Anda di halaman 1dari 12

RESPIRASI HEWAN AIR

Oleh:
Nama : Jimmy Al Fa’is
NIM : B1A017017
Rombongan : VII
Kelompok :2
Asisten : Wakhyuningsih

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2019
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ikan mempunyai derajat toleransi terhadap suhu dengan kisaran tertentu yang
sangat berperan bagi pertumbuhan, inkubasi telur, konversi pakan dan resistensi
terhadap penyakit. Ikan merupakan hewan ektotermik yang berarti tidak
menghasilkan panas tubuh, sehingga suhu tubuhnya tergantung atau menyesuaikan
diri pada suhu lingkungan sekelilingnya. Ikan akan mengalami stress manakala
terpapar pada suhu diluar kisaran yang dapat ditoleransi. Pada lingkungan perairan,
faktor fisik, kimiawi dan biologis berperan dalam pengaturan homeostatis yang
diperlukan bagi pertumbuhan dan reproduksi ikan. Perubahan-perubahan faktor
tersebut hingga batas tertentu dapat menyebabkan stress dan timbulnya penyakit
(Yuwono, 2001).
Respirasi atau pernafasan adalah pertukaran gas O2 dan CO2 di dalam organ
pernafasan makhluk hidup. Sumber O2 dalam perairan dapat berasal dari udara dan
fotosintesis fitoplankton. Respirasi aerob ialah suatu proses pernafasan yang
membutuhkan oksigen dari udara, sedangkan Respirasi anaerob ialah suatu proses
pernafasan yang tidak membutuhkan oksigen. Faktor yang mempengaruhi proses
respirasi ada dua yaitu faktor internal dan eksternal. Sistem organ yang berperan
dalam respirasi pada ikan adalah insang. Oksigen merupakan bahan pernafasan
yang dibutuhkan oleh sel untuk berbagai reaksi metabolisme. Bagi ikan, oksigen
diperlukan oleh tubuhnya untuk menghasilkan energi melalui oksidasi lemak dan
gula (Lagler, 1977).
Menurut Fujaya (2004), pengukuran kualitas air seperti tingginya salinitas,
rendahnya DO, dan tingginya NH dapat dijadikan patokan untuk mengetahui
jumlah konsumsi oksigen pada ikan. Penelitian mengenai konsumsi oksigen dapat
dijadikan perbandingan dengan jumlah pakan yang dikonsumsi, temperatur, serta
berat dari ikan itu sendiri. Ikan dalam proses pertumbuhannya, tidak semua
makanan yang dimakan oleh ikan digunakan untuk pertumbuhan. Sebagian besar
energi dari makanan digunakan untuk metabolisme, dan sebagiannya lagi
digunakan untuk aktivitas, pertumbuhan dan reproduksi. Proses metabolisme dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya merupakan pengetahuan penting dalam
pengembangan budidaya perikanan.
B. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengukur konsumsi oksigen


organisme air dengan cara tirtrasi (metode Winkler) ataupun dengan DO meter,
dan dapat mengukur respon metabolik hewan air terkait dengan bobot tubuh serta
perubahan lingkungan atau stress.
II. MATERI DAN CARA KERJA

A. Materi

Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah ikan Nila (Oreocromis
niloticus), reagen untuk titrasi kandungan oksigen air (larutan KOH-KI, larutan
H2SO4 pekat, larutan MnSO4, larutan Na2S2O3, reagen amilum).
Alat aerator, timbangan teknikal, gelas ukur 2L, alat pengukur konsumsi
oksigen (respirometer), termometer, botol sampel, tabung erlenmeyer, buret, dan
statif.

B. Cara Kerja

1. Alat respirometer yang akan digunakan dalam percobaan difungsikan.


2. Bobot tubuh hewan air ditimbang dengan timbangan analitikal.
3. Volume hewan uji diukur dengan menggunakan gelas ukur besar. Selisih tinggi
air sebelum dimasuki ikan dan sesudah dimasuki ikan diukur.
4. Hewan uji dimasukkan ke alat respirometer pada tabung II diusahakan tidak
ada udara terperangkap di dalamnya dan biarkan hewan uji di dalamnya
beberapa menit agar teraklimasi.
5. Pengambilan sampel air I (awal) dilakukan menggunakan botol Winkler
(volume 125 ml) dari tabung II melalui selang air keluar pada tabung II.
6. Sistem sirkulasi dimatikan setelah ikan tenang dan selang air masuk dan keluar
pada tabung II ditutup dan dibiarkan selama kurang lebih 30 menit.
7. Pengukuran kandungan oksigen terlarut pada sampel air I dilakukan
menggunakan Metode Mikro Winkler dengan cara titrasi.
8. Sebanyak 1 ml larutan KOH-KI ditambahkan ke dalam botol winkler yang
berisi sampel air dan dikocok sampai homogen.
9. Sebanyak 1 ml larutan MnSO4 ditambahkan kemudian dilihat apakah terdapat
endapan atau tidak.
10. Sebanyak 1 ml H2SO4 pekat ditambahkan.
11. Larutan sampel dipindahkan ke gelas ukur sebanyak 100 ml sehingga warna
air sampel terlihat kuning keemasan, dan diteteskan amilum sebanyak 3 tetes
sehingga warna air sampel menjadi biru gelap.
12. Larutan air sampel dititrasi dengan menambahkan larutan Na2S2O3 sehingga
warna yang sebelumnya hitam menjadi biru pekat kemudian menjadi biru
muda dan akhirnya, menjadi bening kembali.
13. Hitung nilai ota (oksigen terlarut awal).
14. Pengambilan sampel air II (akhir) dilakukan menggunakan botol Winkler
(volume 125 ml) dari tabung II melalui selang air keluar pada tabung II setelah
jeda waktu 30 menit.
15. Langkah ke 7 sampai 12 diulangi kembali hingga perhitungan otak (oksigen
terlarut akhir) untuk menghitung nilai VO2.
16. Konsumsi oksigen hewan uji dihitung dengan rumus sebagai berikut :
 VO2 = (ota - otak) × V x H-1 x W-1
 Ota = 1000/100 x p x q x 8
 Otak = 1000/100 x p x q x 8
Keterangan :
Ota : oksigen terlarut awal (mg/L)
Otak : oksigen terlarut akhir (mg/L)
VO2 : konsumsi oksigen (mg/g/L)
p : larutan Na2S2O3 yang terpakai
q : normalitas Na2S2O3 (0,025)
8 : berat molekul oksigen
V : volum tabung setelah dikurangi volume ikan nila (L)
H : selang waktu pengukuran oksigen awal dan akhir (jam)
W : berat ikan (g)
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 3.1 Hasil Pengamatan Laju Konsumsi Oksigen Rombongan VII


H Volume Berat CO2i CO2f VO2
Ikan
(Jam) (mL) (g) (mg/L) (mg/L) (mg/L/Jam)
Nila Besar 0,25 130 123 4,1 3,2 2,604
Nila Kecil 0,25 30 28 7 5,4 1,24
Nila Besar 0,25 40 129 7 4 0,840
Nila Kecil 0,25 25 31 4,6 4,2 0,27

Perhitungan kelompok 2

Diketahui:
V respirometer besar = 54335 mL = 5,435 L
Bobot ikan nila kecil = 28 gram
Larutan Na2S2O3 terpakai (awal) = 7 mL
Larutan Na2S2O3 terpakai (akhir) = 5,4 mL
Selang waktu pengukuran O2 awal dan akhir = 0,25 jam
Volume ikan (L) = 30 mL = 0,03 L

1000 1000
Otaawal = 𝑥 𝑝𝑥𝑞𝑥8 = 𝑥 3,5 𝑥 0,025 𝑥 8 = 7
100 100

1000 1000
Otaakhir = 𝑥 𝑝𝑥𝑞𝑥8 = 𝑥 2,7 𝑥 0,025 𝑥 8 = 5,4
100 100

VO2 = [CO2i - CO2f] x V x H-1 x W-1


(7 − 5,4)
𝒙 5,435
0,25 x 28
1,6
𝒙 5,435
7
1,24 ml/L/Jam.
B. Pembahasan

Berdasarkan data hasil percobaan respirasi hewan air rombongan VII,


diketahui bahwa konsumsi oksigen ikan besar adalah 2,604 ml/L/jam dan konsumsi
oksigen ikan kecil adalah 1,24 ml/L/jam. Hal ini tidak sesuai dengan pustaka.
Menurut Fujaya (2004) konsumsi oksigen dipengaruhi oleh besar ukuran tubuh
(bobot dan volume). Semakin berat dan besar volume ikan, maka konsumsi
oksigennya semakin kecil, sebaliknya semakin rendah berat ikan maka konsumsi
oksigennya semakin besar. Jadi pada percobaan menggunakan ikan Nila, hasilnya
tidak sesuai dengan pustaka. Ketidaksesuaian hasil yang diperoleh ini disebabkan
oleh beberapa faktor yaitu :
1. Kurang tepatnya dalam penentuan nilai titrasi
2. Adanya faktor yang menyebabkan KO2 ikan meningkat misal disebabkan
adanya perlakuan yang menyebabkan ikan banyak bergerak.
3. Kebocoran tabung pada penggunaan metode winkler yang menyebabkan
oksigen luar berdifusi masuk, sehingga nilai KO2 meningkat.
Menurut Lagler (1977), konsumsi O2 dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu intensitas dari metabolisme oksidatif dalam sel, kecepatan pertukaran yang
mengontrol perpindahan air disekitar insang yang berdifusi melewatinya. Faktor
internal yaitu kecepatan sirkulasi darah dan volume darah yang dibawa menuju
insang dan afinitas oksigen dari hemoglobin, nutrisi, penyakit, status reproduksi
dan stress serta pengaruh hormonal dari hewan tersebut juga berpengaruh terhadap
konsumsi oksigen. Menurut Fujaya (2004), terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhi konsumsi O2 pada ikan yaitu :
1. Aktivitas
Ikan dengan aktifitas yang tinggi, aktif berenang akan mengkonsumsi O2 lebih
banyak dari pada ikan yang kurang aktif berenang.
2. Umur
Ikan dengan umur lebih muda akan mengkonsumsi O2 lebih banyak
dibandingkan dengan ikan yang berumur lebih tua. Hal ini dimaksudkan untuk
menunjang pertumbuhan ikan yang muda.
3. Ukuran atau berat tubuh
Ikan yang mempunyai ukuran tubuh lebih kecil kecepatan metabolisme lebih
tinggi dari pada ikan yang lebih besar, sehingga ikan berukuran kecil lebih
banyak dalam mengkonsumsi O2.
4. Temperatur
Ikan yang berada pada lingkungan bersuhu tinggi akan mengkonsumsi O2
lebih dibandingkan ikan pada lingkungan dengan suhu lebih rendah. Menurut
Ville (1998), perubahan suhu akan mempengaruhi distribusi, metabolisme,
nafsu makan, reproduksi organisme perairan serta berpengaruh langsung
terhadap proses fotosintesis fitoplankton dan tanaman air. Prakoso & Chang
(2017) juga menambahkan bahwa Suhu yang lebih tinggi meningkatkan
proporsi enzim yang telah mencapai tingkat energi aktivasi mereka, yang
mempercepat laju rata-rata reaksi biokimia sehingga memungkinkan lebih
banyak aktivitas dan membutuhkan oksigen yang lebih banyak. Oleh karena
itu, laju metabolisme hewan ectothermic berkaitan erat dengan suhu, karena
suhu mengatur routine metabolic rate (RMR) dan secara tidak langsung
memicu active metabolic rate (AMR). Mayoritas hewan air memiliki tingkat
metabolisme aerobik dapat diperkirakan secara tidak langsung dari pengukuran
tingkat konsumsi oksigen atau laju respirasi. Begitupun menurut Holt &
Jørgensen (2015), bahwa pada suhu yang tinggi, mortalitas respirasi akan
semakin meningkat, sefangkan pada suhu rendh, mortalitas respirasi akan
cenderung menurun.
Perbedaan pada aktivitas juga menjelaskan fakta bahwa oksigen itu
mempunyai angka kecepatan konsumsi lebih dari 5 hari. Sedangkan pada tingkat
konsumsi larva adalah lebih tinggi yaitu dengan 2 hari. Ikan nila (Oreocromis
niloticus) menjadi pilihan yang digunakan dalam menentukan respirasi pada
ikan. Hal ini menurut Pramleonita et al., (2018), karena ikan nila memiliki
struktur sistem respiratori yang mudah diamatai, bentuk tubuh yang tidak terlalu
besar, serta memiliki ketersediaan yang cukup banyak dengan harga yang
terjangkau. Adapun respirasi pada ikan nila dapat dihitung degan cukuo akurat
dengan menggunakan perhitungan respirasi pada hewan air. Laju konsumsi
oksigen ditentukan berdasarkan jumlah konsentrasi oksigen yang diukur pada
awal dan akhir pengukuran,penurunan konsumsi oksigen pada ikan mengalami
peningkatan karena stress akibat adanya proses adaptasi lingkungan dari
aquarium ke botol respirator sehingga menyebabkan aktivitas atau kecepatan
renangnya juga meningkat (Zainuddin et al., 2003)
Menurut Wetzel dan Linkens (2000), fungsi larutan yang dipakai untuk
proses titrasi diantaranya adalah sebagai berikut :
1. MnSO4 dan KOH-KI : untuk membentuk endapan berwarna cokelat,
mengindikasikan bahwa masih terdapat O2 dalam sampel. Apabila endapan
yang dihasilkan berwarna putih, maka tidak ada lagi O2 yang terlarut pada
sampel. KOH sendiri berfungsi untuk mereduksi MnSO4.
2. H2SO4 : mengubah larutan yang awalnya berwarna cokelat keruh menjadi
cokelat bening, dan untuk memecah atau menghilangkan ikatan yang terjadi
karena pengaruh dari larutan KOH-KI, MnSO4Larutan ini tidak terbentuk
dari reaksi antara asam sulfat dengan mangan oksida membentuk mangan
sulfat.
3. Amilum: untuk mendeteksi adanya amilum dalam larutan dan sebagai
indikator yang merubah warna larutan yang semula cokelat bening menjadi
biru muda.
4. Na2SO3 : untuk titrasi sebagai nilai p untuk mencari kadar O2 terlarut.
Hubungan konsumsi O2 dengan laju metabolisme menurut (Zonneveld et
al., 1991) adalah konsumsi O2 pada laju metabolisme pemeliharaan adalah
kurang dari 60 % lebih tinggi dari pada ikan selama kekurangan pakan.
Konsumsi O2 pada pakan ikan yang sedang tumbuh berasal dari satu pihak, dari
metabolisme pemeliharaan dan dari pihak lain yang berasal dari sintesis dan laju
konsumsi O2 menurun dengan penurunan tersedianya oksigen untuk ikan.
Hubungan KO2 dengan metabolisme yaitu metabolisme tersebut membutuhkan
oksigen, semakin banyak atau semakin cepat laju metabolisme akan kebutuhan
konsumsi O2 semakin tinggi. Sehingga semakin banyak KO2 maka semakin
membutuhkan hemoglobin yang berfungsi mengikat oksigen dalam darah.
Metode Winkler adalah metode yang digunakan untuk mengukur oksigen
terlarut, diperkenalkan pada tahun 1988 oleh L.W.Winkler, dengan langkah-
langkah sebagai berikut (Lagler, 1997) :
1. Air sampel dimasukkan ke dalam botol Winkler sebanyak 250 ml dengan
syarat pada saat pengambilan air sampel tidak ada udara yang masuk.
2. Air dalam botol Winkler ditambahkan larutan KOH-KI sebanyak 1 ml di
homogenkan atau dikocok selama 5 menit, kemudian ditambahkan MnSO4
sebanyak 1 ml larutan dikocok atau dihomogenkan kemudian dibiarkan
sehingga terbentuk lapisan heterogen, bagian atas bening dan bagian bawah
berupa endapan berwarna coklat (apabila tidak mengandung O2 endapan
berwarna putih). Endapan coklat mengindikasikan masih terdapatnya O2.
MnSO4 + 2KOH Mn(OH)2 + K2SO4 (endapan berwarna putih )
2Mn(OH)2 + O2 2MnO(OH)2 (endapan berwarna coklat)
3. Air dalam botol Winkler direaksikan lagi dengan H2SO4 sebanyak 1 ml
kemudian dikocok. Setelah penambahan H2SO4, endapan akan terlarut dan
membentuk MnSO4. H2SO4 mengubah larutan coklat keruh menjadi coklat
bening atau lebih ke arah kuning.
2MnO(OH)2 + 4 H2SO4 2Mn(SO4)2 + 6H2O
4. Air dalam botol diambil sebanyak 100 ml, kemudian ditampung dalam
tabung Erlenmeyer untuk dititrasi dengan Na2S2O3 0,025 N. Amilum
diteteskan sebanyak 3 tetes sebagai indikator pH dan dititrasi dengan
Na2S2O3 hingga menghasilkan larutan yang jernih.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan praktikum kali ini dapat diperoleh
kesimpulan yaitu konsumsi oksigen pada ikan nila besar adalah 2,604 ml/L/jam dan
konsumsi oksigen ikan nila kecil adalah 1,24 ml/L/jam. Semakin kecil ikan semakin
aktif bergerak, sehingga metabolismenya semakin meningkat dan berakibat konsumsi
O2 semakin meningkat. Konsumsi oksigen pada ikan yang kecil seharusnya lebih
besar dari ikan besar. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi oksigen pada ikan
yaitu berat tubuh, volume dan jenis ikan, umur, aktivitas, nutrisi, penyakit, jenis
kelamin, stress, kontrol hormonal, kelarutan oksigen dan temperatur.
DAFTAR REFERENSI

Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Rinek Cipta,
Jakarta.
Holt, R.E. and Jørgensen, C., 2015. Climate change in fish: effects of respiratory
constraints on optimal life history and behaviour. Biology letters, 11(2),
p.20-32.
Lagler, K. F. 1977. Icthyology. John Wiley and Sons Inc, Canada.

Prakoso, V.A. and Chang, Y.J., 2017. Laju Respirasi Induk Ikan Blackhead Seabream
Acanthopagrus schlegelii Pada Suhu Pemeliharaan Yang Berbeda. Jurnal Riset
Akuakultur, 12(2), pp.161-167.
Pramleonita, M., Yuliani, N., Arizal, R. and Wardoyo, S.E., 2018. Parameter fisika
dan kimia air kolam ikan nila hitam (Oreochromis niloticus). Jurnal Sains
Natural, 8(1), pp.24-34.
Ville., 1988. General Zoology. London W.B: Sounders Company.
Wetzel, R. G and G. E. Likens. 2000. Lymnological Analyses, Thirth Edition.
Springer-Verlag : New York.
Yuwono,E. 2001. Fisiologi Hewan I. Fakultas Biologi, UNSOED, Purwokerto.
Zainuddin. Inayah, M. Iqbal Djawad dan Abd. Djalil Saleng. 2003. Respons Fisiologi
Dan Laju Pertumbuhan Juvenil Ikan Bandeng Yang Dibantut Pada Umur
Berbeda. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin
Makassar. Makasar.
Zonneveld, N, Z. Hulsman dan J. Boon. 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai