BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Flebitis
& Brachman (dalam Gould D & Brooker C, 2003), infeksi yang didapat dirumah
sakit (infeksi Nosokomial) adalah infeksi yang tidak ada atau berinkubasi pada saat
masuk rumah sakit. Dengan kata lain, indeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang
terjadi di rumah sakit atau infeksi oleh kuman yang didapat selama berada di rumah
sakit. Infeksi nosokomial tidak saja menyangkut penderita tetapi juga yang kontak
dengan rumah sakit termassuk staf rumah sakit, sukarelawan, pengunjung dan
pengantar.
1. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak di dapatkan tanda -
2. Pada waktu penderita dirawat di rumah sakit tidak sedang dalam masa inkubasi
5. Bila saat mulai dirawat di rumah sakit suudah terdapat tanda – tanda infeksi dan
sakit yang sama pada waktu lalu, serta belum pernah dilaporkan sebagai infeksi
komplikasi pada pemberian terapi intra vena (IV) dan ditandai dengan gejala khas
peradangan yaitu: bengkak, kemerahan sepanjang vena, nyeri, peningkatan suhu pada
daerah insersi kanula dan penurunan kecepatan tetesan infus (Brooker,et all dalam
Sugiarto, 2006). Flebitis yaitu daerah yang mengalami bengkak, panas, dan nyeri
pada kulit tempat kateter intravaskuler dipasang (kulit bagian luar). Jika flebitis
disertai dengan tanda-tanda infeksi lain seperti demarn dan pus yang keluar dari
tempat tusukan, ini dapat digolongkan sebagai infeksi klinis bagian luar (Saifuddin,
2004).
b. Dolor (Nyeri)
c. Kalor (Panas)
d. Tumor (Bengkak)
a. Flebitis Kimia
yang larut dalam suatu larutan.Pada orang sehat, konsentrasi plasma manusia adalah
285 ± 10 mOsm/kg H20 (Sylvia, 1991). Larutan sering dikategorikan sebagai larutan
isotonik, hipotonik atau hipertonik, sesuai dengan osmolalitas total larutan tersebut
dibanding dengan osmolalitas plasma. Larutan isotonik adalah larutan yang memiliki
osmolalitas total sebesar 280 – 310 mOsm/L, larutan yang memliki osmolalitas
kurang dari itu disebut hipotonik, sedangkan yang melebihi disebut larutan
hipertonik. Tonisitas suatu larutan tidak hanya berpengaruh terhadap status fisik klien
akan tetapi juga berpengaruh terhadap tunika intima pembuluh darah. Dinding tunika
mempunyai osmolalitas lebih dari 600 mOsm/L. Terlebih lagi pada saat pemberian
Cairan isototonik akan menjadi lebih hiperosmoler apabila ditambah dengan obat,
elektrolit maupun nutrisi (INS, 2006). Menurut Imam Subekti vena perifer dapat
osmolalitas (makin hipertonis) makin mudah terjadi kerusakan pada dinding vena
lama harus diberikan melalui vena sentral, karena larutan yang bersifat hipertonis
10
dengan osmolalitas > 900 mOsm/L, melalui vena sentral aliran darah menjadi cepat
Partikel materi yang terbentuk dari cairan atau campuran obat yang tidak
sempurna diduga juga bisa menyebabkan resiko terjadinya flebitis. Penggunaan filter
dengan ukuran 1 sampai dengan 5 mikron pada infus set, akan menurunkan atau
(Darmawan, 2008)
b. Flebitis mekanik
kejadian Flebitis, oleh karena itu pada saat ekstremitas digerakkan kateter yang
terpasang ikut bergerak dan meyebabkan trauma pada dinding vena. Faktor lain yang
berdistribusi pada insiden flebitis yaitu ukuran kateter, ukuran alat akses vaskuler
yang dikeluarkan oleh pabrik berbeda dal hal panjang dan ukuran. Panjang dinyatak
dalam millimeter atau sentimeter. Sedangkan ukuran mengacu pada diameter lumen
eksternal, bukan diameter internal, dan dinyatakan dengan “French” (Fr) atau
“Gauge” (G) (Gabriel, et al, 2005). Ukuran katetr berkisar antara 16-24 dan
panjangnya 25-45 mm. secara umum, kateter yang lebih kecil sebaiknya dipilih
aliran darah sekitar kanula untuk mengurangi risiko flebitis (tagalakis, et al, (2002)
Berikut adalah rekomendasi untuk pemlihan kateter di gambar dalam table 2.1:
Tabel 2.1
Standar INS (2000) dalam pemilihan kateter harus memilih ukuran kateter
yang lebih kecil dengan panjang yang terpendek untuk mengkomodasi penentuan
c. Fleitis Bakteri
kolonisasi bakteri. Berdasarkan laporan dari The Centers for Disease Control and
Prevention (CDC) tahun 2002 dalam artikel intravaskuler catheter – related infection
in adult and pediatric kuman yang sering dijumpai pada pemasangan katheter infus
12
adalah stapylococus dan bakteri gram negative, tetapi dengan epidemic HIV / AIDS
Ada beberapa faktor juga yang dapat mempengaruhi terjadinya flebitis seperti:
Cuci tangan merupakan hal yang penting untuk mencegah kontaminasi dari
sarung tangan. Meskipun telah memakai sarung tangan, tehnik cuci tangan yang baik
harus tetap dilakukan dikarenakan adanya kemungkinan sarung tangan robek, dan
bakteri mudah berkembang biak di lingkungan sarung tangan yang basah dan hangat,
terutama sarung tangan yang robek (CDC, 1989). Tujuan dari cuci tangan sendiri
adalah menghilangkan kotoran dan debu secara mekanis dari permukaan kulit dan
biasa dan air, sama efektifnya dengan cuci tangan menggunakan sabun anti mikroba
aseptik. Area yang akan dilakukan penusukan harus dibersihkan dahulu untuk
meminimalkan mikroorganisme yang ada, bila kulit kelihatan kotor harus dibersihkan
insiden flebitis. Perawatan infus bukan sekedar menganti cairan tetapi menjaga area
infus dari pertembuhan bakteri atau ke sterilan area infus itu juga merupakan
perawatan infus berupa menggunakan betadine pada area insersi dan menggunakan
pertemuan kulit dengan kateter infus dengan antiseptic, dan meminimalkan kerusakan
cepat berkembang, sehingga tempat insersi kanula IV harus dijaga agar tetap kering
dalam modern dressing untuk terapi intravena, selain mudah untuk memasangnya,
juga mudah dalam mengobservasi tempat insersi dari tanda-tanda infeksi, serta
14
menggunakan plester dan kassa harus diganti setiap 48 jam; sedangkan untuk jenis
balutan transparan harus diganti maksimal selam 7 hari. Akan tetapi penggantian
ballutan dapat lebih cepat dari yang direkomendasikan. Prinsipnya balutan harus
diobservasi setiap hari, dijaga supaya tetap kering, tidak boleh longgar, dan jika basah
atau kotor harus segera diganti dengan kassa yang steril dan menggunakan betadine.
Salah satu faktor penyumbang insiden flebitis yaitu lama pemasangan infus
halini sesuai pernyataan oleh perry and potter, 2005, Di katakan bahwa hal ini
dikarenakan pada hari pertama penusukan terjadi kerusakan jaringan, di mana apabila
ada jaringan yang terluka atau terbuka akan memudahkan mikroorganisme masuk.
Dengan masuknya mikroorganisme tersebut maka tubuh akan merespon dan ditandai
adanya proses inflamasi. Proses inflamasi yang merupakan reaksi tubuh terhadap luka
dimulai setelah beberapa menit dan berlangsung selama 3 hari atau lebih setelah
cedar,
Faktor lain penyubangan kejadian flebitis adalah ukuran kateter infus. hal ini
sama seperti pernyataan Phillips (2010), bahwa resiko untuk terjadi infeksi flebitis
lebih besar pada orang yang lebih tua/lansia karena orang semakin tua akan
mengalami kekakuan pembuluh darah hal ini juga yang menyebabkan semakin sulit
15
untuk dipasang terapi intravena, dan juga faktor imun yang sudah menurun dapat
memperkuat bahwa semakin tua/lansia seseorang maka resiko terjadi flebitis itu ada
(doungherty, 2008).
Fiksasi kateter yang tidak adekuat juga sering dikaitkan dengan insiden
flebitis, seperti pernyataan oleh (Pujasari dalam Sugiarto, 2006), bahwa flebitis terjadi
diakibatkan karena pengaruh kanul yang tidak terfiksasi adekuat pada vena di area
Letak pemasangan infus juga termasuk faktor penyubang flebitis. Potter dan
perry (2010, hlm. 141-142) Bahwa posisi ekstremitas yang berubah, khususnya pada
pergelangan tangan atau siku dapat mengurangi kecepatan aliran infus dan
mempengaruhi aliran dalam darah. Penggunaan vena yang lokasinya jauh dari
pergelangan tangan lebih baik untuk digunakan sebagai lokasi untuk pemasangan
terapi intravena. Hal ini juga dinyatakan oleh (Rocca, 1998). Yaitu dimana lokasi-
lokasi yang sering menyebabkan komplikasi seperti flebitis, infiltrasi dll adalah
makan,minum, cuci tangan dll, hal inilah yang dapat menimbulkan komplikasi
flebitis.
Menurut Phillips (2010), resiko untuk terjadi infeksi flebitis lebih besar pada
orang yang lebih tua/lansia maupun pada anak-anak. Umur mempngaruhi kondisi
16
vena sesorang, dimana semakin muda manusia(misalnya pada usia infant) pembuluh
darah masih fragil sehingga mudah pecah apalagi dengan gerakan yang tidak
dibutuhkan orang yang benar-benar terampil sebaiknya orang semakin tua mengalami
kekakuan pembuluh darah hal ini juga yang menyebabkan semakin sulit untuk
dipasang serta kondisi vena sudah tidak baik karena disebabkan oleh penurunan
fungsi fisiologis karena sudah semakin tua/lansia maka resiko flebitis itu ada
(doungherty, 2008).
dalam Dougherty (2008). Bahwa kateter yang lebih kecil sebaiknya dipilih untuk
mencegah kerusakan tunika intima pembuluh darah dan mempertahankan aliran darah
sekitar kanula untuk mengurangi risiko flebitis, dan penting juga untuk
menurunkan resiko terjadinya flebitis. (the Centers for Dsease Control and
Prevention, 2002).
Berikut adalah krteria klinis yang menandakan gejala awal terjadinya flebitis
melalui skala terjadinya flebitis yang telah di tetapkan oleh INSyang telah di
Tabel 2.2.
Skala Flebitis
KRITERIA KLINIS
SKALA Kemerahan Nyeri Bengkak Pengerasan Hangat
> 1 inchi
0 - - - - -
1 + - - - -
2 + + - - -
3 + + + - -
4 + + + + -
5 + + + + +
Sumber :INS : standard of practice ( 2006 ), dalam Alexander et, al. ( 2010 )
Flebitis memiliki tanda dan gejala yang dapat di temukan pada lokasi
pemasangan infus yang terdiri dari beberapa tanda yang telaah di tunjukan oleh tabel
2.1.berikut ini adalah gambar infeksi flebitis yang di tunjukan oleh gamabr 2.1. di
bawah ini
18
Kejadian flebitis merupakan hal yang masih lazim terjadi pada pemberian
terapi cairan baik terapi rumatan cairan, pemberian obat melalui intravena maupun
faktor – faktor yang berperan dalam kejadian phlebitis serta pemantauan yang ketat
intravena adalah:
4. Rotasi sisi intravena setiap 48-72 jam untuk membatasi iritasi dinding vena
5. Ganti kasa steril penutup luka setiap 24-48 jam dan evaluasi tanda infeksi.
6. Observasi tanda atau reaksi alergi terhadap infus atau komplikasi lain.
Variabel Penelitian
Keterangan :
: Yang Diteliti