Anda di halaman 1dari 12

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL AKAR PURWOCENG

(Pimpinella pruatjan Molk.) SECARA KRONIK TERHADAP


KADAR UREUM DAN KREATININ
Studi pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Strain Wistar Jantan

Silvana Oktaviana1, Fitranto Arjadi2, Alfi Muntafiah3


1
Faculty of Medicine, Jenderal Soedirman University, Purwokerto, Central Java, Indonesia
2
Faculty of Medicine, Jenderal Soedirman University, Purwokerto, Central Java, Indonesia
3
Faculty of Medicine, Jenderal Soedirman University, Purwokerto, Central Java, Indonesia
E-mail : silvanaoktaviana9@gmail.com

ABSTRAK

Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.) adalah tanaman dengan efek afrodisiak.


Zat aktif yang dikandungnya berpotensi merusak ginjal. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui efek pemberian ekstrak etanol akar purwoceng secara kronik (3 bulan atau 90
hari) terhadap perubahan kadar ureum dan kreatinin hewan coba. Metode yang digunakan
yaitu eksperimental pre and post test with control group design dengan jumlah sampel
sebanyak 32 ekor Rattus norvegicus strain Wistar jantan yang dibagi secara acak menjadi 4
kelompok, yaitu A (kontrol), B (dosis 21 mg/kgBB/hari), C (dosis 42 mg/kgBB/hari) dan
D (dosis 84 mg/kgBB/hari). Kadar ureum darah diukur dengan metode Urease-GLDH (λ
340 nm) dan kreatinin darah dengan metode Jaffe (λ 492 nm). Terdapat peningkatan
signifikan (p<0,05; uji 2 sampel berpasangan) kadar ureum sebelum dan setelah perlakuan
pada kelompok B (20,72±8,63) mg/dL, C (22±14,45 mg/dL), D (36,86±9,87) mg/dL dan
kreatinin pada kelompok C (0,71±0,36) mg/dL. Terdapat perbedaan peningkatan kadar
ureum antarkelompok (p<0,05; Anova) dan perubahan kadar kreatinin antarkelompok
(p<0,05; Kruskal-Wallis). Hasil uji post-hoc menunjukkan perbedaan bermakna
antarkelompok (p<0,05) pada kadar ureum (kelompok B dengan A&D; C dengan D) dan
kreatinin (kelompok A dengan B&D; B dengan C&D; C dengan D). Terdapat pengaruh
pemberian ekstrak etanol akar purwoceng secara kronik terhadap kadar ureum dan
kreatinin darah pada tikus putih strain Wistar jantan.

Kata kunci: Purwoceng, uji toksisitas kronik, ureum, kreatinin


2

THE EFFECT OF CHRONIC ADMINISTRATION OF PURWOCENG ROOTS


ETHANOL EXTRACT (Pimpinella pruatjan Molk.)
TO UREA AND CREATININELEVELS
Study on the Male Albino Rat (Rattus norvegicus)

Silvana Oktaviana1, Fitranto Arjadi2, Alfi Muntafiah3


1
Faculty of Medicine, Jenderal Soedirman University, Purwokerto, Central Java, Indonesia
2
Faculty of Medicine, Jenderal Soedirman University, Purwokerto, Central Java, Indonesia
3
Faculty of Medicine, Jenderal Soedirman University, Purwokerto, Central Java, Indonesia
E-mail : silvanaoktaviana9@gmail.com

ABSTRACT

Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.) is a plant that has an aphrodisiac effect.


The active substances contained in purwoceng potentially leading to kidney damage. The
aim of this study was to analyze the effect of chronic (3 month or 90-day) administration of
purwoceng roots ethanol extract to the urea and creatinine levels of male albino rat. The
method was an exsperimental pre and post test with control group design, thirty two male
Rattus norvegicus strain Wistar, divided randomly into 4 groups, A (control), B (21
mg/kgBW/day), C (42 mg/kgBW/day) and D (84 mg/kgBW/day). Blood urea level was
analyzed using Urease-GLDH method (λ 340 nm), and blood creatinine level using Jaffe
method (λ 492 nm). There was a significant increase (p<0.05; 2 Related Sample Test) of
urea levels before and after treatment in group B (20.72±8.63) mg/dL, C (22±14.45
mg/dL), D 36,86±9,87) mg/dL and creatinine in group C (0.71±0.36) mg/dL. There were
differences between groups in elevated levels of urea (p <0.05; Anova) and changes levels
of creatinine (p<0.05; Kruskal-Wallis). Post-hoc test showed significant differences
between groups (p<0.05) at urea level (group B with A&D; C with D) and creatinine level
(group A with B&D; B with C&D; C with D). There was an effect of chronic
administration of purwoceng roots ethanol extract (pimpinella pruatjan molk.) to blood
urea and creatinine levels of male Rattus norvegicus strain Wistar.

Keywords: Purwoceng, chronic toxicity test, urea, creatinine


3

PENDAHULUAN
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati berupa tumbuh-tumbuhan yang banyak
dimanfaatkan dalam bidang pengobatan tradisional dan sering dikenal oleh masyarakat
dengan istilah “jamu”, salah satunya adalah purwoceng5. Purwoceng dipercaya dapat
meningkatkan vitalitas pria18. Akar merupakan bagian yang lazim digunakan17. Senyawa
penting yang terkandung pada akar purwoceng, antara lain flavonoid, tanin, kumarin,
saponin, sterol, alkaloid, oligosakarida, eurikomalakton dan amarolinda. Senyawa tersebut
berperan penting sebagai agen afrodisiak dan androgenik, serta menghasilkan sisa
metabolit yang bersifat racun bagi tubuh4,14. Salah satu organ yang cukup rentan untuk
mengalami kerusakan adalah ginjal. Hal ini dikarenakan fungsinya sebagai alat ekskresi
utama tubuh10. Gangguan pada ginjal dapat mengakibatkan peningkatan kadar ureum dan
kreatinin dalam darah7.
Keamanan dalam penggunaan obat dapat dilihat dengan melakukan uji toksisitas16.
Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan uji toksisitas akut dan subkronik. Adapun
untuk uji toksisitas secara kronik sampai saat ini belum pernah dilakukan. Uji toksisitas
kronik bertujuan untuk mendeteksi efek toksik yang belum muncul pada fase-fase
sebelumnya1. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian uji toksisitas
kronik untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol akar purwoceng (Pimpinella
pruatjan Molk.) terhadap kadar ureum dan kreatinin tikus putih (Rattus norvegicus) strain
Wistar jantan.

METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian eksperimental dengan
pre and post test with control group design. Pemilihan hewan coba disesuaikan dengan
kriteria inklusi dan eksklusi. Seluruh hewan coba dikelompokkan secara acak dengan
menggunakan metode Complete Randomized Design (CRD) menjadi empat kelompok,
yaitu kelompok A (kontrol), B, C dan D dengan masing-masing kelompok berisi delapan
ekor tikus. Aklimatisasi dilakukan selama tujuh hari. Nutrisi yang diberikan pada hewan
coba adalah pelet AD-II® dan aquades yang diberikan secara ad libitum.
Peneliti memberikan intervensi berulang secara peroral menggunakan sonde
lambung setiap harinya selama 3 bulan atau 90 hari mengacu pada panduan OECD (2008).
Pengamatan setiap hari terkait morbiditas dan mortalitas, serta pengamatan terkait berat
badan tikus dan konsumsi makanan serta air minum. Pada akhir percobaan dilakukan
penimbangan, kemudian dilakukan terminasi hewan coba.
4

Berikut adalah penjelasan perlakuan yang diberikan kepada masing-masing


kelompok:
1. Kelompok A, pemberian akuades per oral sebanyak 1-2 mL/ 100 mgBB dan CMC 1%.
2. Kelompok B, pemberian ekstrak etanol akar purwoceng per oral dengan dosis 21
mg/kgBB/hari dan CMC 1%.
3. Kelompok C, pemberian ekstrak etanol akar purwoceng per oral dengan dosis 42
mg/kgBB/hari dan CMC 1%.
4. Kelompok D, pemberian ekstrak etanol akar purwoceng per oral dengan dosis 84
mg/kgBB/hari dan CMC 1%.
Pemeriksaan ureum menggunakan metode urease-GLDH dan pemeriksaan
kreatinin menggunakan metode Jaffe. Pemeriksaan bertempat di Laboratorium Patologi
Klinik, Fakultas Kedokteran, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Kadar ureum
dan kreatinin darah diukur dengan metode kolorimetri menggunakan analyzer kimiawi.
Analisis univariat meliputi mean, median, modus dan standar deviasi untuk
mengetahui distribusi data. Uji bivariat menggunakan 2 uji yaitu uji 2 sampel berpasangan
dan uji K-independen sampel. Uji normalitas data hasil penelitian diuji berdasarkan metode
uji Saphiro-Wilk. Variansi data hasil penelitian diuji dengan metode Levene-test. Data
dianalisis menggunakan uji 2 sampel berpasangan dengan menggunakan data rerata kadar
ureum dan kreatinin sebelum (pretest) dan sesudah (posttest) perlakuan, sedangkan pada
uji K-independen sampel menggunakan data beda rerata kadar ureum dan kreatinin
sebelum dan sesudah perlakuan, serta dilanjutkan uji post-hocnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
Pengamatan dilakukan setiap hari dan memberikan hasil bahwa jumlah hewan coba
yang mati sebanyak 4 ekor tikus. Hewan coba yang mati terutama pada saat masa
aklimatisasi dan setelah pengambilan darah prestest, namun sebelum perlakuan.
Pengukuran berat badan tikus dilakukan setiap bulan. Adapun karakteristik berat badan
hewan coba dijelaskan pada Gambar 1.
5

Rerata Berat Badan Hewan Coba


300

250
Berat Badan (g)
200
Kelompok A
150 Kelompok B
Kelompok C
100
Kelompok D
50

0
Preperlakuan Bulan I Bulan II Bulan III
Gambar 1. Rerata Berat Badan Hewan Coba Selama Perlakuan
(Sumber: Data Primer Penelitian)

Berdasarkan hasil pengamatan berat badan hewan coba sebelum perlakuan dan setiap
bulan selama penelitian, didapatkan bahwa kelompok hewan coba mengalami perubahan
rerata berat badan yang meningkat. Berat badan hewan coba sebelum penelitian berada
dalam rentang 100-150 gram (Gambar 1). Adapun untuk hasil analisis data kadar ureum
dan kreatinin, didapatkan hasil seperti pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Rerata Kadar Ureum Hewan Coba


Uji 2 Sampel
Ureum Min. Maks. Median Rerata ΔRerata±SD
Berpasangan
Kelompok A
(n=7)
Sebelum 6 55 9 21,57
35,86±16,81 p=0,018
Sesudah 42 69 62 57,43
Kelompok B
(n=7)
Sebelum 9 34 13 19.71
20,72±8,63 p=0,018
Sesudah 20 57 43 40.43
Kelompok C
(n=7)
Sebelum 6 12 9 8,71
22±14,45 p=0,007
Sesudah 12 56 28 30,71
Kelompok D
(n=7)
Sebelum 11 20 14 14,43
36,86±9,87 p=0,000
Sesudah 33 72 52 51,29
Keterangan: Kelompok A (kontrol); kelompok B (CMC 1%+ekstrak dosis 21 mg/kgBB/hari), kelompok C
(CMC 1%+ekstrak dosis 42 mg/kgBB/hari) dan kelompok D (CMC 1%+ekstrak dosis 84 mg/kgBB/hari)
(Sumber: Data Primer Penelitian)

Tabel 1. menunjukkan hasil analisis univariat dan bivariat, berupa uji hubungan 2
sampel berpasangan. Uji 2 sampel berpasangan bertujuan untuk mengetahui kebermaknaan
perbedaan kadar ureum sebelum dan sesudah perlakuan pada masing-masing kelompok.
6

Pada penelitian ini, didapatkan hasil nilai signifikansi p<0,05 dan beda rerata positif pada
semua kelompok sehingga dapat disimpulkan terdapat peningkatan kadar ureum yang
signifikan sebelum dan sesudah perlakuan pada semua kelompok.

Tabel 2. Rerata Kadar Kreatinin Hewan Coba


Uji 2 Sampel
Kreatinin Min. Maks. Median Rerata ΔRerata±SD
Berpasangan
Kelompok A
(n=7)
Sebelum 1 2.6 1.8 1,83
0,65±0,27 p=0,001
Sesudah 1,8 2.99 2.6 2,48
Kelompok B
(n=7)
Sebelum 1,8 2,41 2,2 2,15
-0,08±0,15 p=0,175
Sesudah 1,79 2,41 2 2,06
Kelompok C
(n=7)
Sebelum 1,6 2 1,8 1,83
0,71±0,36 p=0,018
Sesudah 2,2 3,2 2,2 2,54
Kelompok D
(n=7)
Sebelum 1,6 2,41 1,8 1,97
0,17±0,24 p=0,115
Sesudah 1,61 2,59 2,2 2,14
Keterangan: Kelompok A (kontrol); kelompok B (CMC 1%+ekstrak dosis 21 mg/kgBB/hari), kelompok C
(CMC 1%+ekstrak dosis 42 mg/kgBB/hari) dan kelompok D (CMC 1%+ekstrak dosis 84
mg/kgBB/hari) (Sumber: Data Primer Penelitian)

Tabel 2. menunjukkan beda rerata kadar kreatinin hewan coba sebelum dan sesudah
perlakuan. Peningkatan signifikan kadar kreatinin terjadi pada kelompok A dan C (p<0,05)
dan tidak signifikan pada kelompok D (p>0,05), sedangkan pada kelompok B terjadi
penurunan kadar kreatinin yang tidak signifikan (p>0,05). Adapun untuk untuk mengetahui
ada atau tidaknya perbedaan data beda rerata antarkelompok percobaan, maka dilakukan
uji K-independen dan post-hocnya. Berikut hasilnya ditampilkan pada Gambar 2 dan 3.

ΔRerata Kadar Ureum Hewan Coba


40
ΔKadar Ureum (mg/dL)

35
35,86±16,81 36,86±9,87
30
25 ** ΔRerata
*
20
20,72±8,63 22±14,45
15
10
5
0
Kelompok A Kelompok B Kelompok C Kelompok D

Gambar 2. ΔRerata Kadar Ureum Hewan Coba Sebelum dan Sesudah Perlakuan
Keterangan: * Kelompok B berbeda bermakna dengan kelompok A dan D, ** Kelompok C berbeda
bermakna dengan kelompok D (Sumber: Data Primer Penelitian)
7

Gambar 2. menunjukkan hasil uji K-indenpenden dan post-hocnya. Data beda rerata
kadar ureum sebelum dan setelah perlakuan terdistribusi normal (p>0,05; Saphiro-Wilk
test) dan homogen (p>0,05; Levene test) pada semua kelompok. Analisis data dilanjutkan
dengan uji One-Way ANOVA, yang menghasilkan nilai p=0,036 (p<0,05) pada kadar
ureum, sehingga dapat diinterpretasikan terdapat perbedaan bermakna secara stastistik
pada minimal 2 kelompok data kadar ureum. Uji One-way ANOVA dilanjutkan dengan
melakukan uji post-hoc LSD untuk mengetahui kelompok manakah yang memiliki
perbedaan signifikan. Hasil dari uji post-hoc LSD, didapatkan hasil p=0,034 pada
kelompok A dengan B, p=0,025 pada kelompok B dengan D dan p=0,037 pada kelompok
C dengan D, sehingga dapat diinterpretasikan bahwa secara statistik, terdapat perbedaan
yang bermakna (p<0,05) pada kadar ureum kelompok B dengan A&D dan C dengan D.

ΔRerata Kadar Kreatinin Hewan Coba


0,8 ***
ΔKadar Kreatinin (mg/dL)

0,7 * *
0,6 0,71±0,36
0,65±0,27 Δrerata
0,5
0,4
0,3
0,2 **
0,1 - 0,08±0,15 0,17±0,24
0
Kelompok A Kelompok B Kelompok C Kelompok D
Gambar 3. ΔRerata Kadar Kreatinin Hewan Coba Sebelum dan Sesudah Perlakuan
Keterangan: * Kelompok A berbeda bermakna dengan kelompok B dan D, ** Kelompok B
berbeda bermakna dengan kelompok C dan D dan *** Kelompok C berbeda bermakna dengan
kelompok D (Sumber: data primer penelitian)

Gambar 3. menunjukkan hasil uji K-indenpenden dan post-hocnya. Data beda


rerata kadar kreatinin sebelum dan setelah perlakuan tidak terdistribusi normal pada salah
satu kelompok (p<0,05), kemudian dilakukan tranformasi data, namun data tetap tidak
terdistribusi normal. Oleh karena itu, data dilakukan uji nonparametrik Kruskal-Wallis dan
didapatkan hasil p=0,000 (p<0,05). Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan terdapat
perbedaan bermakna secara stastistik pada minimal 2 kelompok data kadar kreatinin. Uji
Kruskal-Wallis kemudian dilanjutkan uji post-hoc Mann-Whitney dan didapatkan hasil
p=0,002 pada kelompok A dengan B, p=0,003 pada kelompok A dengan D, p=0,002 pada
kelompok B dengan C, p=0,039 pada kelompok B dengan D, dan p=0,002 pada kelompok
C dengan D. Maka dapat disimpulkan bahwa secara statistik terdapat perbedaan yang
8

bermakna (p<0,05) pada kadar kreatinin kelompok A dengan B&D, B dengan C&D, dan C
dengan D.

Pembahasan
Ginjal merupakan organ yang berfungsi mengekskresikan zat-zat sisa metabolisme
tubuh. Oleh karena itu, ginjal merupakan organ yang paling rentan terhadap efek toksisitas
dari zat yang dimetabolisme tubuh11. Fungsi ginjal biasanya dinilai dari kadar kreatinin,
ureum dan hasil analisa urin. Kreatinin adalah hasil produk akhir kreatin. Ureum adalah
hasil metabolisme protein dalam tubuh. Kedua zat ini dikeluarkan dari tubuh melalui
ginjal. Bila terjadi gangguan atau kerusakan pada ginjal, kadar zat ini dapat meningkat di
dalam darah13.
Ekstrak etanol akar purwoceng mengandung senyawa toksik. Kandungan senyawa
terbanyak pada akar purwoceng yaitu alkaloid dan flavonoid2. Alkaloid memiliki efek
nefrotoksik, terutama senyawa turunan alkaloid berberine. Senyawa alkaloid berberine
dalam purwoceng diketahui mampu menginduksi apoptosis sel yang menyebabkan
ketidakmampuan sel mempertahankan fungsi normalnya23.
Senyawa flavonoid merupakan senyawa yang bersifat nefrotoksik. Zat aktif ini
diketahui mampu menghambat sintesis prostaglandin yang memiliki efek proteksi ginjal.
Prostaglandin memiliki fungsi modulator tonus vaskular dan mempertahankan homeostasis
pada ginjal. Terhambatnya prostaglandin dapat menyebabkan gangguan hemodinamik
ginjal22. Oleh karena itu, senyawa ini mampu menurunkan kerja ginjal sehingga pada
akhirnya dapat menginduksi terjadinya gagal ginjal akut. Pada pemberian ekstrak etanol
akar purwoceng secara subkronik (28 hari), didapatkan hasil bahwa terdapat peningkatan
kadar ureum dan kreatinin tikus putih strain Wistar yang signifikan15. Hal ini membuktikan
bahwa ureum dan kreatinin akan meningkat setelah fase subkronik dan senyawa tersebut
dapat digunakan sebagai biomarker kerusakan ginjal.
Kadar ureum pada penelitian ini mengalami peningkatan. Hal ini bisa terlihat dari
nilai beda rerata kadar ureum sebelum dan sesudah penelitian yang positif. Beda rerata
perubahan kadar ureum tertinggi terdapat pada kelompok D, yaitu dengan beda rerata
sebelum dan sesudah perlakuan sebesar 36,86 mg/dL. Kelompok D merupakan kelompok
yang mendapatkan perlakuan pemberian ekstrak akar purwoceng dengan dosis tertinggi,
yaitu 84mg/KgBB/hari, sedangkan beda rerata perubahan kadar ureum terendah adalah
pada kelompok B yaitu sebesar 20,72 mg/dL. Kelompok B merupakan kelompok yang
mendapatkan perlakuan pemberian ekstrak akar purwoceng dengan dosis terendah yaitu
9

21mg/KgBB/hari. Adapun beda rerata perubahan kadar ureum kelompok kontrol A adalah
35,86 mg/dL. Urutan kelompok dengan beda rerata perubahan kadar ureum tertinggi
hingga terendah adalah kelompok D, A, C dan B. Tingginya ureum pada kelompok kontrol
(A) kemungkinan disebabkan karena variasi genetik dari hewan coba, pemberian pakan
dengan kadar protein yang tinggi dan faktor lainnya19.
Protein yang dimakan akan mempengaruhi distribusi asam amino di dalam darah
sehingga mempengaruhi kadar ureum plasma8. Pakan ideal untuk tikus yang sedang
tumbuh harus memenuhi kebutuhan zat makanan antara lain protein 12%, lemak 5%, serat
kasar kira-kira 5% dan harus cukup mengandung vitamin A, vitamin D, asam linoleat,
tiamin, riboflavin, pantotenat, vitamin B12, biotin, piridoksin dan kolin, serta mineral-
mineral tertentu. Adapun kadar protein pada pakan hewan coba penelitian ini yaitu 15%21.
Pada kelompok kontrol, tidak hanya mengalami peningkatan kadar ureum, melainkan
juga mengalami peningkatan kadar kreatinin. Hal ini kemungkinan karena faktor stres. Hal
ini dikarenakan faktor stres dapat meningkatan impuls simpatis yang dapat menyebabkan
konstriksi arteriol aferen. Hal tersebut dapat menurunkan aliran darah ke dalam
glomerulus, sehingga akan menurunkan GFR. Faktor pencetus stres dalam penelitian ini,
yaitu karena dilakukan pengambilan data pretest melalui sinus orbitalis hewan coba9.
Pada penelitian ini, kadar ureum kelompok yang diberi ekstrak etanol akar purwoceng
dosis 21 mg/kgBB/hari dan 42 mg/kgBB/hari mengalami peningkatan, namun lebih rendah
dibandingkan kelompok kontrol. Hal tersebut dapat dijelaskan melalui mekanisme yang
disebut sebagai sindrom hepatorenal. Pada sindrom ini diawali terjadinya kerusakan pada
hepar yang akan menyebabkan hipertensi portal dan selanjutnya terjadi vasokontriksi
pembuluh darah, serta penurunan laju filtrasi glomerulus. Apabila hal ini berlanjut secara
terus-menerus, maka akan memicu kerusakan pada ginjal. Kerusakan pada hepar juga akan
menyebabkan sintesis ureum menurun, namun karena terjadi kerusakan pada ginjal juga,
maka zat-zat sisa metabolisme seperti ureum akan sulit diekskresikan ke luar tubuh. Hal ini
akan menyebabkan seolah-olah kenaikan kadar ureum darah3,12.
Adapun pemberian ekstrak etanol akar purwoceng terhadap kadar kreatinin yaitu
memberikan pengaruh berupa penurunan kadar kreatinin, namun tidak signifikan pada
kelompok yang diberi ekstrak etanol akar purwoceng 21 mg/kgBB/hari. Penurunan yang
tidak signifikan pada kelompok ini mungkin dipengaruhi oleh proses inflamasi pada organ
hepar. Hal ini dikarenakan pada pemberian ekstrak etanol dosis rendah secara kronik dapat
menurunkan fungsi hepar. Kreatinin dibentuk di otot rangka, namun sebagian juga
10

dibentuk di dalam hepar, sehingga apabila fungsi hepar menurun, maka produksi kreatinin
juga sedikit menurun3.
Pada kelompok yang diberi ekstrak etanol akar purwoceng dosis 42 mg/kgBB/hari
mengalami peningkatan kadar kreatinin yang signifikan dan dosis 84 mg/kgBB/hari
mengalami peningkatan kadar kreatinin yang tidak signifikan. Hal tersebut mungkin
dikarenakan semakin tinggi dosis purwoceng, maka semakin toksik efeknya pada organ
tubuh, seperti pada hepar dan ginjal. Kerusakan hepar yang semakin parah, nantinya akan
menyebabkan kerusakan pada ginjal atau disebut sindrom hepatorenal. Hal ini
kemungkinan telah terjadi kerusakan hepar dan ginjal yang sangat luas pada dosis
tertinggi, sehingga pembentukan kreatinin di hepar sedikit menurun, namun karena tidak
dapat diekskresikan keluar tubuh, sehingga menyebabkan seolah-olah terjadi peningkatan
kadar kreatinin dalam darah3,12.

KESIMPULAN
Pemberian ekstrak etanol akar purwoceng secara kronik menyebabkan peningkatan
kadar ureum tikus putih secara signifikan pada dosis 21 mg/kgBB/hari, 42 mg/kgBB/hari
dan 84 mg/kgBB/hari. Pemberian ekstrak etanol akar purwoceng secara kronik
menyebabkan peningkatan kadar kreatinin secara signifikan pada dosis 42 mg/kgBB/hari,
peningkatan namun tidak signifikan pada dosis 84 mg/kgBB/hari dan penurunan yang
tidak signifikan pada dosis 21 mg/kgBB/hari. Dosis toksik minimal dari pemberian ekstrak
etanol akar secara kronik adalah pada dosis 21 mg/kgBB/hari. Dosis aman dari pemberian
ekstrak etanol akar purwoceng secara kronik tidak dapat ditentukan karena kelompok
kontrol juga mengalami peningkatan kadar ureum dan kreatinin.

UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. dr. Fitranto Arjadi, M.Kes dan dr.
Alfi Muntafiah, M.Sc yang telah membimbing dalam penelitian ini serta seluruh pihak
yang telah membantu dalam proses penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA
1. Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). 2014. Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2014 tentang
Pedoman Uji Toksisitas Nonklinik Secara In Vivo. Jakarta.
11

2. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. 2011. Standar Operasional Prosedur
Budidaya Purwoceng (Pimpinella alpina Molk.). Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Hal 14.
3. Cahyaningtyas, Aulia H. 2017. Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Akar Purwoceng
(Pimpinella pruatjan Molk.) secara Kronik terhadap Kadar Ureum dan Kreatinin.
Studi pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Strain Wistar Jantan. Skripsi. Universitas
Jenderal Soedirman, Purwokerto. (Tidak dipublikasikan)
4. Correia, M. A. 2007. Drug Biotransformation dalam Basic & Clinical Pharmacology
10th Ed. New York: McGraw-Hill Companies.
5. Dewoto HR. 2007. Pengembangan Obat Tradisional Indonesia Menjadi Fitofarmaka.
Majalah Kedokteran Indonesia;57(7):205-211.
6. Febrina, F. R. 2016. Pengaruh pemberian ekstrak etanol akar Purwoceng (Pimpinella
pruatjan Molk) secara akut terhadap kadar kreatinin dan ureum ginjal tikus putih
(Rattus norvegicus) jantan. Skripsi. Fakultas Kedokteran. Universitas Jenderal
Soedirman, Purwokerto. Hal 78. (Tidak dipublikasikan)
7. Gowda S, Desai P, Kulkarni S, Hull V, Math A, dan Vernekar S. 2010. Markers of
Renal Function Test. Nourth American Journal of Medical Sciences; 2(4): 170-173.
8. Guyton A.C. and J.E. Hall 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta:
EGC.
9. Helmi, Mochcamat. 2012. Ventilator Induced Kidney Injury. Majalah Kedokteran
Terapi Intensif ; 2(4): 198-203.
10. Mukti, L., Betty, dan Daten, B. 2013. Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Kulit Buah
Manggis (Garcinia mangostana L) terhadap Perubahan Mikroskopis Ginjal Mencit
Jantan (Mus musculus) yang Dipapari MSG dan Dibandingkan dengan Vitamin E.
Biomedik FK USU Aceh. 3-7.
11. Naufaldi, F. 2013. Perubahan Kadar Ureum dan Kreatinin Pasca Pemberian Ekstrak
Etanol daun Kembang Bulan (Tithonia diversifolia) (Studi pada tikus putih galur
wistar). Skripsi. Fakultas Kedokteran. Universitas Jember, Jember. Hal 46. (Tidak
dipublikasikan)
12. Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). 2008. Draft
OECD Guideline for the Testing of Chemical: Test Guideline 452, Chronic Toxicity
Studies. Hal 1-15.
13. Pratama, Hamzah. 2015. Sindrom Hepatorenal. CDK-22 vol. 42 (1): 30.
12

14. Pravitasari, Lucy. 2006. Pengaruh Pemberian Ekstrak Air Daun Jambu Biji (Psidium
Guajava Linn) terhadap Kadar Kreatinin dan Urea Serum Tikus Putih (Rattus
norvegicus) Jantan. KTI Farmasi UGM Yogyakarta.
15. Pribadi WA. 2012. Efektivitas Ekstrak Etanol Purwoceng (Pimpinella alpina) terhadap
Pertambahan Bobot Badan Tikus Betina Bunting pada Umur Kebuntingan 0 - 13 Hari.
Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. (Tidak dipublikasikan)
16. Rakita, Putri S. 2017. Uji Toksisitas Subkronik Ekstrak Etanol Akar Purwoceng
(Pimpinella pruatjan Molk.) pada Rattus norvegicus. Tinjauan terhadap Kadar Ureum
dan Kreatinin. Universtitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Hal 54. (Tidak
dipublikasikan)
17. Spillane, J. J. 2010. Ekonomi Farmasi. Yogyakarta: Grasindo.
18. Suzery M, Cahyono B, Taufiqurrahman. 2005. Produksi Senyawa Afrodisiak dari
Purwoceng (Pimpinella alpina Molk): Pengembangan Potensi “Natural Resources”
Khas Jawa Tengah. Laporan Kegiatan Hibah Bersaing. Universitas Diponegoro.
Semarang.
19. Usmiati, S. dan S. Yuliani. 2010. Efek Androgenik dan Anabolik Ekstrak Akar
Pimpinella alpina Molk (Purwoceng) pada Anak Ayam Jantan. Prosiding Seminar
Nasional teknologi Peternakan dan Veteriner. 2010: 744 – 755.
20. Whalan JE. 2015. Toxicologixt’s Guide to Clinical Pathology in Animals. Washington
DC (USA): Springer International Publishing.
21. Wicaksono, M. A.. 2010. Evaluasi Fungsi Hati dan Ginjal Tikus Betina (Rattus
norvegicus) Galur Sprague-Dawley pada Pemberian Jamu Galohgor dengan Dosis
Bertingkat. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 57 hal
(Tidak dipublikasikan)
22. Wolfensohn, S., dan Lloyd, M. 2013. Handbook of Laboratory Animal Management
and Welfare, 4th ed. Wiley-Blackwell: West Sussex. 234.
23. Xu, X., Lin-Jiang Y. dan Jian-Guo J.. 2016. Renal toxic ingredients and their
toxicology from traditional Chinese medicine. Expert Opinion on Drug Metabolism
and Toxicology; 12(2): 149-159.
24. Yi, J., Xiaoli Y., Dezhen W., Kai H., Yong Y., Xujing L. et al. 2013. Safety evaluation
of main alkaloids from Rhizoma coptidis. Journal of Ethnopharmacology Elsevier;
145(1):303-3.

Anda mungkin juga menyukai