Anda di halaman 1dari 17

1

1. Kebutuhan gizi pada ibu hamil

Kebutuhan Gizi Ibu Hamil Seorang wanita dewasa yang tidak hamil, keperluan gizinya
dipergunakan untuk kegiatan rutin dalam proses metabolisme tubuh, aktivitas fisik, serta
menjaga keseimbangan segala proses dalam tubuh. Sedangkan pada wanita dewasa yang sedang
hamil maka di samping untuk proses yang rutin juga diperlukan energi dan gizi tambahan untuk
pembentukan jaringan baru, yaitu janin, plasenta, uterus serta kelenjar mamae. Ibu hamil
dianjurkan makan secukupnya saja, bervariasi sehinggakebutuhan akan aneka macam zat gizi
bisa terpenuhi.

Kebutuhan yang meningkat ini untuk mendukung persiapan kelak bayi dilahirkan. Cara
makan yang berlebihan harus dihindari, karena dapat merugikan sendiri. Bagaimanapun juga
penambahan jumlah gizi harus disesuaikan dengan keperluannya. Kebutuhan lemak pada ibu
hamil tidak perlu dikurangi, apalagi sayur-sayuran serta buah segar. Bila berat badan si ibu tetap
saja atau mungkin menurun, mka dianjurkan mengkonsumsi semua jenis makanan.

Sebagai pedoman dalam pengawasan akan kecukupan gizi ibu hamil adalah bagaimana
kenaikan pertambahan berat badan si ibu. Sebagai standard kebiasaan kenaikan berat badan pada
ibu hamil menurut Committee on Nutritional (1990) adalah sekitar 7 kg sampai 18 kg. Untuk ibu
gemuk (BMI > 26-29 pertambahan berat badan sekitar 7kg -11,5 kg Untuk ibu normal (BMI
19,8-26) maka pertambahan 11,5 kg – 16 kg. Untuk ibu kurus (BMI < 19,8 pertambahan berkisar
12,5 kg – 18 kg.

Dengan berpegangan pada nilai ini maka jika terjadi kelebihan berat badan maka
dianjurkan untuk mengurangi konsumsi karbohidrat serta gula-gula. Pada ibu hamil yang
kekurangan gizi maka perlu pemberian kalori tambahan agar tubuh segera mengalami kondisi
yang ideal, meskipun berbagai literatur menyebutkan bahwa ibu hamil kurang gizi, bisa
melahirkan anak tanpa ada kelainan apapun. Akan tetapi risiko kehamilan serta saat melahirkan
tentunya lebih tinggi dibandingkan ibu hamil dengan kondisi gizi yang sempurna. Pada ibu hamil
terutama pada pertengahan usia kandungannya, sering mengalami pembengkakan pada kakinya.
Hal ini bisa di atasi dengan mengurangi konsumsi makanan yang mengandung ion Natrium dan
Klorida (Garrow and James, 1993).
2

Kebutuhan tambahan gizi pada ibu hamil harus benar-benar diperhitungkan, sehingga tidak
mengakibatkan kelebihan yang bisa berakibat merugikan. Adapun makanan yang sangat
dianjurkan pada masa kehamilan adalah susu, telur, sayur, buah, mentega, margarin, serta
vitamin, utamanya vitamin A, D dan C. Jaminan terbaik dari konsumsi kalori yang cukup selama
hamil adalah peningkatan berat badan sesuai dengan pertambahan usiakeluhan-keluhan seperti
rasa mual, ingin muntah, pusing-pusing, selera makan berkurang sehingga timbul kelemahan dan
malas beraktivitas.

Pada saat ini belum diperlukan tambahan kalori, protein, mineral serta vitamin yang berarti
karena janin belum tumbuh dengan pesat dan kebutuhan gizi dapat disamakan dengan keadaan
sebelum hamil, tetapi yang perlu diperhatikan adalah bahwa ibu hamil harus tetap makan agar
tidak terjadi gangguan pencernaan, bentuk makanan biasa, dan untuk menghindari rasa mual dan
muntah posi makanan kecil akan tetapi frekuensi makan sering. Energi serta gizi pada saat
seperti ini hanya diperlukan untuk memelihara kesehatan serta vitalisnya, disampng tentunya
mensuplai kebutuhan janin yang sedang diproses. Agar kecukupan zat-zat gizi terpenuhi dapat
diperhatikan hal-hal seperti berikut:

-Makanan hendaknya dipilih yang mudah dicerna. Buah-buahan segar dan sayuran hijau
biasanya dapat mengurangi rasa mual.

-Posi makanan sedikit, tetapi dengan frekuensi sering. Bila kurang selera makan nasi,
dapat diganti dengan kentang, macaroni, mie atau jajanan lain yang bergizi.

Pada trimester kedua mulai dibutuhkan tambahan kalori untuk pertumbuhan serta
perkembangan janin serta untuk mempertahankan kesehatan si ibu. Pada saat ini muntah sudah
berkurang atau tidak ada, nafsu makan bertambah, perkembangan janin sangat pesat bukan saja
tubuhnya tetapi juga susunan saraf otak (kurang lebih 90%). Oleh karena pertumbuhan janin
yang pesat di mana jaringan otak menjadi perhatian utama maka ibu hamil memerlukan protein
dan zat gizi lain seperti galaktosa yang ada pada susu sehingga dianjurkan untuk minum susu
400 cc. Yang perlu diperhatikan pada trimester kedua ini adalah:

-Hendaknya lebih banyak memakan bahan makanan sumber protein (zat pembangun), agar
janin mengalami pertumbuhan yang baik. Bahan makanan sumber protein adalah ikan, daging,
telur, kacang-kacangan dan hasil olahannya seperti tempe, tahu, dan lain-lain.
3

-Selain zat pembangun, zat-zat pengatur juga diperlukan. Vitamin dan mineral buah/sari
buah ini setidaknya kebutuhan akan air dan vitamin bisa terpenuhi (Committee on Nutritional,
1990).

Ibu hamil dianjurkan makan secukupnya saja, bervariasi sehingga kehamilan, peningkatan
berat badan optimal tergantung pada tinggi badan ibu hamil, struktur tulang dan status gizi
sebelum hamil. Pola peningkatan berat badan juga penting, pola ideal dari peningkatan berat
badan selama hamil adalah adanya peningkatan 1 –2 kg selama trimester pertama, diikuti dengan
peningkatan rata 0,4 kg per minggu selama akhir dua semester. Selama trimester kedua
umumnya peningkatan berat badan menandakan peningkatan volume darah, pembesaran
payudara, uterus (rahim) dan berhubungan dengan jaringan dan cairan serta simpanan lemak ibu
hamil (Committee on Nutritional, 1990).

Peningkatan berat badan yang tidak sesuai (< 1 kg per bulan) selama trimester dua dan tiga
atau peningkatan berat badan yang berlebihan (> 3 kg per bulan) harus dievaluasi dan perlu
mendapatkan konseling nutrisi. Kekurangan atau kelebihan nutrisi dapat menyebabkan kelainan
yang tidak diinginkan pada ibu hamil. Kekurangan makanan dapat menyebabkan anemia,
abortus, partusprematour, insersia uteri, hemorgia postpartum, sepsis puerperalis,dan sebagainya.
Sedangkan makan secara berlebihan karena ibu hamil sering salah mengerti dengan arti makan
untuk “dua orang” dapat menyebabkan bayi terlalu besar. Sebaiknya ibu hamil makan
secukupnya sesuai dengan kebutuhan selama kehamilannya.

Makanan tidak perlu mahal akan tetapi mengandung protein baik hewani maupun nabati.
Seperti diketahui kebutuhan nutrisi selama kehamilan adalah meningkat. Adapun kebutuhan
tersebut digunakan untuk pertumbuhan janin dan plasenta (ari-ari), pertambahan volume darah,
pertumbuhan kelenjar susu sebagai persiapan untuk menyusui dan metabolisme tubuh yang
meningkat.(Committee on Nutritional, 1995; Soetjiningsih, 1995) Makanan yang diperlukan
untuk pertumbuhan adalah makanan yang mengandung zat pertumbuhan atau pembangun yaitu
protein, selama itu juga perlu tambahan vitamin dan mineral untuk membantu proses
pertumbuhan itu. Sesuai dengan usia pertumbuhan kehamilan mulai dari trimester pertama
hingga ketiga banyak keluhan ibu hamil yang mempengaruhi keinginan untuk makan.
4

2. Gizi Ibu Hamil dan Menyusui serta Hubungannya dengan Produksi ASI
Selama kehamilan ibu harus mendapat makanan tambahan setiap hari, karena akan sangat
besar peranannya dalam mencegah malnutrisi pada janin yang dikandungnya, serta
menghindarkan bayi dengan berat badan lahir rendah. Wanita yang normal mendapat kenaikan
berat badannya sebesar 10-12 kg selama kehamilannya. Setengah dari angka itu digunakan untuk
pertumbuhan janin dan plasenta sementara setengahnya lagi untuk mempersiapkan tubuh ibu
sehingga mampu memberikan air susu dengan memuaskan.

Demikian juga selama periode menyusui ibu harus mendapatkan makanan tambahan
karena selama 6 bulan pertama sesudah kelahiran, di mana air susu ibu merupakan sumber
makanan tunggal pertama bagi bayi, jumlah dan kualitasnya yang dihasilkan harus tetap cukup
sesuai dengan kebutuhan bayi. Menurut penelitian WHO mengenai nutrisi selama kehamilan dan
menyusui manyatakan bahwa produksi ASI yang cukup adalah 850 cc per hari (Ebrahim, 1978).
Berhasil tidaknya pemberian ASI ini dapat dinilai dengan mengamati pertumbuhan bayi.
Pertumbuhan dapat diamati melalui penimbangan bayi yang teratur, yang hasilnya dicatat
melalui KMS (Kartu Menuju Sehat).

Kenaikan berat badan sebanyak 800 gr per bulan selama 6 bulan pertama atau kenaikan
berat badan menjadi 2 kali lipat pada akhir bulan kelima, merupakan tanda pertumbuhan yang
memuaskan. Untuk itu para ibu yang sedang menyusui bayinya supaya produksi ASI tetap dapat
dipertahankan, maka harus makan lebih banyak dari biasanya. Selain energi, maka tambahan
protein dan kalsium dibutuhkan oleh ibu untuk menambah produksi ASI. Minum susu 1 gelas
atau 2 gelas sehari sangat dianjurkan.
5

3. Gizi kurang dan gizi buruk


Masalah gizi kurang dan gizi buruk pada anak balita masih menjadi masalah gizi utama
yang perlu mendapat perhatian. Masalah gizi secara langsung disebabkan oleh asupan yang
kurang dan tingginya penyakit infeksi. Hal ini berkaitan dengan sanitasi lingkungan dan
pelayanan kesehatan yang tidak memadai, gangguan akses makanan, perawatan ibu yang tidak
adekuat serta kurangnya pengetahuan ibu tentang cara pemberian makanan yang baik untuk anak
usia penyapihan (World Health Organization ,1998). Gizi memegang peranan penting dalam
siklus hidup manusia. Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang
pesat, yang sering diistilahkan sebagai periode emas.
Tahapan periode emas dimulai sejak di dalam kandungan ketika kehamilan memasuki
trimester ke-3 hingga usia 2 tahun. Pada usia 6 bulan, perkembangan otak anak mencapai 50%
melonjak hingga 80% saat berumur 2 tahun. Pada umur 5 tahun perkembangan otak mencapai
90% dan ketika umur 10 tahun mencapai 100%. Periode emas dapat diwujudkan apabila pada
masa ini bayi dan anak memperoleh asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang optimal.
Tumbuh kembang optimal dapat dicapai dengan melakukan beberapa hal, di dalam Global
Strategy for Infant and Young Child Feeding, WHO/UNICEF merekomendasikan 4 hal penting
yang harus dilakukan yaitu;memberikan air susu ibu kepada bayi segera dalam waktu 30 menit
setelah
2 bayi lahir,memberikan hanya air susu ibu (ASI) saja atau pemberian ASI secara eksklusif
sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan,memberikan makanan pendamping air susu ibu (MP-
ASI) sejak bayi berusia 6 bulan sampai 24 bulan, danmeneruskan pemberian ASI sampai anak
berusia 24 bulan atau lebih (Depkes, 2006). MP-ASI atau makanan pendamping ASI merupakan
makanan tambahan yang diberikan pada bayi mulai usia 6-24 bulan yang diperlukan untuk
menunjang tumbuh kembangnya. Pada usia ini, ASI hanya akan memenuhi sekitar 60%-70%
kebutuhan bayi sehingga bayi memerlukan makanan tambahan atau makanan pendamping
ASIyang memadaidan pemberian ASI yang diteruskan hingga anak berusia 24 bulan atau 2 tahun
lebih (Indiarti, 2008).
Masalah gizi di Indonesia yang terbanyak meliputi gizi kurang atau yang mencakup
susunan hidangan yang tidak seimbang maupun konsumsi keseluruhan yang tidak mencukupi
kebutuhan badan. Selama kurun waktu 1989 sampai 2004 terdapat sekitar 40 juta balita
mengalami kurang gizi dari keseluruhan 211 juta balita yang ada di Indonesia. Meningkatnya
6

jumlah anak balita yang mengalami kurang gizi tersebut karena tidak terpenuhinya makanan
seimbang (Depkes RI, 2006). Prevalensi kurang gizi di Jawa Tengah, terutama pada bayi
dibawah 5 tahun dinilai masih tinggi. Tahun 2002, tercatat sebanyak 4.378 balita atau 1,51%
balita di Jawa Tengah bergizi buruk. Sebanyak 40.255 balita atau 13,88% balita bergizi kurang
(Profil Kesehatan Jawa Tengah, 2005). Keadaan kurang gizi pada bayi dan anak disebabkan
karena kebiasaan pemberian MP-ASI yang tidak tepat dan ketidaktahuan ibu
3 tentang manfaat dan cara pemberian MP-ASI yang benar sehingga berpengaruh terhadap
perilaku ibu dalam pemberian MP-ASI (Depkes RI, 2006). Hal ini diperkuat dengan penelitian
Sulistyowati (2007) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang
makanan pendamping ASI dengan status gizi balita umur 4-24 bulan. Notoadmodjo (2003)
menyatakan bahwa pengetahuan juga memegang peranan penting dalam menentukan perilaku
karena pengetahuan akan membentuk kepercayaan yang selanjutnya akan memberikan
perspektif, memberikan dasar bagi pengambilan keputusan dan menentukan perilaku terhadap
obyek tertentu.
Hal tersebut sesuai dengan penelitian Pratiwi (2009) yang menyatakan bahwa ada
hubungan antara pengetahuan ibu tentang makanan pendamping ASI dengan perilaku ibu tentang
MP-ASI pada anak usia 6-24 bulan di Posyandu Dusun Tlangu Desa Bulan Kecamatan Wonosari
Klaten. Hal serupa diungkapkan oleh Chaudhry (2007) dalam penelitiannya yang menyatakan
bahwa pengetahuan ibu tentang MP-ASI berhubungan signifikan dengan perilaku pemberian
MP-ASI. Semakin rendah pengetahuan seorang ibu maka semakin negatif pula perilaku ibu
dalam pemberian MP-ASI. Niger (2010) menyatakan bahwa pengetahuan ibu tentang MP-ASI
mempengaruhi perilaku pemberian MP-ASI, yang apabila ibu memberikan MP-ASI tidak sesuai
dengan kebutuhan balita maka akan mempengaruhi status gizi balita tersebut atau akan
mengakibatkan malnutrisi. Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan peneliti pada bulan
Juli 2012 di Dinas Kesehatan Kota Surakarta, didapatkan data laporan hasil pemantauan status
gizi Kota Surakarta pada tahun 2009 menunjukkan
4 bahwa Kelurahan Kestalan Kecamatan Banjarsari yang merupakan wilayah kerja
Puskesmas Gilingan memiliki permasalahan rawan gizi tertinggi di Kota Surakarta yaitu 15,45%
balita berstatus gizi kurang dan 1,63% balita berstatus gizi buruk. Berdasarkan data pada tahun
2010 permasalahan rawan gizi di Kelurahan Kestalan menurun yaitu status gizi kurang 8,94%
dan status gizi buruk 0,81%. Data laporan hasil pemantauan status gizi Kota Surakarta pada
7

tahun 2011 berdasarkan pengukuran BB/PB Kelurahan Kestalan masih memiliki persentase
balita kurus tertinggi yaitu 7,69%. Hal ini yang membuat peneliti tertarik untuk mengadakan
penelitian di Kelurahan Kestalan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta dengan judul“hubungan
pengetahuan ibu tentang MP-ASI dengan perilaku pemberian MP-ASI dan status gizi pada
baduta usia 6-24 bulan”.

4. Pengertian gizi kurang

Gizi kurang adalah gangguan kesehatan akibat kekurangan atau ketidakseimbangan zat
gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan, aktivitas berfikir dan semua hal yang berhubungan
dengan kehidupan. Kekurangan zat gizi bersifat ringan sampai dengan berat. Gizi kurang
menggambarkan kurangnya makanan yang dibutuhkan untuk memenuhi standar gizi.
Gizi kurang dapat terjadi karena seseorang mengalami kekurangan salah satu zat gizi atau
di dalam tubuh (Almatsier, 2005). Gizi kurang juga berarti, suatu kondisi yang terjadi ketika
seseorang mengalami kekurangan nutrisi penting tertentu, gagal untuk memenuhi tuntutan tubuh
yang menyebabkan efek pada pertumbuhan, kesehatan fisik, suasana hati, perilaku dan fungsi-
fungsi lain dari tubuh. Dengan demikian menjadi kekurangan gizi tidak selalu berarti bahwa
orang kekurangan berat badan.
Masalah gizi kurang ini banyak dialami anak-anak sejak masih dalam kandungan dan
fatalnya, masalah tersebut kadang sangat sulit diatasi bahkan, tidak dapat diperbaiki ketika anak
menjelang dewasa. Golongan masyarakat yang rentan terhadap gizi kurang adalah balita, ibu
hamil dan menyusui.

5. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Gizi Kurang

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya gizi kurang, antara lain :


1. Pola makan atau asupan gizi yang kurang dan pola hidup masyarakat.
2. Faktor sosial budaya
Yang dimaksud disini adalah rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya makanan
bergizi bagi pertumbuhan anak. Sehingga, banyak balita yang diberi makan "sekadarnya" atau
asal kenyang padahal miskin gizi. Masalah lainnya juga berupa pantangan untuk menggunakan
makanan tertentu yang mungkin memiliki nilai gizi tinggi namun, tidak dikonsumsi karena sudah
merupakan tradisi yang turun-temurun sehingga, dapat mempengaruhi terjadinya gizi kurang.
8

3. Faktor pendidikan
Kurang adanya pengetahuan tentang pentingnya gizi dikalangan masyarakat yang
pendidikannya relatif rendah seperti, pengetahuan orang tua tentang pentingnya asupan makanan
yang cukup nutrisi.
4. Faktor ekonomi dan kepadatan penduduk
Kemiskinan keluarga dan penghasilan yang rendah yang tidak dapat memenuhi
kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak terpenuhi. Rendahnya pendapatan
masyarakat dan laju pertambahan penduduk yang tidak diimbangi dengan bertambahnya
ketersediaan bahan pangan akan menyebabkan krisis pangan. Ini pun bisa menjadi penyebab
terjadinya gizi kurang.
5. Faktor infeksi dan penyakit lain
Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi yang berpengaruh pada tubuh.
Faktor penyakit lain juga berpengaruh seperti, TBC, HIV/AIDS, saluran pernapasan dan diare.
6. Sanitasi Lingkungan
Keadaan sanitasi lingkungan yang kurang baik dan sehat dapat memungkinkan terjadinya
berbagai jenis penyakit antara lain diare, kecacingan,dan infeksi saluran pencernaan. Apabila
anak menderita infeksi saluran pencernaan, penyerapan zat-zat gizi akan terganggu yang
menyebabkan terjadinya kekurangan zat gizi.
7. Pola pengasuhan anak, berupa perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal memberikan makan,
merawat, kebersihan memberi kasih sayang dan sebagainya. Kesemuanya berhubungan dengan
kesehatan ibu (fisik dan mental), status gizi, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, adat kebiasaan
dan sebagainya dari si ibu dan pengasuh lainnya.
8. Bencana alam, perang, kebijaksanaan politik maupun ekonomi yang memberatkan rakyat.
Banjir, tanah longsor, tsunami, letusan gunung berapi dan bencana alam lain akan menghambat
pemenuhan gizi di Indonesia. Bencana alam berpotensi menghalang proses distribusi bahan
makanan sehingga bahan pangan yang ada tidak terdistribusi dengan baik.
9. Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai.
Berbagai kesulitan air bersih dan akses sarana pelayanan kesehatan menyebabkan
kurangnya jaminan bagi keluarga. Pokok masalah gizi di masyarakat yaitu kurangnya
pemberdayaan keluarga dan kurangnya pemanfaatan sumber daya masyarakat berkaitan dengan
9

berbagai faktor langsung maupun tidak langsung. Hal ini dapat ditanggulangi dengan adanya
berbagai kegiatan yang ada di masyarakat seperti posyandu, pos kesehatan,dll.
6. Masalah Gizi Kurang yang Banyak Terjadi di Indonesia
Situasi global, untuk kejadian luar biasa, tingginya harga makanan akan meningkatkan
jumlah anak yang kekurangan gizi terutama di wilayah WHO yang melaporkan penemuan kasus
kekurangan gizi. Populasi di dunia 2008 yang diperkirakan beresiko terhadap kurang gizi
mencapai 44.967 juta orang yang tinggal di wilayah perkotaan dan pedesaan, yang merupakan
penyebab utama kematian (WHO, 2008).
Sedangkan di Indonesia, data susenas menunjukkan bahwa prevalensi gizi kurang selalu
menunjukkan peningkatan yaitu dari 12,66 % (2001), 14,28 % dan 14,33 % (2004) (Dinkes RI,
2004). Contoh masalah gizi kurang yang banyak terjadi di Indonesia, antara lain :
1. KEP (Kekurangan Energi Protein) / PEM (Protein Energi Malnutrition)
Kekurangan energi protein adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya
konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka
kecukupan gizi (AKG). Menurut Supariasa (2000) Kurang Energi Protein (KEP) adalah
seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam
makanan sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu.
Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan badan yang pesat,
sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini
justru merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi. Pada
anak-anak KEP dapat menghambat pertumbuhan, rentan terhadap penyakit infeksi dan
mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan (Almatsier, 2003). Penyebab langsung dari KEP
adalah kekurangan kalori protein. (Sediaoetomo, 1999), masukan makanan yang kurang dan
penyakit atau kelainan yang diderita anak, misalnya penyakit infeksi, malabsorbsi dan lain-lain.
Penyebab tak langsung dari KEP sangat banyak, sehingga disebut juga sebagai penyakit dengan
kausa multifaktorial (Sediaoetomo, 1999). Dapat juga karena penyerapan protein terganggu,
seperti pada keadaan diare kronik, kehilangan protein abnormal pada proteinuria (nefrosis),
infeksi perdarahan atau luka bakar, dan gagal mensintesis protein seperti pada keadaan penyakit
hati kronik (Nelson, 1999).
Bentuk Kurang Energi Protein (KEP) pada dewasa dibagi dalam dua bentuk yaitu
Undernutrition (kurang zat gizi) dan Starvation (kelaparan) sedangkan, pada anak-anak dalam
10

bentuk PEM (Protein Energi Malnutrition) menurut Jelliffe mencakup seluruh kelompok umur
anak, dikelompokkan menjadi : PEM ringan, PEM sedang dan PEM berat yang terdiri dari
marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor.
Prevalensi tinggi terjadi pada balita, ibu hamil (bumil) dan ibu menyusui. KEP pada
derajat ringan dan sedang hanya menunjukkan gejala-gejala gizi kurang seperti, pertumbuhan
dan berat badan kurang, kondisi badan yang tampak kurus, ukuran lingkar lengan menurun,
aktivitas dan perhatian kurang namun, tidak banyak ditemukan kelainan seperti, kelainan kulit
dan rambut. Sedangkan, KEP pada derajat berat (gizi buruk) yang dibedakan menjadi tiga tipe
yaitu kwashiorkor, marasmus dan marasmus-kwashiorkor terdapat gangguan pertumbuhan,
muncul gejala klinis dan kelainan biokimiawi yang khas.
a. Marasmus
Marasmus adalah kekurangan energi (kalori) pada makanan yang menyebabkan cadangan
protein tubuh terpakai sehingga anak menjadi “kurus” dan “emosional”. Sering terjadi pada bayi
yang tidak cukup mendapatkan ASI serta tidak diberi makanan penggantinya, atau terjadi pada
bayi yang sering diare.
Gejala Klinis marasmus, antara lain :
· Wajah seperti orang tua

· Cengeng dan Rewel

· Mata tidak bercahaya

· Sering disertai penyakit infeksi (diare, umumnya kronis berulang, TBC)

· Tampak sangat kurus (tulang terbungkus kulit)

· Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy pants)

· Perut cekung

· Iga gambang (tulang rusuk menonjol).

b. Kwashiorkor

Kwashiorkor adalah penyakit yang disebabkan oleh kekurangan protein dan sering timbul
pada usia 1-3 tahun karena pada usia ini kebutuhan protein tinggi. Meski penyebab utama
kwashiorkor adalah kekurangan protein, tetapi karena bahan makanan yang dikonsumsi kurang
11

menggandung nutrien lain serta konsumsi daerah setempat yang berlainan, akan terdapat
perbedaan gambaran kwashiorkor di berbagai negara.
Gejala Klinis kwashiorkor, antara lain :
· Edema (pada kedua punggung kaki, bisa seluruh tubuh), dan bila ditekan lama kembali

· Rambut tipis, warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit, rontok

· Kelainan kulit (dermatosis) dan pembesaran hati

· Wajah membulat dan sembab

· Pandangan mata sayu, apatis dan rewel

· Sering disertai penyakit infeksi akut, diare, ISPA dll

· Otot mengecil (hipotrofi).

c. Marasmus-Kwashiorkor

Marasmus-kwashiorkor pada dasarnya adalah campuran dari gejala marasmus dan


kwashiorkor, ciri khas yang dapat terlihat secara klinis yakni :
· Beberapa gejala klinik marasmus, terlihat sangat buruk dalam hal berat badan (BB/U) dan
bila dikonfirmasi dengan BB/TB dikategorikan sangat kurus.

· Kwashiorkor secara klinis terlihat disertai edema yang tidak mencolok pada kedua punggung
kaki

Anak-anak gizi buruk dengan tanda-tanda klinis ini dapat di deteksi kekurangan energi
proteinnya melalui :
a. Penimbangan bulanan di Posyandu termasuk upaya-upaya kejar timbangnya

b. Surveilens gizi/KLB gizi

c. Manajemen Terpadu Balita Sakit dan Poliklinik KIA/tumbuh kembang.

2. GAKI (Gangguan Akibat Kekurangan Iodium)


Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) adalah sekumpulan gejala atau kelainan
yang ditimbulkan karena tubuh menderita kekurangan iodium secara terus – menerus dalam
waktu yang lama yang berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan manusia (DepKes RI,
1996). Makin banyak tingkat kekurangan iodium yang dialami makin banyak komplikasi atau
12

kelainan yang ditimbulkannya, meliputi pembesaran kelenjar tiroid dan berbagai stadium sampai
timbul bisu-tuli dan gangguan mental akibat kretinisme (Chan et al, 1988), pertumbuhan yang
tidak normal, keterlambatan perkembangan jiwa, dan tingkat kecerdasan yang rendah.
Kodyat (1996) mengatakan bahwa pada umumnya masalah ini lebih banyak terjadi di
daerah pegunungan dimana makanan yang dikonsumsinya sangat tergantung dari produksi
makanan yang berasal dari tanaman setempat yang tumbuh pada kondisi tanah dengan kadar
iodium rendah.
Masalah Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) merupakan masalah yang serius
mengingat dampaknya secara langsung mempengaruhi kelangsungan hidup dan kulitas
manusia. Kelompok masyarakat yang sangat rawan terhadap masalah dampak defisiensi iodium
adalah wanita usia subur (WUS), ibu hamil, anak balita dan anak usia sekolah (Jalal, 1998).
Menurut Djokomoeldjanto (1994) bahwa GAKI sangat erat hubungannya dengan letak
geografis suatu daerah, karena pada umumnya masalah ini sering dijumpai di daerah
pegunungan seperti pegunungan Himalaya, Alpen, Andres dan di Indonesia gondok sering
dijumpai di pegunungan seperti Bukit Barisan Di Sumatera dan pegunungan Kapur Selatan.
Daerah yang biasanya mendapat suplai makanannya dari daerah lain sebagai penghasil
pangan, seperti daerah pegunungan yang notabenenya merupakan daerah yang miskin kadar
iodium dalam air dan tanahnya. Dalam jangka waktu yang lama namun pasti daerah tersebut
akan mengalami defisiensi iodium atau daerah endemik iodium (Soegianto, 1996 dalam
Koeswo, 1997). Wanita hamil didaerah endemik GAKI akan mengalami berbagai gangguan
kehamilan antara lain, abortus, bayi lahir mati, dan hipothyroid pada neonatal.
3. AGB (Anemia Gizi Besi)
Sekitar 47% dari 25 juta anak balita dan 26,5% dari sekitar 80 juta anak usia sekolah dan
remaja di Indonesia mengalami anemia gizi besi (kurang darah), kata Direktur Gizi Masyarakat
Depkes, dr Rachmi Untoro MPH. "Secara klinis anemia gizi besi ditandai gejala '5L' yaitu lesu,
lemah, letih, lelah dan lalai," katanya pada Seminar Dampak Anemia Gizi Besi terhadap
Kecerdasan Anak, di Jakarta, Kamis (04/08).
Anemia gizi pada balita dan anak akan berdampak pada peningkatan kesakitan dan
kematian, perkembangan otak, fisik, motorik, mental dan kecerdasan juga terhambat, daya
tangkap belajar menurun dan interaksi sosial berkurang.
13

AGB bisa diderita siapa saja, namun ada masa rentan AGB. Diantaranya pada masa
kehamilan, balita, remaja, masa dewasa muda dan lansia. Pada ibu hamil, prevalensi anemia
defisiensi berkisar 45-55%, artinya satu dari dua ibu hamil menderita AGB. Ibu hamil rentan
terhadap AGB disebabkan kandungan zat besi yang tersimpan tidak sebanding dengan
peningkatan volume darah yang terjadi saat hamil, ditambah dengan penambahan volume darah
yang berasal dari janin. Wanita secara kodrat harus kehilangan darah setiap bulan akibat
menstruasi, karenanya wanita lebih tinggi risikonya terkena AGB dibandingkan pria. Anak anak
dan remaja juga usia rawan AGB karena kebutuhan zat besi cukup tinggi diperluka semasa
pertumbuhan. Jika asupan zat besinya kurang maka risiko AGB menjadi sangat besar. Penyakit
kronis seperti radang saluran cerna, kanker, ginjal dan jantung dapat menggangu penyerapan dan
distribusi zat besi di dalam tubuh yang dapat menyebabkan AGB.
Menurut Soedjatmiko, anak yang sejak balita mengalami anemia ini tak bisa diobati lagi.
Sedangkan bagi anak yang terkena pada usia sekolah, masih bisa diobati dengan memberikan
suplemen zat besi. Prinsipnya, harus ada perubahan pola makan yang sehat.
4. Kekurangan Vitamin A (KVA)
Kekurangan Vitamin A (KVA) masih merupakan masalah yang tersebar di seluruh dunia
terutama negara berkembang dan dapat terjadi pada semua umur terutama pada masa
pertumbuhan (balita). Kekurangan vitamin A dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh dan
menurunkan epitelisme sel-sel kulit. Anak yang menderita kurang vitamin A, bila terserang
campak, diare atau penyakit infeksi lain, penyakit tersebut akan bertambah parah dan dapat
mengakibatkan kematian. Infeksi akan menghambat kemampuan tubuh untuk menyerap zat-zat
gizi dan pada saat yang sama akan mengikis habis simpanan vitamin A dalam tubuh.
Bayi-bayi yang tidak mendapat ASI mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita
KVA, karena ASI merupakan sumber vitamin A yang baik. Rendahnya konsumsi vitamin A dan
pro vitamin A pada bumil sampai melahirkan akan memberikan kadar vitamin A yang rendah
pada ASI.

Kekurangan vitamin A untuk jangka waktu lama juga akan mengkibatkan terjadinya
gangguan pada mata, dan bila anak tidak segera mendapat vitamin A akan mengakibatkan
kebutaan. Kekurangan vitamin A juga menyebabkan lapisan sel yang menutupi paru-paru tidak
mengeluarkan lendir, sehingga mudah dimasuki mikroorganisme, bakteri, dan virus yang dapat
14

menyebabkan infeksi. Jika hal ini terjadi pada permukaan dinding usus halus, akan menyebabkan
diare.
Vitamin A dapat diperoleh dari ASI atau makanan yang berasal dari hewan, sayuran hijau
serta buah. Dalam keadaan darurat, dimana makanan sumber alami menjadi sangat terbatas,
suplementasi kapsul vitamin A menjadi sangat penting untuk meningkatkan daya tahan tubuh
terhadap penyakit.
Masalah kurang vitamin A subklinis (kadar vitamin A dalam serum <20 ug/dl)
dibeberapa propinsi masih cukup memprihatinkan, karena 50% balita masih mempunyai status
vitamin A rendah. Kurang vitamin A akan mengakibatkan penurunan daya tahan tubuh terhadap
penyakit yang berpengaruh pada kelangsungan hidup anak. 9,8 persen balita Indonesia masih
kekurangan vitamin A. Program penanggulangan Vitamin A di Indonesia telah dilaksanakan
sejak tahun 1995 dengan suplementasi kapsul Vitamin A dosis tinggi, untuk mencegah masalah
kebutaan karena kurang Vitamin A, dan untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Pemberian
kapsul Vitamin A menunjang penurunan angka kesakitan dan angka kematian anak (30-50%).
maka selain untuk mencegah kebutaan, pentingnya vitamin A saat ini lebih dikaitkan dengan
kelangsungan hidup anak, kesehatan dan pertumbuhan anak.
7. Dampak yang Ditimbulkan Akibat Gizi Kurang

Gizi kurang menurunkan daya tahan tubuh terhadap infeksi, menyebabkann banyak
penyakit kronis, dan menyebabkan orang tidak mungkin melakukan kerja keras. Seseorang
kekurangan zat gizi akan mudah terserang penyakit,dan pertumbuhan akan terganggu (Supariasa
dkk,2002).

Bila ibu mengalami kekurangan gizi selama hamil akan menimbulkan masalah, baik pada
ibu maupun janin. Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan resiko dan komplikasi pada
ibu antara lain: anemia, pendarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal, dan terkena
penyakit infeksi.

Pengaruh gizi kurang terhadap proses persalinan dapat mengakibatkan persalinan sulit
dan lama, persalinan sebelum waktunya (premature), pendarahan setelah persalinan, serta
persalinan dengan operasi cenderung meningkat. Kekurangan gizi pada ibu hamil juga dapat
mempengaruhi proses pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan keguguran, abortus, bayi lahir
mati, kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, asfiksia intra partum (mati dalam
15

kandungan), lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Ibu hamil yang juga menderita
Kurang Energi Protein akan berpengaruh pada gangguan fisik, mental dan kecerdasan anak, dan
juga meningkatkan resiko bayi yang dilahirkan kurang zat besi. Bayi yang kurang zat besi dapat
berdampak pada gangguan pertumbuhan sel-sel otak, yang dikemudian hari dapat mengurangi IQ
anak. Secara umum gizi kurang pada bayi, balita dan ibu hamil dapat menciptakan generasi yang
secara fisik dan mental lemah.

Secara umum dampak gizi kurang antara lain, pertumbuhan anak menjadi terganggu,
produksi tenaga (energi) kurang sehingga mempengaruhi aktivitas, pertahanan tubuh menurun
dan terganggunya fungsi otak sehingga, dapat menciptakan generasi dan SDM yang kurang
berkualitas.
8. Cara Mencegah dan Menanggulangi Masalah Gizi Kurang

Beberapa cara untuk mencegah terjadinya gizi kurang antara lain, sebagai berikut :
1. Membiasakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan memperhatikan pola makan yang
teratur dengan gizi seimbang.
2. Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak mengalami
hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan berat normal. Dengan kondisi
kesehatan yang baik, sistem reproduksi normal, tidak menderita sakit, dan tidak ada gangguan
gizi pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan melahirkan bayi lebih besar dan lebih
sehat daripada ibu dengan kondisi kehamilan yang sebaliknya.
3. Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan. Setelah itu, anak mulai
dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai pendamping ASI yang sesuai dengan tingkatan
umur.
4. Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program posyandu untuk
mengetahui apakah pertumbuhan anak sesuai dengan standar pada KMS. Sehingga, jika tidak
sesuai atau ditemukan adanya gejala gizi kurang maka hal tersebut dapat segera diatasi.
5. Meningkatkan pengetahuan masyarakat terutama orang tua tentang gizi melalui penyuluhan
kepada masyarakat luas terutama di daerah pedesaan dan di daerah terpencil. Sebab, menurut
Samuel, dibutuhkan peningkatan pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya pemberian
makanan bergizi yang seimbang sejak bayi dan komposisi makanan seperti apa yang dibutuhkan
oleh anak mereka. Memberikan makanan yang tepat dan seimbang kepada anak yang terdiri dari
16

karbohidrat, protein, lemak, mineral dan vitamin. Lemak minimal diberikan 10 % dari total
kalori yang dibutuhkan, sementara protein diberikan 12 % dari total kalori. Sisanya adalah
karbohidrat. “Kuantitas makanan yang dikonsumsi harus disesuaikan dengan kebutuhan anak,
karena masing-masing anak memiliki kebutuhan gizi yang berbeda tergantung usia, gender dan
aktivitas.”
6. Diperlukan peranan baik dari keluarga, praktisi kesehatan, maupun pemerintah. Pemerintah
harus meningkatkan kualitas posyandu dan pelayanan kesehatan lainnya, jangan hanya sekedar
untuk penimbangan dan vaksinasi, tapi harus diperbaiki dalam hal penyuluhan gizi dan kualitas
pemberian makanan tambahan, serta meningkatkan kesejahteraan rakyat agar akses pangan tidak
terganggu.
7. Menggerakan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat dengan meningkatkan akses
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas dan meningkatkan sistem surveilans,
monitoring dan informasi kesehatan
17

Daftar pustaka

Budijanto, dkk. 2000. Risiko terjadinya Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) di
Puskesmas Balorejo Kabupaten Madiun. Medika No 9 Tahun XXVI.
September 2000; p 566-569

Committee on Nutritional. Nutrition During Lactation. 1990. National Academy Press.


Washington DC.

Committee on Nutritional. Nutrition During Pregnancy. 1990. National Academy Press.


Washington DC.

Ebrahim, G.J. 1978. Breast Feeding – The Biological Option. Air Susu Ibu. Yayasan
Essentia Medika.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 1998. Risalah Widyakarya Pangan dan Gizi VI.
LIPI. Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. EGC. Pn. Buku Kedokteran.
Jakarta.

Kristiyanasari, Weni.2010.Gizi Ibu Hamil.Nuha Medika : Yogyakarta

http://arali2008.wordpress.com/2011/07/16/masalah-gizi-buruk-dan-tanda-tanda-klinisnya/

http://bibilung.wordpress.com/2008/03/17/gizi-ibu-hamil-dan-bayinya/

http://maphiablack.blogspot.com/2010/10/masalah-gizi-pada-bayi-dan-balita.html

http://rifkyfahrian.blogspot.com/2012/12/masalah-gizi-di-indonesia.html

http://ferryngongo.blogspot.com/2012/10/makalah-perbedaan-gizi-kurang-dan-gizi.html

http://darkcurez.blogspot.com/2010/11/makalah-nutrisi.html

http://lenteraimpian.wordpress.com/2010/02/24/masalah-masalah-gizi-di-indonesia-2/

Anda mungkin juga menyukai