Dikemukakan bahwa ada dua pendekatan untuk mendefinisikan neraca : metode pendapatan –
beban atau metode tak langung, dan aktiva – kewajiban atau metode langsung. Metode aktiva –
kewajiban saat ini didukung oleh FASB.
POTRET RIPLEY
Konsep professor William Ripley dari Harvard, yaitu neraca sebagai sebuah potret diam,
yang member kita gambar suatu perusahaan pada titik waktu tertentu. Neraca kadang-kadang
disebut sebagai laporan simpanan (statement of stocks) sebagai lawan dari laporan arus (statement
of flows).
Pendekatan yang lebih tua terhadap penciptaan neraca disebut metode aktiva kewajiban.
Dalam pendekatan ini kita cukup membuat daftar aktiva dan kewajiban perusahaan. Selisih antara
keduanya menunjukkan hak residual pemilik dan jumlah yang membuat kedua sisi itu seimbang.
Dalam pendekatan terhadap akuntansi yang didasarkan pada penghasilan, neraca menjadi
laporan residual sebuah jenjang antara dua laporan rugi laba. Dengan demikian, neraca seringkali
hanya memberikan sedikit informasi karena tidak memiliki interpretabilitas. Neraca kadang-
kadang disebut sebagai titik kedatangan dan pemberangkatan dalam proses akuntansi, tetapi bila
diturunkan dari pendekatan pendapatan-beban, neraca lebih berkaitan dengan masa lalu daripada
masa depan.
Walaupun ada kelemahan – kelemahan ini, sudah ada sejumlah pernyataan yang
mendukung neraca tipe residual ini. Pertama, neraca konvensional dinyatakan menunjukan
akuntabilitas dolar – dolar yang diinvestasikan dapat ditelusuri melalui operasi badan usaha atau
penilaian residual pada akhir periode.
Rangkaian pernyataan yang kedua berhubungan dengan fungsi laporan posisi sebagai suatu
suatu ikhtisar dari sifat operasi badan usaha serta sifat aktiva moneter dan jasa persahaan yang
belum dipakai.
Ketiga , dinyatakan bahwa sejarah telah menunjukkan bahwa, bila penilaian yang subjektif
dibiarkan di dalam neraca, bukan saja neraca itu menjadi kurang informative, tetapi laporan laba
rugi juga mengalami distorsi.
FASB mendefinisikan kewajiban dalam pernyataan yang sama dengan gaya yang paralel :
Kemungkinan pengorbanan manfaat ekonomi di masa depan, yang timbul dari kewajiban
satuan usaha pada saat ini untuk menyerahkan aktiva atau memberikan jasa kepada
satuan-satuan usaha lain di masa depan sebagai hasil dari transaksi atau peristiwa di
masa lalu.
Kekuatan dan kelemahan definisi FASB ini hanya akan tampak nyata jika dibandingkan
dengan definisi – definisi yang mendahuluinya dan dalam konteks praktik yang diperbolehkan dan
dilarang FASB.
Professor John Canning dari Stanford mendefinisikan aktiva sebagai :
Setiap manfaat masa depan dalam bentuk uang atau setiap manfaat masa depan
yang bisa dikonversikan menjadi uang . . . hak atas manfaat itu secara legal atau
karena keadilan dijamin bagi orang atau sekelompok orang tertentu. Manfaat
seperti itu merupakan aktiva hanya bagi orang atau sekelompok orang itu.
APB STATEMENT NO . 4
APB Statement No. 4 mendefinisikan aktiva sebagai :
Sumberdaya ekonomi suatu badan usaha yang diakui dan diukur sesuai dengan
prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum [termasuk] beban-beban tertentu
yang ditangguhkan, yang tidak merupakan sumberdaya.
Penekanan dalam definisi ini jelaslah dalam yang dibawa ke periode berikutnya dalam
neraca percobaan, dengan perhitungan penghasilan periodic sebagai tujuan utama. Seperti yang
dikatakan APB, aktiva “juga mencakup beban – beban tertentu yang ditangguhkan, yang bukan
sumber daya, tetapi diakui dan diukur dengan sesuai dengan prinsip – prinsip akuntansi yang
berlaku umum”
Alasan di balik definisi kewajiban yang pada hakikatnya bersifat sintaktis ini adalah bahwa, dalam
model akuntansi tradisional, kredit cenderung mengikuti debet. Pelaporan suatu kewajiban
tergantung pada penting tidaknya mengakui sisi lain transaksi atau peristiwa itu – akrual suatu
beban, pengakuan kerugian , atau diterimanya aktiva tertentu oleh perusahaan.
1. Aktiva menyimpan kemungkinan manfaat masa depan yang menyangkut kapasitas, secara
sendiri-sendiri atau dalam kombinasi dengan aktiva lain, untuk secara langsung atau tidak
langsung memberi sumbangan pada arus masuk kas bersih di masa depan.
2. Satuan usaha tertentu dapat memperoleh manfaat itu dan mengendalikan akses pihak lain
pada aktiva itu.
3. Transaksi atau peristiwa lain yang menimbulkan hak atau kendali satuan usaha atas
manfaat tersebut sudah terjadi.
Jika salah satu saja karakteristik ini hilang, kita tidak dapat mengakui suatu aktiva akuntansi.
Harus ada hak yang spesifik atas manfaat atau potensi jasa di masa depan. Hak dan Jasa yang
sudah daluwarsa tidak dapat dimasukkan. Juga, hak itu harus mempunyai manfaat positif; hak
dengan potensi manfaat nol atau negatif bukanlah aktiva. Misalnya, jika sebuah bangunan sudah
kehilangan nilai manfaatnya, satu- satunya nilai bagi bangunan itu adalah nilai sisa bahan-
bahannya.
Kendali
Hak harus diperoleh oleh individu atau perusahaan tertentu. Hak untuk berkendara di jalan umum
tidak menghasilkan suatu aktiva. Hak itu harus memungkinkan tidak diikutkannya pihak-pihak
lain, walaupun dalam beberapa kasus hak itu bisa dibagi dengan perusahaan-perusahaan atau
individu-individu tertentu.
Manfaat ekonomi itu haruslah merupakan hasil dari transaksi atau peristiwa yang terjadi di masa
lalu. Aktiva tidak boleh mencakup manfaat yang akan timbul di masa depan tetapi saat ini belum
ada atau tidak berada dalam kendali satuan usaha. Akan tetapi, perlunya kriteria ini masih
diperdebatkan karena jika manfaat ekonomi benar-benar ada dan berada di bawah kendali satuan
usaha, manfaat itu pastilah timbul dari peristiwa tertentu di masa lalu. Kuncinya disini adalah
apakah peristiwa itu menurut akuntan memadai. Misalnya, begitu suatu perusahaan
menandatangani kontrak, perusahan itu menciptakan suatu kemungkinan manfaat ekonomi masa
depan yang berada dalam kendalinya. Walaupun sudah terjadi suatu peristiwa, akuntan tidak
menganggapnya cukup signifikan. Signifikansi, dalam sebagian besar kasus, di definisikan secara
structural, yaitu bahwa suatu proses telah diselesaikan, Karena tidak memiliki kandungan
semantis, aktiva akuntansi seringkali tidak memiliki interpretabilitas, sekalipun FASB sudah
berupaya.
Ikhtisar
Aktiva harus didefinisikan sebagai potensi jasa atau hak atas manfaat prospektif yang berada
dibawah kendali suatu organisasi. Definisi ini tidak menyinggung perlunya suatu transaksi yang
mendahului dengan alasan bahwa syarat ini sudah digunakan untuk mengeluarkan sumber daya
yang seharusnya dilaporkan untuk mendapatkan iinterprestasi yang tepat mengenai posisi suatu
perusahaan atau organisasi. Definisi ini juga tidak memasukkan perlunya peristiwa yang
mendahului dengan alasan bahwa syarat ini terlalu samar untuk bisa membentuk suatu
pembatasan.
Tiga Sifat Dasar Kewajiban
Menurut FSAB, suatu kewajiban memiliki tiga karakteristik esensial berikut ini :
1. Kewajiban mengandung tugas atau tanggung jawab saat ini bagi satu atau lebih satuan
usaha, yang memerlukan penyelesaian berupa kemungkinan penyerahan atau
penggunaan aktiva di masa depan pada tanggal tertentu, atau berdasarkan permintaan.
2. Tugas atau tanggung jawab itu menimbulkan keajiban bagi satuan usaha tertentu,
dengan tidak atau sedikit menyisakan kebebasan untuk menghindari pengorbanan masa
depan itu.
3. Transaksi atau peristiwa lain yang menibulkan kewajiban satuan usaha itu sudah
terjadi.
Jika satu saja karakteristik ini tidak ada, kita tidak dapat mengakui suatu kewajiban
akuntansi.
Yang pertama dari ketiga karakteristik esensial di atas benar-benar suatu amalgam yang
kompleks dari beberapa syarat yang berlainan. Syarat yang pertama adalah bahwa suatu kewajiban
haruslah merupakan kewajiban saat ini (present obligation). Syarat kedua adalah bahwa
kewajiban itu timbul antarsatuan usaha. Syarat ketiga adalah bahwa harus ada saat atau peristiwa
dimana kewajiban itu akan diselesaikan. Beberapa karakteristik potensial sengaja dihilangkan,
misalnya penyelesaian itu tidak dibatasi pada kas agar tidak mengeluarkan perusahaan-perusahaan
yang mendapat pembayaran di muka untuk produk-produk mereka. Kedua, sifat penyelesaian tidak
dibatasi pada penyerahan aktiva. Persyaratan ini menyatakan bahwa suatu titik penyelesaian harus
diketahui, tetapi tidak menyatakan bahwa identitas pihak yang dibayar harus diketahui sebelum
saat penyelesaian itu jika pembayaran atau penyerahan aktiva di masa depan itu mungkin
dilakukan. Syarat-syarat ini juga tidak membatasi kewajiban bagi lebih dari satu individu saja.
Mungkin saja satu transaksi menimbulkan kewajiban bagi lebih dari satu pihak, seperti dalam
kasus garansi. Khususnya transaksi antara dua pihak bisa menimbulkan kewajban kepada pihak-
pihak ketiga.
Karakteristik esensial kewajiban yang kedua adalah bahwa kewajiban itu tidak atau sedikit
menyisakan kebebasan bagi pengutang untuk menyelesaikan utangnya. Akan tetapi, penyataan ini
tidak mengharuskan perusahaan harus secara legal berkewajiban. Pada kenyataannya, FSAB
secara khusus memasukkan kewajiban karena keadilan dan juga kewajiban konstruktif sebagai
kewajiban potensial. Kewajiban keadilan kadang-kadang disebut sebagai kewajiban moral.
Kewajiban ini timbul dari pembatasan etika atau moral, dan bukan pembatasan legal. Misalnya,
suatu perusahaan mungkin secara etika merasa berkewajiban untuk menyelesaikan perbaikan
mobil pelanggannya secara memuaskan, walaupun kewajiban legalnya hanya sebatas
mengembalikan uang pelanggan. Kewajiban konstruktif disimpulkan dari kebiasaan. Misalnya,
jika sebuah perusahaan biasa memberi parap pegawainya uang cuti setiap tahun, dapat disimpulkan
bahwa praktik ini merupakan suatu kewajiban bagi perusahaan. Kewajiban karena keadilan
maupun kewajiban konstruktif tidka mesti bisa dipaksakan dengan menggunakan cara-cara legal.
Walaupun demikian, kedua pihak mungkin menganggapnya sebagai kewajiban yang mengikat.
Karakteristik esensial kewajiban yang ketiga menurut FSAB adalah bahwa kewajiban itu
harus didahuli oleh suatu “transaksi atau peristiwa lain”. Suatu peristiwa didefinisikan sebagai
terjadinya konsekuensi bagi suatu usaha. Suatu transaksi didefinisikan sebagai jenis peristiwa
tertentu, yaitu peristiwa eksternal yang menyangkut penyerahan sesuatu yang bernilai antara dua
(atau lebih) satuan usaha. Jika kewajiban dibatasi pada situasi di mana ada transaksi yang
mendahului, berarti kita kembali ke masa disaat kredit mengikuti debet. Sebaliknya, penambahan
istilah “peristiwa lain” pada syarat ini sangat melonggarkan definisi ini. Sebagian orang
berpendapat bahwa penambahan itu membuat aspek definisi ini tidak berguna, karena hamper
semua hal bisa diklaim sebagai suatu “peristiwa.”
PENGAKUAN
Bila suatu sumberdaya atau kewajiban muncul didalam laporan posisi keuangan,
sumberdaya atau kewajiban itu disebut diakui. Pengakuan tidak secara otomatis mengikuti definisi
kita tidak dapat mencatat suatu elemen bila kita tidak dapat mengukur elemen itu. Untuk bisa
mengakui suatu kewajiban, kewajiban itu harus bisa diukur. Tetapai hanya karena suatu kewajiban
tidak bisa diukur, tidak berarti bahwa pos itu bukan kewajiban. Pos itu tetap suatu kewajiban yang
belum diakui. Banyak yang berpendapat bahwa hanya sedikit perbedaan antara mengakui suatu
sumberdaya atau kewajiban dan mengungkapkannya dalam catatan kaki. Suatu pembedaan harus
didasarkan pada apakah nilai yang diharapkan itu berarti atau tidak bagi pembaca laporan
keuangan sebagai suatu representasi aprosimaksi nilai yang paling mungkin dan sejauh mana
perkiraan bersifat subjektif.
Pengakuan yang serupa berlaku untuk semua aktifa dan kewajiban. Pada umumnya, agar
suatu aktiva atau kewajiban diakui, sumberdaya atau kewajiban harus memenuhi definisi aktiva
atau kewajiban. Sumberdaya atau kewajiban itu harus bisa diukur. Selain itu, elemen tersebut harus
lulus pengujian relevansi dan keandalan.
KLASIFIKASI
Kas dan penerimaan kas yang diharapkan (yang didiskontokan sebagaimana mestinya, bila
tepat).
Aktiva yang dinilai menurut harga penjualan yang berlaku atau yang diharapkan (harga
keluaran).
Aktiva yang dinilai menurut biaya kini (harga masukan).
Aktiva yang dinilai menurut biaya historis atau biaya yang dinyatakan kembali untuk
memperhitungkan perubahan dalam tingkat harga umum.
Tujuan yang mungkin lainnya dalam pengklasifikasian aktiva dan kewajiban adalah
untuk memberi pemakai suatu pengertian tentang niat-niat manajemen sehubungan dengan
apakah akan mengingatkan kembali (recommit) dana untuk digunakan dalam operasi.
Aktiva lancar secara keseluruhan (agregat) mungkin ssma permanennya dengan investasi
dalam aktiva tak lancar, tetapi ksempatan untuk menginvestasikan kembali dalam operasi
berjalan terjadi dalam siklus operasi berjalan terjadi dalam siklus operado berjalan bisnis
tersebut. Akan tetapi, begitu aktiva dikaitkan oleh manajemen untuk investasi dalam
bentuk-bentuk tertentu yang berjangka panjang, aktiva itu tidak diboleh diklasifikasikan
sebagai aktiva lancar menurut tujuan ini. Misalnya, kas, sekuritas, atau aktiva lain yang
dikaitkan oleh manajemen untuk akuisisi pabrik dan peralatan, atau untuk penggunaan tak
lancar lainnya, tidak boleh dimasukkan diantara aktiva lancar.
6. Prediksi Arus Kas
ULASAN
Pengklasifikasian lancar-tak lancar dalam neraca yang sekarang ini hampir universal
telah mendapat serangan kritikan selama bertahun-tahun. Kritik-kritik ini terus datang
tanpa memperhatikan apakah klasifikasi itu didasarkan pada aturan satu tahun atau aturan
operasi. Argumentasi yang menentang penggunaannya mencakup kesulitan dalam
menggunakan klasifikasi ini untuk menggambarkan operasi, dalam mendefinisikan siklus
operasi, dalam sifat statis modal kerja, dan hilangnya relevansi dalam penyajian laporan
arus kas serta perubahan dalam masyarakat pemakai.
Operasi dan Siklus Operasi
Siklus Operasi
Penyajian modal kerja bisa memberikan informasi yang sah kepada para pemberi kredit
jangka pendek karenan penyajian itu menunjukkan derajat proteksi atau jumlah penyangga
yang dimiliki oleh kreditor jangka panjang dan pemegang saham. Akan tetapi, baik jumlah
modal kerja maupun rasio modal kerja tidak harus merupakan indikasi yang baik mengenai
kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban lancar saat jatuh tempo. Hal ini karena
midal kerja adalah konsep yang statis, dan kemampuan membayar utang bersifat dinamis.
Kas yang tersedia untuk pembayaran utang timbul terutama dari operasi bukan dari
likuidasi aktiva tertentu. Kas dan aktiva likuid lainnya yang tersedia pada suatu taggal
neraca kemungkinan akan digunakan dalam operasi untuk membayar kewajiban yang
belum timbil pada tanggal neraca (misalnya,gaji berjalan), dan bukan disimpan untuk
pembayaran kewajiban itu jatuh tempo. Dengan kata lain, kemampuan perusahaan untuk
membayar utangnya saat jatuh tempo tergantung terutama pada hasil akhir operasi yang
diproyeksikan, penyandingan (pairing) kewajiban lancar dengan aktiva lancar
mengamsumsikan bahwa yang terakhir ini akan tersedia untuk pembayaran yang pertama.
Ketiadaan Relevansi
Juga diperdebatkan bahwa pengklasifikasian aktiva dan kewajiban menjadi lancar dan
tidak lancarsebagai metode untuk menyajiakn solvabilitas perusahaan sekarang ini kurang
penting dibandingkan sebelumnya, karena beberapa alas an:
1. Laporan-laporan lain, terutama laporan rugi laba dan laporan arus kas, dapat
memberikan informasi yang lebih baik mengenai perkiraan solvabilitas.
2. Laporan keuangan eksternal lebih banyak digunakan oleh investor dan kelompok-
kelompo lain daripada oleh kreditor.
3. Perseroan biasanya dianggap lebih permanen sifatnya dan lebuh stabil daripada
sebagian besar perusahaan abad ke-19.
4. Luasnya penggunaan beberapa prosedur penilaian seperti LIFO, membuat rasio modal
kerja kurang berarti dibandingkan sebelumnya.
5. Permintaan kreditor dan pihak-pihak lain akan rasio modal kerja yang
“menguntungkan” memaksa manajemen untuk mengambil tindakan-tindakan tertentu,
seperti pembayaran kewajiban lancar menjelang tanggal neraca, dan menekankan
akuntan agar mengizinkan reklasifikasi agar modal kerja tampak menguntungkan,
walaupun dengan cara itu, operasi dan solvabilitas perusahan tidak terpengaruh.
6. Badan usaha menjadi sangat kompleks, sehingga tidak ada rasio modal kerja yang
ditetapkan sebelumnya yang bisa dianggap perlu untuk mencapai solvabilitas yang
memadai.