Gabungan EJ Dan Sintesis
Gabungan EJ Dan Sintesis
TUGAS KELOMPOK 4
DISUSUN OLEH :
i
PERTANYAAN :
Ringkasan :
Enviromental Justice (EJ) merupakan konsep keadilan yang termasuk dari
Hak Asasi Manusia mendapatkan kondisi lingkungan ideal. Konsep ini muncul akibat
kesenjangan kondisi lingkungan antar ras, bangsa, negara yang secara sengaja
diciptakan melalui kebijakan dan peraturan. Konsep EJ mempertimbangan aspek
keadilan secara : Prosedural (Keterlibatan), Subtantif (Lingkungan Ideal) dan
Distributi (Benefit yang merata).
Kesenjangan antara Negara Maju dan Berkembang berdasarkan konsep
EJ diketagorikan kedalam Ketidak-adilan Lingkungan (Enviromnental Injustice/EI).
Bukti ketidak-adilan sebagai contoh : Negara Maju didominasi oleh industri Tersier
yang bahan bakunya dipenuhi oleh industri primer. Industri primer merupakan ciri dari
negara berkembang. Bahan baku industri Primer diperoleh langsung dari alam secara
exploitasi, sehingga berdampak terhadap kerusakan lingkungan secara nyata
menurunkan kapasitas daya dukung. Produk Primer memiliki harga yang sangat
rendah dibandingkan industri Tersier dan cenderung dimonopoli. Sebaliknya, Pada
industri tersier sangat boros energi atau Metabolisme external tinggi, sehingga
menghasilkan emisi dan polusi yang tinggi. Fenomena ini memiliki banyak contoh
seperti Minyak Bumi, CPO Sawit, Kayu Gelondong, dan lain sebagainya.
Kondisi kesenjangan ini terjadi akibat penguasaan teknologi dan fasilitas
pendidikan oleh negara maju, sehingga menjadi kekuatan untuk menekan negara
berkembang melalui rekomendasi dan mazhab pembangunan yang harus diadopsi
oleh negara berkembang. Dampak buruk dari ketidakadilan ini menyebabkan
berbagai persoalan kesehatan masyarakat di negara berkembang sebagai contoh tingkat
kematian ibu dan anak yang tinggi, indek pembangunan manusia dan kebahagian
yang rendah di Negara berkembang.
Implikasi yang muncul akibat fenomena ini adalah munculnya berbagai
gerakan lingkungan dan perubahan paradigma pembangunan menjadi Sustainability
Development, Konsep Ecological Foot Print dan lain sebagainya. Untuk kasus di
Indonesia, Pemerintah harusnya melakukan penguasaan teknologi di bidang pertanian,
perkebunan, peternakan, perikanan dan kelautan serta energi. Optimalisasi bidang
tersebut dengan teknologi ramah lingkungan, akan meningkatkan kedaulatan negara.
Industri agrocomplect memiliki emisi yang sangat rendah dan demand paling tinggi
dibandingkan industri lainnya.
ii
Daftar isi
A. ENVIROMENTAL JUSTICE ......................................................................................... 1
B. KONDISI NEGARA MAJU DAN BERKEMBANG ..................................................... 4
C. IMPLIKASI ENVIRONMENTAL JUSTICE (EJ) NEGARA MAJU TERHADAP
NEGARA BERKEMBANG ........................................................................................... 10
D. PENUTUP ........................................................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 21
A. ENVIROMENTAL JUSTICE
Perkembangan paradigma Environmental Justice atau keadilan lingkungan telah
muncul akibat dari berkembangnya wacana tentang lingkungan. Perkembangan wacana
kesadaran akan lingkungan memunculkan suatu gerakan sosial dari masyarakat sebagai
dampak adanya ketidakadilan dalam masyarakat (Taylor, 2000). Selanjutnya Taylor
(2000), membagi garis besar isu keadilan lingkunan menjadi beberapa prinsip, yaitu :
1. Prinsip ekologis, meliputi (a) ecocentric dengan cara membangun kembali
saling ketergantungan spiritual untuk kesucian bumi (alam), Menegaskan
kesatuan ekologi dan saling ketergantungan dari semua spesies; (b) stewardship
(etika tanah), dengan cara etis penggunaan lahan dan sumber daya terbarukan
secara seimbang dan bertanggung jawab; (c) Mengurangi konsumsi, adanya
tanggung jawab dan komitmen pribadi untuk membuat pilihan mengkonsumsi
sesedikit mungkin isi sumber daya bumi dan menghasilkan limbah sesedikit
mungkin; (d) akses ke sumber daya alam dan menyediakan akses yang adil untuk
berbagai sumber daya pendidikan; dan (e) pendidikan lingkungan yang
menekankan isu-isu sosial saat ini dan generasi masa depan serta pendidikan
lingkungan berdasarkan apresiasi dan perspektif dari beragam budaya.
2. Prinsip keadilan, meliputi (a) ekuitas antar generasi dengan pembangunan
berkelanjutan bagi manusia dan makhluk hidup lainnya serta memprioritas ulang
terhadap gaya hidup kita untuk memastikan kelestarian alam bagi kepentingan
generasi masa depan; (b) Intragenerational ekuitas, melalui mengenali
kebutuhan untuk kebijakan ekologi perkotaan, membersihkan dan membangun
kembali kota‐kota yang mempertimbangkan keseimbangan dengan alam,
mengenali kebutuhan untuk kebijakan ekologi pedesaan dan membersihkan dan
membangun kembali daerah pedesaan dalam keseimbangan dengan alam; (c)
1
Hak, kebebasan, dan menghormati untuk terbebas dari kehancuran ekologi; (d)
Tindakan tegas ketidakadilan lingkungan yang merupakan pelanggaran hukum
internasional. (Deklarasi Universal HAM, Konvensi PBB tentang Genosida.
3. Prinsip otonomi, meliputi (a) adanya perjanjian dan kedaulatan; (b) penentuan
nasib sendiri dengan menegaskan hak politik, ekonomi, dan budaya; penentuan
nasib sendiri dari semua orang‐orang; serta penegasan kedaulatan rakyat
pribumi untuk menentukan nasib sendiri.
4. Budaya, yakni menghargai dan mengapresiasi budaya dan bahasa masing-
masing, menghormati integritas budaya dari semua komunitas, menghargai dan
mengapresiasi system kepercayaan masing--‐masing dalam memahami dunia
alam.
Kesadaran untuk Environmental Justice atau keadilan lingkungan telah tumbuh
baru-baru ini, tetapi masih sangat sedikit yang menjadi perhatian untuk
diimplementasikan terutama yang mengacu pada tuntutan gerakan sosial. Sebagian
pemahaman keadilan lingkungan masih mengacu pada masalah ekuitas, atau distribusi
penyakit dan manfaat lingkungan. Tapi mendefinisikan keadilan lingkungan sebagai
ekuitas tidak lengkap. Aktivis, masyarakat, dan organisasi non‐pemerintah (NGO)
meminta lebih dari sekedar distribusi.
Keadilan yang dituntut oleh keadilan lingkungan global mesti memenuhi tiga
unsur: ekuitas dalam distribusi dan risiko lingkungan, pengakuan keragaman dan
pengalaman masyarakatyang terkena dampak, dan partisipasi dalamp roses politik untuk
membuat dan mengelola kebijakan lingkungan. Dalam rangka mengembangkan teori
tentang hak keadilan, kita harus mengungkap selubung ketidaktahuan, tempatdimana
kita tidaktahu kekuatan dan kelemahan kita sendiri atau tempat kita sendiri dalam skema
sosial, menghadirkan gagasan peradilan yang adil yang disetujui semua orang yang
memiliki hak politik, dan distribusi yang harus menguntungkan semua orang sehingga
tidak terjadi ketimpangan ekonomi dan social di masyarakat (Schlosberg, D. 2004).
Keadilan lingkungan (EJ) adalah perlakuan yang adil dan keterlibatan yang
berarti dari semua orang tanpa memandang ras, warna kulit, asal kebangsaan, atau
penghasilan sehubungan dengan pengembangan, implementasi dan penegakan hukum,
peraturan dan kebijakan lingkungan. (United States Environmental Protection Agency).
Perlakuan yang adil berarti tidak ada kelompok orang yang harus menanggung bagian
2
yang tidak proporsional dari konsekuensi lingkungan negatif yang dihasilkan dari
operasi atau kebijakan industri, pemerintah dan komersial. Keterlibatan yang berarti:
1. Orang-orang memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam keputusan
tentang kegiatan yang dapat mempengaruhi lingkungan dan / atau kesehatan;
2. Kontribusi publik dapat mempengaruhi keputusan pengambil kebijakan;
3. Kepedulian masyarakat akan dipertimbangkan dalam proses pengambilan
keputusan; dan
4. Pengambil kebijakan akan mencari dan memfasilitasi keterlibatan mereka yang
berpotensi terkena dampak.
Beberapa ahli lain menyebut keadilan lingkungan sebagai pergerakan di lapisan
masyarakat bawah (grassroot) yang memperjuangkan perlakuan yang sama bagi
masyarakat tanpa memandang suku bangsa, budaya, sosial ekonomi, dalam hal
pembangunan, implementasi dan penegakan hukum, peraturan dan kebijakan.
Perlakuan adil berarti pula tidak boleh ada seorangpun atau kelompok tertentu yang
lebih dirugikan oleh suatu dampak lingkungan. Environmental Justice disebut juga
environmental equity yang diartikan sebagai hak untuk mendapatkan perlindungan dari
bahaya lingkungan secara adil bagi individu, kelompok, atau masyarakat tanpa
membedakan ras, bangsa, atau status ekonomi.
Berdasarkan definisinya, Environmental Justice mengandung tiga aspek sebagai
berikut:
1. Aspek keadilan prosedural: keterlibatan seluruh pihak (masyarakat) dalam arti
yang sebenarnya;
2. Aspek keadilan subtantif: hak untuk tinggal dan menikmati lingkungan yang
sehat dan bersih; dan
3. Aspek keadilan distributif: penyebaran yang merata dari keuntungan yang
diperoleh dari lingkungan.
Sebuah kondisi keadilan lingkungan terjadi ketika risiko lingkungan dan bahaya
serta investasi dan manfaat yang merata dengan berkurangnya diskriminasi, baik
langsung maupun tidak langsung pada setiap tingkat yurisdiksi, ketika akses ke investasi
lingkungan serta memanfaatkan sumber daya alam yang merata; serta ketika akses ke
informasi, partisipasi dalam pengambilan keputusan dan akses terhadap keadilan dalam
hal yang berhubungan dengan lingkungan yang dinikmati oleh semua.
3
Sebaliknya ketidakadilan lingkungan terjadi ketika ada anggota yang kurang
beruntung, etnis minoritas atau kelompok lain menderita secara tidak proporsional di
tingkat lokal, regional, atau tingkat nasional dari risiko lingkungan atau bahaya dan atau
menderita luar biasa akibat pelanggaran hak asasimanusia sebagai hasil dari factor
lingkungan, dan atau aksesnya ditolak untuk melakukan investasi lingkungan,
memanfaatkan sumber daya alam, dan atau tertolak aksesnya ke informasi, dan atau
partisipasi dalam pengambilan keputusan, dan atau akses terhadap keadilan dalam hal
yangberhubungan dengan lingkungan.
Di Indonesia hak atas lingkungan telah diadopsi diberbagai ketentuan
perundang-undangan baik konstitusi negara pasca amandemen maupun undang‐undang
negara. Dalam UUD1945 amandemen II Pasal 28H ayat (1) menyebutkan : ''Setiap
orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapat
lingkungan hidup yang baik dan sehat, berhak memperoleh pelayanan kesehatan''. Pasal
5 dan 8 UU No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup berbunyi :
''Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat''.
Bahkan dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga menyatakan hal
yang sama, yaitu pada Pasal 3 yang berbunyi ''Setiap orang mempunyai hak yang sama
atas lingkungan hidup yang baik dan sehat''.
4
Contoh negara berkembang yang akan disajikan di sini adalah india.
Dengan penduduk skitar 1.068.903.000 jiwa (2003) India merupakan negara yang
menempati urutan nomor 2 terpadat di dunia (nomor 1 adalah RRC). Tingkat
pertumbuhan penduduknya 2% per tahun. Jumlah penduduk sebesar itu menyebabkan
India sering mengalami kelaparan, terutama jika hujan datang terlambat sehingga
menyebabkan panen gagal. Pembangunan industri di India didukung oleh tenaga buruh
yang jumlahnya banyak, namun upahnya rendah sehingga kesejahteraan kaum buruh
India juga rendah.
Contoh negara maju yang akan disajikan di sini adalah Perancis. Perancis
termasuk negara tua di Eropa dan tergolong negara maju. Penyebaran penduduknya
tidak merata, (penduduk yang tinggal di kota ± 74,1%) dari total jumlah penduduk
seluruhnya (± 59.439.000 jiwa pada tahun 2005). Tingkat kepadatan penduduknya 103
orang per km², angka klahiran 14, dan angka kematian 10 per 1000 penduduk per tahun.
Pertambahan penduduknya rata-rata 0,4% per tahun. Perekonomian Perancis cukup
5
stabil dan tidak hanya didukung industri saja. Bidang-bidang lain yang turut berperan
memajukan negara adalah pertambangan, pertanian, dan perdagangan.
Tabel 2 Jenis-Jenis Industri Besar di Perancis
No Jenis Barang Industri Tempat Produksi
1 Pesawat terbang (sipil dan militer) Paris, Toukouse, Bordeaux, Nantes
2 Tekstil Longwy, Lille, Nancy, Strasbourg,
Charleville-Meziera
3 Bahan-bahan kimia Nancy, Marseille, Nantes, Paris, Rouen,
Ferrand, Lyon, Longwy, Charleville-
Meziera, Grenoble
4 Mesin dan persenjataan Ferrana, Lyon, Roanne, Nancy, Nancy,
Mulhouse, Paris, Denain, Longwy
5 Mobil Strasbourg, Paris, Lion
6 Rouaen, Marseille, Nantes, Bordeaux, Le
Kapal (sipil dan militer) Havre
7 Karet dan plastik Cleremont– Ferrand, Lyon, Paris, Rounne,
Mulhouse
8 Besi, baja, dan persenjataan Lecroust, Denain, Nancy, Longwy
Perdagangan di Perancis yang sangat ramai, tak lepas dari letak negara Perancis
yang diapit oleh Samudra Atlantik dan Laut Tengah. Pelabuhan-pelabuhan laut (Le
Havre, Rouen, dan Marseille) merupakan pelabuhan-pelabuhan laut yang ramai di
Eropa Barat. Ekspor Perancis ke negara-negara di seluruh dunia adalah: bahan-bahan
kimia, parfum, tekstil, mobil, persenjataan, kapal, pesawat trbang, anggur, perabot
rumah tangga, susu, dan daging. Impor Perancis dari berbagai negara meliputi minyak
tanah dan gas alam, lada, teh, kopi, dan kayu.
Berikut ini peta sebaran negara berdasarkan tingkat kesejahteraan
7
44% Amerika Serikat, 18% Indonesia
42% Norwegia 30% Pakistan
Beberapa ciri yang menandai sebuah negara dikatakan sebagai negara maju atau
berkembang adalah sebagai berikut. :
a. Pendapatan Per kapita Penduduk
Pendapatan per kapita/income per kapita penduduk pada hakikatnya mencerminkan
tingkat kemakmuran dan kemajuan suatu negara. Di negara-negara maju
pendapatan penduduk per kapita tinggi, sedangkan di negara berkembang
pendapatan per kapita penduduk lebih rendah daripada negara maju.
b. Pertumbuhan Penduduk
Pertumbuhan penduduk adalah suatu wilayah dapat diartikan sebagai bertambah
dan berkurangnya jumlah penduduk suatu wilayah disebabkan faktor-faktor
tertentu. Di negara maju umumnya pertumbuhan penduduk sangat kecil. Umumnya
orang tua hanya menginginkan jumlah anak sedikit (1 atau 2 anak aja), selain itu
angka kematian di negara maju lebih besar daripada angka kelahiran. Berkebalikan
di negara berkembang yang memiliki tingkat pertumbuhan penduduk
tinggi.Pertumbuhan penduduk yang tinggi memerlukan ketersediaan sumber daya
alam yang besar pula. Jika sumber daya alam dan jumlah penduduk tidak seimbang
maka yang terjadi adalah kehidupan penduduk yang kurang sejahtera. Inilah yang
terjadi di negara berkembang, bahkan negara miskin.
9
g. Penurunan Kesenjangan Hidup
Masalah kesejahteraan perekonomian suatu negara tidak saja dicapai dari aspek
tingginya kesejahteraan ekonomi, tetapi juga dibarengi dengan tingkat pemerataan
perekonomian tersebut. Di negara berkembang, tingkat perbedaan antara si kaya
dan si miskin sangat mencolok sekali. Negara-negara maju mampu mengurangi
jarak kesenjangan hidup warganya, artinya banyak orang kaya dan tidak terlalu
banyak warga yang miskin.
11
Gambar 3 : Seorang warga duduk didekat monument pompa angguk minyak tertua di
daerah Minas, Blok Rokan, Riau, Rabu (01/8/2018)
Sumber : https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-45043328
12
b. Tingkat Konsumsi Energi per kapita
Tingkat konsumsi per kapita dapat menunjukan jumlah materi/sumber daya alam
yang dikonsumsi oleh seluruh penduduk suatu negara. Selama pertumbuhan penduduk
dunia terus terjadi, kebutuhan manusia terhadap energi akan semakin meningkat.
Energi dibutuhkan untuk melakukan usaha-usaha dalam meningkatkan perekonomian
suatu negara dan memperoleh kualitas hidup masyarakat yang baik. Sejauh ini, sumber
utama energi yang digunakan oleh negara-negara di dunia adalah bahan bakar fosil.
Pada tahun 2014, tercatat bahwa bahan bakar fosil menyumbang 81 persen untuk
produksi energi dunia (World Bank, 2017). Gambar berikut ini menunjukkan tingkat
konsumsi energi yang bersumber dari bahan bakar fosil di setiap negara per satuan
kilogram bahan bakar fosil pada tahun 2014.
Berdasarkan peta pada Gambar 2, tingkat konsumsi energi yang lebih dari 5000
kilogram bahan bakar fosil didominasi oleh negara-negara maju, yaitu Amerika Serikat,
Kanada, Korea Selatan, Swedia dan Australia. Pada umumnya di negara maju, selain
digunakan untuk kebutuhan transportasi, energi yang bersumber dari bahan bakar fosil
paling banyak dikonsumsi untuk kebutuhan industri. Fakta-fakta menunjukkan bahwa
tingkat konsumsi energi di negara maju maupun negara berkembang akan sejalan
dengan jumlah penduduk di negara tersebut. Sebagai contoh, Amerika serikat yang
terdiri dari sekitar 4,5% penduduk dunia memiliki tingkat konsumsi energi sekitar 20%
dari total konsumsi energi dunia (World Population Balance, 2018). Namun, hal tersebut
nampaknya berbeda dengan Kanada. Pada tahun 2018, populasi penduduk Kanada
adalah 36 juta atau sekitar 0,4% penduduk dunia (Statcan, 2018). Berdasarkan peta pada
13
Gambar 2, konsumsi energi di Kanada melebihi 5000 kilogram bahan bakar fosil
ekuivalen. Jika dibandingkan dengan India yang memiliki 1,3 miliyar populasi
penduduk atau sekitar 17% dari total penduduk dunia, konsumsi energi di India masih
berada di antara 1.000-2.499 kilogram bahan bakar fosil ekuivalen (World Population
Clock, 2018). Hal tersebut menunjukkan bahwa industri memiliki tingkat konsumsi
energi yang lebih tinggi daripada energi yang dikonsumsi per penduduk di dalam negara
tersebut (misalnya kebutuhan rumah tangga dan transportasi). Di Kanada, energi yang
dikonsumsi pada sektor industri adalah 37,1% sedangkan yang digunakan untuk
kegiatan transportasi adalah 30,2% (Natural Resource Canada, 2016).
Pada umumnya negara maju sangat mengandalkan sektor industri dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakatnya. Pesatnya
pertumbuhan sektor industri di negara maju dapat menunjukkan tingginya tingkat
eksploitasi sumber daya alam di negara tersebut.
Selain itu sector energi, industri yang dijadikan sebagai sektor utama untuk
pertumbuhan ekonomi negara maju merupakan salah satu penyumbang emisi gas rumah
kaca. Perubahan iklim merupakan fenomena alam akibat terjadinya pemanasan global
suhu bumi yang dipicu meningkatkan gas rumah kaca (CO2, NO3, CHCl dan lain-lain)
berikut ini peta negara berdasarkan tingkat emisi CO2.
Gambar 4. Peta sebaran negara berdasarkan emisi CO2 pada tahun 2007
(www.eramuslim.com, 2009)
Tingkat emisi CO2 yang melebihi 500 ton CO2 didominasi oleh negara-negara
maju, yaitu Amerika Serikat, Kanada, Rusia, Jerman, Jepang, dan Korea Selatan. Tidak
14
dapat dipungkiri bahwa negara-negara tersebut memiliki kepentingan bahwa
pembangunan di negara mereka tidak dapat terlepas dari konsumsi energi dari sektor
kelistrikan, transportasi, dan industri. Ketidakadilan lingkungan (Environmental
Injustice) yang dapat ditunjukkan pada kesenjangan tingkat konsumsi energi antara
negara maju dan negara berkembang adalah pada saat negara maju mengedepankan
pembangunan pada sektor industri yang menyumbang emisi gas rumah kaca, negara
berkembang pun terkena dampak lingkungan dari aktivitas industri tersebut. Dampak
lingkungan global yang dirasakan oleh seluruh negara di dunia adalah peningkatan suhu
bumi dan perubahan iklim. Seperti yang disebutkan sebelumnya, aktivitas industri yang
tinggi di negara maju dapat menyebabkan penurunan kuantitas sumber daya alam di
negara tersebut. Akibatnya luasan sumber daya alam yang memiliki peran dalam
mengendalikan emisi gas rumah kaca semakin menipis. Berbeda halnya dengan
mayoritas negara berkembang, yang masih memiliki luasan sumber daya alam yang
lebih memadai untuk mengurangi emisi CO2. Meskipun hal tersebut terjadi, negara-
negara maju tetap memiliki tanggung jawab dalam menurunkan emisi gas rumah kaca
yang dihasilkan oleh negara tersebut.
Mekanisme pengurangan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh negara
maju pernah didiskusikan di dalam Konvensi Kerangka Kerjasama Persatuan Bangsa-
Bangsa mengenai Perubahan Iklim (UNFCCC-United Nations Framework Convention
on Climate Change) pada tahun 1992 di Rio de Janeiro, Brazil. Mekanisme tersebut
kemudian diratifikasi pada Conference of Parties-3 (COP-3) yang disebut dengan
Protokol Kyoto. Di dalam Protokol Kyoto disepakati bahwa seluruh negara ANNEX I
(negara-negara maju yang ditetapkan sebagai penyumbang emisi gas rumah kaca
terbesar) wajib menurunkan emisi GRK mereka rata-rata sebesar 5.2% dari tingkat
emisi tersebut di tahun 1990. Tahun 1990 ditetapkan dalam Protokol Kyoto sebagai
acuan dasar (baseline) untuk menghitung tingkat emisi GRK. Bagi negara NON
ANNEX I Protokol Kyoto tidak mewajibkan penurunan emisi GRK, tetapi mekanisme
partisipasi untuk penurunan emisi tersebut terdapat di dalamnya, prinsip tersebut dikenal
dengan istilah "tanggung jawab bersama dengan porsi yang berbeda" (common but
differentiated responsbility) (WWF, 2018).
15
1. Joint Implementation (JI), mekanisme yang memungkinkan negara-negara maju
untuk membangun proyek bersama yang dapat menghasilkan kredit penurunan atau
penyerapan emisi GRK.
2. Emission Trading (ET), mekanisme yang memungkinkan sebuah negara maju untuk
menjual kredit penurunan emisi GRK kepada negara maju lainnya. ET dapat
dimungkinkan ketika negara maju yang menjual kredit penurunan emisi GRK
memiliki kredit penurunan emisi GRK melebihi target negaranya.
3. Clean Development Mechanism (CDM), mekanisme yang memungkinkan negara
non-ANNEX I (negara-negara berkembang) untuk berperan aktif membantu
penurunan emisi GRK melalui proyek yang diimplementasikan oleh sebuah negara
maju. Nantinya kredit penurunan emisi GRK yang dihasilkan dari proyek tersebut
dapat dimiliki oleh negara maju tersebut. CDM juga bertujuan agar negara
berkembang dapat mendukung pembangunan berkelanjutan, selain itu CDM adalah
satu-satunya mekanisme di mana negara berkembang dapat berpartisipasi
dalam Protokol Kyoto.
Sejauh ini, ada negara maju yang berkomitmen dalam mengurangi emisi gas
rumah kaca tetapi ada pula negara maju yang kurang menunjukkan komitmennya.
Sebagai disparitas, kita bandingkan komitmen Kanada dan Swedia dalam menurunkan
emisi CO2 yang dihasilkan oleh negaranya. Menurut Kerr (2014), dalam periode 1990-
2009, kedua negara ini semakin terlihat disparitasnya dalam hal mengurangi emisi CO2.
Di dalam periode tersebut, Kanada cenderung mengalami peningkatan 20% emisi CO2,
sementara Swedia mengalami penurunan emisi CO2 sebesar 21%. Dalam hal carbon
footprint, Swedia menempati urutan ketiga di antara negara-negara OECD (Organisasi
untuk Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi). Sedangkan Kanada berada di urutan ke-
27. Data tersebut ditampilkan pada gambar berikut.
16
Gambar 5. Emisi Karbon per Kapita di antara Negara-negara OECD Tahun 2009
(Kerr, 2014)
Emisi karbon per kapita yang dihasilkan oleh Kanada melebihi 15% dan berada
di atas ambang rata-rata emisi yang dihasilkan oleh seluruh negara OECD. Sementara
Swedia berada di urutan ketiga dalam menunjukkan komitmennya mengurangi emisi
karbon, berada dua urutan di bawah Meksiko dan Turki. Keberhasilan Swedia dalam
mengurangi emisi CO2 terkait dengan kemajuan yang telah dilakukan dalam hal
mengurangi dampak lingkungan di empat aspek teknologi yaitu, telah mengurangi
ketergantungan bahan bakar fosil, intensitas karbon, kehilangan konversi, dan intensitas
energi. Di sisi lain, emisi Kanada terus meningkat, karena memiliki pertumbuhan
demografi dan ekonomi yang cepat, dan memiliki keberhasilan kontribusi yang berbeda
dengan empat aspek teknologi yang telah dicapai oleh Swedia (Kerr, 2014).
18
kebutuhan listriknya pun tinggi. Kondisi ini kontras dengan negara berkembang, di
mana banyak warganya belum menggunakan teknologi yang memerlukan penggunaan
sumberdaya alam tersebut. Yang menarik, tingkat hutang di negara maju justru tinggi.
Ini karena lebih banyak jumlah warga negara maju yang memiliki akses pembiayaan
dari perbankan. Sebaliknya, di negara berkembang masih banyak mereka yang kesulitan
mendapat pinjaman modal dari bank.
Instrumen lain yang digunakan untuk menentukan kemajuan negara adalah HDI
(Human Development Index). Komponen HDI atau dikenal dengan Indeks
Pembangunan Manusia merupakan komposit dari indikator angka harapan hidup saat
lahir (Life expectancy at birth), lama sekolah yang diharapkan (Expected years of
schooling), dan pendapatan nasional per kapita (Gross National Income per
Capita). Dengan nilai antara 0 hingga 1, semakin maju suatu negara, nilai HDI akan
semakin mendekati angka 1 (satu), demikian pula sebaliknya. Sebagai informasi,
sebagian besar negara maju meraih nilai HDI di atas 0,8. Negara-negara maju dengan
nilai HDI di atas 0,8 di antaranya terdapat Jerman (0,92), Perancis (0,89), Belanda
(0,92), Norwegia (0,94), Korea Selatan (0,89), Swedia (0,9), Australia (0,93), Kanada
(0,91), Finlandia (0,89), Islandia (0,92), Denmark (0,92), Switzerland (0,94)dan New
Zealand (0,91).
Tampaknya negara maju memang berpeluang membahagiakan warganya. Di
antara deretan negara dengan HDI di atas 0,8 tersebut, ada Norwegia, Denmark,
Islandia, Switzerland dan Finlandia yang termasuk 5 besar negara paling bahagia di
dunia. Membandingkan indikator HDI dengan indeks kebahagiaan, memang ada sudut
pandang berbeda pada keduanya dalam memandang keberhasilan
pembangunan. Penggunaan parameter lama sekolah memunculkan kritik terhadap HDI
yang tidak mengakomodasi kebebasan masing-masing warga dalam membuat berbagai
pilihan tentang pendidikan formal. Warga negara yang memilih untuk tidak menempuh
pendidikan tinggi, secara kasar jatuh pada kelompok sosial yang lebih rendah dibanding
mereka yang bersekolah lebih lama.
Juni 2016 menandai komitmen OECD (Organization for Economic Cooperation
and Development) untuk mendefinisikan ulang makna pertumbuhan ekonomi dengan
mengetengahkan kesejahteraan penduduk sebagai perhatian utama upaya pemerintah.
Demikian pula pemimpin UNDP dalam pidatonya menegaskan bahwa kualitas lebih
penting daripada pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Perhatian lebih pada kebahagiaan
19
haruslah menjadi bagian dari upaya bersama mewujudkan pembangunan manusia yang
berkelanjutan.
Mewujudkan warga bahagia tentu membutuhkan upaya keras semua pihak, baik
pemerintahan hingga masyarakatnya sendiri. Tidak hanya bertujuan meningkatkan citra
positif persepsi korupsi, mengingat aspek kebahagiaan mencakup berbagai aspek hingga
urusan perlindungan hak menjalankan pilihan. Kita sebagai warga masyarakat pun
punya peran dalam menyebarkan perasaan nyaman, dan peduli lewat kedermawanan
dan menciptakan perasaan positif itu dalam keseharian.
D. PENUTUP
a. Kesimpulan
Berdasakan uraian diatas, kami menyimpulkan bahwa kesenjangan antara
negara maju dan negara berkembang adalah bukti ketidak-adilan lingkungan yang
telah diciptakan secara sengaja oleh negara maju melalui berbagai skema
pembangunan ekonomi dan kebijakan lingkungan. Negara maju memiliki
penguasaan teknologi dan perkembangan ilmu yang cepat dibandingkan pada
negara berkembang, sehingga menjadi alat dogmatis untuk menekan kepada
negara berkembang melakukan ratifikasi kebijakan pembangunan.
b. Saran
Berdasarkan kajian tersebut, kami menyarankan untuk Bangsa kita sendiri
yaitu Indonesia harus melakukan peningkatan teknologi dan ilmu pada kekuatan
sumber daya alam yang ramah lingkungan. Satu-satunya sektor yang dapat
dikembangkan dan memilik dampak lingkungan paling ringan adalah sektor
Agrocomplek dan energi terbarukan. Produk agrokomplek dan energi merupakan
kebutuhan terbesar seluruh manusia dan memiliki emisi paling rendah.
20
DAFTAR PUSTAKA
Affan, Heyder. 2018. https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-45043328. 3 Agustus 2018.
Akses tanggal 28 September 2018 16:00 WIB.
Harususilo, Y. (2018). Ini Daftar 10 Universitas Terbaik Dunia 2018-2019. Retrieved
September 27, 2018, from https://edukasi.kompas.com/read/2018/06/25/13392391/ini-
daftar-10-universitas-terbaik-dunia-2018-2019
Kerr, D. 2014. Population Growth, Energy Use, and Environmental Impact : Comparing the
Canadian and Swedish Records on CO2 Emission. Canadian Studies on Population.
41:120-143.
Muchlis, Fuad dan Anuar Rasyid. 2014. Makalah Seminar TSH 2014 : Potret Keadilan
Lingkungan Dalam Kontestasi Ekonomi Politik (Kasus di Taman Nasional Bukit Dua
Belas Provinsi Jambi). http://skpm.ipb.ac.id/web/wp-content/uploads/2014/01/1.-
Makalah-Seminar-TSH-2014_Fuad-Muchlis Anuar.pdf. Akses tanggal 28 September
2018 14:00 WIB.
Natural Resource Canada. 2016. Additional Statistics on Energy.
https://www.nrcan.gc.ca/publications/statistics-facts/1239. Diakses pada 29 September
2018
Novitra, Riyan. 2018. https://bisnis.tempo.co/read/1118862/masyarakat-riau-tuntut-
pengelolaan-blok-rokan-70-persen. Senin, 20 Agustus 2018 16:22 WIB. Akses tanggal
28 September 2018 15:00 WIB.
Putri, W. (2013). Negara maju negara berkembang. Retrieved from
https://www.slideshare.net/wisdaap/negara-maju-negara-berkembang
Schlosber D, 2004. Reconceiving Environmental Justice: Global Movements And Political
Theories. Environmental Politics, Vol.13, No.3, Autumn 2004, pp.517 –540.ISSN0964--
‐4016 print/1744--‐8934 online DOI: 10.1080/0964401042000229025 #2004 Taylor &
Francis Ltd
Statcan. 2018. Quarterly Demographic Estimates. https://www150.statcan.gc.ca/n1/pub/91-
002-x/91-002-x2018002-eng.htm. Diakses pada 29 September 2018
Taylor D, 2000. The Rise of the EnvironmentalJustice Paradig Injustice Framing and the Social
Construction of Environmental Discourse. University of Michigan. American Behavioral
Scientist, Vol. 43 No. 4, January 2000 508--‐580 © 2000 Sage Publications, Inc
Utami, W. S., & Kurniawati, A. (2018). Pendalaman Materi Geografi (Negara Maju dan
Berkembang). Jakarata: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Riset
Teknologi dan Pendidikan Tinggi World Bank. 2017. WDI 2017 Maps.
https://data.worldbank.org/products/wdi-maps. Diakses tanggal 29 September 2018
World Population Balance. 2018. Population and Energy Consumption.
https://www.worldpopulationbalance.org/population_energy. Diakses pada 29 September
2018
World Population Clock. 2018. India Population Clock.
http://worldpopulationclock.info/india. Diakses pada 29 September 2018
www.eramuslim.com. (2009). Peta Emisi Negara Group 20. Retrieved September 27, 2018,
from https://www.eramuslim.com/berita/dunia-islam/peta-emisi-negara-group-20.htm
WWF. 2018. Sekilas Tentang Kyoto Protokol.
https://www.wwf.or.id/tentang_wwf/upaya_kami/iklim_dan_energi/solusikami/negotiati
on_kyoto_p.cfm. Diakses pada 30 September 2018
21