Anda di halaman 1dari 13

PERCOBAAN D-1 DAN D-2

SIFAT – SIFAT KOLIGATIF

I. Tujuan
1.1. Menentukan berat molekul zat terlarut dengan menggunakan data penurunan
titik beku (D-1)
1.2. Menentukan berat molekul zat terlarut dengan menggunakan data kenaikan
titik didih (D-2)
II. Teori Dasar
Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang ditentukan oleh jumlah partikel
zat terlarut. Sifat koligatif ini terdiri dari 4 macam,
1. Penurunan tekanan uap (Δp)
2. Penurunan titik beku larutan (ΔTf)
3. Kenaikan titik didih (ΔTb)
4. Tekanan osmosis larutan (π)
(Miller, 1987)
Larutan-larutan yang mengandung jumlah partikel zat terlarut yang akan
memperlihatkan harga keempat jenis sifat koligatif larutan yang sama (meskipun jenis
zat dilarutkan pada masing-masing larutan itu berbeda). Semakin banyak jumlah
partikel zat terlarut, semakin besar pula harga keempat sifat koligatif larutan. Hukum-
hukum sifat koligatif menyatakan bahwa selisih tekanan uap, titik beku dan titik didih
suatu larutan dengan tekanan uap, titik beku dan titik didih pelarut murni berbanding
langsung dengan konsentrasi molal zat terlarut.
(Keenan , 1991)
Apabila air sebagai pelarut murni pada suhu 100⁰C air akan mendidih dan
tekanan uap menjadi sebesar 1 atm. Jika kemudian kedalam air di tambah zat terlarut
dan dipanaskan dengan suhu 100⁰C, tenyata larutan belum mendidih. Tekanan uap
permukaannya harus pada 1 atm, yang dicapai dengan menaikan suhu larutan. Harga
titik didih larutan lebih besar daripada pelarut murni 100⁰C. Sehingga naiknya titik
didih larutan dari titik didih pelarutnya disebut kenaikan titik didih. Menurut Roult,
kenaikan titik didih larutan berbanding lurus dengan kenaikan titik didih molalnya,
sehingga persamaannya :
∆Tb = m . Kb
𝑔𝑟𝑎𝑚 1000
∆Tb = 𝑥 𝑥 𝐾𝑏
𝑀𝑟 𝑝
Keterangan :
m = molalitas
p = massa zat pelarut
Kb = konstanta kenaikan titik didih
(Rosenberg, 1996)
Suatu larutan jika jumlah partikel zat terlarut semakin banyak, maka larutan
tersebut titik bekunya akan turun. Zat terlarut dalam hal ini adalah zat yang tidak
pernah menguap.
Bila kebanyakan larutan biner didinginkan, pelarut murni terkristalisasi
terlebih duhulu sebelum ada zat terlarut yang mengkristalisasi. Suhu dimana kristal-
kristal pertama berada dalam kesetimbangan dengan larutan disebut titik beku larutan.
Titik beku larutan demikian selalu lebih rendah dari titk beku pelarut murni. Dalam
pelarut encer, penurunan titik beku berbanding lurus dengan banyaknya molekul zat
terlarut didalam massa tertentu pelarut. Jadi penurunan titik beku :
ΔTf = titik beku pelarut - titik beku larutan
∆Tf = m . Kf
Dimana m adalah molalitas larutan. Jika persaman itu berlaku sampai konsentrasi 1
molal, penurunan titik beku larutan 1 molal setiap non elektrolit terlarut di dalam
perlarut itu ialah Kf yang karena itu dinamakan tetapan titik beku molal (molal
freezing point constant) pelarut itu. Nilai numerik Kf adalah khas pelarut itu masing–
masing.
(Rosenberg, 1996)
III. Alat dan Bahan
Tabel 3.1 Data alat dan bahan percobaan
Alat Jumlah Bahan Jumlah
Tabung reaksi
1 Benzena 10 mL
sedang
Tabung reaksi
1 Naftalena 0,5 gram
besar
Bejana kaca 1 Sikloheksana 30 mL
Batang pengaduk
1
lingkar
Gelas kimia 100
1
mL
Gelas ukur 10 mL 1
Termometer 50⁰C 1
Spatula 1
Sumbat karet 1
Pipet tetes 1

IV. Cara Kerja


4.1. D-1 Penurunan Titik Beku
Pertama, alat titik beku dibersihkan dan dikeringkan. Selanjutnya,
sejumlah pelarut yaitu benzena 10 mL dimasukkan ke dalam alat titik beku
dan massanya dicatat. Termometer dan batang pengaduk dipasang di tabung
reaksi sedang dan ditutup dengan sumbat karet, kemudian tabung reaksi
sedang dimasukkan ke dalam tabung reaksi besar, dan sebagian tabung reaksi
besar dicelupkan pada bejana kaca yang telah diisi es batu. Zat diaduk
perlahan – lahan sehingga tidak membeku. Suhu diamati, dan stopwatch
dihidupkan saat air raksa sudah mencapai 10⁰C dan suhu dicatat setiap 60
detik sampai suhunya konstan. Selanjutnya, 0.25 gram naftalena ditimbang
dan dimasukkan ke dalam pelarut dan dilarutkan dengan cara diaduk.
Kemudian langkah pencatatan suhu diulangi.
4.2. D-2 Kenaikan Titik Didih
Alat cottrel dan alat-alat yang digunakan dibersihkan. Sebanyak 3
batuh didih dimasukkan kedalam alat cottrel. Pelarut sikloheksana dimasukkan
sebanyak 30 mL ke dalam alat sampai corong terbalik direndam. Air
pendingin dan heating mantel dihidupkan. Pelarut ditunggu sampai mendidih
dan pendidihan dilihat apakah merata dan reservoir air raksa dibasahi oleh
pelarut yang naik melalui pipa kecil. Suhu pendinginan diamati dan dicatat
sampai konstan. Kemudian, aliran listrik heating mantel dimatikan dan alat
cottrel didingjnkan. Selanjutnya, 0.25 gram naftalena ditimbang dan
dimasukkan ke dalam alat cottrel. Setelah itu, langkah pemanasan dan
pencatatan suhu sampai konstan diulangi.
V. Data Pengamatan
5.1. D-1 Penurunan Titik Beku
Massa naftalena = 0,25 gram
Volume benzena = 10 mL

Tabel 5.1 Data pengamatan penurunan titik beku pelarut dan larutan
Waktu (menit) T Pelarut (⁰C) T Larutan (⁰C)
1 9 9
2 8 8
3 7 7,1
4 6,5 6,5
5 6 6
6 5,5 5,2
7 5,3 4,9
8 5,2 4,5
9 5,1 4
10 5,05 3,9
11 5,05 3,9
12 5,05 3,9
13 5,05 3,9
14 5,05 3,9
5.2. D-2 Kenaikan Titik Didih
Massa naftalena = 0,25 gram
Volume sikloheksana = 30 mL

Tabel 5.2 Data pengamatan kenaikan titik didih pelarut dan larutan
Waktu (menit) T Pelarut (⁰C) T Larutan (⁰C)
1 1,25 1,18
2 1,52 2,57
3 2,20 3,24
4 2,45 3,55
5 2,80 3,65
6 3,30 3,73
7 3,70 3,69
8 4,10 3,94
9 4,13 4,03
10 4,16 4,03
11 4,18 4,09
12 4,19 4,15
13 4,20 4,19
14 4,19 4,19
15 4,21 4,19
16 4,21
17 4,21

VI. Pengolahan Data


6.1. Penurunan Titik Beku
Tf benzena = 5,05 oC = 278,05 K
Tf larutan = 3,9 oC = 276,9 K
∆Tf = 278,05 K – 276,9 K = 1,15 K
𝜌 benzene = 0,8765 g/ml
∆Hfus benzena = 9,875 kJ/mol
Massa naftalena = 0,25 gram
Massa benzena = 10 mL x 0,876 g/mL = 8,76 gram
6.1.1. Mr Naftalena

2
𝑀𝑟𝑏𝑒𝑛𝑧𝑒𝑛𝑎 𝑥 𝑅 𝑥 𝑇𝑓𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑛𝑎𝑓𝑡𝑎𝑙𝑒𝑛𝑎 1000
Mr naftalena = x x
1000𝑥∆𝐻𝑓 ∆𝑇𝑓 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑏𝑒𝑛𝑧𝑒𝑛𝑎

g 8,314J
78,114 x x (5,5+273)K2 0,25 g 1000 g
mol K.mol
= J x x = 126,587 g/mol
1000g x 9875mol 1,15 K 8,76 g

6.1.2. Galat Mr Naftalena


Mr naftalena literatur = 128,174 g/mol

|Mr percobaan−Mr literatur|


% galat Mr = x 100%
Mr literatur

|126,587−128,174 |
= x 100%
128,174

= 1,238 %
6.2. Kenaikan Titik Didih
Tb pelarut sikloheksana = 4,21 oC = 277,21 K
Tb larutan naftalena = 4,19 oC = 277,19 K
∆ Tb = 277,21 K – 277, 19 K = 0,02 K
Massa sikloheksana = 30 mL x 0,779 g/mL = 23,37 g
∆Hvap sikloheksana = 30,1 kJ/mol

6.2.1. Mr Naftalena
2
𝑀𝑟𝑠𝑖𝑘𝑙𝑜ℎ𝑒𝑘𝑠𝑎𝑛𝑎 𝑥 𝑅 𝑥 𝑇𝑏𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑛𝑎𝑓𝑡𝑎𝑙𝑒𝑛𝑎 1000
Mr naftalena = x x
1000𝑥∆𝐻𝑓 ∆𝑇𝑏 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑖𝑘𝑙𝑜ℎ𝑒𝑘𝑠𝑎𝑛𝑎
g 8,314J
84,162molxK.molx (80,74+273)K2 0,25 g 1000 g
= J x x = 1559,575 g/mol
1000g x 30100mol 0,02 K 23,27 g

6.2.2. Galat Mr Naftalena


Mr naftalena literatur = 128,174 g/mol
|Mr percobaan−Mr literatur|
% galat Mr = x 100%
Mr literatur
|1559,575 −128,174 |
= x 100%
128,174

= 1116,76 %
VII. Pembahasan
VIII. Kesimpulan
Berdasarkan data pengamatan dan pengolahan data, telah didapatkan berat
molekul naftalena melalui penurunan titik beku sebesar 126,587 g/mol dengan galat
yang diperoleh sebesar 1,238% dan didapatkan berat molekul naftalena melalui
kenaikan titik didih sebesar 1559,575 g/mol dengan galat yang diperoleh sebesar
1116,76%.
IX. Daftar Pustaka
8.1. Keenan, Charles, 1991, Ilmu Kimia Untuk Universitas, edisi keenam, The
University of Tennese Knoxvill, Erlangga : Jakarta.
8.2. Miller, 1987, Chemistry A Basic Introduction, 4th edition, Wadsorth
Publishing Company : California.
8.3. Rosenberg, Jarome L, 1996, Kimia Dasar, edisi keenam, Erlangga : Jakarta.
8.4. Majer, Svoboda, et al., 1979.
8.5. Andrews, Lynn, et al., 1926.
X. Lampiran
10.1. Data pengamatan penurunan titik beku

Gambar 10.1 Data pengamatan penurunan titik beku


10.2. Data alat penurunan titik beku

Gambar 10.2 Data alat penurunan titik beku


10.3. Data pengamatan kenaikan titik didih

Gambar 10.3 Data pengamatan kenaikan titik didih


10.4. Data alat kenaikan titik didih

Gambar 10.4 Data alat kenaikan titik didih


10.5. Data literatur ∆Hvap Sikloheksana

Gambar 10.5 Data literatur ∆Hvap Sikloheksana di berbagai suhu

10.6. Data literatur ∆Hfus Benzena

Gambar 10.6 Data literatur ∆Hfus Benzena di berbagai suhu

XI. Pertanyaan
1. Bagaimana definisi larutan ideal? Besaran-besaran apa yang digunakan untuk
menggambarkan penyimpangan-penyimpangan dari keadaan idea tersebut?
2. Tunjukkan bagaimana pengaruh ketidak idealan larutan terhadap sifat
koligatif!
3. Bagaimana kurva yang didapatkan bila larutan mengalami keadaan lewat beku
“super cooled”?
4. Bagaimana pengaruh tekanan udara atas percobaan ini?
5. Bagaimana hasil yang akan diperoleh bila zat terlarut mengalami disosiasi atau
pelarut mengalami asosiasi?

Jawab
1. Larutan ideal adalah saat tekanan uap pelarut berbanding lurus dengan fraksi
mol pelarut dalam larutan sehingga memenuhi hokum Roult. Selain itu,
kekuatan interaksi setiap komponennya sama besar sehingga nilai entalpi
pelarutannya adalah nol. Penyimpangan digambarkan dari tekanan uap, entalpi
solvasi, dan koefisien aktivitas.
2. Pengaruh ketidak idealan larutan dapat dilihat dari tekanan uap di hukum
Raoult dimana tekanan uap hasil pengamatan tidak sama dengan tekanan uap
berdasarkan perhitungan hukum Raoult. Saat koefisien aktivitas lebih besar
dari satu, maka akan terjadi penyimpangan penurunan titik beku dan kenaikan
titik didih.
3.

4. Tekanan udara akan mempengaruhi titik didih larutan karena pada saat
mendidih, tekanan uap larutan harus sama dengan tekanan udara pada
lingkungan. Hal ini dikarenakan tekanan uap mempengaruhi potensial
kimianya.
5. Saat mengalami disosiasi maka penurunan titik beku dan kenaikan titik didih
membesar dan berbanding lurus dengan factor Van Hoff. Semua zat terlarut
terdistribusi merata ke zat pelarut. Saat mengalami asosiasi, fraksi mol zat
terlarut membesar, dan kenaikan titik didih serta penurunan titik beku
mengecil. Hal ini dikarenakan pelarut berikatan dengan sesama pelarut
sehingga zat terlarut tidak terdistribusi secara merata.

Anda mungkin juga menyukai