Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

POST PARTUM

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Profesi


Departemen Maternitas di Puskesmas Singosari

Oleh:

Miftakhul Jannah
180070300111019
Kelompok 3A

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
POSTPARTUM
A. PENGERTIAN
Periode postpartum adalah waktu penyembuhan dan perubahan, waktu
kembali pada keadaan tidak hamil, serta penyesuaian terhadap hadirnya anggota
keluarga baru. Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya
plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Ambarwati, 2008).
Periode postnatal mengacu pada waktu setelah melahirkan, dimana
beradaptasi fisiologi bayi dan risiko terhadap ibu perdarahan postpartum dan
morbiditas yang signifikan lainnya yang tertinggi. Periode postnatal meliputi 24 jam
pertama sejak lahir. Biasanya, pada akhir periode ini dikaitkan dengan pelaksanaan
intervensi seperti promosi kontrasepsi dan imunisasi bayi, meskipun beberapa metode
kontrasepsi, seperti metode amenorea laktasi, IUD, vasektomi dan sterilisasi
perempuan, harus didiskusikan bahkan sebelum melahirkan, dan beberapa imunisasi,
seperti yang terhadap hepatitis B dan tuberkulosis (BCG), dapat diberikan saat lahir
(Hacker, 2009).
Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa kritis
baik ibu maupun bayinya. Diperkirakan 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi
setelah persalinan dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama. Masa
neonatus merupakan masa kritis bagi kehidupan bayi, 2/3 kematian bayi terjadi dalam
4 minggu setelah persalinan dan 60% kematian bbl terjadi dalam waktu 7 hari setelah
lahir. Dengan pemantauan dan asuhan pada ibu dan bayi pada masa nifas dapat
mencegah kematian dini (Ambarwati, 2008).
Asuhan keperawatan pada masa postpartum dibagi atas tiga periode, yaitu
(Mitayani, 2009):
1. Immediate postpartum, adalah masa 24 jam postpartum
2. Early postpartum, adalah masa pada minggu pertama postpartum
3. Late Postpartum, adalah masa pada minggu kedua sampai dengan minggu
keenam postpartum
B. TUJUAN PERAWATAN MASA NIFAS
Dalam masa nifas ini penderita memerlukan perawatan dan pengawasan yang
dilakukan selama ibu tinggal di rumah sakit maupun setelah nanti keluar dari rumah
sakit.
Adapun tujuan dari perawatan masa nifas adalah:
1. Menjaga kesehatan ibu dan bayi baik fisik maupun psikologi.
2. Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau
merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayi.
3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi,
keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi pada bayi dan perawatan
bayi sehat.
4. Untuk mendapatkan kesehatan emosi (Bahiyatun, 2009).
C. KEBIJAKAN PROGRAM NASIONAL MASA NIFAS
Kebijakan program nasional pada masa nifas yaitu paling sedikit empat kali melakukan
kunjungan pada masa nifas, dengan tujuan untuk :
1. Menilai kondisi kesehatan ibu dan bayi.
2. Melakukan pencegahan terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya gangguan
kesehatan ibu nifas dan bayinya.
3. Mendeteksi adanya komplikasi atau masalah yang terjadi pada masa nifas.
4. Menangani komplikasi atau masalah yang timbul dan mengganggu kesehatan ibu
nifas maupun bayinya.
KUNJUNGAN WAKTU ASUHAN
KE-1 6-8 jam Mencegah perdarahan masa nifas oleh
postpartum karena atonia uteri.
Mendeteksi dan perawatan penyebab lain
perdarahan serta melakukan rujukan bila
perdarahan berlanjut.
Memberikan konseling pada ibu dan keluarga
tentang cara mencegah perdarahan yang
disebabkan atonia uteri.
Pemberian ASI awal.
Mengajarkan cara mempererat hubungan
antara ibu dan bayi baru lahir.
Menjaga bayi tetap sehat melalui pencegahan
hipotermi.
Setelah bidan melakukan pertolongan
persalinan, maka bidan harus menjaga ibu
dan bayi untuk 2 jam pertama setelah
kelahiran atau sampai keadaan ibu dan bayi
baru lahir dalam keadaan baik.
KE-2 6 hari Memastikan involusi uterus barjalan dengan
postpartum normal, uterus berkontraksi dengan baik,
tinggi fundus uteri di bawah umbilikus, tidak
ada perdarahan abnormal.
Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi
dan perdarahan
Memastikan ibu mendapat istirahat yang
cukup.
Memastikan ibu mendapat makanan yang
bergizi dan cukup cairan.
Memastikan ibu menyusui dengan baik dan
benar serta tidak ada tanda-tanda kesulitan
menyusui.
Memberikan konseling tentang perawatan
bayi baru lahir
KE-3 2 minggu Asuhan pada 2 minggu post partum sama
postpartum dengan asuhan yang diberikan pada
kunjungan 6 hari post partum.
KE-4 6 minggu Menanyakan penyulit-penyulit yang dialami
postpartum ibu selama masa nifas.
Memberikan konseling KB secara dini.
(Suhermi, 2007).

D. PERUBAHAN PADA MASA NIFAS


Selama menjalani masa nifas, ibu mengalami perubahan yang bersifat fisiologis yang
meliputi perubahan fisik dan psikologik, yaitu:
1. Perubahan Fisik
a. Involusi
Involusi adalah perubahan yang merupakan proses kembalinya alat kandungan
atau uterus dan jalan lahir setelah bayi dilahirkan hingga mencapai keadaan
seperti sebelum hamil (Hacker, 2009).
Proses involusi terjadi karena adanya:
 Autolysis yaitu penghancuran jaringan otot-otot uterus yang tumbuh karena
adanya hiperplasi, dan jaringan otot yang membesar menjadi lebih panjang
sepuluh kali dan menjadi lima kali lebih tebal dari sewaktu masa hamil akan
susut kembali mencapai keadaan semula. Penghancuran jaringan tersebut
akan diserap oleh darah kemudian dikeluarkan oleh ginjal yang
menyebabkan ibu mengalami beser kencing setelah melahirkan (Hanifa,
2007).
 Aktifitas otot-otot yaitu adanya kontrasi dan retraksi dari otot-otot setelah
anak lahir yang diperlukan untuk menjepit pembuluh darah yang pecah
karena adanya pelepasan plasenta dan berguna untuk mengeluarkan isi
uterus yang tidak berguna. Karena kontraksi dan retraksi menyebabkan
terganggunya peredaran darah uterus yang mengakibatkan jaringan otot
kurang zat yang diperlukan sehingga ukuran jaringan otot menjadi lebih
kecil (Hanifa, 2007).
 Ischemia yaitu kekurangan darah pada uterus yang menyebabkan atropi
pada jaringan otot uterus (Hanifa, 2007).
Involusi pada alat kandungan meliputi:
1) Uterus
Setelah plasenta lahir uterus merupakan alat yang keras, karena kontraksi
dan retraksi otot-ototnya. Perubahan uterus setelah melahirkan dapat dilihat
pada tabel dibawah ini.
Diameter Bekas
Berat Keadaan
Involusi TFU Melekat
Uterus Cervix
Plasenta

Setelah Lembek
Sepusat 1000 gr 12,5 cm
plasenta lahir

Pertengahan Dapat dilalui 2


1 minggu 500 gr 7,5 cm
pusat symphisis jari

Dapat dimasuki
2 minggu Tak teraba 350 gr 5 cm
1 jari

Sebesar hamil 2
6 minggu 50 gr 2,5 cm
minggu

8 minggu Normal 30 gr

(Hanifa, 2007).
2) Involusi tempat plasenta
Pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah
besar yang tersumbat oleh trombus. Luka bekas implantasi plasenta tidak
meninggalkan parut karena dilepaskan dari dasarnya dengan pertumbuhan
endometrium baru dibawah permukaan luka. Endometrium ini tumbuh dari
pinggir luka dan juga sisa-sisa kelenjar pada dasar luka (Hanifa, 2007).
3) Perubahan pembuluh darah rahim
Dalam kehamilan, uterus mempunyai banyak pembuluh darah yang besar,
tetapi karena setelah persalinan tidak diperlukan lagi peredaran darah yang
banyak maka arteri harus mengecil lagi dalam masa nifas (Hanifa, 2007).
4) Perubahan pada cervix dan vagina
Beberapa hari setelah persalinan ostium eksternum dapat dilalui oleh 2 jari,
pada akhir minggu pertama dapat dilalui oleh 1 jari saja. Karena hiperplasi
ini dan karena karena retraksi dari cervix, robekan cervix jadi sembuh.
Vagina yang sangat diregang waktu persalinan, lambat laun mencapai
ukuran yang normal. Pada minggu ke 3 post partum ruggae mulai nampak
kembali (Hanifa, 2007).
b. After pains/ Rasa sakit (meriang atau mules-mules)
disebabkan koktraksi rahim biasanya berlangsung 3 – 4 hari pasca persalinan.
Perlu diberikan pengertian pada ibu mengenai hal ini dan bila terlalu
mengganggu analgesik (Hanifa, 2007).
c. Lochea
Lochea adalah cairan yang dikeluarkan dari uterus melalui vagina dalam masa
nifas. Lochea bersifat alkalis, jumlahnya lebih banyak dari darah menstruasi.
Lochea ini berbau anyir dalam keadaan normal, tetapi tidak busuk.Pengeluaran
lochea dapat dibagi berdasarkan jumlah dan warnanya yaitu lochea rubra
berwarna merah dan hitam terdiri dari sel desidua, verniks kaseosa, rambut
lanugo, sisa mekonium, sisa darah dan keluar mulai hari pertama sampai hari
ketiga (Hanifa, 2007; Hacker, 2009).
1) Lochea rubra (cruenta)
Berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, vernik
caseosa, lanugo, mekonium. Selama 2 hari pasca persalinan.
2) Lochea sanguinolenta
Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, hari 3–7 pasca persalinan.
3) Lochea serosa
Berwarna kuning cairan tidak berdarah lagi. Pada hari ke 2–4 pasca
persalinan.
4) Lochea alba
Cairan putih setelah 2 minggu.
5) Lochea purulenta
Terjadi infeksi keluar cairan seperti nanah, berbau busuk.
6) Lacheostatis
Lochea tidak lancar keluarnya.
d. Dinding perut dan peritonium
Setelah persalinan dinding perut longgar karena diregang begitu lama, biasanya
akan pulih dalam 6 minggu. Ligamen fascia dan diafragma pelvis yang
meregang pada waktu partus setelah bayi lahir berangsur angsur mengecil dan
pulih kembali.Tidak jarang uterus jatuh ke belakang menjadi retrofleksi karena
ligamentum rotundum jadi kendor. Untuk memulihkan kembali sebaiknya
dengan latihan-latihan pasca persalinan (Hanifa, 2007).
e. Sistem Kardiovaskular
Selama kehamilan secara normal volume darah untuk mengakomodasi
penambahan aliran darah yang diperlukan oleh placenta dan pembuluh darah
uterus. Penurunan dari estrogen mengakibatkan diuresis yang menyebabkan
volume plasma menurun secara cepat pada kondisi normal. Keadaan ini terjadi
pada 24 sampai 48 jam pertama setelah kelahiran. Selama ini klien mengalami
sering kencing. Penurunan progesteron membantu mengurangi retensi cairan
sehubungan dengan penambahan vaskularisasi jaringan selama kehamilan
(Hanifa, 2007).
f. Ginjal
Aktifitas ginjal bertambah pada masa nifas karena reduksi dari volume darah
dan ekskresi produk sampah dari autolysis. Puncak dari aktifitas ini terjadi pada
hari pertama post partum (Suhermi, 2007).
g. Sistem Hormonal
1) Oxitoxin
Oxitoxin disekresi oleh kelenjar hipofise posterior dan bereaksi pada otot
uterus dan jaringan payudara. Selama kala tiga persalinan aksi oxytoxin
menyebabkan pelepasan plasenta. Setelah itu oxytoxin beraksi untuk
kestabilan kontraksi uterus, memperkecil bekas tempat perlekatan plasenta
dan mencegah perdarahan. Pada wanita yang memilih untuk menyusui
bayinya, isapan bayi menstimulasi ekskresi oxytoxin diamna keadaan ini
membantu kelanjutan involusi uterus dan pengeluaran susu. Setelah
placenta lahir, sirkulasi HCG, estrogen, progesteron dan hormon laktogen
placenta menurun cepat, keadaan ini menyebabkan perubahan fisiologis
pada ibu nifas (Hanifa, 2007).

2) Prolaktin
Penurunan estrogen menyebabkan prolaktin yang disekresi oleh glandula
hipofise anterior bereaksi pada alveolus payudara dan merangsang
produksi susu. Pada wanita yang menyusui kadar prolaktin terus tinggi dan
pengeluaran FSH di ovarium ditekan. Pada wanita yang tidak menyusui
kadar prolaktin turun pada hari ke 14 sampai 21 post partum dan penurunan
ini mengakibatkan FSH disekresi kelenjar hipofise anterior untuk bereaksi
pada ovarium yang menyebabkan pengeluaran estrogen dan progesteron
dalam kadar normal, perkembangan normal folikel de graaf, ovulasi dan
menstruasi ((Hanifa, 2007; Mitayani, 2009).
3) Laktasi
Laktasi dapat diartikan dengan pembentukan dan pengeluaran air susu ibu.
Air susu ibu ini merupakan makanan pokok, makanan yang terbaik dan
bersifat alamiah bagi bayi yang disediakan oleh ibu yamg baru saja
melahirkan bayi akan tersedia makanan bagi bayinya dan ibunya sendiri.
Selama kehamilan hormon estrogen dan progestron merangsang
pertumbuhan kelenjar susu sedangkan progesteron merangsang
pertumbuhan saluran kelenjar , kedua hormon ini mengerem LTH. Setelah
plasenta lahir maka LTH dengan bebas dapat merangsang laktasi (Hanifa,
2007).
Lobus prosterior hypofise mengeluarkan oxtoxin yang merangsang
pengeluaran air susu. Pengeluaran air susu adalah reflek yang ditimbulkan
oleh rangsangan penghisapan puting susu oleh bayi. Rangsang ini menuju
ke hypofise dan menghasilkan oxitocin yang menyebabkan buah dada
mengeluarkan air susunya (Suherni, 2007).
Pada hari ke 3 postpartum, buah dada menjadi besar, keras dan nyeri. Ini
menandai permulaan sekresi air susu, dan kalau areola mammae dipijat,
keluarlah cairan puting dari puting susu.Air susu ibu kurang lebih
mengandung Protein 1-2 %, lemak 3-5 %, gula 6,5-8 %, garam 0,1 – 0,2 %
(Hacker, 2009).
Hal yang mempengaruhi susunan air susu adalah diit, gerak badan.
Banyaknya air susu sangat tergantung pada banyaknya cairan serta
makanan yang dikonsumsi ibu (Hanifa, 2007).

h. Tanda-tanda vital
Perubahan tanda-tanda vital pada massa nifas meliputi:
Parameter Penemuan normal Penemuan abnormal
Tanda- Tekanan darah < 140 / 90 mmHg, Tekanan darah > 140 / 90
tanda vital mungkin bisa naik dari tingkat disaat mmHg
persalinan 1 – 3 hari post partum.
Suhu tubuh < 38 0 C
Denyut nadi: 60-100 X / menit Suhu > 380 C
Denyut nadi: > 100 X / menit
(Ambarwati, 2008).
Vital Sign sebelum kelahiran bayi :
Suhu :
 saat partus lebih 37,20C
 sesudah partus naik 0,50C
 12 jam pertama suhu kembali normal
Nadi :
 60 – 80 x/mnt
 ·Segera setelah partus bradikardi
Tekanan darah :TD meningkat karena upaya keletihan dan persalinan, hal ini
akan normal kembali dalam waktu 1 jam (Bahiyatun, 2009).
Vital sign setelah kelahiran anak :
1) Temperatur : Selama 24 jam pertama mungkin kenaikan menjadi 380C
(100,40F) disebabkan oleh efek dehidrasi dari persalinan.
2) Kerja otot yang berlebihan selama kala II dan fluktuasi hormon setelah
24 jam wanita keluar dari febris.
3) Nadi : Nadi panjang dengan stroke volume dan cardiacc output. Nadi naik
pada jam pertama. Dalam 8 – 10 minggu setelah kelahiran anak, harus
turun ke rata-rata sebelum hamil.
4) Pernapasan : Pernapasan akan jatuh ke keadaan normal wanita sebelum
persalinan.
5) Tekanan darah : Tekanan darah berubah rendah semua, ortistatik
hipotensi adalah indikasi merasa pusing atau pusingtiba-tiba setelah
terbangun, dapat terjadi 48 jam pertama (Bahiyatun, 2009).

Penyimpangan dari kondisi dan penyebab masalah :


1) Diagnosa sepsis puerpuralis adalah jika kenaikan pada maternal suhu
menjadi 380C
2) Kecepatan rata-rata nadi adalah satu yang bertambah mungkin indikasi
hipovolemik akibat perdarahan.
3) Hipoventilasi mungkin mengikuti keadaan luar biasanya karena tingginya
sub arachnoid (spinal) blok.
4) Tekanan darah rendah mungkin karena refleksi dari hipovolemik
sekunder dari perdarahan (Suhermi, 2007).

2. Perubahan Psikologi
Perubahan psikologi masa nifas terbagi menjadi dalam 3 tahap yaitu:
1. Periode Taking In
Periode ini terjadi setelah 1-2 hari dari persalinan. Dalam masa ini terjadi
interaksi dan kontak yang lama antara ayah, ibu dan bayi. Hal ini dapat
dikatakan sebagai psikis honey moon yang tidak memerlukan hal-hal
yang romantis, masing-masing saling memperhatikan bayinya dan
menciptakan hubungan yang baru.
2. Periode Taking Hold
Berlangsung pada hari ke – 3 sampai ke- 4 post partum. Ibu berusaha
bertanggung jawab terhadap bayinya dengan berusaha untuk menguasai
keterampilan perawatan bayi. Pada periode ini ibu berkosentrasi pada
pengontrolan fungsi tubuhnya, misalnya buang air kecil atau buang air
besar.
3. Periode Letting Go
Terjadi setelah ibu pulang ke rumah. Pada masa ini ibu mengambil
tanggung jawab terhadap bayi (Nirwana, 2011).
Baby Blues Syndrome
Pasca melahirkan adalah periode dimana ibu menjalani hari yang
melelahkan. Kelelahan ini terkait dengan keadaan sang bayi maupun perubahan
kondisi fisik dan psikis ibu, dan hal ini dapat memicu perasaan tertekan (stres).
Banyak ibu baru melahirkan mengalami depresi pasca persalinan atau lebih dikenal
sebagai baby blues syndrome (Murtiningsih, 2012).
Baby blues syndrome atau sering disebut juga dengan istilah maternity blues
atau post partum blues adalah gangguan emosi ringan yang biasanya terjadi dalam
kurun waktu 2 minggu atau 14 hari setelah ibu melahirkan. Banyak faktor yang bisa
menyebabkan baby blue syndrome, yaitu : dari ibu, bayi yang di lahirkan dan
lingkungan sekitar. Ketidakseimbangan hormonal, hormon thyroid, perubahan gaya
hidup juga dilaporkan sebagai faktor yang menyebabkan baby blue syndrome
(Nirwana, 2011).
Baby blues ditandai perasaan sedih, seperti menangis, perasaan kesepian
atu menolak bayi, cemas, bingung, lelah, merasa gagal dan tidak bisa tidur. Baby
blues relatif ringan dan biasanya berlangsung 2 minggu. Perbedaan dengan
syndrome of postpartum distress adalah pada frekuensi, intensitas dan lamanya
durasi gejala. Dalam postpartum depression, gejala yang lebih sering, lebih intens
dan lebih lama (Murtiningsih, 2012).
Seseorang terdiagnosis Baby Blues Syndrome apabila terlihat secara
psikologis kejiwaannya seperti di bawah ini.
a. Dipenuhi oleh perasaan kesedihan dan depresi disertai dengan menangis
tanpa sebab
b. Mudah kesal, gampang tersinggung dan tidak sabaran
c. Tidak memiliki tenaga atau sedikit saja
d. Cemas, merasa bersalah dan tidak berharga
e. Menjadi tidak tertarik dengan bayi anda atau menjadi terlalu memperhatikan
dan kuatir terhadap bayinya
f. Tidak percaya diri
g. Sulit beristirahat dengan tenang bias juga tidur lebih lama
h. Peningkatan berat badan yang disertai dengan makan berlebihan
i. Penurunan berat badan yang disertai tidak mau makan
j. Perasaan takut untuk menyakiti diri sendiri atau bayinya (Murtiningsih, 2012).

Jika pasien mengalaminya lebih dari 2 minggu, bisa jadi pasien mengalami
Post partum Depression. Apabila gejala diatas tidak disadari dan lama kelamaan
tekanan atau stres yang dirasakan semakin kuat atau semakin besar maka
penderita akan mengalami depresi pasca melahirkan yang berat (Nirwana, 2011).
Berikut adalah perbedaan gejala klinis dari Baby blue syndrome, Postpartum
Deppression dan Postpartum Psychotic

Tabel 1.1 Perbedaan Gejala Kinis dari Baby Blue Syndrome, Postpartum Deppression dan
Postpartum Psychotic
Baby Blue Syndrome Postpartum Deppression Postpartum Psychotic
 Terjadi pada 30-75% ibu  Terjadi pada 10-15% ibu  Terjadi pada 0,1-0,2%
melahirkan melahirkan ibu melahirkan
 Gangguan suasana hati  Gangguan suasana hati  Depresi dengan
& pikiran (Mood) & pikiran, dengan gangguan mood
 Munculnya rasa sedih perasaan tertekan yang  Khayalan yang kacau
 Murung, gelisah, tidak merata (bayi cacat/ meninggal,
nyaman  Mudah/sering menangis mengingkari kelahiran,
 Kebingungan yang  Hampir selalu sulit tidur menganggap dirinya
subjektif  Terjadi antara 3-6 bulan belum menikah,
 Menjadi mudah/ sering setelah melahirkan, perawan, terus
menangis biasanya 12 minggu menerus meragukan
 Kadang sulit tidur  Berlangsung selama keyakinan diri, mudah

 Terjadi 3-5 hari setelah beberapa bulan, bila terpengaruh,

melahirkan tidak mendapatkan memberontak)

 Berlangsung selama perawatan bisa  Mengeluh letih, tidak

beberapa hari sampai mencapai beberapa bisa tidur, gelisah,

beberapa minggu tahun menangis, emosi tidak

 Tanpa pemicu khusus  Pemicu utama terjadi terkendali, curiga,

 Tidak dipengaruhi bila tidak mendapatkan bingung, bukan dirinya

kondisi sosial budaya dukungan dari suami sendiri, kata-kata

dan tingkat ekonomi dan/atau anggota menyakitkan, obsesi


keluarga pada kesehatan bayi.
 Bisa terjadi pada orang
yang tidak pernah dan  Sangat dipengaruhi  Mengeluh tidak bisa

berasal dari anggota kondisi sosial budaya berdiri, tidak bisa

keluarganya yang tidak dan tingkat ekonomi berjalan/bergerak

pernah mengalami  Sangat erat  Terjadi beberapa hari,

penyimpangan mood hubungannya dengan rata-rata 2-3 minggu

 Tidak berpikir ingin pengalaman setelah kelahiran,

bunuh diri penyimpangan mood hampir selalu dalam


yang pernah/sedang kurun 8 minggu
 Jarang ada yang
berpikir ingin menyakiti dialami. Bisa terjadi  50% berasal dari

sang bayi pada ibu yang anggota keluarga yang pernah


keluarga lainnya pernah mengalami
 Hampir tidak pernah
mengalami penyimpangan mood
merasa bersalah dan
tidak berdaya. penyimpangan mood.  Ingin bunuh diri atau

 Bisa kembali normal  Kadang berpikir ingin membunuh sang bayi.


bunuh diri. Bisa merasa ada suara-
dengan sendirinya bila
suara yang
dukungan dan bantuan
anggota keluarga lain  Sering berpikir ingin menyuruhnya bunuh
bisa membuat sang ibu menyakiti sang bayi diri atau membunuh
baru tersebut tenang  Sering merasa sang bayi
berlebihan merasa  Dari populasi penderita,
bersalah dan tidak 5% bunuh diri, 4 %
berdaya membunuh bayinya,
 Perlu mendapatkan 67% mengalami
bantuan dan treatment kejadian kedua kali
penyimpangan
emosional (affective
disorder) sepanjang
tahun
 Proses kelahiran
menjadi salah satu
ketegangan yang
berkembang menjadi
penyimpangan mood
yang hebat
 Harus mendapatkan
bantuan, pengawasan
dan treatment

(Nirwana, 2011).

Tabel 1.2 Perbedaan antara Baby Blues Syndrome dengan Post Partum Depression
Karakteristik Baby Blues Syndrome Post Patum Depression
Insiden 30-75% pada ibu yang 10-15% pada ibu yang melahirkan
melahirkan
Onset 3-5 hari setelah melahirkan 3-6 bulan setelah melahirkan
Durasi Hari sampai minggu Minggu sampai bulanan jika tidak
mendapat perawatan
Stressor yang Tidak ada hubungan Ada terutama kurang nya
berhubungan dukungan
Pengaruh Sosial dan Tidak ada hubungan Ada hubungan yang kuat
Budaya
Riwayat Keluarga Tidak ada hubungan Ada hubungan yang kuat
Mood Disorder
Rasa Sedih ya ya
Mood Lability ya Sering pada awalnya kemudian
depresi secara bertahap
Anhedonia Tidak Sering
Gangguan tidur Kadang-kadang Sering
Keinginan untuk Tidak ada Kadang-kadang
bunuh diri
Keinginan untuk Jarang Sering
menyakiti bayi
Adanya Perasaan Tidak ada dan jika ada Sering dan biasanya berat
bersalah dan biasanya ringan
ketidakmampuan
(Murtiningsih, 2012).

E. INTERVENSI MASA NIFAS


Setelah melahirkan, ibu membutuhkan perawatan yang intensif untuk pemulihan
kondisinyasetelah proses persalinan yang melelahkan. Dimana perawatan post
partum meliputi:
1. Mobilisasi Dini
Karena lelah sehabis melahirkan, ibu harus istirahat tidur telentang selama 8
jam pasca persalinan. Kemudian boleh miring kekanan kekiri untuk
mencegah terjadinya trombosis dan trombo emboli. Pada hari kedua
diperbolehkan duduk, hari ketiga jalan-jalan dan hari keempat atau kelima
sudah diperbolehkan pulang. Mobilisasi diatas memiliki variasi tergantung
pada komplikasi persalinan, nifas dan sembuhnya luka-luka (Ambarwati,
2008).
Keuntungan dari mobilisasi dini adalah melancarkan pengeluaran lochia,
mengurangi infeksi purperium, mempercepat involusi alat kandungan,
melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat perkemihan, meningkatkan
kelancaran peredaran darah sehingga mempercepat fungsi ASI dan
pengeluaran sisa metabolisme (Ambarwati, 2008).
2. Rawat Gabung
Rawat gabung adalah suatu sistem perawatan ibu dan anak bersama-sama
pada tempat yang berdekatan sehingga memungkinkan sewaktu-waktu,
setiap saat ibu dapat menyusui anaknya. Rawat gabung adalah satu cara
perawatan dimana ibu dan bayi yang baru dilahirkan tidak dipisahkan,
melainkan ditempatkan dalam sebuah ruangan, kamar atau tempat bersama-
sama selama 24 jam penuh seharinya (Suherni, 2007).
Ada dua jenis rawat gabung :
a. RG kontinu : bayi tetap berada disamping ibu selama 24 jam
b. RG parsial : ibu dan bayi bersama - sama hanya dalam beberapa jam
seharinya. Misalnya pagi bersama ibu sementara malam hari dirawat di
kamar bayi. Rawat gabung parsial saat ini tidak dibenarkan dan tidak
dipakai lagi (Suherni, 2007).
Tujuan rawat gabung
a. Memberikan bantuan emosional
1) Ibu dapat memberikan kasi sayang sepenuhnya kepada bayi
2) Memberikan kesempatan kepada ibu dan keluarga untuk
mendapatkan pengalaman dalam merawat bayi
b. Penggunaan ASI
Agar bayi dapat sesegera mungkin mendapatkan kolostrum/ASI
Produksi ASI akan makin cepat dan banyak jika diberikan sesering
mungkin
c. Pencegahan infeksi
mencegah terjadinya infeksi silang
d. Pendidikan kesehatan
Dapat dimanfaatkan untuk memberikan pendidikan kesehatan pada ibu
e. Memberikan stimulasi mental dini tumbuh kembang pada bayi (Suherni,
2007).
Manfaat rawat gabung
a. Bagi ibu
1) Aspek psikologi
a) Antara ibu dan bayi akan segera terjalin proses lekat (early
infant-mother bonding) dan lebih akrab akibat sentuhan badan
antara ibu dan bayi
b) Dapat memberikan kesempatan pada ibu untuk belajar merawat
bayinya
c) Memberikan rasa percaya kepada ibu untuk merawat bayinya.
Ibu dapat memberikan ASI kapan saja bayi membutuhkan,
sehingga akan memberikan rasa kepuasan pada ibu bahwa ia
dapat berfungsi dengan baik sebagaimana seorang ibu
memenuhi kebituhan nutrisi bagi bayinya. Ibu juga akan merasa
sangat dibutuhkan oleh bayinya dan tidak dapat digantikan oleh
orang lain. Hal ini akan memperlancar produksi ASI (Suherni,
2007).
2) Aspek fisik
a) Involusi uteri akan terjadi dengan baik karena dengan menyusui
akan terjadi kontraksi rahim yang baik
b) Ibu dapat merawat sendiri bayinya sehingga dapat mempercepat
mobilisasi
b. Bagi bayi
1) Aspek psikologi
a) Sentuhan badan antara ibu dan bayi akan berpengaruh terhadap
perkembangan pskologi bayi selanjutnya, karena kehangatan
tubuh ibu merupakan stimulasi mental yang mutlak dibutuhkan
oleh bayi.
b) Bayi akan mendapatkan rasa aman dan terlindung, dan ini
merupakan dasar bagi terbentuknya rasa percaya pada diri anak
(Suherni, 2007).
2) Aspek fisik
a) Bayi segera mendapatkan colostrum atau ASI jolong yang dapat
memberikan kekebalan/antibodi
b) Bayi segera mendapatkan makanan sesuai pertumbuhannya
c) Kemungkinan terjadi infeksi nosokomial kecil
d) Bahaya aspirasi akibat susu botol dapat berkurang
e) Penyakit sariawan pada bayi dapat dihindari/dikurangi
f) Alergi terhadap susu buatan berkurang (Suherni, 2007).
Sasaran dan syarat
a. Bayi lahir dengan spontan, baik presentasi kepala atau bokong
b. Jika bayi lahir dengan tindakan maka rawat gabung dapat dilakukan
setelah bayi cukup sehat, reflek hisap baik, tidak ada tanda-tanda infeksi,
dsb.
c. Bayi yang lahir dengan Sectio Cesarea dengan anestesi umum, RG
dilakukan segera stelah ibu dan bayi sadar penuh (bayi tidak
ngantuk)misalnya 4-6 jam setelah operasi.
d. Bayi tidak asfiksia setelah 5 menit pertama (nilai apgar minimal 7)
e. Umur kehamilan 37 minggu atau lebih
f. Berat lahir 2000-2500 gram atau lebih
g. Tidak terdapat tanda-tanda infeksi intrapartum
h. Bayi dan ibu sehat (Suherni, 2007).
Kontra indikasi
Rawat gabung tidak dianjurkan pada keadaan :
a. Ibu
 Penyakit jantung derajat III
 Pasca eklamsi
 Penyakit infeksi akut, TBC
 Hepatitis, terinfeksi HIV, sitimegalovirus, herpes simplek
 Karsinoma payudara
b. Bayi
 Bayi kejang
 Sakit berat pada jantung
 Bayi yang memerlukan pengawasan intensif
 Catat bawaan sehingga tidak mampu menyusu (Suherni, 2007).
Persyaratan rawat gabung yang ideal
a. Bayi
 Ranjang bayi tersendiri yang mudah terjangkau dan dilihat oleh ibu
 Bagi yang memerlukan tersedia rak bayi
 Ukuran tempat tidur anak 40 x 60 cm
b. Ibu
 Ukuran tempat tidur 90 x 200 cm
 Tinggi 90 cm
c. Ruang
 Ukuran ruang untuk satu tempat tidur 1,5 x 3 m
 Ruang dekat dengan ruang petugas (bagi yang masih memerlukan
perawatan)
d. Sarana
 Lemari pakaian
 Tempat mandi bayi dan perlengkapannya
 Tempat cuci tangan ibu
 Setiap kamar mempunyai kamar mandi ibu sendiri
 Ada sarana penghubung
 Petunjuk/sarana perawatan payudara, bayi dan nifas, pemberian
makanan pada bayi dengan bahasa yang sederhana
 Perlengkapan perawatan bayi
e. Petugas
- Rasio petugas dengan pasien 1 : 6
- Mempunyai kemampuan dan ketrampilan dalam pelaksanaan RG
(Suherni, 2007).
Model pengaturan ruangan rawat gabung
a. Satu kamar dengan satu ibu dan anaknya
b. Empat sampai lima orang ibu dalam 1 kamar dengan bayi pada kamar
yang lain bersebelahan dan bayi dapat diambil tanpa ibu harus
meninggalkan tempat tidurnya
c. Beberapa ibu dalam 1 kamar dan bayi dipisahkan dalam 1 ruangan kaca
yang kedap udara
d. Model dimana ibu dan bayi tidur di atas tempat tidur yang sama
e. Bayi di tempat tidur yang letaknya disamping ibu (Suherni, 2007).
3. Pemeriksaan Umum
Pada ibu nifas pemeriksaan umum yang perlu dilakukan antara lain adalah
kesadaran penderita, keluhan yang terjadi setelah persalinan.
4. Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan khusus pada ibu nifas meliputi:
a. Fisik: tekanan darah, nadi dan suhu
b. Fundus uteri: tinggi fundus uteri, kontraksi uterus.
c. Payudara: puting susu, pembengkakan, pengeluaran ASI
d. Patrun lochia: Locia rubra, lochia sanginolenta, lochia serosa, lochia
alba
e. Luka jahitan episiotomi: Apakah baik atau terbuka, apakah ada tanda-
tanda infeksi (Mitayani, 2009).
5. Edukasi yang diberikan saat pulang adalah:
a. Diit
Masalah diit perlu diperhatikan karena dapat berpengaruh pada
pemulihan kesehatan ibu dan pengeluaran ASI. Makanan harus
mengandung gizi seimbang yaitu cukup kalori, protein, cairan, sayuran
dan buah-buahan (Mitayani, 2009).
b. Pakaian
Pakaian agak longgar terutama didaerah dada sehingga payudara tidak
tertekan. Daerah perut tidak perlu diikat terlalu kencang karena tidak akan
mempengaruhi involusi. Pakaian dalam sebaiknya yang menyerap,
sehingga lochia tidak menimbulkan iritasi pada daerah sekitarnya. Kasa
pembalut sebaiknya dibuang setiap saat terasa penuh dengan
lochia,saat buang air kecil ataupun setiap buang air besar (Mitayani,
2009).
c. Perawatan vulva
Pada tiap klien masa nifas dilakukan perawatan vulva dengan tujuan
untuk mencegah terjadinya infeksi di daerah vulva, perineum maupun
didalam uterus. Perawatan vulva dilakukan pada pagi dan sore hari
sebelum mandi, sesudah buang air kemih atau buang air besar dan bila
klien merasa tidak nyaman karena lochia berbau atau ada keluhan rasa
nyeri. Cara perawatan vulva adalah cuci tangan sebelum dan sesudah
melakukan perawatan luka, setelah BAK cebok ke arah depan dan
setelah BAB cebok kearah belakang, ganti pembalut stiap kali basah atau
setelah BAB atau BAK, setiap kali cebok memakai sabun dan luka bisa
diberi betadin (Mitayani, 2009).
d. Miksi
Kencing secara spontan sudah harus dapat dilakukan dalam 8 jam post
partum. Kadang kadang wanita sulit kencing, karena spincter uretra
mengalami tekanan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi musculus
spincter ani selama persalinan. Bila kandung kemih penuh dan wanita
sulit kencing sebaiknya dilakukan kateterisasi (Mitayani, 2009).
e. Defekasi
Buang air besar harus terjadi pada 2-3 hari post partum. Bila belum terjadi
dapat mengakibatkan obstipasi maka dapat diberikan obat laksans per
oral atau perektal atau bila belum berhasil lakukan klisma (Mitayani,
2009).
f. Perawatan Payudara
Perawatan payudara telah mulai sejak wanita hamil supaya puting susu
lemas, tidak keras dan kering, sebagai persiapan untuk menyusui
bayinya. Dianjurkan sekali supaya ibu mau menyusui bayinya karena
sangat berguna untuk kesehatan bayi.Dan segera setelah lahir ibu
sebaiknya menyusui bayinya karena dapat membantu proses involusi
serta colostrum yang berguna untuk kekebalan tubuh bayi (Mitayani,
2009).
g. Kembalinya Datang Bulan atau Menstruasi
Dengan memberi ASI kembalinya menstruasi sulit diperhitungkan dan
bersifat individu. Sebagian besar kembalinya menstruasi setelah 4-6
bulan (Mitayani, 2009).
h. Cuti Hamil dan Bersalin
Bagi wanita pekerja menurut undang-undang berhak mengambil cuti
hamil dan bersalin selama 3 bulan yaitu 1 bulan sebelum bersalin dan 2
bulan setelah melahirkan (Mitayani, 2009).
i. Mempersiapkan untuk Metode KB
Pemeriksaan post partum merupakan waktu yang tepat untuk
membicarakan metode KB untuk menjarangkan atau menghentikan
kehamilan. Oleh karena itu penggunaan metode KB dibutuhkan sebelum
haid pertama kembali untuk mencegah kehamilan baru. Pada umumnya
metode KB dapat dimulai 2 minggu setelah melahirkan (Mitayani, 2009)

F. SIBLING RIVALRY
1. Pengertian
Sibling rivalry adalah kompetisi antara saudara kandung untuk mendapatkan
cinta kasih, afeksi dan perhatian dari satu kedua orang tuanya, atau untuk
mendapatkan pengakuan atau suatu yang lebih. Sibling rivalry atau perselisihan
yang terjadi pada anak-anak tersebut adalah hal yang biasa bagi anak-anak usia
antara 5-11 tahun. Bahkan kurang dari 5 tahun pun sudah sangat mudah terjadi
sibling rivalry (Nirwana, 2011).
2. Penyebab
Menurut Hanifa (2007), banyak faktor yang menyebabkan sibling rivalry, antara
lain:
a. Masing-masing anak bersaing untuk menentukan pribadi mereka, sehingga
ingin menunjukkan pada saudara mereka.
b. Anak merasa kurang mendapatkan perhatian, disiplin dan mau
mendengarkan dari orang tua mereka.
c. Anak-anak merasa hubungan dengan orang tua mereka terancam oleh
kedatangan anggota keluarga baru/ bayi.
d. Tahap perkembangan anak baik fisik maupun emosi yang dapat
mempengaruhi proses kedewasaan dan perhatian terhadap satu sama lain.
e. Anak frustasi karena merasa lapar, bosan atau letih sehingga memulai
pertengkaran.
f. Kemungkinan, anak tidak tahu cara untuk mendapatkan perhatian atau
memulai permainan dengan saudara mereka.
g. Dinamika keluarga dalam memainkan peran.
h. Pemikiran orang tua tentang agresi dan pertengkaran anak yang berlebihan
dalam keluarga adalah normal.
i. Tidak memiliki waktu untuk berbagi, berkumpul bersama dengan anggota
keluarga.
j. Orang tua mengalami stres dalam menjalani kehidupannya.
k. Anak-anak mengalami stres dalam kehidupannya.
l. Cara orang tua memperlakukan anak dan menangani konflik yang terjadi
pada mereka (Hanifa, 2007).
3. Cara Mengatasi Sibling Rivalry
Beberapa hal yang perlu diperhatikan orang tua untuk mengatasi sibling rivalry,
sehingga anak dapat bergaul dengan baik, antara lain:
a. Tidak membandingkan antara anak satu sama lain.
b. Membiarkan anak menjadi diri pribadi mereka sendiri.
c. Menyukai bakat dan keberhasilan anak-anak Anda.
d. Membuat anak-anak mampu bekerja sama daripada bersaing antara satu
sama lain.
e. Memberikan perhatian setiap waktu atau pola lain ketika konflik biasa terjadi.
f. Mengajarkan anak-anak Anda cara-cara positif untuk mendapatkan
perhatian dari satu sama lain.
g. Bersikap adil sangat penting, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan anak.
Sehingga adil bagi anak satu dengan yang lain berbeda.
h. Merencanakan kegiatan keluarga yang menyenangkan bagi semua orang.
i. Meyakinkan setiap anak mendapatkan waktu yang cukup dan kebebasan
mereka sendiri.
j. Orang tua tidak perlu langsung campur tangan kecuali saat tanda-tanda akan
kekerasan fisik.
k. Orang tua harus dapat berperan memberikan otoritas kepada anak-anak,
bukan untuk anak-anak.
l. Orang tua dalam memisahkan anak-anak dari konflik tidak menyalahkan satu
sama lain.
m. Jangan memberi tuduhan tertentu tentang negatifnya sifat anak.
n. Kesabaran dan keuletan serta contoh-contoh yang baik dari perilaku orang
tua sehari-hari adalah cara pendidikan anak-anak untuk menghindari sibling
rivalry yang paling bagus (Schrader et al., 2012).
4. Peran Perawat
Peran perawat dalam mengatasi sibling rivalry, antara lain:
a. Membantu menciptakan terjadinya ikatan antara ibu dan bayi dalam jam
pertama pasca kelahiran.
b. Memberikan dorongan pada ibu dan keluarga untuk memberikan respon
positif tentang bayinya, baik melalui sikap maupun ucapan dan tindakan
(Mitayani, 2009).
ASUHAN KEPERAWATAN POST PARTUM FISIOLOGIS

 Pengkajian
- Biodata Klien
Biodata klien berisi tentang: Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Suku, Agama,
Alamat, No. Medical Record, Nama Suami, Umur, Pendidikan, Pekerjaan , Suku,
Agama, Alamat, Tanggal Pengkajian.
- Alasan masuk
Alasan yang membuat pasien datang dan ingin berobat, pada mastitis ibu ingin
memreriksakan payudaranya
- Keluhan Utama
Untuk mengetahui apa yang dirasakan pasien tersebut bisa memperberat keadaan klien
atau tidak
- Riwayat kesehatan sekarang dan lalu
- Riwayat Kesehatan Keluarga
- Riwayat perkawinan
Status perkawinan yang kurang jelas akan berkaitan dengan psikologisnya sehingga
akan mempengaruhi proses nifas
- Riwayat KB
Untuk mengetahui jenis KB yang pernah digunakan, dan lamanya berapa tahun
- Riwayat menstruasi
Untuk mengetahui tanggal haid normal terakhir, uraian haid normal terakhir, dan
pengalaman haid sebelumnya
- Riwayat kehamilan
Berapa kali ibu hamil, apa pernah abortus, jumlah anak, cara persalinan yang lalu,
penolong persalinan keadaan nifas lalu
- Riwayat persalinan
Ada kelainan atau tidak
- Riwayat nifas
Apakah pernah terdapat kelainan atau pada payudara berupa kaku payudara atau
puting susu lecet atau kemerahan, bila iya terjadi pada hari keberapa
- Pola Nutrisi dan cairan
sKaji tentang nafsu makan, jenisnya, ada pantangan atau tidak, bagi ibu nifas minum
3 liter/hari, 2 liter didapat dari air minum, dan 1 liter didapat dari kuah sayur dan buah
- Pola Eliminasi
BAB harus ada dalam 3 hari post partum
- Pola Istirahat
Istirahat yang cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan
- Personal hygiene
Untuk mencegah adanya infeksi
- Pola psikologis
Untuk mengetahui respon ibu terhadap bayinya
- Penggunaan obat-obatan/ rokok
Apakah ibu pernah mengkonsumsi rokok dan obat-obatan seama hamil
- Pemeriksaan Fisik
 TTV
 Kepala
 Wajah
Keadaan wajah pucat atau tidak, ada oedema/tidak dn eksema grividarum
 Mata
 Konjunctiva pucat/tidak, sklera kuning/tidak
 Hidung
 Telinga
 Payudara
Nyeri teka memerah atau tidak,
 Abdomen
Ada bekas luka /tidak, terdapat strie atau linia nigra atu tidak
 Vulva
Untuk mengetahui apakah ada luka perineum dan lochea sesuai dengan hari nifas
 Anus
 Ekstremitas
Ada oedema atau tidak
 Lochea
Warna dan baunya
- Pemeriksaan Laboratorium
- Darah : Hemoglobin dan Hematokrit 12-24 jam post partum (jika Hb < 10 g%
dibutuhkan suplemen FE), eritrosit, leukosit, Trombosit.
- Klien dengan Dower Kateter diperlukan culture urine.

 Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan integritas jaringan b.d. episiotomi, laserasi.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d. episiotomi.
3. Resiko tinggi infeksi b.d. gangguan integritas kulit.
4. Gangguan pola tidur b.d. ketidaknyamanan fisik, kebutuhan minum anak.
5. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. peningkatan kebutuhan untuk
menyusui.
6. Resiko tinggi gangguan eliminasi urine: retensi urine b.d. edema pemeal, trauma
perineal.
7. Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit b.d. kehilangan darah, penurunan
intake oral.
8. Cemas b.d. kurangnya pengetahuan tentang perawatan bayi/ibu, kondisi bayi/ibu.
9. Resiko tinggi perubahan ikatan/peran b.d. konflik tentang bayinya.

 Rencana Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d. episiotomi, laserasi.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam nyeri berkurang.
KH :
- Klien menyatakan nyeri berkurang dengan skala nyeri 3-4.
- Klien tampak rileks, ekspresi wajah tidak tegang, klien bisa tidur nyaman.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal: Suhu 36-37 °C, N 60-100 x/menit, R 16-24
x/menit, TD 120/80 mmHg.
Intervensi
- Tentukan adanya lokasi dan sifat serta skala nyeri.
- Inspeksi perbaikan perineum, dan episiotomi.
- Perhatikan adanya tanda REEDA.
- Ajarkan klien teknik relaksasi dan distraksi (teknik napas panjang dan dalam,
mengalihkan perhatian).
- Monitor tanda-tanda vital.

2 Gangguan Integritas Jaringan b.d. Episiotomi, Laserasi


Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, integritas jaringan
meningkat.
Kriteria Hasil :
- Luka episiotomi menunjukkan tanda penyembuhan sesuai proses (tahap-tahap
penyembuhan luka)
- Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi / tanda REEDA (-)
- Nyeri dapat ditoleransi.
Intervensi
- Monitor episiotomi akan kemerahan, edema, memar, hematoma, keutuhan
(sambungan dan pendarahan).
- Berikan kompres es, untuk menurunkan edema.
- Berikan penghangat (rendam pantat) 3-4 x/hari, setelah 24 jam untuk meningkatkan
vaskularisasi.
- Lakukan perawatan episiotomi setiap hari.
- Anjurkan klien untuk menjaga kebersihan dan terutama daerah genetalia.
3 Resiko tinggi infeksi b.d gangguan integritas kulit
Tujuan:
Tidak terjadi infeksi.
Kriteria Hasil:
- Luka bebas dari infeksi
- Tidak timbul tanda-tanda infeksi
- Tanda-tanda vital dalam batas normal
Intervensi:
- Kaji riwayat prenatal dan intranatal
- Kaji tanda-tanda vital lokasi dan kontraktilitas uterus
- Catat jumlah, warna, bau, dan konsistensi lochea
- Inspeksi sisi perbaikan episiotomi
- Monitor input dan output cairan
- Monitor tanda-tanda vital
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, 2008. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia.

Bahiyatun. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC.

Carpenito, L.J. 2000. Nursing Diagnosis : Application to Clinical Practice. Edisi VIII. USA:
Philadelphia, Lippincot Company.

Doenges, M.E. dan Moorhouse, M.F. 2001. Rencana Perawatan Maternal/ Bayi : Pedoman
untuk Perencanaan dan Dokumentasi Perawatan Klien, Edisi II. Jakarta: EGC.

Hacker, Moore. 2009. Esensial Obstetri dan Ginekologi Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Hanifa Wikyasastro. 2007. Ilmu Kebidanan, Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC.

Murtiningsih, Afin, 2012. Mengenal Baby Blues dan Pencegahannnya. Jakarta: Niaga
Swadaya.
Nirwana Ade B, 2011. Psikologi Ibu, Bayi dan Anak. Yogyakarta: Nuha Medika.
Schrader M, Jarrett BJ, Kilner RM. 2012. Sibling rivalry: training effects, emergence of
dominance and incomplete control. Proc Maternity Journal. 279(1743): 3727-35.
(Online) http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22719032. Diakses 23 Juli 2015
Pukul 05.45.
Suherni. 2007. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya

Anda mungkin juga menyukai