PENGUKURAN DASAR
2.1 Tujuan
1. Mempelajari penggunaan alat ukur dasar.
2. Menuliskan bilangan-bilangan berarti hasil pengukuran atau perhitungan
3. Menghitung besaran lain berdasarkan besaran yang terukur langsung.
II-4
BAB 2 PENGUKURAN DASAR KELOMPOK 5
Kontinum : karena berada pada suatu kontinum hasil pengukuran antar individu dapat
dibandingkan.
Hasil pengukuran berupa angka-angka atau disebut sebagai hasil numerik selalu
merupakan nilai pendekatan. Menurut kelaziman hasil pengukuran sebuah benda
mengandung arti bahwa bilangan yang menyatakan hasil pengukuran tersebut. Jika
sebuah tongat panjangnya ditulis 15,7 cm. secara umum panjang batang tersebut telah
diukur sampai dengan perpuluhan centimeter dan nilai eksaknya terletak diantara 15,65
cm hingga 15,75 cm. seandainya pengukuran panjang tongkat tersebut dinyatakan
sebagai 15,70 cm berarti pengukuran tongkat telah dilakukan hingga ketelitian ratusan
centimeter.
Pada 15,7 cm maka terdapat 3 angka penting yang merupakan hasil
pengukuran. Pada pelaporan hasil pengukuran 15,70 cm berarti terdapat 4 angka
penting sebagai hasil pengukuran. Dengan demikian angka penting adalah angka hasil
pengukuran atau angka yang diketahui dengan “cukup baik” berdasarkan kendala alat
ukur yang dipakai. Misalnya dilaporkan hasil pengukuran massa sebuah benda 5,4628
gram dapat dinyatakan bahwa hasil pengukuran tersebut memiliki 5 angka penting.
cm2 = 5 cm → 5,0 cm
(disesuaikan menjadi 2 angka penting)
g. Angka yang lebih dari 5 dibulatkan keatas, sedangkan angka yang kurang dari
5 dibulatkan kebawah.
1,4 → 1
2,66 → 2,7
h. Angka yang tepat 5 dibulatkan kebawah jika angkan sebelumnya genap, dan
dibulatkan keatas jika angka sebelumnya ganjil.
2,65 → 2,6
2,35 → 2,4
Alat ukur yang biasa digunakan dalam pengukuran adalah sebagai berikut :
1. Jangka sorong
Jangka sorong dipergunakan untuk mengukur suatu benda dari sisi luar
dengan cara diapit, mengukur sisi dalam suatu benda dengan cara ukur/diulur,
mengukur kedalaman celah/lubang pada suatu benda dengan cara
menancapkan/menuliskan bagian pengukur.
Jangka sorong yang digunakan untuk mengukur suatu benda yang
mempunyai ketelitian 0,1 mm atau 0,05 mm tanpa kesalahan paralaks. Kesalahan
paralaks adalah kesalahan membaca alat ukur karena posisi yang tidak tepat seperti
yang dianjurkan. Bagian terpenting dari jangka sorong yaitu:
1. Rahang tetap
Memiliki skala panjang, disebut skala utama.
2. Rahang geser
Memiliki skala pendek yang disebut nonius atau skala geser.
Jangka sorong memiliki nonius yaitu angka pendek yang panjangnya 9 mm
dan dibagi atas 10 skala nonius dan satu skala utama, adalah 0,1 mm atau 0,01
cm sehingga ketelitian jangka sorong adalah 0,1 mm.
a. Skala nonius terdiri dari 20 skala
Jika nonius 20 skala maka sama dengan 19 skala utama sehingga dapat
dirumuskan:
k = su-sn atau k = 1/n . su
Ketelitiannya dapat dirumuskan :
k = su-an
= 1 mm – 19/20 mm
= 1 mm – 0,95 mm
= 0,05 mm
Rumusnya : su + (sn x 0,05 mm)
b. Skala nonius yang terdiri dari 10 skala
Skala nonius yang terdiri dari 10 bagian yang sesuai dengan 9 skala utama. Jika
skala utama = 1mm, maka setiap 1 skala utama = 1mm.
Rumusnya : k = 1/n . su
2. Micrometer Teknis
Micrometer sekrup adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur jarak
pendek dan sangat teliti. Misalnya mengukur diameter luar, tebal, dan lebar suatu
benda. Penggunaan micrometer perlu mengetahui skala apa, satuan yang dipakai pada
selubung luar dalam berupa bagian dari satuan tersebut yang dinyatakan oleh skala
termal.
Mikrometer memiliki 2 skala yaitu skala utama dan skala nonius. Skala
nonius terdiri dari 50 skala, satu kali putaran menghasilkan / menyebabkan putaran
sebanyak 0,5 mm pada skala utama. Batas ketelitian micrometer adalah 0,01 mm.
Rumusnya : skala utama + skala nonius x 0,01 mm.
3. Neraca Teknis
Neraca Ohaus adalah alat ukur massa benda dengan ketelitian 0.01 gram.
Prinsip kerja neraca ini adalah sekedar membanding massa benda yang akan
diukur dengan anak timbangan. Anak timbangan neraca Ohaus berada pada neraca
itu sendiri. Kemampuan pengukuran neraca ini dapat diubah dengan menggeser
posisi anak timbangan sepanjang lengan. Anak timbangan dapat digeser menjauh
atau mendekati poros neraca . Massa benda dapat diketahui dari penjumlahan
masing-masing posisi anak timbangan sepanjang lengan setelah neraca dalam
keadaan setimbang. Ada juga yang mengatakan prinsip kerja massa seperti prinsip
kerja tuas.
Siapkan material
Lakukan pengukuran 5X
Mikrometer teknis
Siapkan material
Neraca teknis
Siapkan material
Mikrometer teknis
1. Siapkan material yang akan diukur
2. ukur dimensi benda kerja dengan menjepitnya menggunakan rahang
mikrometer teknis
3. kemudian kunci dengan lingkaran yang ada pada mikrometer teknis
4. lihat dan baca skala utama dan skala nonius yang ditunjukkan
5. hitung dan catat hasil pengukuran
6. lakukan pengukuran pannjang lebar dan tebal sebanyak 5 kali untuk
setiap benda kerja.
Neraca teknis
1. Siapkan material yang akan diukur
2. ukur dimensi benda kerja dengan neraca teknis
3. lihat dan baca skala utama dan skala nonius yang ditunjukkan
4. hitung dan catat hasil pengukuran
5. lakukan pengukuran pannjang lebar dan tebal sebanyak 5 kali untuk
setiap benda kerja.
Mikrometer Teknis
1 14,45 mm
2 14,44 mm
3 14,45 mm
4 14,46 mm
5 14,45 mm
2. Kuningan
Mikrometer Teknis
1 8,48 mm
2 8,47 mm
3 8,43 mm
4 8,42 mm
5 8,38 mm
3. Besi
Tabel 2.9 Pengukuran Besi Dengan Jangka Sorong
Mikrometer Teknis
1 8,39 mm
2 8,40 mm
3 8,38 mm
4 8,41 mm
5 8,40 mm
Neraca Teknis
Benda 1 = Tembaga
1. Panjang
∑p = n1 + n2 + n3 + n4 + n5
= 42,20 + 42,10 + 42,10 + 42,0 + 42,20
= 210,65 mm
n1 + n2 + n3 + n4 + n5
x̄p =
5
= 42,13 mm
2. Lebar
∑l = n1 + n2 + n3 + n4 + n5
= 24,90 + 24,05 + 24,10 + 24,05 + 24,15
= 121,2 mm
n1 + n2 + n3 + n4 + n5
x̄l =
5
24,90 + 24,05 + 24,10 + 24,05 + 24,15
=
5
= 24,25 mm
3. Tinggi
∑t = n1 + n2 + n3 + n4 + n5
= 15,15 + 15,95 + 15,100 + 15,10 + 15,10
= 76,4 mm
n1 + n2 + n3 + n4 + n5
x̄t =
5
15,15 + 15,95 + 15,100 + 15,10 + 15,10
=
5
= 15,28 mm
Δp = 1 √𝑛∑𝑖 2 − (𝑛∑𝑥𝑖)²
n n-1
= 1 √5 x 8.870,5 − 44.373,423
5 5-1
= 1√−20,923
5 4
= 1√−5,23
5
= 1 x -2,28
5
= -0,456 mm
P1 = P + ∆P
= 42,13 + -0,456
= 42,674 mm
P2 = P - ∆P
= 42,13 - -0,456
= 42,586 mm
42,674 mm < 42,586 mm
Δl = 1 √𝑛∑𝑖 2 − (𝑛∑𝑥𝑖)²
n n-1
= 1 √5 x 2.940,849 − 14.701,563
5 5-1
= 1√2.683
5 4
= 1√670,75
5
= 1 x 25,89
5
= 5,17
L1 = L + ∆L
= 121,2 + 5,17
= 126,37 mm
L2 = L - ∆L
= 121,2 – 5,17
= 121,03 mm
126,37 mm < 121,03 mm
Δt = 1 √𝑛∑𝑖 2 − (𝑛∑𝑥𝑖)²
n n-1
= 1 √5 x 1.167,955 − 5.836,96
5 5-1
= 1√2.815
5 4
= 1√703,75
5
= 1 x 26,52
5
= 5,30 mm
T1 = T + ∆T
= 76,4 + 5,30
= 81,7 mm
T2 = T - ∆T
= 76,4 – 5,30
= 71,1 mm
81,7 mm < 71,1 mm
Benda 2 = Kuningan
1. Panjang
∑p = n1 + n2 + n3 + n4 + n5
= 35,10 + 35,15 + 35,10 + 35,15 + 35,10
= 175,6 mm
n1 + n2 + n3 + n4 + n5
x̄p =
5
35,10 + 35,15 + 35,10 + 35,15 + 35
=
5
= 35,12 mm
2. Lebar
∑l = n1 + n2 + n3 + n4 + n5
= 18,90 + 18,05 + 18,05 + 18,90 + 18,10
= 92,28 mm
n1 + n2 + n3 + n4 + n5
x̄l =
5
18,90 + 18,05 + 18,05 + 18,90 + 18,10
=
5
= 18,4 mm
3. Tinggi
∑t = n1 + n2 + n3 + n4 + n5
= 9,10 + 9,95 + 9,95 + 9,95 + 9,90
= 48,85 mm
n1 + n2 + n3 + n4 + n5
x̄t =
5
9,10 + 9,95 + 9,95 + 9,95 + 9,90
=
5
= 9,77 mm
Δp = 1 √𝑛∑𝑖 2 − (𝑛∑𝑥𝑖)²
n n-1
= 1 √5 x 6167,074 − 30835,36
5 5-1
= 1√0,01
5 4
= 1√0,0025
= 1 x 0,05
= 0,01 mm
5. Nilai interval
P1 = P + ∆P
= 175,6 + 0,01
= 175,7 mm
P2 = P - ∆P
= 175,6 - 0,01
= 175,59 mm
175,7 mm < 175,59 mm
Δl = 1 √𝑛∑𝑖 2 − (𝑛∑𝑥𝑖)²
n n-1
= 1 √5 x 1693,634 − 8464,00
5 5-1
= 1√4,17
5 4
= 1√1,0425
= 1 x 1,021
= 0,204 mm
7. Nilai interval
L1 = L + ∆L
= 92,28 + 0,204
= 92,484 mm
L2 = L - ∆L
= 92,28 – 0,204
= 92,076 mm
92,484 mm < 92,076 mm
Δt = 1 √𝑛∑𝑖 2 − (𝑛∑𝑥𝑖)²
n n-1
= 1 √5 x 477,829 − 2347,402
5 5-1
= 1√41,743
5 4
= 1√10,435
= 1 x 3,23
= 0,64 mm
9. Nilai interval
T1 = T + ∆T
= 48,85 + 0,64
= 49,5 mm
T2 = T - ∆T
= 48,85 – 0,64
= 48,21 mm
49,5 mm < 48,21 mm
Benda 3 = Besi
1. Panjang
∑p = n1 + n2 + n3 + n4 + n5
= 35,50 + 35,50 + 35,60 + 35,70 + 35,60
= 177,9 mm
n1 + n2 + n3 + n4 + n5
x̄p =
5
35,50 + 35,50 + 35,60 + 35,70 + 35,60
=
5
= 35,58 mm
= 6329,71 mm²
= 31648,41 mm²
2. Lebar
∑l = n1 + n2 + n3 + n4 + n5
= 18,75 + 18,90 + 18,70 + 18,95 + 18,90
= 94,2 mm
n1 + n2 + n3 + n4 + n5
x̄l =
5
18,75 + 18,90 + 18,70+18,95+18,90
=
5
= 18,84 mm
(∑xi)²l = (n1+n2+n3+n4+n5)²
= (18,75+18,90+18,70+18,95+18,90)²
= 8873,64 mm²
3. Tinggi
∑t = n1+n2+n3+n4+n5
= 9,10+9,95+9,90+9,95+9,90
= 48,8 mm
n1 + n2 + n3 + n4 + n5
x̄t =
5
9,10+9,95+9,90+9,95+9,90
=
5
= 9,76 mm
∑xi²t = n1²+n2²+n3²+n4²+n5²
= 9,10²+9,95²+9,90²+9,95²+9,90²
= 476,836 mm²
(∑xi)²t = (n1+n2+n3+n4+n5)²
= (9,10+9,95+9,90+9,95+9,90)²
= 238,44 mm²
Δp = 1 √𝑛∑𝑖 2 − (𝑛∑𝑥𝑖)²
n n-1
= 1 √5 x 6329,71 − 31648,41
5 5-1
= 1√0,14
5 4
= 1√0,035
= 1 x 0,187
= -0,037
P1 = P + ∆P
= 177,9 + -0,037
= 177,863 mm
P2 = P - ∆P
= 177,9 - -0,037
= 177,937 mm
177,863 mm < 177,937 mm
Δl = 1 √𝑛∑𝑖 2 − (𝑛∑𝑥𝑖)²
n n-1
= 1 √5 x 1774,776 − 8873,64
5 5-1
= 1√0,24
5 4
= 1√0,06
= 1 x 0,244
= 0,05 mm
L1 = L + ∆L
= 94,2 + 0,05
= 94,25 mm
L2 = L - ∆L
= 94,2 – 0,05
= 94,15 mm
94,25 mm < 94,15 mm
Δt = 1 √𝑛∑𝑖 2 − (𝑛∑𝑥𝑖)²
n n-1
= 1 √5 x 476,836 − 238,44
5 5-1
= 1√2145,74
5 4
= 1√536,435
= 1 x 23,161
= 4,632 mm
T1 = T + ∆T
= 48,8 + 4,632
= 53,432 mm
T2 = T - ∆T
= 48,8 – 4,632
= 44,168 mm
53,432 mm < 44,168 mm
Benda 1 = Tembaga
1. Nilai ketidakpastian
∆𝑃 ∆L ∆𝑇
∆V = ( 𝑃 + + )𝑉
𝐿 𝑇
∆V= ±0,5828308585
2. Nilai interval
𝑉1 = V + ∆V
𝑉1 = 0,6970903207+ 0,5828308585
𝑉1 = 1,279921179𝑀3
𝑉2 = V - ∆V
𝑉2 = 0,6970903207 - 0,5828308585
𝑉2 = 0,1142594622𝑀3
Benda 2 = Kuningan
1. Nilai ketidakpastian
∆𝑃 ∆𝐿 ∆𝑇
∆V = ( 𝑃 + + )𝑉
𝐿 𝑇
∆V = (0,0005+0,00221+0,0131). 0,01536894141
∆V= ±0,00472333132
2. Nilai interval
𝑉1 = V + ∆V
𝑉1 = 0,01536894141 + 0,00472333132
𝑉1 = 0,02009227273 𝑀3
𝑉2 = V - ∆V
𝑉2 = 0,01536894141 - 0,00472333132
𝑉2 = 0,01064562821 𝑀3
Benda 3 = Besi
1. Nilai ketidakpastian
∆𝑃 ∆𝐿 ∆𝑇
∆V = ( 𝑃 + + )𝑉
𝐿 𝑇
∆V= ±0,09263404835
2. Nilai interval
𝑉1 = V + ∆V
𝑉1 = 0,9491792239 + 0,09263404835
𝑉1 = 1,041813272 𝑀3
𝑉2 = V + ∆V
𝑉2 = 0,9491792239 - 0,09263404835
𝑉2 = 0,8565451756 𝑀3
Grafik
1. Balok tembaga
Panjang
P vs n
50
40
30
20
10
0
1 2 3 4 5
Lebar
L vs n
1.5
1
L vs n
0.5
Tinggi
T vs n
1.2
1
0.8
0.6
T vs n
0.4
0.2
0
1 2 3 4 5
2. Balok kuningan
Panjang
P vs n
1.2
1
0.8
0.6
P vs n
0.4
0.2
0
1 2 3 4 5
Lebar
L vs n
1.2
1
0.8
0.6
L vs n
0.4
0.2
0
1 2 3 4 5
Tinggi
T vs n
1.2
1
0.8
0.6
T vs n
0.4
0.2
0
1 2 3 4 5
3. Balok besi
Panjang
P vs n
35.75
35.7
35.65
35.6
35.55 P vs n
35.5
35.45
35.4
1 2 3 4 5
Lebar
L vs n
19
18.9
18.8
18.7 L vs n
18.6
18.5
1 2 3 4 5
Tinggi
T vs n
10.5
10
9.5
T vs n
9
8.5
1 2 3 4 5
Dalam pengukuran ada dua hal penting, yaitu presisi dan akurasi. Presisi
merupakan kecendrungan tetapnya hasil pengukuran ketika dilakukan pengulangan
dalam percobaan misalnya
Panjang suatu diameter dari percobaan lima kali adalah sama,hal ini menunjukan
bahwa presisi dari pengukuran sangat bagus karena pengulangannya tetap. Sedangkan
akurasi merupakan kedekatanhasil pengukuran dengan literaturnya. Jadi dalam sebuah
pengukuran,sebuah data harus diusahakan se-presisi dan seakurat mungkin.
Setiap pengulangan pengukuran biasanya tidak menghasilkan nilai yang sama dengan
pengukuran sebelumnya. Perbedaan nilai pengukuran ini disebut kesalahan,selain
harus diukur berulang-ulang,benda juga harus diukur dititik yang berbeda-beda agar
memperoleh nilai pengukuran yang lebih pasti.
2.7 Kesimpulan