PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
maju dan tetap menjadi andalan di negara yang sedang berkembang meskipun
masyarakat menggunakan bahan alam atau sediaan yang berbahan baku herbal
dalam pengobatan. Penggunaan obat herbal dinilai lebih aman daripada obat
interaksi dan ketergantungan juga kecil dan bahan alam mudah diperoleh (Lynch
adalah purwoceng gunung (Artemisia lactiflora Wall.ex DC) yang tumbuh secara
1
2
dalam air yang sangat rendah (Jannah dkk., 2013) yaitu 1,12 x10-5 mg/L pada
Penggunaan bahan obat alam sebagai bahan aktif dalam suatu sediaan
paling banyak ditemukan dalam formulasi sediaan oral, 4-10% kandidat obat baru
memiliki bioavaibilitas yang rendah akibat kelarutannya yang rendah. Bahan aktif
untuk mencapai efek terapetik memerlukan dosis yang besar (Bajaj, 2011).
besar yaitu 25 mg/200 g tikus (Juniarto, 2004). Penggunaan dosis ini ketika
kompleksasi, pengaturan pH, sistem penghantaran koloid. Salah satu kunci dalam
(Kuentz, 2011). Obat yang berbentuk tetesan minyak akan lebih mudah diabsorpsi
secara oral melalui mekanisme absorpsi lipid seperti endositosis, difusi pasif atau
Untuk mengatasi masalah ini maka ekstrak akar purwoceng gunung akan
yaitu kurang dari 100 nm. Tetesan obat yang sangat kecil akan meningkatkan
suatu obat dengan melindungi dari enzym hidrolisis dan meningkatkan luas
semakin besar. (Rao dkk., 2008a) SNEDDS dapat membentuk emulsi secara
spontan ketika berada di dalam saluran cerna dan akan terbentuk emulsi tipe
minyak dalam air (M/A). Hal tersebut terjadi karena energi bebas yang diperlukan
untuk pembentukan emulsi rendah (Rao dkk., 2008b). SNEDDS terdiri dari
minyak, surfaktan dan ko-surfaktan dengan komposisi yang sesuai sehingga dapat
rantai medium atau rantai panjang dan mempunyai derajat saturasi yang berbeda
pilihan yang bagus dalam pembuatan SNEDDS dan sering digunakan meskipun
4
obat bersifat sangat lipofilik. Fase minyak yang akan digunakan adalah minyak
kemiri (Aleurites moluccana) karena merupakan asam lemak rantai panjang yang
banyak mengandung asam linoleat dan didominasi oleh asam lemak tidak jenuh
(Ako dkk., 2005). Minyak kemiri mengandung asam oleat (25,0%), asam linoleat
(37,0%), asam palmitat (5,27%) dan asam stearat (2,63%) (Ako dkk., 2005).
Asam oleat dan asam linoleat merupakan asam lemak polyunsaturated fatty acid
hormonal, meningkatkan aliran darah dan relaksasi otot (Melnyk dan Marcone,
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka terdapat rumusan masalah
sebagai berikut:
7.1.5?
dihasilkan?
C. Keaslian Penelitian
minyak, tween 80 sebagai surfaktan dan PEG 400 sebagai ko surfaktan. Penelitian
dilakukan oleh (Sahumena, 2014; Zhao dkk., 2010) dan propilen glikol sebagai ko
surfaktan dilakukan oleh (Kassem dkk., 2016; Sakloetsakun dkk., 2013) yang
purwoceng gunung dengan minyak kemiri sebagai fase minyak dan menggunakan
tween 80 dan propilen glikol sebagai surfaktan dan ko surfaktan belum pernah
dilakukan serta uji absorpsi secara in vitro terhadap formula SNEDDS yang
D. Urgensi Penelitian
purwoceng gunung yang mampu membawa ekstrak dengan dosis yang lebih
E. Tujuan Penelitian
metode difusi