Anggota Kelompok 1 :
Florensia G1A112001
Steven G1A112007
UNIVERSITAS JAMBI
2015
A. SKENARIO
Nenek S. 78 tahun, jatuh terpeleset saat berada di kamar mandi. Nenek S segera
dibawa ke RS dan dokter melakukan pemeriksaan rontgen pada kedua tungkainya. Hasil
pemeriksaan menunjukkan fraktur pada tulang femur kiri. Dokter melakukan traksi dan
immobilisasi pada tungkai Nenek S. Dokter menjelaskan Nenek S harus tirah baring
selama 6 bulan karena usia Nenek S yang telah lanjut menyebabkan proses penyembuhan
fraktur membutuhkan waktu yang lebih lama. Setelah 6 bulan tirah baring, Nenek S
mengalami ulkus decubitus stadium 2 dan atrofi otot tungkai akibat tirah baring yang
lama.
B. KLARIFIKASI ISTILLAH
1. Pemeriksaan rontgen : Pemeriksaan penunjang dengan menggunakan sinar untuk
melihat bagian tubuh yang akan diperiksa.
2. Fraktur : Terputusnya kontinuitas tulang dan jaringan sekitarnya.1
3. Traksi : Tindakan menarik atau memberikan daya tarik
4. Immobilisasi : Keadaan yang tidak bergerak atau tirah baring selama 3 hari
atau lebih, dengan gerak anatomis tubuh menghilang akibat perubahan fungsi fisiologi
5. Ulkus dekubitus : Kerusakan atau kematian kulit yang terjadi akibat gangguan
aliran darah setempat dan iritasi kulit yang menutupi tulang yang menonjol.1
6. Atrofi : Penyusutan masa jaringan otot.1
C. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Bagaimana fisiologi keseimbangan pada lansia ?
2. Apa hubungan antara umur dan jenis kelamin dengan keluhan Nenek S ?
3. Apa saja tujuan dan manfaat pemeriksaan rontgen ?
4. Apa saja klasifikasi fraktur ?
5. Apa penyebab dan factor resiko fraktur?
6. Bagaimana patofisiologi fraktur?
7. Bagaimana gejala klinis fraktur?
8. Apa komplikasi fraktur?
9. Apa tujuan traksi dan imobilisasi pada Nenek S ?
10. Jelaskan tentang tirah baring !
11. Bagaimana proses penyembuhan fraktur?
12. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan tulang?
13. Berapa lama waktu penyembuhan fraktur normal ?
14. Apa komplikasi dari proses penyembuhan fraktur ?
15. Apa faktor resiko ulkus dekubitus ?
16. Bagaimana epidemiologi letak ulkus dekubitus ?
17. Apa saja klasifikasi ulkus dekubitus ?
18. Bagaimana patofisiologi ulkus dekubitus ?
19. Bagaimana penatalaksanaan ulkus dekubitus ?
20. Bagaimana pencegahan ulkus dekubitus?
21. Apa saja komplikasi ulkus dekubitus?
22. Bagaimana patofisiologi atrofi otot ?
23. Jelaskan tentang fisioterapi pada penanganan atrofi otot !
24. Bagaimana pencegahan atrofi otot ?
25. Apa penatalaksanaan terbaik untuk Nenek S ?
D. ANALISIS MASALAH
1. Bagaimana fisiologi keseimbangan pada lansia ?2
Jawab :
Komponen kesimbangan postural:
1) Sistem sensoris :
Penurunan fungsi sensoris pada lansiagangguan penerimaan informasi dari receptor
sensoris mengakibatkan penurunan kontrol motorik.
3) Sistem effektor :
Tugas utama dari sistem efektor adalah mempertahankan pusat gravitasi
tubuh/Center Of Gravitation (COG). Dimana tugasnya meliputi duduk, berdiri, atau
berjalan. Pada sistem muskoloskeletal akan terjadi kekakuan sendi, penurunan
lingkup gerak sendi, penurunan kekuatan otot, daya tahan, kelenturan, dan perubahan
garis postur.
2. Apa hubungan antara umur dan jenis kelamin dengan keluhan Nenek S ?2
Jawab :
Pada usia menopause, terjadi penurunan kadar estrogen, sehingga mengakibatkan
penurunan aktivitas osteoblas. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan matriks organic
tulang dan peningkatan jumlah osteoklas di dalam jaringan trabikular, yang
mengakibatkan patah tulang.
Pada wanita dan laki – laki, terjadi penurunan kadar androgen pada saat menopause.
Akan tetapi, kadar estron laki – laki lebih tinggi dibandingkan perempuan, sehingga
wanita lebih beresiko mengalami patah tulang.
Departemen Kesehatan RI mengelompokkan usia lanjut menjadi usia lanjut dini yaitu
kelompok yang mulai memasuki usia lanjut (55-64) : kelompok usia lanjut yaitu
kelompok masa senium (65-70); dan kelompok usia lanjut dengan resiko tinggi (>70).
1) Fraktur Dahan Hijau (Greenstick); pada tipe ini, tulang bengkok atau melengkung
(seperti ranting hijau yang dipatahkan). Fraktur ini lebih sering ditemukan pada anak-
anak yang tulangnya lebih elastis dari tulang orang dewasa.
2) Fraktur Fissura; pada tipe ini, tulang yang mengalami fraktur tidak disertai perubahan
letak tulang yang berarti. Biasanya tulang akan tetap di tempatnya setelah tindakan
reduksi.
3) Fraktur Impresi; pada tipe ini, fraktur akan menimbulkan lekukan pada tulang.
4) Fraktur Kompresi; yaitu fraktur yang terjadi akibat kekuatan besar pada tulang pendek
atau epifisis tulang pipa.
5) Fraktur Kominutif; pada tipe ini, fraktur yang terjadi lebih dari dua fragmen. Biasanya
disebabkan oleh cedera hebat.
6) Fraktur Impaksi; pada tipe ini, fragmen-fragmen tulang terdorong masuk ke arah
dalam tulang satu sama lain sehingga tidak dapat terjadi gerakan di antara fragmen-
fragmen tersebut.
7) Fraktur Patologis; yaitu fraktur yang disebabkan oleh adanya proses patologis,
misalnya tumor atau osteoporosis tulang. Dengan trauma yang ringan saja tulang akan
menglami fraktur.
Fraktur dapat dibagi berdasarkan ada tidaknya hubungan antara patahan tulang
dengan udara luar, yakni :
1) Fraktur Tertutup (Close Fracture/Simple Fracture); yaitu jika patahan tulang tidak
berhubungan dengan udara luar, kulit tidak rusak, dan tidak ada luka yang terjadi
di sekitar tempat fraktur.
2) Fraktur Terbuka (Open Fracture/Compound Fracture); yaitu jika patahan tulang
berhubungan dengan udara luar, kulit bagian luar rusak atau robek. Luka bisa
disebabkan karena tulang yang menembus (merobek) dari dalam atau akibat
trauma yang langsung mengenainya dari luar.
a Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir
mendadak,kontraksi otot ekstrim atau olah raga yang berlebihan.
b Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu
jauh.
c Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur
patologis, infeksi
2) Faktor Ekstrinsik
Menurut Potter & Perry (2005), ada berbagai faktor yang menjadi predisposisi terjadi
luka dekubitus pada pasien yaitu:
a. Gangguan Input Sensorik
Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensorik terhadap nyeri dan tekanan
beresiko tinggi menggalami gangguan integritas kulit dari pada pasien yang
sensasinya normal. Pasien yang mempunyai persesi sensorik yang utuh terhadap nyeri
dan tekanan dapat mengetahui jika salah satu bagian tubuhnya merasakan tekanan
atau nyeri yang terlalu besar. Sehingga ketika pasien sadar dan berorientasi, mereka
dapat mengubah atau meminta bantuan untuk mengubah posisi.
Pembentukan luka dekubitus juga berhubungan dengan adanya gaya gesek yang
terjadi saat menaikkan posisi klien di atas tempat tidur. Area sakral dan tumit merupakan
area yang paling rentan. Efek tekanan juga dapat ditingkatkan oleh distribusi berat badan
yang tidak merata. Seseorang mendapatkan tekanan konstan pada tubuh dari permukaan
tempatnya berada karena adanya gravitasi. Jika tekanan tidak terdistribusi secara merata
pada tubuh maka gradien tekanan jaringan yang mendapatkan tekanan akan meningkat
dan metabolisme sel kulit di titik tekanan mengalami gangguan.
F. PETA KONSEP
Nenek S
Terjauh
Fraktur femur
sinistra
Ulkus
Traksi Imobilisasi Tirah baring Atrofi otot
dekubitus
DAFTAR PUSTAKA