumlah nyamuk berbanding lurus dengan tempat perindukan nyamuk
(breeding place), dimana tempat perindukan haruslah dekat dengan tempat
tinggal manusia. Kebanyakan spesies nyamuk yang bertindak sebagai
vektor, tempat perindukannya tidak jauh dari rumah terdekat manusia, yaitu
berjarak sekitar 200–400 meter. Hal ini berhubungan dengan kemampuan
terbang nyamuk untuk mencari hospesnya (Ahmad et al, 2011).
Di Indonesia, konfirmasi vektor telah dilakukan sejak tahun 1919
sampai tahun 2009, dan selama periode tersebut terdapat 25 spesies
ditemukan positif membawa parasit malaria (Kementerian Kesehatan RI,
2011). Menurut Arsin (2012), Anopheles yang ditemukan di Nusa Tenggara
Barat adalah spesies A. aconitus, A. sundaicus, A. balabacensis, A.
barbirostris, A. maculatus, A. subpictus.
Nyamuk Aedes albopictus telah menjadi vektor penyakit yang
signifikan karena berhubungan erat dengan manusia, yaitu menularkan
banyak patogen virus di antaranya adalah virus demam kuning, demam
berdarah, dan demam Chikungunya, serta beberapa nematoda filaria seperti
Dirofilaria immitis, juga Ae. albopictus mampu menampung virus Zika dan
dianggap sebagai vektor potensial untuk transmisi Zika ke manusia (Wong
et al: 2013 dan Grard et al: 2014)
Kemampuan nyamuk menjadi vektor penyakit berkaitan dengan
populasi dan aktivitas menghisap darah. Aktivitas mengisap darah dari
nyamuk Anopheles dan Culex berlangsung pada malam hari (nokturnal),
berbeda dari nyamuk Aedes yang melakukan aktivitas mengisap darah pada
siang hari (diurnal). Nyamuk yang bersifat eksofagik adalah nyamuk yang
banyak mengisap darah di luar rumah, tetapi bisa masuk ke dalam rumah
jika manusia merupakan inang utama, misalnya Anopheles balabacensis,
An. sinensis, An. aconitus, dan Mansonia uniformis. Nyamuk endofagik
adalah nyamuk yang mengisap darah di dalam rumah, tetapi bila inang tidak
tersedia di dalam rumah sebagian nyamuk akan mencari inang di luar rumah
(Munif 2009).
14
Nyamuk dalam genus Aedes biasanya mencari makan pada waktu
pagi hingga sore hari (day bitter) yaitu sekitar pukul 08.00-12.00 dan pukul
15.00-17.00 WITA (Syahribulan dkk., 2012). Waktu aktivitas menggigit
vektor malaria yang sudah diketahui yaitu pukul 17.00-18.00, sebelum
pukul 24.00 (20.00-23.00), setelah pukul 24.00 (00.00-4.00). Vektor malaria
yang aktivitas menggigitnya pukul 17.00-18.00 adalah A. tesselatus,
sebelum pukul 24.00 adalah A. aconitus, A. annullaris, A .barbirostris, A.
kochi, A. sinensis, A. vagus, sedangkan yang menggigit setelah pukul 24.00
adalah A. farauti, A. koliensis, A. leucosphyrosis, A. punctullatus
(Kementerian Kesehatan RI, 2011).
15
ban. Penelitian Rahmawati et al. (2014) menyebutkan bahwa habitat
nyamuk Anopheles spp. adalah genangan air yang bersifat permanen (kolam
ikan), yang selalu ada air sepanjang tahun.
Nyamuk Aedes menyukai breeding place di kontainer dengan air
yang jernih yang tidak bersentuhan langsung dengan tanah dan lebih
menyukai kontainer yang terdapat di dalam rumah daripada di luar rumah.
Hal ini dikarenakan di dalam rumah terlindung dari sinar matahari langsung
dan memiliki suhu yang relatif stabil (Lee, 1990). Nyamuk Aedes sp.
meletakkan telur dan berbiak pada tempat penampungan air bersih atau air
hujan seperti bak mandi, tangki penampungan air, vas bunga, kaleng-kaleng,
atau kantung plastik bekas, di atas lantai gedung terbuka, talang rumah,
bambu pagar, ban-ban bekas, dan semua bentuk wadah yang menampung air
bersih. A. albopictus meletakkan telur dan berbiak pada wadah-wadah alami
seperti kulit-kulit buah misalnya kulit buah rambutan, tempurung kelapa
(Said, 2009).
Nyamuk-nyamuk Culex sp ada yang aktif pada waktu pagi, siang,
dan ada yang aktif waktu sore atau malam. Nyamuk ini meletakkan telur
dan berbiak di selokan yang berisi air bersih ataupun selokan air
pembuangan domestik yang kotor (organik), serta di tempat penggenangan
air domestik atau air hujan di atas permukaan tanah. Larva nyamuk Culex
sp sering kali terlihat dalam jumlah yang sangat besar di selokan air kotor
(Sembel, 2009).
Habitat nyamuk juga dipengaruhi oleh faktor fisik lingkungan
seperti pH, salinitas, suhu dan kelembaban udara. Derajat keasaman air
mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi jasad renik
seperti larva nyamuk. Perairan asam kurang baik untuk perkembangbiakan
bahkan cenderung mematikan organisme. Derajat keasaman yang optimal
untuk Anopheles spp. lebih banyak ditemukan di perairan yang bersifat
basa, yaitu berkisar antara 6-7 (Mading & Kazwaini, 2014). Larva
Anopheles biasanya hidup dengan salinitas 0 % pada air tawar dan 0-7 %
pada air payau, larva Anopheles tidak bisa bertahan pada salinitas di atas
16
7%. Larva Anopheles memiliki kisaran kedalaman breeding site antara 2-
120 cm (Mulyadi, 2010).
Kecepatan pertumbuhan dan perkembangan nyamuk sangat
bergantung dari kecepatan proses metabolisme yang dipengaruhi oleh suhu.
Menurut Epstein et al., (1998), suhu optimum untuk tempat perindukan
nyamuk berkisar antara 25°C - 27°C. Suhu optimum untuk fase larva dan
pupa 23°C -27°C. Sedangkan suhu optimum nyamuk dewasa dapat
berkembang dengan baik yaitu 23°C-30°C (Novelani, 2007). Hidayani
(2011) memperoleh hasil bahwa kisaran suhu 26°C - 29°C merupakan suhu
yang ideal bagi kehidupan larva Anopheles pada jenis breeding site
manapun dengan kondisi yang bervariasi.
Nyamuk membutuhkan kelembaban yang tinggi sehingga nyamuk
harus mencari tempat yang basah dan lembab. Pada tempat yang kisaran
kelembabannya kurang dari 60% menyebabkan umur nyamuk lebih pendek,
sehingga pertumbuhan parasit dapat dihambat. Perilaku adaptasi nyamuk
pada kelembaban yang tidak tinggi menyebabkan nyamuk banyak
mengalami kematian akibat daerah yang mengalami kekeringan. Hal ini
menyebabkan populasi nyamuk tetap stabil (Marbawati & Sholichah, 2009).
17
Karya adalah sebanyak 7.150 jiwa yang terdiri dari 4.442 jiwa laki-laki dan
4.343 jiwa perempuan, dengan jumlah KK sebesar 2,105 orang, dan terbagi
kedalam 31 Rukun Tetangga, dan empat Lingkungan yaitu lingkungan
Moncok Karya, Pejarakan, Penan, dan lingkungan Moncok Telaga Mas
(Pemerintah Kota Mataram, 2017).
BAB III
METODE
18
Penelitian ini dilakukan pada bulan September – November 2018.
Pengambilan sampel dilakukan di tiga habitat berbeda yaitu perumahan,
persawahan, dan kebun yang berlokasi di Kelurahan Pejarakan Karya, Kota
Mataram. Identifikasi dilakukan di Laboratorium Biologi Universitas
Mataram Peta lokasi penelitian disajikan dalam gambar 3.2 berikut.
19
Nama Lingkungan Jumlah titik
sampling
Moncok Karya 8
Pejarakan 8
Penan 5
Moncok Telaga Mas 5
Total 26
20
3.5 Analisis Data
Data dianalisis secara deskriptif kualitatif berupa karakter morfologi
dari nyamuk Anopheles spp. dan dilengkapi dengan foto-foto lingkungan
tempat penangkapan nyamuk.
𝑁𝑖
′ Pi =
H = − ∑(Pi ln Pi) Dimana 𝑁
Keterangan :
H’ : Indeks keanekaragaman spesies
Ni : Jumlah individu spesies ke-i
N : Jumlah individu semua spesies
3.5.3 Perhitungan Kemerataan Distribusi Individu
Kemeataan distribusi individu dalam spesies dihitung menggunakan
rumus Shannon Wienner berikut.
𝐻′
𝐸= Dimana 𝐻 max = ln 𝑆
𝐻 𝑚𝑎𝑥
Keterangan
E : Indeks kemerataan
H’ : Indeks keanekaragaman spesies
S : Jumlah spesies
21
3.6 Jadwal Penelitian
Jadwal penelitian disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian
Bulan
No Kegiatan
Sept Okt Nov Des
1 Penyusunan proposal
2 Seminar proposal
3 Pengambilan sampel
4 Analisis Data
5 Penulisan laporan
22
DAFTAR PUSTAKA
Bates, 1970, The Natural History of Mosquitoes, Gloucester, Mass. Peter Smith,
New York.
Brown, H., 1979, Dasar Parasitologi Klinis Edisi Ketiga, Gramedia, Jakarta.
23
Departemen Kesehatan RI, 2009, Pidato Menteri Kesehatan Republik Indonesia
pada Peringatan Hari Malaria Sedunia Ke-2, Departemen Kesehatan
RI, Jakarta.
Google earth 7.3.1.4507. (September 23, 2017). Gili Indah, North Lombok
Regency, West Nusa Tenggara, Indonesia. 8° 21ʹ 15.91ʺ̍S, 116° 03ʹ
31.13ʺ̍E, Eye alt 22977 feet. SIO, NOAA, U.S. Navy, NGA, GEBCO.
TerraMetrics 2018, DigitalGlobe 2012. http://www.earth.google.com
[April 24, 2018].
Gunathilaka, N., 2016, Illustrated Key to The Adult Female Anopheles (Diptera
: Culicidae) Mosquitoes of Sri Lanka, Appl Entomol Zool, Vol. 52
(2017), pp. 69-77.
Hidayani, 2011, Distribusi Spasial Breeding Site dan Jarak Rumah Penderita
Malaria Di Desa Bulu Bonggu Kecamatan Dapurang Kabupaten
Mamuju Utara, Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanuddin Makassar.
24
Mahdalena, V., Suryaningtyas, N. H. & Ni’mah, T., 2015, Ekologi Habitat
Perkembangbiakan Anopheles spp. di Desa Simpang Empat, Kecamatan
Lengkiti, Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan, Jurnal Ekologi
Kesehatan, Vol. 14 (4), pp. 342-349.
Rahmawati, E., Hadi, U. K. & Soviana, S., 2014, Keanekaragaman Jenis dan
Perilaku Menggigit Vektor Malaria (Anopheles spp.) di Desa Lifuleo,
Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur,
Jurnal Entomologi Indonesia, Vol. 11 (2), pp. 53-64.
Rao, T. R., 1981, The Anophelines of India, Indian Council of Medical Research,
New
Delhi.
25
Southeast Asian Journal of Tropical Medicine and Public Health, Vol. 37
(2), pp. 1-90.
Sari, W., Zanaria, T. M. & Agustina, E., 2007, Studi Jenis Nyamuk Anopheles
pada Tempat Perindukannya di Desa Rukoh Kecamatan Syiah Kuala
Kota Banda Aceh, Jurnal Biologi, Vol. 3 (1), pp. 31-34.
Sukowati, S., 2008, Masalah Keragaman Spesies Vektor Malaria dan Cara
Pengendaliannya di Indonesia, Badan Litbangkes Depkes RI, Jakarta.
26