Anda di halaman 1dari 20

DAFTAR ISI

1. Pendahuluan.................................................................................................................4
2. Komponen tim……………………………………………………….................…….5
3. Alur Early Warning System…………………………………………….…............…7
4. Alur aktivasi Tim Medis
Emergensi.....................……..………………………………..……15
PENDAHULUAN

Patient Safety (keselamatan pasien) merupakan komponen dasar dari pelayanan


kesehatan yang berkualitas. Prinsip utama pelayanan kesehatan adalah (First, do no harm).
Sehingga program keselamatan pasien harus menjadi prioritas pengembangan untuk dapat
dilakukan secara optimal di rumah sakit, sehingga upaya-upaya dalam peningkatan
keselamatan pasien harus dilaksanakan dengan efektif dan efisien.
Kejadian kegawatan medis termasuk henti jantung dapat terjadi kapan saja dan di mana
saja, tidak terbatas kepada pasien, tetapi dapat terjadi pada keluarga pasien, bahkan karyawan
rumah sakit. Kebijakan rumah sakit dalam penanganan korban dengan henti jantung tidak
terbatas hanya pada respon terhadap korban dengan henti jantung tetapi juga meliputi strategi
pencegahan yang melibatkan seluruh komponen rumah sakit.
Sistem pengenalan dini penurunan kondisi pasien (early warning system) adalah
komponen pertama dari rantai keselamatan (“Chain of survival). Sistem pencegahan ini
penting mengingat banyaknya kegagalan rumah sakit dalam mengenali secara dini gejala dan
penurunan kondisi pasien, atau bereaksi lambat untuk mencegah kejadian henti jantung.
Sebagian besar kasus kardiorespirasi arrest yang terjadi di rumah sakit secara umum didahului
dengan periode penurunan kondisi klinis yang harus secara dini dikenali.
American Heart Association/European Resuscitation Council tahun 2015
mengharuskan bahwa setiap rumah sakit harus memiliki sistem respon yang optimal terhadap
penurunan kondisi (pasien kritis) untuk mencegah terjadinya henti jantung baik pada area
perawatan maupun non perawatan. Kementrian kesehatan RI dalam petunjuk akreditasi rumah
sakit juga memberi amanat bahwa pelayanan resusitasi harus seragam di rumah sakit dan
diarahkan oleh kebijakan dan prosedur yang sesuai.
Diperlukan suatu sistem atau strategi terhadap penurunan kondisi pasien di rumah sakit,
resusitasi secara optimal dan memastikan bahwa tindakan bantuan hidup dasar dan lanjut
dilakukan secara efektif terhadap pasien dengan kegawatan medis termasuk kejadian henti
jantung. Sistem ini melibatkan sumber daya manusia yang terlatih, peralatan dan obat-obatan
yang lengkap dengan standar operasional prosedur yang baku, yang disebut dengan code blue
system. Aktivasi code blue system yang ideal harus mampu memfasilitasi resusitasi pada
pasien dengan kegawatan medis dan kondisi henti jantung dengan respon yang adekuat.
Meliputi response time, standar tim resusitasi, standar peralatan, dan standar perawatan paska
resusitasi.
Early Warning Score (EWS) adalah suatu alat yang dikembangkan untuk memprediksi
penurunan kondisi pasien yang secara rutin didapatkan dari pemeriksaan tekanan darah, nadi,
kesadaran, sistem pernapasan dan lain-lain. Dengan pengenalan secara dini kondisi yang
mengancam jiwa diharapkan dapat dilakukan respon yang sesuai termasuk melakukan
assessment ulang secara detail, meningkatkan monitoring pasien, melapor ke kepala perawat
atau dokter jaga, melaporkan ke dokter penanggung jawab pasien atau jika diperlukan aktivasi
Medical emergency team/code blue team apabila memenuhi kriteria pemanggilan. Diharapkan
dengan sistem ini kegawatan secara dini dapat dikenali, dan dapat dilakukan resusitasi segera
serta perawatan pasien sesuai dengan level kegawatannya, apakah dapat dilakukan perawatan
lanjutan di bangsal atau harus dilakukan perawatan di HCU atau ICU.

Gambar : Code Blue System yang ideal adalah yang mengakomodasi panggilan
kegawatan medis dan henti napas/Jantung.

Secara umum Early warning dan Code blue system rumah sakit akan meningkatkan
kemampuan petugas kesehatan dalam mengenali tanda kegawatan dan aktivasi sistem
emergency, mempercepat Response time, meningkatkan kualitas resusitasi dan
penatalaksanaan paska resusitasi, sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas
pasien kritis di rumah sakit.
KOMPONEN TIM RESUSITASI DALAM CODE BLUE SYSTEM

Secara prinsip terdapat 3 komponen petugas yang berperan utama pada resusitasi pasien
dengan kegawatan di rumah sakit, terdiri dari:
1. Petugas Non medis terlatih: merupakan petugas non medis dengan keterampilan
bantuan hidup dasar dan aktivasi sistem code blue
2. Tim medis Primer: merupakan petugas medis dengan kemampuan bantuan hidup
dasar dan lanjut (merupakan personel/tim medis yang pertama kali menjumpai
melakukan resusitasi pada korban kritis/henti napas atau henti jantung)
3. Tim M edis Emergensi (Tim Code Blue): merupakan petugas medis dengan
komponen dokter dan perawat dengan kemampuan dalam assessment pasien kritis dan
bantuan lanjut termasuk advance airway-breathing management dan didukung dengan
peralatan yang lebih lengkap (termasuk peralatan jalan napas definitif), obat-obatan
emergency termasuk penggunaan defibrillator.
Tim Code Blue (Tim Medis Emergensi) melakukan intervensi secara dini pasien-pasien
yang mengalami penurunan kondisi dengan tujuan untuk mencegah kejadian henti jantung di
rumah sakit. Rata-rata publikasi penelitian tentang Tim Code Blue atau rapid response team
dilaporkan telah menurunkan 17-65% angka kejadian henti jantung di rumah sakit setelah
intervensi. Keuntungan lain yang telah didokumentasikan meliputi:
 Penurunan angka transfer emergency yang tidak direncanakan ke ICU
 Penurunan ICU dan total lama perawatan di rumah sakit
 Penurunan angka mortalitas dan morbiditas post operatif di rumah sakit
 Meningkatkan angka harapan hidup paska henti jantung di rumah sakit
Agar code blue system dapat berjalan optimal maka petugas kesehatan harus mampu
mengidentifikasi pasien dengan kejadian henti jantung yang telah diprediksi dikarenakan
kondisi terminal sehingga aktivasi code blue menjadi tidak sesuai. Rumah sakit harus
mempunyai kebijakan mengenai DNR (do not resuscitation), berdasarkan kebijakan nasional,
yang harus dipahami oleh semua petugas kesehatan rumah sakit
Implementasi dari code blue sistem memerlukan edukasi yang berkelanjutan, evaluasi
data, review dan feedback. Pengembangan dan pemeliharaan sistem ini memerlukan
perubahan kultur jangka panjang dan komitmen finansial dari rumah sakit untuk mewujudkan
kultur patient safety dengan tujuan utama untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas.
Gambar : Poster Aktivasi Code Blue System
ALUR/SISTEM EARLY WARNING DAN CODE BLUE DEWASA

Langkah-langkah Early Warning System di bangsal perawatan.


1) Pada setiap pasien yang dirawat di bangsal perawatan dilakukan monitoring secara
berkala (termasuk 7 parameter klinis pada pasien dewasa yaitu laju pernapasan, saturasi
oksigen, penggunaan suplementasi O2, tekanan darah sisolik, temperatur, laju jantung
dan kesadaran.) dengan mengisi lembar Early Warning Scoring System.
2) Lembar monitoring harus juga diisi saat ada keluhan pasien/laporan keluarga pasien
terkait kemungkinan adanya penurunan kondisi pada pasien
3) Pada pasien yang stabil di bangsal (parameter hijau (skor 0)), maka monitoring dan
evaluasi dilakukan secara berkala setiap 8 jam, adanya perubahan parameter fisiologis
dan keluhan pasien akan selalu di monitor dan di evaluasi
4) Apabila pasien skor 1-4 (resiko rendah), maka respon selanjutnya adalah, assessment
segera oleh perawat senior (response time maksimal 5 menit), eskalasi monitoring per 4-
6 jam dan eksalasi perawatan (manajemen nyeri, demam, terapi oksigen dll), jika
diperlukan assessment oleh dokter jaga (residen senior) dan konsultasi ke dokter
penanggung jawab pasien (DPJP)
5) Apabila skor 5-6 (resiko sedang) jika ya, maka respon selanjutnya adalah assessment
segera oleh dokter jaga bangsal (residen senior) dengan response time maksimal 5 menit
, eskalasi perawatan dan terapi, dan tingkatkan frekuensi monitoring, minimal setiap 1
jam, konsultasi ke DPJP (pindahkan ke area yang sesuai/area dengan fasilitas bed side
monitor (HCU)).
6) Apabila skor > 7 (resiko tinggi), jika ya, maka respon selanjutnya adalah lakukan
resusitasi dan monitoring secara kontinyu, aktivasi Tim Code Blue (telepon 808 ),
panggil segera bantuan perawat senior dan dokter jaga bangsal, ambil troli emergency
dan jika waktu telah memungkinkan konsultasikan ke dokter penanggung jawab pasien
(DPJP)
7) Apabila pasien mengalami henti jantung (nadi karotis tidak teraba), jika ya lakukan RJP
(Resusitasi Jantung dan Paru) dengan high quality, ambil troli emergency termasuk
defibrilator. Panggil/aktivasi henti jantung ke nomor telepon 808 . Penerima telepon (Tim
Code Blue/TMRC) akan menganalisis informasi dan mengaktifkan Tim Code Blue/tim
henti jantung terdekat untuk menuju lokasi (response time maksimal 5 menit).
8) Manajemen paska resusitasi, tentukan Level of care pasien (LOC), transport ke area yang
sesuai
 Pasien dengan LOC (0) yaitu pasien dengan kondisi stabil dilakukan perawatan di
bangsal umum.
 Pasien dengan LOC (1) yaitu pasien dengan potensial penurunan kondisi tetapi masih
cukup stabil dilakukan perawatan di bangsal umum dengan pengawasan khusus dari
tim spesialis.
 Pasien dengan LOC (2) pasien yang memerlukan observasi ketat dan intervensi
termasuk support untuk single organ dilakukan perawatan di HCU (High Care Unit)
 Pasien dengan LOC (3) yaitu pasien dengan support pernapasan lanjut atau support
pernapasan dasar dengan sekurang-kurangnya support 2 organ sistem lainnya
dilakukan perawatan di bangsal perawatan intensif.
 Pasien dengan problem stadium terminal/DNR (do not resuscitate) dilakukan
perawatan lanjutan di ruang paliatif.

Keterangan:
Penentuan resiko pasien dan aktivasi/assessment termasuk pemanggilan Tim Code Blue (Tim
medis emergensi) termasuk kegawatan lain yang tidak tercantum dalam parameter fisiologis di
atas (misal low urine output, chest pain, obstruksi jalan napas yang mengancam jiwa, kejang
dll), dan keputusan klinis dilakukan oleh tim yang melakukan assessment pasien.
Gambar: Skema EWS pasien dewasa
Gambar: Rekam Medis EWS pasien dewasa
Gambar: Skema EWS pasien Anak
Gambar: Rekam Medis EWS pasien anak
Gambar: Skema EWS pasien Obstetric
Gambar: Rekam Medis EWS pasien obstetrik
ALUR AKTIVASI TIM CODE BLUE (TIM MEDIS EMERGENSI)

OPSI 1 : Aktivasi kegawatan medis

Apabila terjadi kondisi dengan kegawatan medis, maka langkah-langkah yang harus
dilakukan sebagai berikut:
1) Petugas primer menjumpai skor EWS > 7 atau salah satu kriteria blue skor, panggil
bantuan petugas lain , lakukan resusitasi, buka jalan napas, berikan oksigen,
pasang/pastikan iv line lancar.
2) Minta petugas lain untuk mengaktifkan code blue 808 (dengan kegawatan medis)
dan mengambil troli emergency terdekat.
3) Telepon diterima oleh anggota Tim Code Blue (Tim Medis Emergensi), dilakukan
analisis terhadap informasi yang masuk (kondisi pasien, lokasi dll).
4) Koordinasi dan instruksi resusitasi oleh Tim Medis Emergensi ke tim primer
5) Tim Code Blue segera datang (response maksimal 10 menit)
6) Dilakukan resusitasi secara optimal oleh Tim Code Blue dan petugas primer
7) Paska resusitasi pasien ditentukan level perawatannya (Level of Care) dan dilakukan
transport jika telah memenuhi kelayakan transport baik kondisi pasien, peralatan dan
obat-obatan dan kesiapan area yang akan dituju.
8) Mengisi lembar rekam medik resusitasi code blue secara lengkap
9) Informasikan/konsultasikan ke DPJP
Gambar: Alur aktivasi code blue kegawatan medis dan henti jantung

OPSI 2 : Aktivasi henti jantung/henti napas


Apabila terjadi kondisi henti napas dan henti jantung, maka langkah-langkah yang harus
dilakukan sebagai berikut:
1) Petugas primer (yang pertama kali menjumpai kondisi henti jantung) meminta
bantuan penolong lain dan melakukan RJP dengan kualitas tinggi
2) Minta penolong lain untuk mengaktifkan code blue 808 (dengan henti jantung) dan
mengambil troli emergency terdekat.
3) Telepon diterima oleh anggota Tim Code Blue (Tim Medis Emergensi), dilakukan
analisis terhadap informasi yang masuk (kondisi pasien, lokasi dll).
4) Tim Medis Emergensi harus merespon dan datang ke pasien dalam waktu kurang dari
5 menit (response time maksimal 5 menit)
5) Resusitasi dilakukan secara adekuat oleh petugas primer dan Tim Medis Emergensi
6) Paska resusitasi pasien ditentukan level perawatannya (Level of Care) dan dilakukan
transport jika telah memenuhi kelayakan transport baik kondisi pasien, peralatan dan
obat-obatan dan kesiapan area yang akan dituju.
7) Mengisi lembar rekam medik resusitasi code blue secara lengkap
Informasikan/konsultasikan ke DPJP
Gambar : Status rekam medis Tim Code Blue
DAFTAR PUSTAKA
 American Heart Association. 2015 American Heart Association Guidelines for
Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care in : Circulation
2015
 Banerjee, Hargreaves, 2007, A Resuscitation Room Guide, 1 st edition, Oxford
university Press
 DeVita, MA, M.D. Hillman, K, M, Bellomo, R, 2006, Medical Emergency Teams
Implementation and Outcome Measurement Springer Science+Business Media, Inc
 European Resuscitation Council (ERC), (2015), Guidelines for
Resuscitation:Executive summary, Resuscitation pp. 1-80
 Graves, J. (2007). Code blue manual, Royal Brisbane & Womens Hospital Service
District, Quensland
 Intensive Care Society, (2009), Levels of Critical Care for Adult Patients: Standard
and guideline
 ICSI (Institut for Clinical System Improvement) 2011, Health care protocol: Rapid
Response Team, Fourth edition.
 Intensive Care Society, (2009), Levels of Critical Care for Adult Patients: Standard
and guideline
 National Early Warning Score (NEWS), 2012 Standardising the assessment of acute-
illness severity in the NHS, Royal College of Physicians, London
 Psirides, A, Pedersen A,2015, Proposal for A National New Zealand Early Warning
Score & Vital Sign Chart, Wellington Regional Hospital

Anda mungkin juga menyukai