Anda di halaman 1dari 10

9/4/2016 BPK RI Perwakilan Propinsi Jawa Tengah » KAJIAN ATAS PEMAHAMAN PEMBERIAN KESEMPATAN 50 HARI KALENDER, PEMUTUSAN KONTR…

Halaman Awal Tentang Perwakilan Hasil Pemeriksaan UJDIH Publikasi


Minggu, 4 September 2016  
Pranala

» Informasi Hukum

KAJIAN ATAS PEMAHAMAN PEMBERIAN KESEMPATAN
50 HARI KALENDER, PEMUTUSAN KONTRAK DAN
SANKSI­SANKSI DALAM PENGADAAN BARANG/JASA
PEMERINTAH
26/02/2014 – 15:31

KAJIAN ATAS PEMAHAMAN PEMBERIAN KESEMPATAN 50 HARI KALENDER,
PEMUTUSAN KONTRAK DAN SANKSI­SANKSI DALAM PENGADAAN BARANG/JASA
PEMERINTAH

 Bab I

Pendahuluan

Pada  tanggal  1  Agustus  2012  ditetapkan  Peraturan  Presiden  (Perpres)  Republik  Indonesia  Nomor  70
Tahun  2012  Tentang  Perubahan  Kedua  Atas  Peraturan  Presiden  Nomor  54  Tahun  2010  Tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. dalam Perpres tersebut terdapat pasal yang memberikan kesempatan
penyelesaian pekerjaan selama 50 hari, yaitu Pasal 93 ayat (1) huruf a.1 dan a.2 yang menyatakan bahwa:

(1)     PPK dapat memutuskan Kontrak secara sepihak, apabila:

a.1. berdasarkan penelitian PPK, Penyedia Barang/Jasa tidak akan  mampu menyelesaikan keseluruhan
pekerjaan  walaupun  diberikan  kesempatan  sampai  dengan  50  (lima  puluh)  hari  kalender  sejak  masa
berakhirnya pelaksanaan pekerjaan untuk menyelesaikan pekerjaan;

a.2.setelah diberikan kesempatan menyelesaikan pekerjaan sampai dengan 50 (lima puluh) hari kalender
sejak  masa  berakhirnya  pelaksanaan  pekerjaan,  Penyedia  Barang/Jasa  tidak  dapat  menyelesaikan
pekerjaan

ketentuan  tersebut  diatas  merupakan  ketentuan  setelah  mengalami  perubahan  sebagaimana    diatur
sebelumnya dalam Perpres 54 Tahun 2010 yang menyatakan bahwa:

http://semarang.bpk.go.id/?p=4253 1/10
9/4/2016 BPK RI Perwakilan Propinsi Jawa Tengah » KAJIAN ATAS PEMAHAMAN PEMBERIAN KESEMPATAN 50 HARI KALENDER, PEMUTUSAN KONTR…

(1)     PPK dapat memutuskan Kontrak secara sepihak apabila:

1.  denda  keterlambatan  pelaksanaan  pekerjaan  akibat  kesalahan  Penyedia  Barang/Jasa  sudah
melampaui 5% (lima perseratus) dari nilai Kontrak;

Bab II

Permasalahan

Bagaimanakah  konsekuensi  yuridis  dalam  pengadaan  barang/jasa  pemerintah  terkait  pemberian


kesempatan  50  (lima  puluh)  hari,  pemutusan  kontrak  dan  sanksi­sanksi  yang  dapat  diberikan  proses
pengadaan barang/jasa pemerintah?

Bab III

Pembahasan

1.  A.          Pemahaman  atas  Pasal  93  ayat  (1)  Perpres  70  Tahun  2012  terkait  pemberian
kesempatan menyelesaikan pekerjaan kepada penyedia barang/jasa selama 50 (lima puluh)
hari

Pasal  93  Perpres  70  Tahun  2012  mengatur  hal­hal  terkait  pemutusan  kontrak  dalam  proses  pengadaan
barang/jasa  pemerintah,  selanjutnya  ayat  (1)  pada  pasal  tersebut  mengatur  mengenai  syarat  maupun
kondisi­kondisi  dalam  proses  pengadaan  barang/jasa  yang  dapat  dilakukan  pemutusan  secara  sepihak
oleh  PPK.  Salah  satu  syarat/kondisi  yang  dapat  dilakukan  pemutusan  secara  sepihak  oleh  PPK  adalah
sebagaimana termuat dalam Pasal 93 ayat (1) huruf a.1 dan a.2 yang menyatakan bahwa:

(2)     PPK dapat memutuskan Kontrak secara sepihak, apabila:

a.1. berdasarkan penelitian PPK, Penyedia Barang/Jasa tidak akan  mampu menyelesaikan keseluruhan
pekerjaan  walaupun  diberikan  kesempatan  sampai  dengan  50  (lima  puluh)  hari  kalender  sejak  masa
berakhirnya pelaksanaan pekerjaan untuk menyelesaikan pekerjaan;

a.2.setelah diberikan kesempatan menyelesaikan pekerjaan sampai dengan 50 (lima puluh) hari kalender
sejak  masa  berakhirnya  pelaksanaan  pekerjaan,  Penyedia  Barang/Jasa  tidak  dapat  menyelesaikan
pekerjaan

ketentuan  tersebut  diatas  merupakan  ketentuan  setelah  mengalami  perubahan  sebagaimana    diatur
sebelumnya dalam Perpres 54 Tahun 2010 yang menyatakan bahwa:

(2)     PPK dapat memutuskan Kontrak secara sepihak apabila:

1.  denda  keterlambatan  pelaksanaan  pekerjaan  akibat  kesalahan  Penyedia  Barang/Jasa  sudah
melampaui 5% (lima perseratus) dari nilai Kontrak;

hubungan  antara  Pasal  93  ayat  (1)  huruf  a  antara  Perpres  54  Tahun  2012  dan  perubahannya  dalam
Perpres  70  Tahun  2012  pada  dasarnya  mengatur  hal  yang  sama  terkait  keterlambatan  maksimal  yang
dapat diberikan toleransi oleh PPK, hal tersebut dapat kita simulasikan dalam tabel dibawah ini:

http://semarang.bpk.go.id/?p=4253 2/10
9/4/2016 BPK RI Perwakilan Propinsi Jawa Tengah » KAJIAN ATAS PEMAHAMAN PEMBERIAN KESEMPATAN 50 HARI KALENDER, PEMUTUSAN KONTR…

waktu pekerjaan
Nilai Kontrak
Uraian Koefisien yang terlambat Nilai (Rp)
(Rp)
(hari)

(1) (2) (3) (4) (5=2x3x4)

0,001 50     
denda keterlambatan    200.000.000 10.000.000

0,05 n/a     


jaminan pelaksanaan    200.000.000 10.000.000

Berdasarkan  simulasi  dalam  tabel  tersebut  nilai  maksimal  denda  keterlambatan  dengan  perhitungan
1/1000 x hari keterlambatan x nilai kontrak dengan keterlambatan 50 hari (asumsi dalam kontrak yang
denda keterlambatan dihitung berdasarkan seluruh nilai kontrak bukan bagian tertentu dari nilai kontrak)
akan sama dengan nilai maksimal dari jaminan pelaksanaan sebesar 5%.

Terkait  dengan  pengaturan  pemberian  kesempatan  50  hari  yang  mulai  diatur  dalam  perubahan  kedua
Perpres 54 Tahun 2010, yang diatur dalam huruf a.1 dan a.2 memiliki konsekuensi yang berbeda, yaitu
sebagaimana berikut ini:

1.  huruf  a.1  :  PPK  tidak  memberikan  kesempatan  maksimal  50  hari  kepada  penyedia  barang/jasa
untuk menyelesaikan pekerjaan sejak berakhirnya pelaksanaan pekerjaan karena dengan mengacu
pada  performa  dan  progres  pekerjaan  penyedia  barang/jasa  dianggap  tidak  akan  mampu  untuk
menyelesaikan pekerjaannya;
2.  huruf  a.2  :  dengan  mengacu  pada  pertimbangan  performa  dan  progress  pekerjaan  penyedia
barang/jasa  yang  dianggap  masih  mampu  untuk  menyelesaikan  pekerjaan  dengan  diberikan
kesempatan maksimal 50 hari akan tetapi sampai dengan 50 hari kesempatan itu diberikan pihak
penyedia barang/jasa tetap tidak mampu menyelesaikan pekerjaannya.

Atas kedua huruf (a.1 dan a.2) tersebut dalam memahaminya harus diterjemahkan secara bertahap saling
berhubungan satu sama lainnya maksudnya adalah pemerintah dalam hal ini memiliki toleransi kepada
penyedia barang/jasa untuk menyelesaikan pekerjaan, pertama yang harus dilakukan pemerintah melalui
PPK  adalah  meneliti  apakah  PPK  yakin  dengan  melihat  performa  dan  progres  pekerjaan  dari
penyedia/jasa jika diberikan kesempatan 50 hari untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut akan selesai dan
sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan dalam kontrak maka dengan demikian PPK dapat memberikan
kesempatan  kepada  penyedia  barang/jasa  untuk  menyelesaikan  pekerjaan  maksimal  50  hari  akan  tetapi
jika  PPK  tidak  yakin  berdasarkan  hasil  penelitiannya  terhadap  performa  dan  progres  pekerjaan  yang
diberikan  oleh  penyedia  barang/jasa  maka  PPK  dapat  memutus  kontrak  dengan  tidak  memberikan
kesempatan  penyelesaian  pekerjaan  maksimal  50  hari  kepada  penyedia  barang/jasa  untuk  selanjutnya
Pemerintah  segera  mencari  penyedia  barang/jasa  lainnya  yang  dapat  menyelesaikan  kebutuhan  atas
barang/jasa  dimaksud  baik  melalui  pelelangan  umum  maupun  pengadaan/penunjukan/pemilihan
langsung mengacu pada peraturan perundang­undangan yang berlaku atau dilakukan penganggaran untuk
penyelesaian sisa pekerjaan pada tahun anggaran berikutnya jika waktu penyelesaian pekerjaan tersebut
mendekati  tutup  tahun  anggaran  berjalan  sehingga  tidak  memungkinkan  dilakukan  proses  pengadaan
kembali.  Kedua,  setelah  PPK  yakin  dengan  pertimbangannya  berdasarkan  penelitian  atas  kemampuan
penyedia barang/jasa dengan memberikan kesempatan maksimal 50 hari untuk menyelesaikan pekerjaan
http://semarang.bpk.go.id/?p=4253 3/10
9/4/2016 BPK RI Perwakilan Propinsi Jawa Tengah » KAJIAN ATAS PEMAHAMAN PEMBERIAN KESEMPATAN 50 HARI KALENDER, PEMUTUSAN KONTR…

kepada penyedia barang/jasa maka apabila setelah diberikan kesempatan untuk menyelesaikan pekerjaan
dalam waktu maksimal 50 hari penyedia barang/jasa dimaksud tidak juga dapat menyelesaikan pekerjaan
yang diberikan kesempatan tersebut maka PPK dapat memutus kontrak secara sepihak.

Frasa Kesempatan dan Perpanjangan

Perlu kami uraikan lebih lanjut terkait frasa “kesempatan” dalam huruf a.1 dan a.2, kesempatan berbeda
pemahamannya  dengan  perpanjangan.  Dalam  Perpres  70  Tahun  2012  dan  peraturan  sebelumnya  lebih
mengenal  frasa  perpanjangan,  perpanjangan  ini  muncul  khususnya  terkait  perpanjangan  waktu
penyelesaian  pekerjaan  yang  diberikan  oleh  PPK,  syarat­syarat  perpanjangan  waktu  diatur  dalam
lampiran Perpres 54 Tahun 2010  pada Lampiran III (sebagai contoh untuk pengadaan kontruksi) bagian
C.2.m tentang perpanjangan waktu pelaksanaan yang menyatakan bahwa:

1)        Perpanjangan waktu pelaksanaan dapat diberikan oleh PPK atas pertimbangan yang layak dan
wajar untuk hal­hal sebagai berikut:

a)   pekerjaan tambah;

b)   perubahan disain;

c)    keterlambatan yang disebabkan oleh PPK;

d)   masalah yang timbul diluar kendali penyedia; dan/atau

e)    Keadaan Kahar.

Syarat­syarat  perpanjangan  waktu  pelaksanaan  tersebut  sifatnya  kumulatif  atau  alternatif  karena
mengandung frasa “dan/atau” atau dengan kata lain syarat tersebut dapat dipenuhi seluruhnya atau salah
satu pun dipenuhi dapat digunakan sebagai pertimbangan pemberian perpanjangan waktu. Konsekuensi
hukum dengan diberikannya perpanjangan waktu pelaksanaan ini berarti sejak tanggal berakhirnya waktu
pelaksanaan  pekerjaan  yang  telah  disepakati  dalam  kontrak  sampai  dengan  berakhirnya  waktu
perpanjangan  waktu  pelaksanaan  maka  penyedia  barang/jasa  tidak  dikenakan  sanksi  denda
keterlambatan. Lain halnya dengan frasa “kesempatan” sebagaimana diatur dalam Pasal 93 ayat (1) huruf
a.1  dan  a.2,  menurut  hemat  kami,  dalam  “kesempatan”  ini  apabila  penyedia  barang/jasa  tidak  mampu
menyelesaikan  pekerjaannya  tepat  waktu  akan  tetapi  dengan  pertimbangan  berdasarkan  penelitian  atas
kemampuan  penyedia  barang/jasa  menyelesaikan  pekerjaan  maka  penyedia  diberikan  toleransi  untuk
menyelesaikan  pekerjaan  tersebut  oleh  PPK,  akan  tetapi  dalam  frasa  “kesempatan”  ini  memiliki
konsekuensi  hukum  bahwa  sejak  diberikannya  kesempatan  menyelesaikan  pekerjaan  ini  berarti  sejak
tanggal  berakhirnya  waktu  pelaksanaan  pekerjaan  yang  telah  disepakati  dalam  kontrak  sampai  dengan
berakhirnya waktu kesempatan yang diberikan (maksimal 50 hari) untuk menyelesaikan pekerjaan maka
penyedia barang/jasa dikenakan sanksi denda keterlambatan.

1.  B.     Pemahaman atas pemutusan kontrak

Hal­hal terkait pemutusan kontrak dalam Perpres 70 Tahun 2012 diatur dalam pasal 93, kondisi/syarat­
syarat PPK dapat memutus kontrak diatur dalam ayat (1) Pasal tersebut yang menyatakan bahwa:

(1)   PPK dapat memutuskan Kontrak secara sepihak, apabila:

1.  a.      kebutuhan barang/jasa tidak dapat ditunda melebihi batas berakhirnya kontrak;
http://semarang.bpk.go.id/?p=4253 4/10
9/4/2016 BPK RI Perwakilan Propinsi Jawa Tengah » KAJIAN ATAS PEMAHAMAN PEMBERIAN KESEMPATAN 50 HARI KALENDER, PEMUTUSAN KONTR…

a.1. berdasarkan penelitian PPK, Penyedia Barang/Jasa tidak akan mampu menyelesaikan keseluruhan
pekerjaan  walaupun  diberikan  kesempatan  sampai  dengan  50  (lima  puluh)  hari  kalender  sejak  masa
berakhirnya pelaksanaan pekerjaan untuk menyelesaikan pekerjaan;

a.2.  setelah  diberikan  kesempatan  menyelesaikan  pekerjaan  sampai  dengan  50  (lima  puluh)  hari
kalender  sejak  masa  berakhirnya  pelaksanaan  pekerjaan,  Penyedia  Barang/Jasa  tidak  dapat
menyelesaikan pekerjaan;

1.  b.            Penyedia  Barang/Jasa  lalai/cidera  janji  dalam  melaksanakan  kewajibannya  dan  tidak
memperbaiki kelalaiannya dalam jangka waktu yang telah ditetapkan;
2.  c.              Penyedia  Barang/Jasa  terbukti  melakukan  KKN,  kecurangan  dan/atau  pemalsuan  dalam
proses Pengadaan yang diputuskan oleh instansi yang berwenang; dan/atau
3.  d.            pengaduan  tentang  penyimpangan  prosedur,  dugaan  KKN  dan/atau  pelanggararan
persaingan  sehat  dalam  pelaksanaan  Pengadaan  Barang/Jasa  dinyatakan  benar  oleh  instansi
yang berwenang.

Kondisi/syarat­syarat  terkait  pemutusan  kontrak  tersebut  sifatnya  kumulatif  atau  alternatif  karena
mengandung  frasa  “dan/atau”  atau  dengan  kata  lain  kondisi/syarat  tersebut  dapat  dipenuhi  seluruhnya
atau salah satu pun dipenuhi dapat digunakan sebagai pertimbangan PPK dapat memutuskan kontrak.

Konsekuensi hukum yang terjadi dengan diputusnya kontrak bagi penyedia barang/jasa diatur dalam ayat
(2) nya yang menyatakan bahwa:

(2)   Dalam hal pemutusan Kontrak dilakukan karena kesalahan Penyedia Barang/Jasa:

1.  a.    Jaminan Pelaksanaan dicairkan;
2.  b.        sisa  Uang  Muka  harus  dilunasi  oleh  Penyedia  Barang/Jasa  atau  Jaminan  Uang  Muka
dicairkan;
3.  c.    Penyedia Barang/Jasa membayar denda keterlambatan; dan
4.  d.    Penyedia Barang/Jasa dimasukkan dalam Daftar Hitam

Tindakan­tindakan  pengenaan  dalam  hal  pemutusan  kontrak  tersebut  diatas  memiliki  sifat  komulatif
karena hanya mengandung frasa “dan”, artinya apabila suatu penyedia barang/jasa dikenakan pemutusan
kontrak maka tindakan­tindakan tersebut diatas harus dilaksanakan seluruhnya.

Perlu  kami  jelaskan  lebih  lanjut  terkait  salah  satu  syarat/kondisi  penyedia  barang/jasa  dapat  dikenakan
pemutusan  kontrak  secara  sepihak  oleh  PPK,  yaitu  terkait  pengaturan  dalam  ayat  (1)  huruf  b  yang
menyatakan  bahwa    “Penyedia  Barang/Jasa  lalai/cidera  janji  dalam  melaksanakan  kewajibannya  dan
tidak memperbaiki kelalaiannya dalam jangka waktu yang telah ditetapkan”. Pemahaman atas ketentuan
tersebut  bahwa  menurut  kami  PPK  dapat  memutus  kontrak  secara  sepihak  apabila  terbukti  penyedia
barang/jasa  lalai/cidera  janji,  akan  tetapi  hal  tersebut  dimaksudkan  tidak  serta  merta  saat  pelaksanaan
kontrak  PPK  menemukan  kelalaian  atau  cidera  janji  dalam  pelaksanaan  pekerjaan  langsung  diputus
kontrak oleh PPK, karena terdapat syarat lain yang dimuat dalam kalimat berikutnya yaitu “….dan tidak
memperbaiki  kelalaiannya  dalam  jangka  waktu  yang  telah  ditetapkan”.  Sehingga  harus  ada  suatu
tindakan  peringatan/teguran  terlebih  dahulu  terhadap  penyedia  barang/jasa  untuk  memperbaiki  hal­hal
yang  ditemukan  PPK  terkait  kelalaian/cidera  janji  dalam  pelaksanaan  pekerjaan  oleh  penyedia
barang/jasa,  jika  proses  tersebut  telah  disampaikan  oleh  PPK  dan  dalam  waktu  yang  telah  ditentukan
pihak penyedia barang/jasa tidak juga memperbaiki kelalaian/cidera janji tersebut dan diyakini tidak ada
itikad  baik/usaha  untuk  memperbaiki  hal  tersebut  maka  untuk  selanjutnya  PPK  dapat  melakukan
pemutusan kontrak secara sepihak.

http://semarang.bpk.go.id/?p=4253 5/10
9/4/2016 BPK RI Perwakilan Propinsi Jawa Tengah » KAJIAN ATAS PEMAHAMAN PEMBERIAN KESEMPATAN 50 HARI KALENDER, PEMUTUSAN KONTR…

1.  C.     Sanksi­sanksi yang berlaku dalam proses pengadaan barang/jasa Pemerintah

Terkait  sanksi  yang  dapat  diberikan  bagi  penyedia  barang/jasa  adalah  apabila  penyedia  barang/jasa
melakukan perbuatan/tindakan sebagaimana diatur dalam Pasal 118 ayat (1) Perpres 70 Tahun 2012 yang
menyatakan bahwa:

(1)   Perbuatan atau tindakan Penyedia Barang/Jasa yang dikenakan sanksi adalah:

1.  a.        berusaha  mempengaruhi  Kelompok  Kerja  ULP/  Pejabat  Pengadaan/pihak  lain  yang
berwenang dalam bentuk dan cara apapun, baik langsung maupun tidak langsung guna memenuhi
keinginannya  yang  bertentangan  dengan  ketentuan  dan  prosedur  yang  telah  ditetapkan  dalam
Dokumen Pengadaan/Kontrak, dan/atau ketentuan peraturan perundang­undangan;
2.  b.        melakukan  persekongkolan  dengan  Penyedia  Barang/Jasa  lain  untuk  mengatur  Harga
Penawaran  diluar  prosedur  pelaksanaan  Pengadaan  Barang/Jasa,  sehingga
mengurangi/menghambat/  memperkecil  dan/atau  meniadakan  persaingan  yang  sehat  dan/atau
merugikan orang lain;
3.  c.    membuat dan/atau menyampaikan dokumen dan/ atau keterangan lain yang tidak benar untuk
memenuhi persyaratan Pengadaan Barang/Jasa yang ditentukan dalam Dokumen Pengadaan;
4.  d.    mengundurkan diri setelah batas akhir pemasukan penawaran atau mengundurkan diri dari
pelaksanaan  Kontrak  dengan  alasan  yang  tidak  dapat  dipertanggungjawabkan  dan/atau  tidak
dapat diterima oleh Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan;
5.  e.        tidak  dapat  menyelesaikan  pekerjaan  sesuai  dengan  Kontrak  secara  bertanggung  jawab;
dan/atau  berdasarkan  hasil  pemeriksaan  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  99  ayat  (3),
ditemukan adanya ketidaksesuaian dalam penggunaan Barang/Jasa produksi dalam negeri.

Selanjutnya  dalam  ayat  (2)  nya,  Perpres  mengatur  bentuk­bentuk  sanksi  apakah  yang  dapat  dikenakan
bagi penyedia barang/jasa apabila terbukti melakukan perbuatan/tindakan sebagaimana diatur dalam ayat
(1). Sanksi­sanksi dimaksud adalah sebagai berikut:

(1)   Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan sanksi berupa:

1.  a.    sanksi administratif;
2.  b.    sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam;
3.  c.    gugatan secara perdata; dan/atau
4.  d.    pelaporan secara pidana kepada pihak berwenang.

Selain sanksi tersebut Pasal 119 Perpres 54 Tahun 2010 juga mengatur sanksi lainnya yaitu:

Perbuatan  atau  tindakan  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  118  ayat  (1)  huruf  f,  selain  dikenakan
sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (2) huruf a dan huruf b, dikenakan sanksi finansial.

Mekanisme/penerapan pemberian sanksi tersebut dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 118 ayat (3), (4), (5)
dan (6) sebagaimana berikut ini:

(3)      Pemberian  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)  huruf  a,  dilakukan  oleh  PPK/Kelompok  Kerja
ULP/Pejabat Pengadaan sesuai dengan ketentuan.

(4)      Pemberian  sanksi  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)  huruf  b,  dilakukan  oleh  PA/KPA  setelah
mendapat masukan dari PPK/Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan sesuai dengan ketentuan.

(5)      Ketentuan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)  huruf  c  dan  huruf  d,  dilakukan  sesuai  dengan
peraturan perundang­undangan.
http://semarang.bpk.go.id/?p=4253 6/10
9/4/2016 BPK RI Perwakilan Propinsi Jawa Tengah » KAJIAN ATAS PEMAHAMAN PEMBERIAN KESEMPATAN 50 HARI KALENDER, PEMUTUSAN KONTR…

(6)   Apabila  ditemukan  penipuan/pemalsuan  atas  informasi  yang  disampaikan  Penyedia  Barang/Jasa,


dikenakan sanksi pembatalan sebagai calon pemenang, dimasukkan dalam Daftar Hitam, dan jaminan
Pengadaan Barang/Jasa dicairkan dan disetorkan ke kas Negara/daerah.

Dalam  Perpres  sanksi  pengaturan  sanksi  tidak  hanya  ditujukan  bagi  penyedia  barang/jasa  saja,  pihak­
pihak  lainnya  yang  terkait  dalam  proses  pengadaan  barang/jasa  pun  diatur  pengenaan  sanksinya
sebagaimana berikut ini:

1.  Kelompok Kerja ULP/Pejabat pengadaan

Pasal  118  ayat  (7)  Perpres  70  Tahun  2012  dan  Pasal  123  Perpres  54  Tahun  2010  mengatur  sanksi  apa
saja yang dapat diberikan bagi kelompok kerja ULP/pejabat pengadaan yaitu sebagai berikut:

1)      Pasal  118  ayat  (7)  :  Apabila  terjadi  pelanggaran  dan/atau  kecurangan  dalam  proses  Pengadaan
Barang/Jasa, ULP:

a)               dikenakan sanksi administrasi;

b)               dituntut ganti rugi; dan/atau

c)               dilaporkan secara pidana

2)   Pasal 123 : Dalam hal terjadi kecurangan dalam pengumuman Pengadaan, sanksi diberikan kepada
anggota ULP/Pejabat Pengadaan sesuai peraturan perundang­undangan.

1.  PPK

Pasal 122 Perpres 54 Tahun 2010 mengatur sanksi yang dapat diberikan kepada PPK yaitu bahwa “PPK
yang melakukan cidera janji terhadap ketentuan yang termuat dalam Kontrak, dapat dimintakan ganti
rugi dengan ketentuan sebagai berikut:

1)   besarnya ganti rugi yang dibayar oleh PPK atas keterlambatan pembayaran adalah sebesar bunga
terhadap nilai tagihan yang terlambat dibayar, berdasarkan tingkat suku bunga yang berlaku pada saat
itu menurut ketetapan Bank Indonesia; atau

2)   dapat diberikan kompensasi sesuai ketentuan dalam Kontrak”.

terhadap  kententuan  ini  perlu  penjelasan  lebih  lanjut  apabila  sanksi  tersebut  diberikan  kepada  apakah
PPK  bertanggung  jawab  secara  pribadi  atau  untuk  dan  atas  nama  Instansi  memberikan  ganti  rugi  atau
kompensasi sesuai ketentuan dalam kontrak.

1.  Konsultan Perencana

Pasal  121  Perpres  54  Tahun  2010  mengatur  terkait  sanksi  lainnya  yang  dapat  diberikan  bagi  penyedia
barang/jasa yang berperan sebagai konsultan perencana yaitu “Konsultan perencana yang tidak cermat
dan  mengakibatkan  kerugian  negara,  dikenakan  sanksi  berupa  keharusan  menyusun  kembali
perencanaan dengan beban biaya dari konsultan yang bersangkutan, dan/atau tuntutan ganti rugi”.

Denda Keterlambatan

http://semarang.bpk.go.id/?p=4253 7/10
9/4/2016 BPK RI Perwakilan Propinsi Jawa Tengah » KAJIAN ATAS PEMAHAMAN PEMBERIAN KESEMPATAN 50 HARI KALENDER, PEMUTUSAN KONTR…

Sanksi  lainnya  yang  dapat  diberikan  kepada  penyedia  barang/jasa  adalah  terkait  denda  yang  harus
dibayar  oleh  penyedia  barang/jasa  jika  penyelesaian  pekerjaannya  terlambat  dari  waktu  yang  telah
ditentukan dalam kontrak. hal tersebut diatur dalam Pasal 120 Perpres 70 Tahun 2012 yang menyatakan:

Selain perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1), Penyedia Barang/Jasa
yang  terlambat  menyelesaikan  pekerjaan  dalam  jangka  waktu  sebagaimana  ditetapkan  dalam  Kontrak
karena  kesalahan  Penyedia  Barang/Jasa,  dikenakan  denda  keterlambatan  sebesar  1/1000  (satu
perseribu) dari nilai Kontrak atau nilai bagian Kontrak untuk setiap hari keterlambatan.

Kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam Penjelasan Pasal 120:

Bagian kontrak adalah bagian pekerjaan yang tercantum di dalam syarat­syarat kontrak yang terdapat
dalam rancangan kontrak dan dokumen kontrak. Penyelesaian masing­masing pekerjaan yang tercantum
pada bagian kontrak tersebut tidak tergantung satu sama lain dan memiliki fungsi yang berbeda, dimana
fungsi  masing­masing  bagian  kontrak  tersebut  tidak  terkait  satu  sama  lain  dalam  pencapaian  kinerja
pekerjaan.

Menjadi pertanyaan besar terkait pengaturan pasal 120 ini, karena dalam ketentuan tersebut tidak diatur
batasan maksimal denda keterlambatan sebagaimana diatur dalam Pasal 120 sebelum perubahan (Perpres
54 Tahun 2010) yang menyatakan bahwa:

Selain perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1), Penyedia Barang/Jasa
yang terlambat menyelesaikan pekerjaan dalam jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam Kontrak,
dapat dikenakan denda keterlambatan sebesar 1/1000 (satu perseribu) dari harga Kontrak atau bagian
Kontrak untuk setiap hari keterlambatan dan tidak melampaui besarnya Jaminan Pelaksanaan.

Jelas berdasarkan ketentuan sebelum perubahan bahwa maksimal pengenaan denda keterlambatan adalah
sebesar  jaminan  pelaksanaan  (5%),  apabila  melewati  jaminan  pelaksanaan  maka  PPK  harus  memutus
kontrak.  jika  kembali  mengacu  kepada  pemberian  denda  keterlambatan  yang  diatur  setelah  perubahan
Perpres  yang  tidak  ada  batasan  maksimal  denda  keterlambatan,  kita  dapat  menggunakan  ketentuan
pemberian  kesempatan  untuk  menyelesaikan  pekerjaan  selama  maksimal  50  hari  kalender  karena  pada
dasarnya  waktu  50  hari  keterlambatan  sama  besarannya  dengan  jaminan  pelaksanaan  5%,  akan  tetapi
seperti  yang  telah  diuraikan  sebelumnya  tidak  serta  merta  pemberian  kesempatan  50  hari  diberikan
kepada penyedia barang/jasa harus terlebih dahulu ada penelitian dari PPK apakah penyedia barang/jasa
tersebut mampu untuk menyelesaikan pekerjaan setelah diberikan kesempatan dimaksud.

Sanksi Pencantuman dalam Daftar Hitam

Terkait  pencantuman  dalam  daftar  hitam  bagi  penyedia  barang/jasa  yang  diputus  kontrak  ada  kalanya
dalam satu instansi/daerah penyedia barang/jasa terikat dengan lebih dari satu kontrak pekerjaan dalam
satu tahun anggaran, maka bagaimana jika dalam satu kontrak pekerjaan penyedia barang/jasa tersebut
telah  diputus  kontrak  dan  didaftarkan  dalam  daftar  hitam  apakah  hal  ini  secara  langsung  berpengaruh
terhadap kontrak lainnya yang sedang berjalan? Hal tersebut diatur secara tegas dalam Penjelasan Pasal
124 ayat (1) Perpres 70 Tahun 2012 yang menyatakan bahwa:

Pengenaan sanksi daftar hitam tidak berlaku surut (nonretroaktif). Penyedia yang terkena sanksi daftar
hitam  dapat  menyelesaikan  pekerjaan  lain,  jika  kontrak  pekerjaan  tersebut  ditandatangani  sebelum
pengenaan sanksi.

Bab IV
http://semarang.bpk.go.id/?p=4253 8/10
9/4/2016 BPK RI Perwakilan Propinsi Jawa Tengah » KAJIAN ATAS PEMAHAMAN PEMBERIAN KESEMPATAN 50 HARI KALENDER, PEMUTUSAN KONTR…

Penutup

Berdasarkan  kajian/tinjauan  yuridis  yang  telah  diuraikan  sebelumnya,  dengan  ini  kami  berkesimpulan
bahwa:

1.  Pemberian  kesempatan  penyelesaian  pekerjaan  maksimal  50  hari  kalender  tidak  serta  merta
diberikan kepada penyedia barang/jasa, harus terlebih dahulu ada penelitian dari PPK melihat dari
performa dan progres pekerjaa yang telah dilakukan apakah penyedia barang/jasa tersebut mampu
untuk menyelesaikan pekerjaan setelah diberikan kesempatan dimaksud;
2.  Penyedia  barang/jasa  yang  diputus  kontrak  dikenakan  seluruh  tindakan­tindakan  yang  harus
dilakukan  yaitu  Jaminan  Pelaksanaan  dicairkan;  sisa  Uang  Muka  harus  dilunasi  oleh  Penyedia
Barang/Jasa  atau  Jaminan  Uang  Muka  dicairkan;  Penyedia  Barang/Jasa  membayar  denda
keterlambatan; dan Penyedia Barang/Jasa dimasukkan dalam Daftar Hitam;
3.  Peraturan  Presiden  mengatur  secara  tegas  terkait  sanksi­sanksi  apa  saja  yang  dapat  diberikan
kepada  Penyedia  barang/jasa,  PPK  dan  kelompok  kerja  ULP/Pejabat  Pengadaan  apabila  dalam
proses pengadaan barang/jasa terdapat pelanggaran terhadap prosedur/ketentuan yang berlaku.

Daftar Pustaka

1.  Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;

Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54
Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerint

Berita Lainnya
Bimtek Pemeriksaan Pengelolaan Keuangan Desa
BPK Perwakilan Provinsi Jawa Tengah Menerima Kunjungan Mahasiswa Polines
MEDIA WORKSHOP: AKUNTABILITAS PEMDA MELALUI PENERAPAN AKRUAL
BASIS PADA LKPD TA 2015
EVALUASI KERJA SEMESTER I DAN RENCANA KERJA SEMESTER II 2016
KABUPATEN TEMANGGUNG MEMPEROLEH OPINI WTP ATAS LKPD TA 2015
PROVINSI JAWA TENGAH MEMPEROLEH OPINI WTP ATAS LKPD TA 2015

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Perwakilan Propinsi Jawa Tengah

Jl.Perintis Kemerdekaan No.175, Semarang Propinsi Jawa Tengah

Telp. 024 ­ 8660883, Fax. 024 ­ 8660884

http://semarang.bpk.go.id/?p=4253 9/10
9/4/2016 BPK RI Perwakilan Propinsi Jawa Tengah » KAJIAN ATAS PEMAHAMAN PEMBERIAN KESEMPATAN 50 HARI KALENDER, PEMUTUSAN KONTR…

Hak Cipta 2009 © BPK RI Propinsi Jawa Tengah

Hubungi Kami | Peta Situs | Syarat dan Ketentuan

Untuk mendapatkan tampilan terbaik situs ini gunakan resolusi 1024x768 dan browser IE versi 7+ atau
Firefox versi 3+.

http://semarang.bpk.go.id/?p=4253 10/10

Anda mungkin juga menyukai